Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi

(1)

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2

TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENDUKUNG IKLIM

USAHA DAN INVESTASI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DESSY AGUSTINA HARAHAP 107005074/ HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENDUKUNG IKLIM USAHA DAN INVESTASI

Nama Mahasiswa : Dessy Agustina Harahap Nomor Pokok : 107005074

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, SH Ketua

)

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum) (Dr. Agusmidah, SH, M.Hum Anggota Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof.Dr.Suhaidi, SH, MH) (Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH, M.Hum)


(3)

Telah diuji pada Tanggal : 28 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH

Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum

3. Dr.Agusmidah, SH, M.Hum 4. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum


(4)

ABSTRAK

Bagi Indonesia, perbaikan iklim investasi sangatlah mendesak menimbang pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen/tahun dan pertambahan angkatan kerja baru sebanyak 2.2 juta orang/tahun. Jika digunakan asumsi elastisitas penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 400 ribu orang per satu persen pertumbuhan, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai rata-rata 6,9 persen pertahun selama periode 2011-2014. Era keterbukaan dan demokratis dalam dunia industri yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh, banyaknya jumlah serikat pekerja/buruh disatu perusahaan dapat mengakibatkan perselisihan, umumnya perselisihan berkaitan dengan ketidaksepahaman keanggotaan dan keterwakilan di dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ialah hukum yang dipakai untuk menyelesaikan perselisihan dimaksud.

Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian tesis ini mencakup tiga permasalahan. Pertama, Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial ? ; Kedua Apakah peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi memiliki keterkaitan dengan peraturan perselisihan hubungan industrial? ; Ketiga Apakah mekanisme perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mampu memberi dukungan dalam peningkatan iklim usaha dan investasi ?

Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Kesemua bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan dianalisa untuk mengetahui dan menjawab permasalahannya. Selanjutnya digunakan metode deduktif untuk menarik kesimpulan yang spesipik dan mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap masalah penelitiannya, sedangkan melalui prosedur logika induktif akan diperoleh kesimpulan umum yang diarahkan pada penyusunan jawaban teoritis terhadap permasalahannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, dalam prosedur penyelesaian hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 ditujukan untuk memberi perlindungan hukum, kepastian hukum bagi para pihak, dan juga mendukung pelaksanaan penegakan hukum dalam ranah hukum ketenagakerjaan.

Kedua, Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial memiliki keterkaitan dengan peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi seperti, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Kepres Nomor 76 dan 77 Tahun 2007 Mengenai Jenis dan Bentuk Usaha yang Dilakukan Dalam Penanaman Modal dan mengenai kepastian hukum dalam iklim persaingan usaha yang sehat yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat). Ketiga, Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial menekankan penyelesaian sengketa secara bipartit (negosiasi), yang dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat tanpa campur tangan pihak ketiga.


(5)

Namun jika tidak tercapai, melalui mekanisme penyelesaian hubungan industrial dapat ditempuh dua cara penyelesaian yaitu, melalui Pengadilan Hubungan Industrial (Litigasi) dan Penyelesaian dengan cara diluar pengadilan (Non Litigasi), seperti permasalahan mengenai perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang berada dalam satu perusahaan dapat ditempuh dengan cara mediasi atau konsiliasi. Dengan melakukan usaha penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase dapat menumbuhkan rasa saling percaya dan kerjasama yang saling menguntungkan antara pekerja dan pengusaha, dimana dalam kondisi ini, tentu akan tercipta iklim usaha dan investasi yang baik pula.


(6)

ABSTRACT

To Indonesia, the improvement of investment climate is very urgent considering the population growth which reaches 1.49% per year and the increase of new workforce of 2.2 million people per year. If assumption of elasticity is used to assume that new workforce is created for 400 thousand people per 1% of growth, the economic growth must reach the average of 6.9 % per year for the period of 2011 – 2014. The era of transparency and democracy in the industrial world materialized through the freedom of association for workers and the number of labor unions in a company can result in dispute which generally related to the disagreement of membership and representativeness in the negotiation in the making of collective labor agreement. Law No.2/2004 on the Settlement of Industrial Relation Dispute is the law used to settle the dispute.

The purpose of this normative juridical study was to find out, first, how the industrial relation dispute settlement procedures based on Law No.2/2004 is applied; second, whether or not the regulations on economic and investment law are related to the regulations on industrial relation dispute; and third, whether or not the mechanism of industrial relation dispute regulated in Law No.2/2004 can be a support in improving the investment and business climate.

The data for this study were obtained from primary and secondary legal materials. To get the answer to this study, the data obtained were examined, explained and analyzed. The specific conclusion was drawn through deductive method to get provisional answer to the problem of study. The general conclusion leading to the theoretical answer to the problem of study was obtained through inductive logical procedure.

The result of this study showed that, first, in its procedure, the settlement of industrial relation based on Law No.2/2004 was intended to provide legal protection and legal certainty to the parties involved and to support the implementation of law enforcement in the domain of labor law; second, Law on Industrial relation Dispute is related to the regulations in the domain of economic law such as Law No.40/2007 on Limited Liability Company, Law No.25/2007 on Capital Investment, Presidential Decree No. 76 and 77/2007 on Type and Form of Business performed in Capital Investment, and the legal certainty in the climate of healthy business competition is regulated in law No.5/1999 on Prohibition of Practice of Monopoly and Unhealthy Business Competition; and third, Law on Industrial relation Dispute emphasizes the bipartite dispute settlement (negotiation) conducted by deliberation and consensus without intervention of third party. But, if mechanism mention above does not work, the dispute can be settled through two ways, namely, bring the case to the Industrial Relation Court (Litigation) or settle it out side of the court (Non-Litigation). The dispute between the labor unions under one company can be settled trough mediation or conciliation. The dispute settlement done through mediation, conciliation, and arbitration can foster mutual trust and mutually beneficial cooperation between the employees and the employer that, in this condition, good business and investment climate can be created.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi, sebagai salah satu persyaratan dalam mendapatkan gelar Magister Hukum pada Program Magister Ilmu Huku m di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara jujur dan rendah hati, peneliti mengakui betapa penyusunan Tesis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dorongan dari banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan setulus hati menucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Muhammad Abduh, SH selaku Pembimbing atas memberikan bimbingannya kepada penulis dalam Tesis ini.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum, selaku Pembimbing atas memberikan bimbingannya baik pendapat untuk perbaikan maupun waktu yang telah diluangkan kepada penulis.

3. Dr. Agusmidah, SH, M.Humsebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingannya baik berupa pendapat serta arahan dan waktu dan kesabarannya terhadap penulis yang telah diluangkan dalam proses penyelesaikan Tesis ini. 4. Kepada Dosen Penguji Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum dan Dr. Mahmul Siregar,


(8)

5. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada peneliti dan mengubah wawasan peneliti dalam bidang ilmu pengetahuan hukum yang menjadi bekal dalam penyusunan Tesis ini.

6. Seluruh staf Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selama ini senantiasa membantu peneliti dalam mengikuti studi dari segi administrasi dan informasi.

7. Kepada Orang tua tercinta, H. Aliander Harahap dan Hj. Derhana Ritonga yang telah memberi dukungan materi serta dorongan dan usahanya kepada penulis dalam proses penyelesaian Tesis ini.

8. Suami tercinta, Shandi Izhandi Hutasuhut, SH, M.Kn yang telah memberikan izin dan dukungan spritual kepada penulis dalam proses menyelesaikan Tesis ini. 9. Anak-anakku Mocha Nada Venezia Hutasuhut, Ozil Ramadhan Hutasuhut yang

telah memberikan dukungan kepada mamanya dalam proses penyelesaian Tesis ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan Tesis ini.

Medan, Desember 2012 Penulis,


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

N a m a : Dessy Agustina Harahap

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 21 Agustus 1986

U m u r : 26 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

A g a m a : Islam

B a n g s a : Indonesia

Alamat : Jl.Pembangunan Gg.H. Puriz No.9

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Swasta Harapan I Medan (Lulus 13 Juni 1998)

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Harapan I Medan (Lulus 28 Maret 2001).

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Medan (Lulus 23 Desember 2003).

4. Lembaga Pendidikan Luar Sekolah Masyarakat Potensi Utama Bahasa Inggris Dasar Satu (D1) (Lulus 12 Desember 2005).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 13

D. Manfaat Penelitian... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian... 26

1. Sifat penelitian ... 27

2. Jenis Penelitian... 27

3. Bahan-Bahan Hukum Penelitian... 28


(11)

BAB II : PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL... 30

A. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial... 30

B. Beberapa Hal yang Termasuk Dalam Objek Perselisihan Hubungan Industrial... 36

1. Perselisihan Hak... 36

2. Perselisihan Kepentingan... 38

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja... 41

4. Perselisihan Antara Serikat Bekerja/Serikat Buruh... 42

BAB III : KAITAN ANTARA PERATURAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN PERATURAN PERATURAN DIBIDANG HUKUM EKONOMI ATAU INVESTASI PADA UMUMNYA... 46

A. Peraturan Ketenagakerjaan Sebagai Sistem Dalam Pelaksanaan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial... 46

1. Hak-Hak Tenaga Kerja... 48

2. Aspek Perlindungan Kerja dan Hubungannya Dengan Perusahaan ... 50

B. Beberapa Peraturan Perundang-Undangan Dalam Bidang Hukum Ekonomi/Investasi Terkait Permasalahan Dalam Hubungan Indusitrial………... 54

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Tentang Penanaman Modal ………. 57 2. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007, tentang Kriteria

dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Terbuka DenganPersyaratan Dibidang Penanaman Modal ;


(12)

Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha

Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal... 60 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang

Perseroan Terbatas... 68 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat... 73

BAB IV : MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 DAN HUBUNGANNYA DALAM MENDUKUNG

PENINGKATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI... 77 A. Keberadaan Hukum Ketenaga Kerjaan Sebagai Hukum

Materill Dari Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial,

Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi di Indonesia... 77 B. Hubungan Penerapan Undang-Undang Penyelesian Hubungan

Industrial Nomor 2 Tahun 2004 Terkait Pada Iklim Usaha

dan Investasi di Indonesia... 85 1. Penerapan Sistem Pengelolaan yang baik (System Good

Governance) Antara Pekerja, dan Pengusaha Terhadap

Kebijakan yang Dibuat Oleh Pemerintah... 87 2. Penerapan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial Dengan Jaminan Kepastian Hukum

Dalam Mendukung Kegiatan Usaha dan Investasi... 91 C. Mekanisme Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan

Hubungannya Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi... 97 1. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Diluar

Pengadilan (Non Litigasi) ... 98 a. Penyelesaian Melalui Perundingan Bipartit ... 99 b. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


(13)

c. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Melalui Arbitrase... 103

d. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi... 108

2. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan (Litigasi)... 113

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran... 126

DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup

Untuk Penanaman Modal... 62

Tabel 2 : Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Bidang Usaha Mikro Kecil Menengah

Dan Koperasi (UMKMK) ... 64

Tabel 3 : Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan


(15)

ABSTRAK

Bagi Indonesia, perbaikan iklim investasi sangatlah mendesak menimbang pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen/tahun dan pertambahan angkatan kerja baru sebanyak 2.2 juta orang/tahun. Jika digunakan asumsi elastisitas penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 400 ribu orang per satu persen pertumbuhan, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai rata-rata 6,9 persen pertahun selama periode 2011-2014. Era keterbukaan dan demokratis dalam dunia industri yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh, banyaknya jumlah serikat pekerja/buruh disatu perusahaan dapat mengakibatkan perselisihan, umumnya perselisihan berkaitan dengan ketidaksepahaman keanggotaan dan keterwakilan di dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ialah hukum yang dipakai untuk menyelesaikan perselisihan dimaksud.

Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian tesis ini mencakup tiga permasalahan. Pertama, Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial ? ; Kedua Apakah peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi memiliki keterkaitan dengan peraturan perselisihan hubungan industrial? ; Ketiga Apakah mekanisme perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mampu memberi dukungan dalam peningkatan iklim usaha dan investasi ?

Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Kesemua bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan dianalisa untuk mengetahui dan menjawab permasalahannya. Selanjutnya digunakan metode deduktif untuk menarik kesimpulan yang spesipik dan mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap masalah penelitiannya, sedangkan melalui prosedur logika induktif akan diperoleh kesimpulan umum yang diarahkan pada penyusunan jawaban teoritis terhadap permasalahannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, dalam prosedur penyelesaian hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 ditujukan untuk memberi perlindungan hukum, kepastian hukum bagi para pihak, dan juga mendukung pelaksanaan penegakan hukum dalam ranah hukum ketenagakerjaan.

Kedua, Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial memiliki keterkaitan dengan peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi seperti, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Kepres Nomor 76 dan 77 Tahun 2007 Mengenai Jenis dan Bentuk Usaha yang Dilakukan Dalam Penanaman Modal dan mengenai kepastian hukum dalam iklim persaingan usaha yang sehat yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat). Ketiga, Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial menekankan penyelesaian sengketa secara bipartit (negosiasi), yang dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat tanpa campur tangan pihak ketiga.


(16)

Namun jika tidak tercapai, melalui mekanisme penyelesaian hubungan industrial dapat ditempuh dua cara penyelesaian yaitu, melalui Pengadilan Hubungan Industrial (Litigasi) dan Penyelesaian dengan cara diluar pengadilan (Non Litigasi), seperti permasalahan mengenai perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang berada dalam satu perusahaan dapat ditempuh dengan cara mediasi atau konsiliasi. Dengan melakukan usaha penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase dapat menumbuhkan rasa saling percaya dan kerjasama yang saling menguntungkan antara pekerja dan pengusaha, dimana dalam kondisi ini, tentu akan tercipta iklim usaha dan investasi yang baik pula.


(17)

ABSTRACT

To Indonesia, the improvement of investment climate is very urgent considering the population growth which reaches 1.49% per year and the increase of new workforce of 2.2 million people per year. If assumption of elasticity is used to assume that new workforce is created for 400 thousand people per 1% of growth, the economic growth must reach the average of 6.9 % per year for the period of 2011 – 2014. The era of transparency and democracy in the industrial world materialized through the freedom of association for workers and the number of labor unions in a company can result in dispute which generally related to the disagreement of membership and representativeness in the negotiation in the making of collective labor agreement. Law No.2/2004 on the Settlement of Industrial Relation Dispute is the law used to settle the dispute.

The purpose of this normative juridical study was to find out, first, how the industrial relation dispute settlement procedures based on Law No.2/2004 is applied; second, whether or not the regulations on economic and investment law are related to the regulations on industrial relation dispute; and third, whether or not the mechanism of industrial relation dispute regulated in Law No.2/2004 can be a support in improving the investment and business climate.

The data for this study were obtained from primary and secondary legal materials. To get the answer to this study, the data obtained were examined, explained and analyzed. The specific conclusion was drawn through deductive method to get provisional answer to the problem of study. The general conclusion leading to the theoretical answer to the problem of study was obtained through inductive logical procedure.

The result of this study showed that, first, in its procedure, the settlement of industrial relation based on Law No.2/2004 was intended to provide legal protection and legal certainty to the parties involved and to support the implementation of law enforcement in the domain of labor law; second, Law on Industrial relation Dispute is related to the regulations in the domain of economic law such as Law No.40/2007 on Limited Liability Company, Law No.25/2007 on Capital Investment, Presidential Decree No. 76 and 77/2007 on Type and Form of Business performed in Capital Investment, and the legal certainty in the climate of healthy business competition is regulated in law No.5/1999 on Prohibition of Practice of Monopoly and Unhealthy Business Competition; and third, Law on Industrial relation Dispute emphasizes the bipartite dispute settlement (negotiation) conducted by deliberation and consensus without intervention of third party. But, if mechanism mention above does not work, the dispute can be settled through two ways, namely, bring the case to the Industrial Relation Court (Litigation) or settle it out side of the court (Non-Litigation). The dispute between the labor unions under one company can be settled trough mediation or conciliation. The dispute settlement done through mediation, conciliation, and arbitration can foster mutual trust and mutually beneficial cooperation between the employees and the employer that, in this condition, good business and investment climate can be created.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena kualitas dan peran sumber daya manusia secara besar yang akan menentukan arah serta tujuan dan keberhasilan dari pembangunan nasional. Pembangunan terhadap ketenagakerjaan merupakan bagian dari pengembangan pembangunan sumber daya manusia, dalam rangka menjalankan roda pembangunan di Indonesia ini.

Pemerintah dan masyarakat akan selalu mengamati dan juga menginginkan keadilan, keadilan dapat diterima masyarakat apabila penegak hukum secara benar melaksanakan Undang-Undang dan peraturan yang ada, karena dimata hukum semua diperlakukan sama tanpa membedakan satu sama lain tidak terkecuali pekerja/buruh ataupun pengusaha. Salah satu hak asasi manusia adalah bekerja,1 karena dengan bekerja bagi tenaga kerja2

1

Lihat UUD 1945, Pasal 28 D ayat (2), yakni Setiap Orang Berhak Untuk Bekerja Serta Mendapatkan Imbalan yang Adil dan Layak dalam Hubungan Kerja.

2

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1, yakni Tenaga Kerja adalah Setiap Orang yang Mampu Melakukan Pekerjaan Guna Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Baik Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Maupun Untuk Masyarakat.

mempunyai makna sedemikian penting bagi kehidupannya. Makna bekerja bagi pekerja/buruh dapat ditinjau dari segi perorangan sebagai gerak daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badani maupun rohani.


(19)

Tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau/jasa dalam hal pekerjaannya sebagaimana dimaksud, dapat melakukan secara individual (sendiri) maupun grouping of work (pengelompokan pekerja) yang terikat oleh “hubungan kerja”.3 Dalam menghasilkan barang atau/jasa antara pekerja dengan pengusaha, dijumpai pula mengenai ketentuan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, halmana dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang secara khusus diatur pula dalam “perjanjian kerja”4, “peraturan perusahaan”5 ataupun “perjanjian kerja bersama”6

Permasalahan/perselisihan dimaksud acapkali disebut dengan istilah “perselisihan hubungan industrial”

yang ada di masing-masing perusahaan. Namun dalam pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, tidaklah dapat terleapas dari yang namanya permasalahan/perselisihan.

7

3

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan Hubungan Kerja adalah Hubungan Antara Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh Berdasarkan Perjanjian Kerja yang Mempunyai Unsur Pekerjaan, Upah dan Perintah.

4 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Pasal 1 angka 14, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah Perjanjian Antara Pekerja/Buruh Dengan Pengusaha Atau Pemberi Kerja yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Para Pihak.

5

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 20, yakni yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan adalah Peraturan yang Dibuat Secara Tertulis Oleh Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja Dan Tata Tertib Perusahaan

6

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 21, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang Merupakan Hasil Perundingan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Tercatat Pada Instansi yang Bertanggungjawab Dibidang Ketenagakerjaan Dengan Pengusaha Atau Beberapa Pengusaha Atau Perkumpulan Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak.

antara pekerja dengan pengusaha yang sulit untuk

7

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 22, yakni yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industrial adalah Perbedaan Pendapat yang Mengakibatkan Pertentangan Antara Pengusaha atau Gabungan Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh Karena Adanya Perselisihan Mengenai Hak,


(20)

dihindari. Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia pertama sekali diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, kemudian diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 1964 dan terakhir dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU-PPHI), yang pada Tanggal 14 Januari 2004 diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Selama pelaksanaan hubungan kerja, tidak tertutup kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja. Baik yang dilakukan atas inisiatif pengusaha atau atas inisiatif pekerja. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 25 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja yaitu ”Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berkhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”.8

Sesuai Pasal 126 Undang-Undang ini, maka mulai berlakulah secara efektif 1 (satu) tahun setelah diundangkan yakni Tanggal 14 Januari 2005. Kemudian atas pertimbangan Undang-Undang tersebut memerlukan pemahaman dan berbagai kesiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, baik dilingkungan pemerintah maupun di lembaga peradilan.

9

Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Serta Perselisihan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Suatu Perusahaan.

8

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 150

9

Republik Indonesia Konsideran Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Perihal Menimbang huruf b.


(21)

Peraturan terhadap penyelesaian hubungan industrial atau Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, sejak diundangkan, maka sifat keberadaan hukumnya hanya melengkapi 2 (dua) Undang yang telah lahir sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh yang telah diundangkan pada Tanggal 4 Agustus Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diundangkan pada Tanggal 23 Maret 2003.

Sejak diberlaukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka terjadi perubahan sistem yang mendasar dibandingkan dengan pola penyelesaian perburuhan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 (sistem lama), dimana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 penyelesaian perselisihan dilakukan melalui lembaga eksekutif yakni Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P4P), sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyebutkan penyelesaian perselisihan dilakukan melalui sarana lembaga yudikatif yakni melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

Mekanisme perubahan sebagaimana dimaksud, berdampak pada perubahan sistem-sistem lainnya, maksudnya perubahan ini membawa akibat pada bergesernya hukum perburuhan. Dimana semula hukum perburuhan masuk dalam wilayah hukum


(22)

publik kemudian bergeser ke wilayah hukum privat.10

Alasan yang mendasari terjadinya perubahan sistem ini dapatlah dianalisa berdasarkan pada 4 (empat) alasan yaitu :

Pergeseran tersebut tentunya membawa implikasi positif bagi perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, dimana perubahan tersebut akan berakibat pada pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial bagi para pihak yang berselisih.

11

1. UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial dirasa tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi, karena hak-hak pekerja/buruh perorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial. 2. UU Nomor 22 Tahun 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan

perselisihan kepentingan secara kolektif, sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja/buruh secara perorangan belum terakomodasi. 3. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara Putusan P4 Pusat adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara sehingga jalan yang ditempuh baik oleh pihak pekerja/buruh maupun oleh Pengusaha untuk mencari keadilan menjadi semakin panjang.

10

PHK & Perlindungan Negara Atas Hak

Kerja : Suatu Tinjauan Kritis Atas Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), diakses pada tanggal 02 Februari 2012.

11

Lihat Republik Indonesia Penjelasan Umum atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial


(23)

4. Tuntutan demokratisasi yang menghendaki keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi atau arbitrase efektifnya suatu sitem hukum dapat diukur dari subtansi, struktur dan kultur.

Sejalan dengan era keterbukaan dan demokratis dalam dunia industri yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh, maka jumlah serikat buruh disatu perusahaan dapat mengakibatkan perselisihan diantara serikat pekerja/serikat buruh yang pada umumnya berkaitan dengan masalah keanggotaan dan keterwakilan di dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.

Perselisihan dimaksud merupakan suatu penghambat jalannya perekonomian diamana industrial yang semakin meningkat dan kompleks, membuat pertumbuhan iklim usaha dan investasi yang menurun sehingga mempengaruhi perekonomian nasional. Dunia usaha adalah merupakan penggerak dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang memerlukan modal, baik modal asing maupun modal dalam negeri, apabila pertumbuhan ekonomi rendah akan mengakibatkan tingkat pengangguran semakin besar, dan akan memprihatinkan, untuk mengatasi tingkat pengangguran yang besar, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya dapat ditempuh dengan cara meningkatkan investasi, untuk itu diperlukan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi.


(24)

Seperti telah diuraikan diatas bahwa iklim usaha dan investasi dimaksud dalam kajian penelitian ini, sesuai pada tujuan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yakni melalui Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian. Tujuan tersebut ditujukan pada sektor dunia usaha, dari usaha mikro hingga multinasional, untuk mulai membuka usaha, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas usaha. Dalam World Development Report 2005 disimpulkan bahwa perbaikan iklim investasi merupakan masalah sentral dalam pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta penurunan jumlah penduduk miskin pada kelompok negara berkembang. Kesempatan kerja yang luas bagi kelompok usia produktif merupakan kunci bagi tercapainya pembangunan yang inklusif dan merata.12

Bagi Indonesia, perbaikan iklim investasi sangatlah mendesak menimbang pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen pertahun dan pertambahan angkatan kerja baru sebanyak 2.2 juta orang per tahun Untuk menurunkan tingkat pengangguran yang mencapai 7,14 persen tahun 2010 menjadi 5 hingga 6 persen pada tahun 2014 diperlukan penyediaan lapangan kerja baru sekitar 2,75 juta pertahun. Jika digunakan asumsi elastisitas penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 400 ribu orang per satu persen pertumbuhan, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai rata-rata 6,9 persen pertahun selama periode 2011-2014. Tingkat pertumbuhan ini perlu

12

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Tinjauan Ekonomi Keuangan, Redaksi,


(25)

diupayakan berasal dari sektor yang banyak menciptakan lapangan kerja seperti pertanian, industri, konstruksi.13

Mengundang minat investor berinvestasi bukanlah hal yang semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan upaya yang serius, sistimatik, terintegrasi dan konsisten untuk menanamkan kepecayaan investor menanamkan modalnya di wilayah host country. Bagaimana pun juga harus diingat bahwa pertimbangan investor sebelum menanamkan modal selalu dilandasi motivasi ekonomi untuk menghasilkan keuntungan dari modal dan seluruh sumber daya yang dipergunakannya. Oleh karena itu, investor selalu melakukan kajian awal (feasibility study) baik terhadap aspek ekonomi, politik dan aspek hukum sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi untuk memastikan keamanan investasi yang akan dilakukannya. Terkait hal ini, setidak-tidaknya calon investor akan mempertimbangkan aspek economic opportunity, political stability dan legal certainty.14

Beberapa faktor penghambat investasi yang antara lain adalah pada sektor ketenagakerjaan, khususnya pelaksanaan hubungan industrial antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Adanya perbedaan dan pandangan dalam pelaksanaan hubungan industrial seperti disebut diatas akan menimbulkan perselisihan, pertentangan atau konflik (dispute). Konflik dimaksud adalah situasi (keadaan) dimana dua atau lebih pihak-pihak memperjuangkan tujuan mereka masing-masing yang tidak dapat

13 Ibid 14

Pancras J. Nagy, Country Risk, How to Asses, quantify and monitor, Euromony


(26)

diperasatukan dan dimana tiap-tiap mereka mencoba meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran/tujuannya masing-masing. Pihak yang dimaksud adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

Demokratisasi yang lahir dialam reformasi memunculkan berbagai perubahan paradigma dalam hubungan industrial. Munculnya multi trade union (serikat pekerja) merupakan masalah tersendiri dalam interaksi kelompok pekerja dan pengusaha. Serikat pekerja dimaksud ialah sebagai salah satu kekuatan yang mengandung potensi konflik, yang pada dasarnya adalah karena ketidakpercayaan pekerja/serikat pekerja kepada pengusaha dan pemerintah. Dimana pengusaha dan pemerintah sering dinilai selalu berkolaborasi meresepsi pekerja. Dalam beberapa kasus, serikat pekerja menghadapi masalah serius karena tidak handal dalam berunding, kurang berwawasan luas dan kredibel sehingga lebih menghendaki penyelesaian masalah melalui tekanan massa, unjuk rasa dan mogok kerja.15

Pola perjuangan seperti ini menciptakan api dalam sekam, karena pengusaha seakan menyetujui sesuatu desakan, sehingga pada saat yang tidak diduga pengusaha melakukan pembalasan. Contohnya peristiwa hengkangnya perusahaan Sony ke Malaysia pada tahun 2004. perusahaan ini memilih Malaysia untuk berinvestasi meskipun upah pekerja 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari Indonesia, tetapi perundang-undangan Malaysia melarang pemogokan di sektor industri vital (seperti industri

15

Euis D. Suhardiman. Potensi konflik Hubungan Industrial Terhadap Iklim Di Indonesia. Jurnal ilmu Hukum Litigasi. Vol 10 Nomor 1. Fakultas Hukum UNISBA. Februari 2009. hal 97


(27)

elektronik) dan melarang pembentukan serikat pekerja dalam bentuk struktur nasional, melainkan hanya ditingkat perusahaan.16

Kondisi hubungan industrial di Indonesia akhir-akhir ini sangat dinamis. Untuk menjaga suasana tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga momentum pertumbuhan serta stabilitas perekonomian serta iklim investasi yang kondusif, maka Serikat Pekerja dan Pengusaha harus mengedepankan dialog serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

Memperhatikan kasus diatas maka yang dirugikan bukan saja terhadap suatu investasi semata yang dilakukan suatu perusahaan, namun berpengaruh juga terhadap tingkat pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang ada di Indonesia. Hubungan industrial yang harmonis di perusahaan yang melibatkan serikat pekerja dan pengushaa mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan iklim investasi yang kondusif sebagai langkah yang strategis dalam menciptakan lapangan kerja guna mengurangi tingkat pengangguran.

17

16 Ibid 17

Demikian diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar saat menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ke-5 antara Manajemen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dengan 3 (tiga) serikat pekerjanya, yaitu Serikat Pekerja Unit Kerja Citeureup, Bogor; Unit Kerja Palimanan, Cirebon dan Unit Kerja Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan yang dilaksanakan pada Kamis (2/2/2012). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan hubungan industrial adalah pelaksanaan perjanjian kerja bersama (PKB) antara manajemen perusahaan dan serikat pekerja/buruh. Muhaimin mengatakan PKB memiliki nilai positif karena membuka dialog dan negosiasi antara pekerja yang diwakili serikat pekerja dan perusahaan yang diwakili manajemen tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam hubungan kerja. “Penerapan kesepakatan PKB dalam kerangka hubungan kerja yang harmonis akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan kesejahteraan pekerja serta menghindari ancaman PHK,”.


(28)

Menurut Adrian Sutedi “tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi hubungan industrial, utamanya peranan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia usaha tersebut (stake holders). Semakin baik hubungan industrial maka semakin baik perkembangan dunia usaha”.18

Melalui analisis penelitian ini, nantinya diharapkan akan berguna bagi pengambil kebijakan publik untuk meninjau kembali atau bahkan mereformasi sistem Jadi keharmonisan dalam hubungan industrial tergantung bagaimana para pihak memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain sehingga pihak yang lain itu mendapatkan hak-haknya.

Pertumbuhan ekonomi itu sendiri terkait erat dengan tingkat investasi, karena untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat investasi yang tinggi dan juga adanya hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan antara pekerja dengan pengusaha dalam proses produksi barang ataupun jasa. Oleh karena itu penyelesaian perselisihan hubugan industrial ini mempunyai peranan penting untuk menjaga hubungan harmonis antara pekerja dengan pengusaha diperusahaan.

Atas dasar kondisi yang demikian, maka peneliti tertarik untuk menganalisis secara mendalam, mengenai keterkaitan Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial terhadap Iklim Usaha dan Investasi. Dimana ketentuan yuridis penerapan hubungan industrial tersebut, saling berpengaruh dengan aspek yuridis yang ada dalam mendukung pola investasi yang baik.

18


(29)

hukum ketenagakerjaan yang ada, karena kepincangan-kepincangan dalam komponen substansi, struktur dan kulturalnya menimbulkan dampak yang cukup luas bagi masyarakat khususnya masyarakat pekerja dan dunia usaha serta upaya penegakan hukum ketenagakerjaan itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan yakni, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial ?

2. Apakah peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi memiliki keterkaitan dengan peraturan perselisihan hubungan industrial?

3. Apakah mekanisme perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mampu memberi dukungan dalam peningkatan iklim usaha dan investasi ?


(30)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial.

2. Untuk mengetahui dan membandingkan keterkaitan antara peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi dengan peraturan-peraturan perselisihan hubungan industrial.

3. Untuk mengetahui mekanisme perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan menganalisis sejauh mana manfaat dan dukungan mekanisme perselisihan tersebut dalam meningkatkan iklim usaha dan investasi.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan masalah Hukum Administrasi Negara, atau khususnya terhadap perkembangan permasalahan hukum ketenagakerjaan. Sisi lain hukum ketenagakerjaan dimaksud, juga berkaitan dengan keberadaan dan perkembangan hukum ekonomi di Indonesia.


(31)

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum atau lembaga-lembaga pemerintahan seperti pengadilan sebagai pelaksana keadilan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan juga bagi para pengusaha (pelaku proses produksi perusahaan) diharapkan agar dapat mengetahui informasi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara baik dan benar.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Fakultas Hukum, pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dan rekomendasi dari sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara sampai sekarang belum ada judul yang sama mengenai “Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Terkait Pada Iklim Usaha dan Investasi”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.


(32)

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.19

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.

20

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.

21

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.22

Oleh karenanya dalam penelitian tesis ini digunakan 2 (dua) teori sebagai pisau analitisnya, yakni teori tentang sistem hukum dan konsep hukum. Teori tentang sistem hukum menurut Lawrence M. Freidmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen struktur (structure), substansi (substance), dan budaya hukum (legal culture).23

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, 1994, Bandung, hal. 80 20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.6 21 J.J.J M. Wuisman,

Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203 22

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi,

Yogyakarta, 2006, hal 6 23

Lawrence. M. Friedman, Hukum Amerika : Sebuah Pengantar (American Law : An


(33)

Elemen struktur (structure) dirumuskan bahwa sistem hukum (legal system) terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada disitu dalam jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang tetap bertahan, elemen yang memberi semacam bentuk atau batasan terhadap keseluruhan. Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum (substance), yang dimaksud Freidman dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah substansi hukum.24

Sedangkan mengenai budaya hukum (Legal Culture) yang merupakan elemen ketiga dari system hukum, Freidman mengartikannya sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta harapan masyarakat tentang hukum. Selanjutnya untuk menjelaskan hubungan antara ketiga elemen sistem hukum tersebut, Freidman menggambarkan sistem hukum sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”, kemudian produk yang dihasilkan sebgai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem hukum.25

24 Ibid 25


(34)

Teori sistem hukum menurut Freidman, sebagimana dimaksud jelaslah dapat dihubungkan dengan keberadaan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Yakni pada perubahan sistem hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mana sebelumnya perselisihan hubungan industrial ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud perselisihan hubungan industrial adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh bergabung dengan tidak adanya persesuaian persepsi mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.26

Sementara perubahan ketentuan dan aturan perundang-undangan penyelesaian perselisihan hubungan industrial terus berubah, yang mana perubahan terakhir diganti kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, didalam Undang-Undang ini Perselisihan Hubungan Industrial pengertiannya berubah pula menjadi “perbedaan pendapat yang mengaikabatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”.27

Mengenai perbedaan pengertian perselisihan tersebut dalam masing-masing Undang-Undang diatas, merupakan poin dari substansi hukum dari teori sistem

26

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Pasal 1 ayat (1).

27

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 1 ayat (1)


(35)

hukum yang dikemukakan Freidman, yaitu elemen struktur (structure) dari sistem hukum (legal system) terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada disitu dalam jangka panjang. 28

Dihubungkannya teori sistem hukum dengan teori konsep hukum ialah agar tidak terjadi multi tafsir terhadap pemahaman objek penelitian yang dilakukan. Bahwa penelitian ini bukan mengkaji pada satu atau beberapa iklim usaha dan investasi disatu tempat atau daerah yang ada di Indonesia, akan tetapi pada penelitian ini hanya menghubungkannya menururt ketentuan peraturan Perundang-Undangan Sehingga perubahan Perundang-Undangan mengenai penyelesaian hubungan industrial dimaksud, penerapannya dapat diartikan sebaagi perubahan pemahaman pelaksanaan peraturan perselisihan hubungan industrial, maksudnya adalah pemahaman diasumsikan sebagai budaya hukum (legal culture) yang merupakan elemen ketiga dari teori sistem hukum yakni sikap dari lapisan masyarakat (yang dalam hal ini adalah para pekerja/buruh terhadap pengusaha atau perusahaan, juga keadaan sebaliknya), terhadap keyakinan, nilai, pemikiran serta harapan dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat lebih cepat, tepat dan murah sebagai upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan guna mendorong iklim investasi yang kondusif.

28


(36)

mengenai perselisihan hubungan industrial saja, hal mana ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Fungsi teori konsep hukum disini sebagai penyekat antara sebab dan akibat lainnya yang dapat berpengaruh terhadap iklim usaha dan investasi. Sebagai contoh faktor Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) terhadap pemahaman dan penguasaan bidang pekerjaan, juga merupakan hal yang mempengaruhi iklim usaha dan investasi. Selanjutnya dapatlah diuraikan apakah sebenarnya pengertian dari teori konsep hukum ini.

Teori tentang konsep hukum ialah menggambarkan fungsi dari apa yang terkandung dalam hukum, menurut Gunarto Suhardi dari Antony Allot dalam The Limit of Law, menguraikan berbagai arti fungsi dari hukum. Pola perubahan penerapan peraturan perundang-undangan perselisihan hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam teori sistem hukum pelaksanaannya haruslah ditopang dengan bagaimanakah teori konsep hukum yang sebenarnya. Maksudnya bahwa perbedaan pemahaman pelaksanaan hukum terhadap penyelesaian hubungan industrial ini membuat pertentangan atau ketidaksesuaian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaaan.

Perbedaan pemahamaan tersebut tercermin dalam tindakan pengusaha atau perusahaan terhadap pekerja/buruh yang melanggar suatu ketentuan hukum. Misalnya: Pengusaha membayar upah pekerja/buruh dibawah ketentuan hukum yang mengatur upah minimum, atau pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak atau pengusaha tidak memberikan cuti tahunan sebagaimana diatur didalam


(37)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; atau pekerja/buruh telah melakukan kerja lembur tidak dibayar oleh pengusaha, disini merupakan faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial.

Gunarto juga mengemukakan bahwa, hukum adalah ketentuan dan informasi yang bersifat abstrak tetapi berpengaruh, pengertian hukum berupa norma-norma hukum positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum itu sendiri.29

Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut :30

2. ada kekuatan-kekuatan sosial yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai suatu keharusan. Hal ini sudah membentuk hukum yang bersifat abstrak. 3. hukum positif yang berupa struktur dan aturan-aturan.

4. pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata.

Sementara perselisihan hubungan industrial yang tanpa didahului suatu pelanggaran pada umumnya disebabkan perbedaan pendapat dalam menafsirkan hukum ketenagakerjaan. Misalnya, berdasarkan ketentuan hukum tertentu, menurut pengusaha, pekerja/buruh tidak berhak melaksanakan cuti sebelum melahirkan, setelah ia melahirkan anak secara prematur. Dilain pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menafsirkan bahwa ketetuan hukum mengenai cuti sebelum

29

Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya

Yogyakarta, 2002, hal. 4. 30


(38)

melahirkan tetap merupakan hak pekerja/buruh wanita yang melahirkan anak secara prematur31

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”32 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”33

a. Analisis

Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional, yakni sebagai berikut :

Maksud dari analisis adalah, suatu tinjauan atau pengharapan terhadap masalah tertentu.34 Analisis dimaksudkan terhadap ketentuan yuridis Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

31

http://www.hukumonlinHak Mogok di Indonesia, diakses

pada Tanggal 02 September 2011. 32 Samadi Surya Barata,

Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Hal 28 33

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1984. hal. 133

34

Mas’ud Khasan Abdul Qahar, Kamus Ilmiah Populer, Bintang Pelajar, Tanpa Kota, Tanpa Tahun.


(39)

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Maksud dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah, undang-undang tentang penyelesaian hubungan industrial

c. Penyelesaian Perselisihan

Maksud dari penyelesaian perselisihan adalah, pelaksanaan, upaya dan solusi untuk mencari kesepakatan berdamai terhadap perselisihan hubungan industrial, baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan (non litigasi). Akan tetapi penyelesaian perselisihan hubungan indusatrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit.35 Selanjutnya jenis penyelesaian perselisihan dimaksud menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, ada tiga mekanisme penyelesaian perselisihan diluar pengadilan (non litigasi) yaitu mediasi36, konsiliasi37 dan arbitrase.38

35

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 10 jo Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3). Yakni yang dimaksud perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Selanjutnya perundingan bipartit tersebut dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

36

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 11, yakni yang dimaksud dengan mediasi adalah mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

37

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 13, yakni yang dimaksud dengan konsiliasi adalah konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat


(40)

Sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan (litigasi) maka, berada dalam yurisdiksi Peradilan Umum,39 yakni pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri setempat.40

Konsep hukum acara yang dianut Undang-Undang No.2 Tahun 2004 menunjukkan adanya suatu perubahan dalam pola penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian hanya melalui mekanisme hukum acara perdata tentu menarik jika dilihat dari aspek kepentingan para pihak. Hukum perdata yang pada dasarnya meletakkan pengaturan pada kebebasan individu.41

Perubahan pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial merupakan mekanisme baru

buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

38

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan arbitrase adalah arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

39

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 57, yakni Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undangundang ini.

40 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 14 ayat (2), yakni Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

41


(41)

dalam persoalan ketenagakerjaan di Indonesia, karena Pengadilan ini relatif baru.42

d. Perselisihan Hubungan Industrial

dibandingkan dengan pengadilan khusus lainnya.

Maksud dari Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

e. Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Maksud dari pekerja atau buruh adalah, setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan atau dalam bentuk lain.

Sedangkan maksud dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

42

Lalu Husni, Penyelesian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Diluar Pengadilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Hal 16


(42)

f. Pengusha43 dan Perusahaan44

Maksud dari pengusaha dan perusahaan ialah, tempat dimana pekerja/buruh menerima perintah, melaksanakan, dan mentataati peraturan kerja yang telah disepakati antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan.

g. Investasi

Maksud dari investasi ialah, penanaman atau pendanaan sejumlah modal (dalam bentuk nilai mata uang), dari pengusaha atau perusahaan baik nasional maupun dari luar negeri semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dari investasi dimaksud.

Namun dalam penelitian ini investasi hanya dikaitkan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubunga Industrial. Maksudnya bahwa apabila Undang-Undang dimaksud tidak dapat menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial secara efektif seperti isi dari Mukadimah huruf a Undang-Undang dimaksud, yakni bahwa hubungan industrial dinilai harus bersikap harmonis, dinamis, dan berkeadilan 43

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 6, yakni yang dimaksud pengusaha adalah (1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

44

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 7, yakni yang dimaksud perusahaan adalah (1) setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; (2) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.


(43)

perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan asumsi sebab-akibat, bahwa investasi sangat berpengaruh pada pola penyelesaian yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bila intensitas perselisihan kecil maka iklim usaha berjalan kondusif sehingga para investor tidak ragu untuk berinvestasi, demikian juga sebaliknya jika intensitas perselisihan lebih besar maka akan berpengaruh terhadap investasi tersebut.

G. Metode Penelitian

Sebelum mengurai lebih lanjut mengenai metode penelitian pada tesis ini. Ada baiknya peneliti mengurai secara sederhana mengenai pengertian penelitian hukum, sebagai perbandingan terhadap penelitian yang objek kajiannya bukan merupakan kajian ilmu hukum, yang bertujuan setidaknya menghilangkan multi tafsir dalam suatu penelitian hukum.

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter deskriptif ilmu hukum. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriftif yang menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban yang


(44)

diharapkan didalam penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau wrong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam penelitian hukum sudah mengandung nilai.45

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Preskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap permasalahan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam hal ini ialah terkait pada iklim usaha dan investasi merupakan faktor permasalahan dalam penelitian ini. Mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu, maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek penerapan hukumnya yang diberikan kepada para pihak.46 (dalam hal ini ialah pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Jenis Penelitian

Penelitian tesis ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Penyelesaian Perselisihan

45

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1,

Jakarta, 2005, hal. 35 46

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997. Hal 36.


(45)

Hubungan Industrial atau hal lain yang berhubungan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum). Peneltian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma dalam hukum positif.

3. Bahan-Bahan Hukum Penelitian

Sesuai uraian pada jenis penelitian tersebut diatas, maka digunakan pula teknik pengumpulan data seperti yang akan diuraikan berikut, guna mendapatkan hasil yang objektif ilmiah dan dibuktikan kebenarannya serta dapat pula dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi dokumen yakni dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini ialah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. sedangkan bahan hukum sekunder ialah buku-buku literatur, tulisan para ahli, hasil penelitian yang berupa laporan tertulis, dan sumber/informasi melalui media elektronik seperti internet, yang berkaitan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini. Adapun bahan hukum tertier dimaksud diatas adalah berupa kamus dan ensiklopedia, majalah, jurnal atau surat kabar yang berkaitan.


(46)

4. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dikelompokkan (diklasifikasi), dianalisis, dan dilakukan evaluasi untuk mengetahui faliditasnya secara prespektif dengan metode deduktif dan induktif. Melalui metode deduktif, akan dapat ditarik kesimpulan spesipik yang mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap masalah penelitiannya. Sedangkan melalui prosedur logika induktif akan diperoleh kesimpulan umum yang diarahkan pada penyusunan jawaban teoritis terhadap permasalahannya.47

47

Maria S.W Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar.

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal. 43

Kesimpulan umum seperti disebut diatas adalah tentang bagaimana bentuk, manfaat, serta hak dan kewajiban terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terkait pada iklim usaha dan investasi.


(47)

BAB II

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN

2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial

Sejak dahulu sampai sekarang masih ditemukan konflik atau perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hal ini merupakan bagian dari dinamika suatu hubungan kerja. Perselisihan diantara mereka ini tidak jarang diwarnai dengan tindakan-tindakan kekerasan dari pihak pengusaha maupun tindakan-tindakan anarkhisme dari pihak pekerja/buruh. Kepercayaan (trust) merupakan sebuah “modal sosial” (social capital) yang memungkinkan kegiatan sosial-ekonomi berjalan dengan baik. Jika interaksi antara individu atau kelompok dalam suatu masyarakat diwarnai konflik, atau potensi konflik, maka masyarakat tersebut dikatakan kekurangan modal sosial.48

Pemerintah dalam banyak hal sering membuat kebijakan yang kurang memberikan perlindungan maupun jaminan hukum bagi pekerja/buruh. Ada kalanya peraturan-peraturan perundang-undangan yang merupakan produk kebijakan pemerintah kurang memberikan perlindungan maupun jaminan hukum bagi pekerja/buruh. Bahkan lebih tidak rasional lagi ketika dalam suatu peraturan

48

Masrana Saman, In Search Of A Better Industrial Relation System For Indonesian,


(48)

perundang-undangan buruh/pekerja ditempatkan pada posisi pihak yang harus dikalahkan.

Pemerintah dan masyarakat akan selalu mengamati dan juga menginginkan keadilan, keadilan dapat diterima masyarakat apabila penegak hukum secara benar melaksanakan Undang-Undang dan peraturan yang ada, karena dimata hukum semua diperlakukan sama tanpa membedakan satu sama lain tidak terkecuali pekerja/buruh ataupun pengusaha. Salah satu hak asasi manusia adalah bekerja49, karena bekerja bagi tenaga kerja50

Makna lain dari pekerjaan adalah untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan individual bagi masing-masing masyarakat tersebut. Sedangkan dari segi spritual, merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

mempunyai makna sedemikian penting bagi kehidupannya. Makna bekerja bagi pekerja/buruh dapat ditinjau dari segi perorangan sebagai gerak daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badani maupun rohani.

51

Tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau/jasa dalam hal pekerjaannya sebagaimana dimaksud, dapat melakukan secara individual (sendiri) maupun

49

Lihat UUD 1945, Pasal 28 D ayat (2), yakni Setiap Orang Berhak Untuk Bekerja Serta Mendapatkan Imbalan yang Adil dan Layak dalam Hubungan Kerja.

50

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1, yakni Tenaga Kerja adalah Setiap Orang yang Mampu Melakukan Pekerjaan Guna Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Baik Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Maupun Untuk Masyarakat.

51

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Ketentuan Mengenai Ketenagakerjaan, Tambahan Lembaran Negara No. 2912.


(49)

grouping of work (pengelompokan pekerja) yang terikat oleh “hubungan kerja”.52 Dalam menghasilkan barang atau/jasa antara pekerja dengan pengusaha, dijumpai pula mengenai ketentuan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, halmana dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang secara khusus diatur pula dalam “perjanjian kerja”53, “peraturan perusahaan”54 ataupun “perjanjian kerja bersama”55

Permasalahan/perselisihan dimaksud acapkali disebut dengan istilah “perselisihan hubungan industrial”

yang ada di masing-masing perusahaan. Namun dalam pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, tidaklah dapat terleapas dari yang namanya permasalahan/perselisihan.

56

52

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan Hubungan Kerja adalah Hubungan Antara Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh Berdasarkan Perjanjian Kerja yang Mempunyai Unsur Pekerjaan, Upah dan Perintah.

53

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah Perjanjian Antara Pekerja/Buruh Dengan Pengusaha Atau Pemberi Kerja yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Para Pihak.

54

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 20, yakni yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan adalah Peraturan yang Dibuat Secara Tertulis Oleh Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja Dan Tata Tertib Perusahaan

55

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 21, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang Merupakan Hasil Perundingan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Tercatat Pada Instansi yang Bertanggungjawab Dibidang Ketenagakerjaan Dengan Pengusaha Atau Beberapa Pengusaha Atau Perkumpulan Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak.

56

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 22, yakni yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industrial adalah Perbedaan Pendapat yang Mengakibatkan Pertentangan Antara Pengusaha atau Gabungan Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh Karena Adanya Perselisihan Mengenai Hak, Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Serta Perselisihan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Suatu Perusahaan.

antara pekerja dengan pengusaha yang sulit untuk dihindari. Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia pertama sekali diatur


(50)

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, kemudian diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 1964 dan terakhir dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU-PPHI), yang pada Tanggal 14 Januari 2004 diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Hubungan industrial sabagai suatu sistem hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah, unsur-unsur atau aspek hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja termasuk :57

1. para pekerja, pengusaha, pemerintah. 2. kerjasama manajemen dengan karyawan

3. perundingan bersama, perjanjian kerja, kesepakatan kerja bersama dan peraturan perusahaan.

4. kesejahteraan, upah, jaminan sosial, pensiun, keselamatan, kesehatan kerja, koperasi, dan pelatihan kerja.

5. perselisihan industrial, arbitrasi, mediasi, mogok kerja, penutupan perusahaan, dan pemutusan hubungan kerja.

Permasalahan hubungan industrial dilandasi dan dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, yaitu hubungan industrial yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan

57

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang 2 Tahun 2004, tentang Perselisihan Hubungan Industrial.


(51)

tumbuh serta berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Unsur-unsur Hubungan Industrial Pancasila (HIP) sama dengan hubungan industlial pada umumnya, namun segala sesuatu dilandasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 58

a. pengusah dengan pekerja;

Dengan memahami unsur-unsur ini, kita dapat memahami arti peranan dan pentingnya hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan mengenai kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam suatu perusahaan.

Menurut pengertian Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa pihak yang berselisih adalah :

b. pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh; c. gabungan pengusaha dengan pekerja; dan

d. gabungan pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.

Sesuai Pasal 126 Undang-Undang ini, maka mulai berlakulah secara efektif 1 (satu) tahun setelah diundangkan yakni tanggal 14 Januari 2005. Kemudian atas

58

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka (22) dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka (1).


(52)

pertimbangan Undang-Undang tersebut memerlukan pemahaman dan berbagai kesiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, baik dilingkungan pemerintah maupun di lembaga peradilan.59

59

Republik Indonesia Konsideran Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang penangguhan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Perihal Menimbang huruf b.

Peraturan terhadap penyelesaian hubungan industrial atau Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, sejak diundangkan, maka sifat keberadaan hukumnya hanya melengkapi 2 (dua) Undang yang telah lahir sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh yang telah diundangkan pada Tanggal 4 Agustus Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diundangkan pada Tanggal 23 Maret 2003.

Sejak diberlaukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka terjadi perubahan sistem yang mendasar dibandingkan dengan prosedur penyelesaian perburuhan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 (sistem lama), dimana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 penyelesaian perselisihan dilakukan melalui lembaga eksekutif yakni Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P4P), sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyebutkan penyelesaian perselisihan dilakukan melalui sarana lembaga yudikatif yakni melalui Pengadilan Hubungan Industrial.


(1)

b. Penyelesaian dengan cara diluar pengadilan (Non Litigasi)

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial diluar pengadilan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu tergantung dari pada objek permasalahan dari perselisihan tersebut. Seperti permasalahan mengenai perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang berada dalam satu perusahaan dapat ditempuh dengan cara mediasi atau konsiliasi, sementara penyelesaian melalui arbitrase cenderung pada permasalahan penyelesaian sengketa bisnis (perdangangan) dan mengenai hak yang menurut hukum dan Peraturan Perundang-Undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dimana tidak ditemukan kesepakatn dalam penyelesaian intern dari para pihak. Namun dalam Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial menekankan pada pola penyelesaian sengketa secara bipartit (negosiasi), yang dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat tanpa campur tangan pihak ketiga.

Dalam melakukan investasi terhadap suatu bidang usaha diperlukan iklim yang kondusif agar tercipta hubungan yang harmonis diantara para pihak, yaitu pekerja dan pengusaha. Dalam hubungannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial dapat memberikan jawaban dari permasalahan yang mungkin terjadi, secara substansi dapat dibuktikan mekanisme yang dianut oleh Undang-Undang tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, mengatur institusi dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial lebih ekonomis, tidak berbelit-belit dan mengutamakan penyelesaian perselisihan diluar pengadilan dengan cara win-win solution (mencari solusi yang baik). Hal ini dibuktikan dengan melakukan usaha penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase sehingga dapat menumbuhkan rasa saling percaya dan kerjasama yang saling menguntungkan


(2)

antara pekerja dan pengusaha, dimana dalam kondisi ini, tentu akan tercipta iklim usaha dan investasi yang baik pula.

B. Saran

1. Sebaiknya dalam menyusun dan menerapkan peraturan-peraturan yang terkait khususnya dalam pengaturan perselisihan hubungan industrial dan peraturan lain dibidang hukum ekonomi, pemerintah lebih memperhatikan sinkronisasi hukumnya, agar tidak terjadi pertentangan hukum diantara peraturan yang satu dengan pengaturan dalam peraturan lainnya, sehingga dapat menghindari terjadinya konflik dalam dunia usaha.

2. Dalam menerapkan Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial, harus dilakukan upaya meminimalisasi konflik yaitu, dilakukan dengan mengembangkan sistem hubungan industrial yang mencerminkan budaya musyawarah. Dengan musyawarah diharapkan menimbulkan penyelesaian hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dan pekerja.

3. Selanjutnya diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan pembekalan seperti seminar dan pendidikan khusus terkait penyelesaian hubungan industrial, bagi aparatur hukum dalam melakukan proses penyelesaian sengketa agar dapat mengimbangi regulasi dari peraturan perundang-undangan dengan tujuan kesiapan pengetahuan, wawasan serta kehandalan dalam berunding demi menciptakan suatu iklim usaha yang kondusif dan mengundang minat dari penanam modal untuk berinvestasi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad S. Ruky, Manajemen Penggkajian & Pengupahan Untuk Karyawan Perusahaan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

Barata Samadi Surya, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Rajawali Pers. Jakarta, 1992.

Friedman, Lawrence. M., Hukum Amerika : Sebuah Pengantar (American Law : An Introduction), diterjemahkan oleh Wisnu Basuki Jakarta PT. Tatanusa, 2001. Halim, Ridwan, Sari Hukum Perburuhan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1987. HS, Salim, Pengantar Hukun PerdataTertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta 2003. Husni Lalu, Penyelesian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar

Pengadilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985.

_____________, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 1982.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1. Jakarta, 2005.

M. Syaufii Syamsudin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2003.

Mick Marchington, Manajemen Hubungan Industrial, Pustaka Binaman Persada, Jakarta, 1986

Pancras J. Nagy, Country Risk, How to Asses, quantify and monitor, Euromony Publications, London, 1979.


(4)

Priyatna Abdurasyid, Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, PT. Fikahati Aneska. Jakarta, 2002.

Qahar Mas’ud Khasan Abdul, Kamus Ilmiah Populer, Bintang Pelajar, Tanpa Kota, Tanpa Tahun.

Rajagukguk, Erman, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, 2000.

Simanjuntak, Payaman J, Peranan Serikat Pekerja Dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di Indonesia, Hubungan Pembina Sumber Daya Manusia Indonesia (HIPSMI), Jakarta, 2005.

Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1984.

Suhardi, Gunarto, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002

Suhardiman, Euis D. Potensi konflik Hubungan Industrial Terhadap Iklim Di Indonesia. Jurnal ilmu Hukum Litigasi. Vol 10 Nomor 1. Fakultas Hukum UNISBA. Februari 2009

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, cet-7 Jakarta, 2005.

Sumarjono, Maria S.W, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.

Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia. Jakarta, 2003

Wiratha, Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006

Widjaya, Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.


(5)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Tentang Kekuasaan Kehakiman

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Tentang Peyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1960, Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan

C. Karya Ilmiah, Jurnal, Surat Kabar, Seminar, dan Internet.

Dellisa A. Ridgway dan Mariya A. Thalib, Globalization and Development : Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law, dikutip dalam Mahmul Siregar, Kepastian Hukum Dalam Transaksi Bisnis Internasional Dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

http://Perpustakaan.bappenas.go.id-laporan-evaluasi-program-100-hari-pertama-kabinet-indonesia-bersatu. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009, BAB I Agenda 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu

http://www.hukumonlineHak Mogok di Indonesia,

diakses pada Tanggal 02 September 2011

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Tinjauan Ekonomi Keuangan, Redaksi, Volume 1 Nomor 3, Jakarta. 2011.


(6)

Mahkamah Agung, Buku Panduan Pelatihan Tekhnis Calon Hakim ad-hoc PHI Padapangadilan Hubungan Industrial, Mahkamah Agung, Oktober 2005. Perdana, Surya, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan

Pemutusan Hubungan Kerja Pada Perusahaan di Sumatera Utara, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, 2008.

Solechan, Sifat Khusus Pengadilan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Media Hukum/Vol.V/No1/Januari-Maret/ 2005 No ISSN 1411-3759, UNDIP, Semarang, 2005.

Saman, Masrana, In Search Of A Better Industrial Relation System For Indonesian,

APINDO, 2009

Sudjana, Eggi, Nasib Dan Perjuangan Buruh Indonesia, Renaisan, Jakarta, 2005 Susilo, Waluyo, Fobia Hari Buruh, Kompas, 1 Mei 2005.

Suhardiman, Euis D. Potensi konflik Hubungan Industrial Terhadap Iklim Di Indonesia. Jurnal ilmu Hukum Litigasi. Vol 10 Nomor 1. Fakultas Hukum UNISBA. Februari 2009


Dokumen yang terkait

Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

1 45 149

ASAS NETRALITAS MEDIASI HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 4 17

Studi Kasus Putusan Hakim terhadap Hak Pekerja dalam Sengketa Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Atas Perkara No.

0 0 14

Undang Undang No 2 Tahun 2004 Tentang Peradilan Hubungan Industrial

0 0 62

MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KLAS IA SAMARINDA

0 0 23

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi

0 5 29

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENDUKUNG IKLIM USAHA DAN INVESTASI TESIS

0 0 14

Alternatif Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Konsekuensi Hukumnya Dalam Kerangka Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 230

ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DI KOTA PANGKALPINANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 0 12