Orang Yang Berhak Menerima Wahyu Jalannya Untuk Mendapatkan Wahyu

C. Orang Yang Berhak Menerima Wahyu

Sebagaimana disebutkan di poin A, bahwa orang yang berhak menerima wahyu adalah orang-orang pilihan Tuhan Yang Maha Esa yang sanggup melaksanakan berbagai cobaan yang sangat berat, kemudian bagi orang yang menerimanya diharuskan untuk menyampaikan kepada seluruh umat manusia apapun resikonya. Dalam memperoleh Wahyu Wewarah Sapta Darma tidak disebutkan terlebih dahulu mengenai siap saja yang dapat menerima wahyu tersebut. Namun yang ditemukan ialah syarat-syarat untuk mencapainya. Syarat-syarat ini merupakan jalan yang harus ditempuh oleh para penganut Ajaran Sapta Darma untuk mendapatka Wahyu Wewarah Sapta Darma. Yang berhak menentukan siapa saja yang akan mendapatka Wahyu Wewarah Sapta Dama adalah Allah Hyang Maha Kuasa, karena Allah Hyang Maha Kuasa adalah Maha Adil Maha Kuasa, maka tidak ada pilihan kasih sayang dalam menentukan siapakah yang berhak meneriam wahyu tersebut. Syarat-syarat yang harus ditempuh untuk mendapatkan Wahyu Wewarah sapta Darma banyak tinggkatan dan rintangannya. Sekalipun banyak yang gagal dalam mengatasi syarat-syaratnya itu, tetapi tetap saja ada manusia yang dapat melampauinya. Dialalah yang pants menerima Wahyu Wewarah Sapta Darma, Wahhyu Wewarah Sapta Darma tidak diperoleh atas dasar keturunan, warisan atau hadiah yang diberikan begitu saja. Wahyu Wewarah Sapta Darma hanya diberikan kepada manusia yang benar-benar menjadi piliah Allah Hyang Maha Kuasa.

D. Jalannya Untuk Mendapatkan Wahyu

Wahyu Wewarah Sapta Darma diperoleh dengan jalan setapak demi setapak artinya tidak langsung diturunkan sekaligus, tetapi secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang. jalan untuk mencapai ke sana sangatlah berat, banyak rintangan dan ujin yang harus dijalani, dan hanya dapat diperoleh dengan hasil yang baik oleh manusia yang kuat menjalani semua ujian. Dengan diperolehnya Wahyu Wewarah Sapta Darma berarti orang yang bersangkutan telah menjadi sempurna dan dialah satu-satunya manusia yang sejati. Kemudian dalam buku Sabda Khusus karangan R. Sunarto disebutkan bahwa jalan untuk mendapatkan wahyu sangatlah banyak, dan jalan yang paling mudah untuk mendapatkan wahyu adalah dengan cara melaksanakan perintah dan larangan Tuhan. Adapun tuntunan untuk mendapatkan Wahyu Wewarah Sapta Darma semuanya terangkum dalam Kitab Suci Wewarah Sapta Darma sebagai mana akan dijelaskan di bawah ini: 1. Wewarah Tujuh. Isi kandungan Wewarah Tujuh yang dijelasannya sebagai berikut: a. Setia tuhu kepada adanya panca sifat Allah, yaitu Allah hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha wasesa, dan Maha Langgeng. Artinya sifat-sifat Tuhan ialah: a Allah Maha Agung, artinya sifat keagungan Allah tidak ada yang menyamai. b Allah Maha Rokhim, artinya sifat belas kasihan Allah tidak ada yang menyamai. c Allah Maha Adil, artinya tidak ada yang menyamain akan keadilan-Nya. d Allah Maha Wasesa, artinya kekuasaan Allah tidak ada yang menyamain-Nya, dan bahwa Allah Hyang Maha Wasesa menguasai Alam semesta serta segala isinya. 4 e Allah Hyang Maha Langgeng, artinya sifat keabadian Allah tidak ada yang menyamai. b. Dengan jujur dan suci hati harus setia menjalankan perundang- undangan negaranya. Tiap orang pada umumnya menjadi warga negara, maka menjadi kewajiban bagi warga Sapta Darma untuk menjunjung tinggi, melaksanakan perundang-undangan dengan jujur dan suci hati serta penuh keikhlasan. c. Turut serta menyingsikan lengan baju menegakkan berdirinya nusa dan bangsa. Dalam rangka membina dan berjuang demi tercapainya keadilan dan kemakmuran, warga Sapta Darma tidak boleh absen atau ingkar dari tanggung jawab, melainkan harus ikut serta, terlebih dalam rangka membina watak dan pembentukan jiwa manusia, warga Sapta Darma telah mempunyai cara-cara yang praktis dan berhasil baik. 5 d. Menolong kepada siapa saja bila perlu tanpa mengharapkan suatu balasan, melainkan harus berdasarkan rasa cinta kasih. Bagi warga Sapta Darma bentuk pertolongan ialah dengan Sabda Usaha, yaitu pertolongan guna menyembuhkan orang sakit. Dalam memberikan pertolongan menurut Sapta Darma harus 4 Sri Pawenang, Wewarah Kerohanian Sapta Darma, Yogyakarta: Sekertariat Tuntunan Agung-Surokarsan, h. 12. 5 Sri Pawenang, wewarah kerohanian Sapta Darma, h. 16. dengan rasa cinta dan kasih saying terhadap sesama manusia. Karena dalam hal ini, manusia hanya sebagai perantara akan ke- Rokhima Allah Hyang Maha kuasa. Oleh sebab itu, menurut aliran Sapta Darma yang melanggar wewarah akan mendapat hukuman dari Allah Hyang Maha Kuasa. e. Berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri. Oleh Hyang Maha Kuasa manusia telah diberi akal budi dan pakartiserta peralatan ragawi yang cukup lengkap guna untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmanin maupun rohaniah. 6 Berjuang secara jujur dan tidak boleh menginginkan orang lain, orang Sapta Darma harus penuh kepercayaan bahwa dengan bekerja secara jujur dengan penuh kesungguhan akan memenuhi kebutuhannya. Terlebih kalau dalam kehidupan rohani warga Sapta Darma harus bertanggung jawab pada diri sendiri sampai akhirnya dipanggil oleh Allah Hyang Maha Esa. Warga Sapta Darma harus berusaha bekerja atas kepercayaan diri sendiri, tidak boleh bergantung terhadap pertolongan orang lain. 7 f. Dalam hidup bermasyarakat bersikap kekeluargaan, harus susila beserta halusnya budi pekerti, selalu menjadi petunjuk jalan yang mengandung jasa serta memuas. Warga Sapta Darma harus dapat bergaul dengan siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur, maupun kedudukan dalam artian hidup harus susiala, sopa santun dan tidak boleh sombong. 6 Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah penerimaan Wahyu, h. 177. 7 Sri Pawenang, Wewarah Kerohanian, h. 19. g. Yakin bahwa keadaan dunia ini tidak abadi, melainkan selalu berubah-ubah. Perubahan keadaan dunia ini laksana perputaran roda, karena warga Sapta Darma harus memahami hal ini. Oleh karena itu, warga Sapta Darma tidak boleh bersifat statis dan dogmatis, tetapi harus penuh dinamika. Warga Sapta Darma harus pandai menyesuaikan diri dengan mengingat waktu dan tempat. Wewarah tujuh yang d jelaskan di pon A merupakan suatu kesatuan yang bulat, satu sama lain bersangku-paut tidak bisa dipisahhkan. Jadi warga Sapta Darma harus betul-betul dapat menjalankan Wewarah tujuh.. 2. Sujud Sujud Dalam ajaran Sapta Darma dapat di bagi menjadi dalam dua bagia diantaranya: a. Sujud wajib Bagi Warga Sapta Darma diwajibkan sujud dalam sehari semalam 24 jam sedikitnya satu kali. Lebih dari sekali lebih baik, dengan pengertian bahwa yang penting bukan banyaknya melakukan sujud, tetapi dilihat dari kesungguhan sujudnya. Lebih baik sujudnya dilakukan di sanggar, 8 Dalam melaksanakan sujud yang benar dan supaya bisa menyatu dengan Allah Hyang Maha Kuasa warga sapta Darma harus menjalankan bebrapa jalan diantaranya: dan dalam melaksanakan sujud waktunya harus ditentukan dan bisa melaksanakan sujud dengan bersama-sama. 8 Kata sanggar bagi Warga Sapta Darma adalah tempat atau bangunan yang di pergunakan untuk sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penghayatan dan pendalaman, atau suatu tempat yang dihormati dan disucikan untuk menyembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Duduk tegak menghadap timur. 9 Bagi pria duduk bersila, dapat dilakukan dengan sila tumpaang artinya kaki kiri dibawah kaki kanan di atas. Bagi wanita duduk bertimpuh. 10 Selanjutnya merasakan getaran yang kedua, yaitu getaran halus yang artinya getaran air suci atau air putih yang berasal dari tulang ekor naik sedik demi sedikit melalui ruas-ruas tulang punggung atau tulang punggung itu sendiri. Dengan naiknya getran yang halus mendorong tubuh membugkuk dengan sendirinya mengikuti getaran air suci sampai ke otak kecil, kemudian ke otak besar sehingga dahi menyentuh tikar, selanjutnya menghela napas panjang dan halus, sehinggan lidah terasa bergetar, keluar air liur yang kemudian ditelan, terus dalam batin mengucapkan, “Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa” tiga kali. Setelah itu tangan sidakep dan menenangkan badan dan pikiran, mata melihat ke depan ke suatu titik. Bila sudah tenang dan tentram terasa ada getaran dalam tubuh yang merambat berjalan dari bawah ke atas dan diikuti sampai ke kepala maka pertandanya kepala terasa berat kemudian getaran menutupi mata. Setelah mata tertutup akibat turunnya getaran, maka getara tersebut menurun lagi sampai ke mulut, selanjurnya ada tanda-tanda lidah terasa dingin seperti kena angin dan keluar air liur, lalu air liur ditelan lalu mengucap dalam batinnya ”Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah Hyang Maha Adil.” 11 Selesai mengucapkan sujud, kepala diangkat perlahan-lahan sehinggan badan dalam sikap duduk dan tegak seperti semula, dalam sikap duduk itulah semua getaran 9 Menghadap ke timur diartikan sebagai berikut: timur berasal dari kata Wetan, sedangkan Wetan berasal dari kata Kawitan atau Wiwitan, berarti permulaan. Jadi, apabila orang bersujud kepada Tuhan, ia harus ingat bahwa ia berasal dari barang yang suci, dan harus benar-benar suci luar dan dalam, artinya satu dalam perbuatan. Lihat Harun Hadiwijono, kebatinana dan injil Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002 , hal. 33. 10 Bertimpuh artinya ibu jari kaki kiri ditimpuh ibu jari kaki kanan, namun kalau tidak mungkin melakukan sikap duduk seperti itu, karena kondisi fisik dan yang laiannya diperkenankan mengambil sikap duduk sesuai dengan kemampuannya asal tidak meninggalkan kesusilaan dan tidak mengganggu jalannya getaran atau rasa. Lihat Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah penerimaan Wahyu, h. 165. 11 Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah penerimaan Wahyu, h. 166. di kepala yang telah kontak dengan Sinar Cahaya Hyang Maha Kuasa akan turun merata keseluruh tubuh. Pada saat turunnya getaran tersebut perlu sekai dirasakan saluran-saluran mana yang dilalui oleh getaran tersebut. Kemudia merasakan naiknya kembali getaran halus seperti yang di atas, yang kemudia mendorong untuk membungkuk yang kedua kalinya, kemudia di dalam hati mengucapkan, “Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuas” sebanyak tiga kali. Artinya, ”Kesalahannya Hyang Maha Kuasa Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa”. Kemudian duduk kembali dengan tegak dan membungkuk kembali untuk melakukan sejud yang ketiga kalinya, lalu mengucapkan dalam batin, “Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Suci ” sebanyak tiga kali. Akhirnya duduk tegak dengan merasakan turunnya getaran yang ketiga kalinya lewat bagian depan, dari kepala, dada, perut sampai tulang kemaluan, dan keseluruh tubuh sehingga tenang dan tentram, kemudian sujud diakhiri dengan membuka mata, tangan dan sebagainya. 12 Untuk menyakini seluruh Warga Sapta Darma, yang diucapkan dalam sujud dapat di jelaskan sebagai berikut: a. Ucapan, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah Hyang Maha Adil, maksudnya untuk mengingat dan menghormati sifat mutlak keluhuran Allah Hyang Maha Kuasa dan mengagungkan serta meluhurkan Asma-Nya. 13 Ucapan Asma tiga tersebut tidak hanya di ucapkan pada saat sujud saja, tetapi apabila Warga Sapta Darma akan memulai suatu perbuaatan darma yang didahului dengan semedi atau eling dengan ucapan meluhurkan Asma Allah tersebut. 12 Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah Penerimaan Wahyu, h. 167. 13 Sri Pawenang Wewarah Kerohanian, h.34. b. Ucapan, Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa maksudnya ialah Hyang Maha Suci merupakan sebutan bagi roh suci seseorang manusia yang berasal dari sinar cahaya Allah, atau kesucian yang meliputi pribadi manusia sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Hyang Maha Kuasa adalah sebutan Allah yang menguasai alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia baik rohani maupun jasmani. Sujud berarti penyerahan diri bulat-bulat atau menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Hyang Maha Kuasa. c. Kesalahannya Hyang Maha Kuasa Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa, maksudnya ialah, setelah meneliti dan menyadari kesalahan-kesalahan setiap hari, maka roh suci manusia mohon ampun kepada Hyang Maha Kuasa akan dosa-dosanya tersebut. d. Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Suci maksudnya ialah, bertobat untuk tidak berbuat kesalahan. Warga Sapta Darma diharapkan melatih diri dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kesempurnaan sujudnya yang sesuai dengan Wewarah. 14 Sujud yang diilakukan dengan penuh kesungguhan mempunyai arti dan kegunaan yang besar sekali. Sujud Sapta Darma tidak boleh dilakukan secara tergesah-gesah. Diharpkan melaksanankan sujud memilih waktu yang tepat. Sebenarnya sujud menurut Wewarah bila didalami dan diteliti secara sungguh- sungguh, akan membimbing jalannya getaran air suci yang tersaring berulang kali serta membimbing jalannya sinar cahaya Allah yang meliputi seluruh tubuh, kemudian diedarkan merata ke sel-sel tubuh. 15 Getaran atau sinar cahaya Allah adalah cahaya yang digambarkan berwarna hijau muda yang berada di dalam seluruh pribadi manusia. Bersatunya getaran sinar 14 Sri Pawenang wewarah kerohanian Sapta Darma, h. 35. 15 Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah Penerimaan Wahyu, h. 168. cahaya dengan getaran air suci yang merambat berjalan secara halus di seluruh tubuh menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali. Daya kekuatan ini disebut atom berjiwa yang ada pada pribadi manusia. Kekuatan ini mempunyai arti dan kegunaan yang besar bagi kehidupan manusia seperti, dapat menentramkan dan menindas nafsu angkara, mencerdaskan pikiran, dan dapat memiliki kewaspadaan seperti kewaspadaan penglihatan dan kewaspadaan rasa. Bila telah menyatu dan memusat di ubun-ubun akan mewujudkan Nur Putih, akhirnya naik menghadap Hyang Maha Kuasa untuk meneriam perintah, petunjuk- petunjuk yang berupa isyarat-isyarat. Ditegaskan bahwa syarat atau sarana untuk memiliki kesempurnaan itu semua, tidak lain adalah pengolahan rohani di waktu sujud, serta pengolahan penyempurnaan budi pakarti yang menuju pada keluhuran budi dalam sikap dan tindakan sehari-hari. b. Sujud Penggalian Sujud penggalian adalah sujud penelitian, sujud yang sempurna yang pernah diwejangkan dalam saresehan Agung Tuntunan Kerohanian Sapta Darma pada 27-29 Desember 1962 oleh Panuntun Agung Sri Gutama. Agar ajaran ini segera dikuasai oleh para tuntunan, Panuntun Agung Sri Gutama telah melaksanakan sujud penggalian yang diikuti oleh para tuntunan Sapta Darma se-Jawa pada 1-8 Februari 1964. Panuntun Agung Sri Gutama berpesan kepada para warganya, “galilah pribadimu yang asli, rasa yang meliputi seluruh tubuhmu untuk menemukan benda hidup yang berguna bagi pribadimu”. 16 Sujud penggalian ini dituntun langsung oleh Panuntun Agung Sri Gutama yang dibantu oleh Ibu Sri Pawenang. Dengan melakukan penggalian sujud, diharapkan agar para tuntunan agung dapat menguasai ketentraman dan ketenangan 16 Pengurus Pusat persatuan Warga Sapta Darma, Pemaparan Budaya Spiritual Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010, h. 19. dengan penuh ketabahan, kewaspadaan dan kejujuran yang merupakan bekal utama dalam menghadapi segala hal bagi segenap tuntunan dan Warga Sapta Darma. Dalam sujud penggalian dibutuhkan beberapa modal yang harus dijankan oleh para penganut ajaran Sapta Darma diantaranya sebagai berikut: 1. Harus ada kemauna dari diri sendiri. 2. Harus punya kemampuan dalam melaksanakannya. 3. Harus kava darma 4. Harus mempunyai rasa kejujuran dalam diri pribadi 5. Harus mempunya rasa ikhlas. Adapun yang menjadi dasar sujud penggalian yang harus ditaati oleh seluruh tuntuna dan penganut ajaran Sapta Darma adalah sebagai berikut: 1. Sujud asal mula manusia, ialah “penelitian penyempurnaan sujud” 2. Perintah dari Panuntun Agung sri Gutama pada tanggal 1-8 Februari 1964 di Sanggar Candi Sapta Rengga. 3. Inti dari wejangan Panuntun Agung Sri Gutamayang telah di gariskan oleh beliau dalam penggalian di Surabaya. Tujuan diadakannya sujud penggalian adalah sebagai berikut: 1. Membentuk Satria Utama yang berbudi luhur, berkepribadian dan berkewaspadaan yang tinggi. Sebab itulah manusia-manusia yang dapat memayu hayu bahagiana buana. 2. Meningkatkan mutu kerohanian para tuntunan dan warga Sapta Darma. 3. Meningkatkan pengabdian kepada Hyang Maha Kuasa dan kepada sesama umat manusia. 4. Untuk keseragaman dalam penghayatan. Selanjut inti dari sujud penggalian yang di jelaskan dalam buku Pemaparan Budaya Spiritual Kerohanian Sapta Darma, di antaranya sebagai berikut: 1. Menanamkan kepada warga, bahwa ari sujud kerohanian Sapta Darma dengan ucapan “ Hyang Maha Suci, Hyang Maha Kuasa”, betul-betul Hyang Maha Suci Roh Suci manusia yang sujud kepada Hyang Maha Kuasa. 2. Ucapan dalam batin artinya bukan batin dalam arti jasmanai, melainkan batin rohani Rasa. 3. Dengan melaksanankn sujud penggalian ini manusia akan dapat Ngunduh Wohing Pakarti, artinya mendapat pengertian rokhani. 4. Dalm sujud penggalian ini yang akan dicapai adalah Wohing pakartining Rasa, yang akhirnya dapat meningkat untuk mencapai Wohing Pakartining Cahaya yang berwujud Waskitaning Pangandika yaitu kata- kata yang tepat dan benar. 3. Racut Racut berarti memisahkan rasa dengan perasaan dengan tujuan menyatukan diri dengan Sinar Sentral atau Roh Suci dengan Sinar Sentral. Berarti pada waktu racut dapat digunakan menghadap Hyang Maha Suci atau Roh Suci manusia kehadapan Hyang Maha Kuasa. Supaya dapat menyaksikan di mana dan bagaimana tempat manusia bila kembali ke alam langgeng. 17 Dengan demikian, benarlah apa yang tersirat dalam kata-kata “manusia harus dapat dan berani mati didalam hidup, supaya dapat mengetahui ruap dan rasanya,” maksudnya, yang dimatikan adalah alam pikiran atau gagasannya, sedangkan rasanya tetap hidup. 18 Menurut ajaran Sapta Darma orang yang melaksanakan racut akan dapat mengetahui roh kita sendri yang naik ke alam abadi untuk menghadap Hyang Maha Kuasa. Sebaliknya roh kita sendiri dapat mengetahui jasmani yang kita tinggalkan terbaring di bawah. 17 Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah Penerimaan Wahyu, h. 169. 18 Pengurus Pusat, Pemaparan Budaya, h. 14. 4. Ening atau Samadi Yang di maksud dengan ening atau samadi ialah, menenangkan pikiran yang beraneka warna, angan-angan dan sebagainya. Dengan demikian meskipun badan bergerak, asalkan melakukan hal yang di atas, maka dapat dikatakan seseorang telah melakukan ening atau samadi. Sebaliknya meskipun tubuh manusia kelihatannya tenang tetapi pikirannya atau angan-angannya masih berpikir kesana-kemari, maka orang itu belaum bisa dikatan ening atau semadi. Ening atau semadi dalam ajran Sapta Darma tidak diperkenankan dipakai untuk main-main, sebab hal ini dilakukan dengan menyebut, meluhurkan nama Allah 19 1. Untuk melihat arwah orang tua yang telah meninggal, bagaimana keadaan arwah tersebut, apakah sudah diterima di alam langgeng atau belum. Bila belum diterima, maka harus melakukan sujud untuk memohonkan ampun dan tobat untuk arwah tersebut atas dosa yang telah diperbuat semasa hidupnya di dunia ini. . Diperkenankan melaksanakan ening bila seseorang melaksanakan tugas yang luhur di antaranya: 2. Melihat tempat-tempat yang kramat, yang mana penghuninya banyak mengganggu ketentraman manusia di sekitarnya. Dengan ening, penghuni tersebut dapat diketahui wujudnya. Setelah diketahui, maka roh-roh tersebut dimohonkan ampun kepada Hyang Maha Kuasa agar ditempatkan pada tempat yng semestinya. 3. Ening dapat dipakai untuk mengawali segala tindakan atau tutur kata, dengan maksud melatih kesabaran dan sifat berhati-hati guna menuju kebijaksanaan. 19 Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah Penerimaan Wahyu, h. 189. 4. Untuk melihat saudara yang jauh, bila ada keperluan yang penting sekali dan ada getaran.

E. Nama dan Isi Kandungan Wahyu