Ajaran Tentang Manusia Konsepsi wahyu dalam ajaran sapta darma

Jadi simbol menurut ajaran Sapta Darma adalah Gambaran atau lambang yang sanagat sakral, karena merupakan media sarana mengenal pribadi yang di gambarkan dengan simbol pribadi manusia, untuk di mengerti dan di pahami agar manusia senantiasa mawas diri. Dan Simbol-simbol itu juga menggambar asal mula terjadinya, sifat serta pribadi manusia. Disamping itu juga mengandung petunjuk bagaimana harus berdarma berbuat dan kemana tujuan hidup manusia dalam ajaran Sapta Darma, yang sesuai dengan Wewarah kerohanian Sapta Darma.

C. Ajaran Tentang Manusia

Sebagai mana yang sudah di jelaskan di poin B tentang simbol. Maka penulis mempunyai gambaran tentang manusia dalam Ajaran Sapta Darma yang akan di jelaskan sebagai berikut: Manusia dalam ajaran Sapta Darma di pandang sebagai suatu kombinasi dari Roh dan benda, roh yaitu jiwa manusia yang berasal dari Allah Hyang Maha Kuasa, Roh itu adalah Sinar Cahaya Allah yang dipandang sama dengan Hawa murni yang ada di sekitar, dan didalam manusia yang memberiakan hidup kepada manusia, Roh juga bisa diartikan sebagai Hyang Maha Kuasa atau Roh Suci yang dapat berhubungan langsung dengan Allah Hayang Maha Kuasa. 16 Badan di artikan sebagai tubuh manusia yang terdiri dari Sari Bumi, kombinasi Roh dan benda ini terjadi dengan pelantara Adam dan Hawa, atau Bapak dan Ibu, sehingga manusia menuraut ajaran Sapta Darma adalah ke Tritunggalan. Yang dimaksud Tritunggal dalam ajran Sapta Darma ialah Sinar Cahaya Allah dari Sari Bapak dan Ibu, atau bisa di ungkapkan sebagai kesatuan 16 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulya, 2002 , cet ke- 9, h. 28 Nur Cahaya, Nur Rasa Sinar Roh dan Nur Buat dari sari bapak dan ibu yang berasal dari bumi. Hidup manusia adalah Sinar Cahaya Maha Kusa, yang menjadi getaran hawa murni yang meliputi manusia. Karna setiap manusia yang hidup diberi kehidupan oleh Allah 17 Manusia mendapatkan tiga macam getaran, yaitu getaran dari Sinar Cahaya Allah atau getaran dari hawa murni di sekitar dan di dalam manusia, yang memberikan hidup dan menjadikan manusia yang dapat menyembah Allah Hyang Maha Kuasa, selanjutnya manusai juga mendapatkan getaran dari binatang dan tumbuh-tumbuhan karena manusia makan daging dan sayur- sayuran. . Tetapi ada perbedaannya antara manusia dan makhluk lainnya, mausia diberi hidup yang sempurna, sehingga manusia memiliki nafsu budi dan pikiran. Maka manusia adalah makhluk yang tertinggi dan ia berkewajiban sujud kepada Hyang Maha Kuasa. 18 Di dalam tubuh manusia juga ada yang di sebut dengan Radar, seandainya radar ini dipelihara dengan baik dapat memberikan kewaspadaan perasaan, dikatakan bahwa radar ini terdiri dari tiga belah ketupat yang berada dalam dada, satu di atas satu ditengah dan satu lagi di bawah. Pada tiap belah ketupat terdapat getaran yang berwarna, yang menunjukan sifat Khas yang disebut dengan saudar 12 dua belas di dalam diri manusia, hal ini semuanya aspek rohani manusia adapun aspek jasmaninya terjadi dari sari-sari buni, 19 17 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, h. 29. Adapaun penjelasan saudara 12 dua belas ialah: 18 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, h. 29 19 Random, M.A, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan Jakarta: Raja Garapindo Persada, 1996, cet ke- 1, h. 142 a. Hyang Maha Suci, berpusat di ubun-ubun, Hyang Maha Suci ini bisa berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa. b. Premana, bertempat di dahi di antara dua kening, dia mempunyai kemampuan melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh mata biasa. 20 c. Jatingarang, 21 d. Gandarwaraja, atau dinamakan Sukmajati bertempat di bahu kiri. 22 e. Bromo, bertempat di bahu kanan dan mempunyai sifat kejam. 23 f. Bayu, bertempat di susu kanan dan bersifat teguh dan konsekuen. bertempat di tengah-tenagh dada dan bersifat pemarah. g. Endra, bertempat di susu kiri dan mempunyai sifat pemalas. h. Mayangkara, bertempat di pusar mempunyai sifat keras. i. Sukmarasa, bertempat di pinggang kiri dan kanan serta mempunyai sifat halus perasaan . j. Sukma kencana, bertempat di tulang tungging, sumber kebirahiaan. k. Nagatahun, di sebut juga sukma naga bertempat di tulang belakangia mempunyai sifat seperti ulat. l. Bagindakilir, atau di sebut Nur Rasa, bertempat di ujung jari, sifatnya bergerak dan dapat untuk menyembuhkan penyakit. Dari sifat-siafat tersebut dapat di kelompokan menjadi empat nafsu, yaitu nafsu Mutma’innah, Sufiah, Lawwamah dan nafsu Amarah. Kalau dalam simbol Sapta Darma di gambarkan dengan Warna hitam, merah, kuning dan putih. 20 Artinya orang bisa meliahat kejadian yang terjadi di waktu dan tempat berlaiana, lihat , Kebatinan dan Injil, h. 30. 21 Jatingarang adalah sebutan mengenai cara perhitungan untuk menemuka waktu yang tepet, guna perpindahan, penyembuhan dan sebagainya, lihat , Kebatinan dan Injil, h. 30. 22 Gandarwaraja dalam Pewayangngan disebut Rasa raksasa, lihat , Kebatinan dan Injil , h. 30. 23 Bromo ialah Dewa yang mukanya berwarna Merah atau seperti Api, lihat , Kebatinan dan Injil, h. 31. 1. Mutma’innah, tercipta dari unsur suasana, benda panas. Wataknya terang ,suci dan belas kasihan. 2. Sufiah, tercipta dari unsuarr air, kasarnya berada dalam tulang sumsum, adapun halisnya sufiah menjadi kehendak. Sufiah adalah nafsu yang menyebabkan keinginan atau kebirahiyan. 3. Lawwamah, tercipta dari unsurr bumi yang berada dalam daging manusia. Wataknya sifat Lawwamah, jahat, males tamak, loba, tidak tahu soal kebaikan kepada sesama manuis, tetapi kalu sudah mau tunduk dan patuh, akan menjadi dasar perdamaian. 4. Amarah, tercipta dari unsur api, berada dalam darah yang mengalir di dalam tubuh manusia, adapun wataknya; mudah gugup, beringas, murka. Amarah menjadaikan jalan saudara-saudaranya yang lain, bisa berbuat jahat atau baik, semua itu lewat jalan amarah. Jadi yang dimaksud mendatangkan saudara-saudaranya yang laian, adalah amarah. Sebab tidak ada maksud yang dapat terlaksana tampa amarah. Maka amarah menjadi baku yang bisa terpengaruh menguatkan saudaranya yang lain agar sampai tujuan. Dari masing-masing dua belas saudara itu jika dikembangkan hingga puncak perkembangannya atau di tingkatkan mutunya. Hanya saja yang harus dikembangkan menurut ajaran Sapta Darma ialah sifat Hyang Maha Suci, 24 karena Hyang Maha sucilah yang mempunyai inti dari manusia yang berasal dari Sinar Cahaya Tuhan. Seandainya manusia di kuasai oleh dua belas saudara atau salah satunya dari sifat itu maka orang tersebut akan sering kelihatan sebagai orang gila motah. 25 24 Random, M.A, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinana, Jakarta: Raja Garapindo Persada, 1996, cet ke- 1, h. 144. Dengan 25 As’ad El Hafidy, Aliran-aliran Kepercayaaan dan Kebatinan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, cet ke- 2, h. 41. demikian dalam Ajaran Sapta Darma di adakan semacam Semedi yang khusus buat menghilangkan semua itu, yang dilakuakan setelah Sujud Dasar, atau sujud Wajib. Sebagai mana pangestu, Sapta Darma juga mengakui adanya unsur ke Tuhanan di dalam diri manusia, tetapi bukan aspek sebagai mana pangestu, menurut ajaran Sapta Darma, unsur ke Tuhanan dalam diri manusia itu menjadi jiwa manusia yang bernama Hyang Maha Suci, atau Nur Cahyo yang berasal dari Sinar Cahaya Tuhan. Sianar ini menyebar ke seluruh tubuh manusia. Adapun badan atau Wadag yang bersaudara dua belas itu adalah badan Rohani, yang dipelantarai oleh Adam dan Hawa serta sari Ibu dan Bapak, serta sari Bumi yang di diperlengkapi dengan lubang 10 sepulah dan 20 dua puluh Tali Rasa. Dikatakan bahwa manfaat mengetahui nama dan letak, dua puluh tali rasa adalah, untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan Syaraf. Dengan demikian manusia menurut ajaran Sapta Darma dapat dikatak sebagai berikut; manusia dengan makanan dari binatang dan tumbuh-tumbuhan, timbullah getaran makanan di dalam diri manusia, yang menyebabkan adanya getaran jahat. Sedangkan cita-cita manusia ialah untuk melaksananakan sifat Allah dalam hidupnya. Ber ararti dalam hal ini manusia harus bisa melukan sifat Allah dalam hidupnya. Ajaran Sapta Darma juga, mengajarkan bahwa manusia di dalam hidupnya sehari- hari jangan menjadi permainana hawa nafsunya sendiri. 26 26 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulya, 2002 , cet ke- 9, h. 32. 38

BAB IV KONSPSI WAHYU DALAM AJARAN SAPTA DARMA

A. Pengertian Wahyu