Sistematika Penulisan Riwayat Hidup Pendiri Ajaran Sapta Darma

Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan CeQDA Center For Quality Development and Assurance Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1427 H.2007 M.

E. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi dalam penulisan skripsi ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam sistematika penulisan. Secara garis besar skripsi ini terdiri dari lima bab, tiap bab dibagi menjadi sub bab, dan dari setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang mana antara satu dan lainnya saling berkaitan. Adapun lima bab yang dimaksud adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan. Dalam pembahasan ini berisikan Latar Belakang Masalah, Pembahasan dan Perumusan Masalah, Metodologi Pembahasan dan Sistematika Penulisan. BAB II : Sekilas Tentang Ajaran Sapta Darma, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai riwayat hidup pendiri Sapta Darma Hardjosapuro dari masa kecil sampai dewasa sampai memperoleh Wahyu. Kemudia dipaparkan mengenai sejarah berdirinya aliran Sapta Darma. BAB III : Pokok-pokok ajaran Sapta Darma, dalam bab ini membahas mengenai ajaran tetang Tuhan, ajaran tentang tujuh ajaran suci, ajaran tentang sujud, ajaran tentang Ruh, ajaran tentang sinbol- simbol dan ajaran tentang panca sifat manusia.

BAB IV : Konsepsi Wahyu dalam Ajaran Sapta Darma, dalam bab ini

menjelaskan tentang Pengertian Wahyu, sebab-sebab turunnya Wahyu, orang yang menerima Wahyu dalam Sapta Darma, jalan mendapatkan Wahyu dan ciri-ciri orang yang menerima Wahyu. BAB V : Penutup, pada bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan bab- bab sebelumnya, di samping itu penulis mencoba memberi saran- saran yang berkaitan dengan masalah-masalah yang telah dibahas. 10

BAB II SEKILAS TENTANG ALIRAN SAPTA DARMA

A. Riwayat Hidup Pendiri Ajaran Sapta Darma

Hardjosopoero yang bergelar Sri Gautama dilahirkan di Desa Pare, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur pada 27 Desember 1914. Hardjosopoero merupakan anak pertama dari pasangan suami istri Soehardjo dan Soelijah, dan mempunyai adik kandung yang bernama Jatimah. Ayahnya adalah mantan pegawai Kantor Pos dan Telepon, Kawedaan Pare. Hardjosopoero bekerja sebagai tukang cukur, disamping itu ia memiliki usaha lain di bidang perdagangan. Hardjosopoero selaku Panutan Agung Sapta Darma, dalam melaksanakan tugas Peruatan dan penyebaran ajaran Sapta Darma, membangun Sangkar tempat Ibadah yang diberi nama Sanggar Candi Sapta Darma di Surokarsan Yogyakarta. 1 Sri Gautama adalah julukan untuk Panuntun Agung Ajaran Sapta Darma. Sapuro, nama kecil Hardjosopoero, sejak usia satu tahun sudah ditinggalkan oleh orang tuanya. Ia hidup dengan Ibunya yang bernama Soleijah dan diasuh oleh nenek dan kakenya yang bernama Kartodinomo. Pada Tahun 1920 Sapuro mulai mengenyam pendidikan dasar dan lulus pada 1925. Setelah lulus Sekoalah Dasar, Sapuro tidak dapat melanjutkan 1 Pengurus Pusat Persatuan Warga Sapta Darma, Pemaparan Budaya Spritual Sapta Darma Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga-Surokarsan,2010, h. 27. sekolahnya, dikarenakan kakeknya meninggal. Ia berusaha membantu ibu dan neneknya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Pada 1939 tepatnya pada usia 25 tahun, Hardjosopoero melaksanakan pernikahan dengan Nona Sarijem. Setelah menikah nama Sapuro di ganti menjadi Hardjosopoero, dan ia dikaruniai tujuh orang anak. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, Hardjosopoero bekerja sebagai tukang cukur, di samping itu ia menjadi pedagang kecil, jual beli emas berlian. Hardjosopoero merupakan orang yang suka bekerja keras, sedangkan ibu Sarijem membantu usaha suaminya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dengan berjualan Bunga. Setelah melalui perjuangan hidup yang cukup berat, akhirnya pada 27 Desember 1952 Hardjosopoero menerima Wahyu Ajaran Sapta Darma, dan Wahyu Nama Sri Gautama sebagai Panuntun Agung Ajaran Sapta Darma serta Wahyu Penyebaran ajaran Sapta Darma, maka Panuntun Agung Sri Gautama sepenuhnya melaksanakan tugas dari Allah Hyang Maha Kuasa. Dengan begitu, ia tidak dapat lagi bekerja sebagai tukang cukur dan pedagang kecil. Hartdjosapuro harus “melaksanakan tugas dari Allah Hyang Maha Kuasa”, yaitu untuk menerima Wahyu Ajaran Sapta Darma secara lengkap dan menyebarkannya. 2 Hardjosopoero atau Panuntun Agung Sri Gautama telah digariskan oleh Allah Hyang Maha kuasa bahwa masa tugas beliau adalah 12 tahun, dan setelah Oleh karena itu, sejak 27 Desember 1952 ibu Sarijem berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sampai akhir hayatnya. 2 Sekertariat Tuntunan Agung Kerohania Sapta Darma, Sejarah penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma dan Perjalanan Panuntun Agung Sri Gutama Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga- Surokarsan, cet.ke-1, h. 8. itu ia harus kembali Kepengimanan. Dengan kembalinya Hardjosopoero Kepengimanan berakhirlah tugas belau di Dunia Fana ini. Hardjosopoero meninggal dunia pada Rabu Pahing, 16 Desember 1964 pukul 12:10 di Pare Kediri Jawa Timur. Tugas dan perjuangan beliau diteruskan oleh Ibu Sri Pawenang. 3

B. Masa Turun Wahyu