Pasal 156 yang berbunyi: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
                                                                                Menurut  Pasal  156  yang  dinyatakan  di  atas,  hadhanah  menjadi  hak  si  kecil karena dia masih memerlukan seseorang yang menjaga dan menguruskan halnya serta
mendidiknya.  Hanya  ibunya  saja  yang  mampu  melayani  keperluan  anaknya  dengan wataknya  sebagai  seorang  ibu.  Lantaran  itu  ia  menjadi  hak  dan  tanggungjawab
ibunya  sendiri karena bapaknya tidak mampu melakukan tugas itu dengan sempurna sekalipun dia telah berkawin dengan perempuan  lain.  Lagipun  seorang ibu  tiri tidak
mungkin  akan  melakukan  untuk  si  kecil  sama  seperti  yang  dilakukan  oleh  ibunya sendiri.
55
Tetapi  jika  ibunya  telah  meninggal  dunia,  tugas  mengasuh  anak  tersebut digantikan  kepada  wanita-wanita  garis  lurus  ke  atas  dari  ibunya.  Kerabat  dari
keluarga  ibunya  diutamakan  dibandingkan  dengan  bapaknya.  Biaya  penjagaan    dan segala keperluan anak tersebut dibiaya oleh bapaknya.
Menurut  Pasal  157  yang  dinyatakan  di  atas,  harus  diberi  oleh  mantan  suami kepada istrinya menurut  ketentuan Pasal  96 dan  97. Harta bersama  yaitu  harta  yang
diperolehi  sepanjang  masa  perkawinan  suami  istri  sama  ada  daripada  sumber  atau daripada usaha mereka bersama. Harta bersama tidak semestinya hasil daripada satu
jenis  pekerjaan  yang  dilakukan  oleh  suami  istri  yang  menghasilkan  satu  bentuk harta.
56
Harta  bersama  adalah  harta  yang  dihasilkan  dengan  jalan  syirkah  antara suami istri sehingga terjadi percampuran harta yang satu dengan yang lain dan tidak
dapat dibeda-bedakan lagi. Syirkah menurut bahasa adalah percampuran dengan harta lain sehingga tidak dapat dibedakan lagi satu dari yangt lain. Menurut istilah Hukum
55
Mat  Saad  Abd  Rahman,  UU  Keluarga  Islam  Aturan  Perkawinan,  Selangor:  Intel Multimedia and Publication, 2007, h. 122.
56
Mohd Razuan, Undang-UndangProsedur, Selangor: Dri Publishing, 2006, h.183.
Islam ialah adanya hak dua orang atau lebih terhadap sesuatu. Adapun dasar hukum syirkah adalah diriwayatkan oleh Abu Daud Hakim:
ْع هأ ىضر  رْير  يبا ْ ع ,
اق :
ص  ْ سر  اق .م
: ها  اق
: ام  ْي ْيرّلا ّلاث ا ا
ا ْيب ْ م تْجرخ  اخ ا ْف ا حا ْ ي ْمل مكاحلا  ححص    ا   با  ا ر
Artinya: “Dari  Abu  Hurairah  ra  berkata:  Rasulullah  saw  bersabda,  Allah
ta‟ala  berfirman:  Aku  adalah  yang  ketiga  dari  dua  orang  yang  berserikat  selama salah  seorang  diantara  mereka  tidak  dikhianati  pada  temannya,  apabila  ada  yang
berkhianat.  Maka  aku  keluar  dari  mereka.”  Riwayat  Abu  daud,  dan  dishahihkan oleh Al-Hakim.
57
Dari  hadis  tersebut  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  perkongsian  syirkah pada umunya menurut hokum Islam bukan hanya sekedar boleh melainkan lebih dari
itu  tidak  ada  tipu  muslihat.    Di  kalangan  empat  mazhab  terdapat  lima  macam  yang disebutkan harta syarikat disebut juga syarikat, syarkat, dan syirkat.
Syarikat „inan, yaitu  dua  orang  yang  berkongsi  di  dalam  harta  tertentu,  misalnya  bersyarikat  dalam
membeli  suatu  barang  dan  keuntungannya  untuk  mereka.  Syarikat  abdan,  yaitu  dua orang  atau  lebih  bersyarikat  masing-masing  mengerjakan  suatu    pekerjaan  dengan
tenaga  dan  hasilnyaupahnya  untuk  mereka  bersama  menurut  perjanjian  yang merreka  buat,  seperti  tukang  kayu,  tukang  batu,  mencari  ikan  dilaut,  berburu,  dan
kegiatan yang seperti menghasilkan lainnya. Syarikat  mufawadlah,  yaitu  perserikatan  dari  dua  orang  atau  lebih  untuk
melaksanakan  suatu  pekerjaan  dengan  tenaganya  yang  masing-masing  di  antara mereka  mengeluarkan  modal,  menerima  keuntungan  dengan  tenaga  dan  modalnya,
57
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Penerjemah: Achmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani, 2000, Cet 2, h. 422.
                                            
                