Pasal 159 Pasal 160 Hak Istri Akibat Perceraian Menurut KHI di Indonesia

Islam ialah adanya hak dua orang atau lebih terhadap sesuatu. Adapun dasar hukum syirkah adalah diriwayatkan oleh Abu Daud Hakim: ْع هأ ىضر رْير يبا ْ ع , اق : ص ْ سر اق .م : ها اق : ام ْي ْيرّلا ّلاث ا ا ا ْيب ْ م تْجرخ اخ ا ْف ا حا ْ ي ْمل مكاحلا ححص ا با ا ر Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda, Allah ta‟ala berfirman: Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang diantara mereka tidak dikhianati pada temannya, apabila ada yang berkhianat. Maka aku keluar dari mereka.” Riwayat Abu daud, dan dishahihkan oleh Al-Hakim. 57 Dari hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perkongsian syirkah pada umunya menurut hokum Islam bukan hanya sekedar boleh melainkan lebih dari itu tidak ada tipu muslihat. Di kalangan empat mazhab terdapat lima macam yang disebutkan harta syarikat disebut juga syarikat, syarkat, dan syirkat. Syarikat „inan, yaitu dua orang yang berkongsi di dalam harta tertentu, misalnya bersyarikat dalam membeli suatu barang dan keuntungannya untuk mereka. Syarikat abdan, yaitu dua orang atau lebih bersyarikat masing-masing mengerjakan suatu pekerjaan dengan tenaga dan hasilnyaupahnya untuk mereka bersama menurut perjanjian yang merreka buat, seperti tukang kayu, tukang batu, mencari ikan dilaut, berburu, dan kegiatan yang seperti menghasilkan lainnya. Syarikat mufawadlah, yaitu perserikatan dari dua orang atau lebih untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan tenaganya yang masing-masing di antara mereka mengeluarkan modal, menerima keuntungan dengan tenaga dan modalnya, 57 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Penerjemah: Achmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani, 2000, Cet 2, h. 422. masing-masing melakukan tindakan meskipun tidak diketahui oleh pihak lain. Syarikat wujuh, yaitu syarikat atas tanpa pekerjaan ataupun harta, yaitu permodalan dengan dasar kepercayaan pihak lain kepada mereka. 58 Syarikat mudharabah, yaitu perkongsian orang yang memilki modal dan tidak. Artinya perkongsian yang diadakan antara orang yang tidak mempunyai modal, dengan cara orang yang mempunyai modal untuk berusaha menyerahkan modalnya kepada yang tidak mempunyai modal untuk berusaha dan berdagang. Disepakati tentang bolehnya syirkah ini oleh mazhab Malikiyah dan Hambali, karena terdapat syirkah dalam laba keuntungan, sedangkan mazhab Syafi’i dan Hanafiyah tidak menggolongkan ke dalam syirkah karena pekerjaan ini tidak dinamakan syirkah. 59 Di dalam al-Quran dan hadis tidak diatur tentang harta bersama dalam perkawinan. Harta kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai penuh olehnya demikian pula sebaliknya, harta suami menjadi milik suami dan dikuasai sepenuhnya. Sedangkan dalam kesadaran kehidupan sehar-hari masyarakat Islam di Indonesia sejak dari dulu hukum adat tidak mengenalnya dan diterapkan terus menerus sebagai hukum hidup. Apakah kenyataan ini dibuang kehidupan masyarakat? Tentu tidak mungkin, dari pengamatan lembaga harta bersama lebih besar mudaratnya. Atas dasar metodologi maslahah mursalah. 60 “Uruf” dan kaidah “al-„adatu al-muhakmat”, para 58 Abdul Manan, Aneka Masalah H ukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Cet 1, h.110. 59 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bandung: PT al-maarif 1987, h. 196-198. 60 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: Maktabah al-Dakwah al- Islamiyah, 1990, h. 84. ulama melakukan pendekatan kompromistis, Prof. Ismail Muhammad Syah dalam disertasinya. 61 Telah mengembangkan pendapat pencaharian bersama suami istri mestinyya masuk dalam rubu‟ muamalah tetapi ternyata secara khusus tidak dibicarakan, mungkin hal ini disebabkan karena pada umumnya pengarang dari kitab-kitab tersebut adalah orang Arab sedangkan adat Arab tidak mengenal adanya adat harta bersama, tetapi di sana ada dibicarakan mengenai masalah perkongsian yang dalam bahasa Arab disebut syirkah atau syarikah karena itu masalah pencaharian bersama suami istri ini adalah termasuk perkongsian atau syarikah. Menurut Pasal 158 yang dinyatakan tersebut, mut‟ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat belum ditetapkan mahar qabla al dukhul penceraian itu atas kehendak suami. Apabila seorang suami menceraikan istrinya sebelum menyetubuhinya dan sebelum membayar sebagian maskawinnya maka bekas istrinya berhak menuntut mut‟ah daripadanya. Si suami, pada ketika itu, wajib membayarnya. Akan tetapi jika dia sudah mengambil sebagian maskawinnya maka dia tidak lagi berhak menuntut mut‟ahnya. 62 Firman Allah Swt.:                             ر س رق لا : 61 Ismail Muhamad Syah, Pencahariann Bersama Suami Istri, Ditinjau dari Sudut Undang- Undang Perkawinan Tahun 1974 dan Hukum Adat, Jakarta: Bulan Bintang, 1986, h. 282. 62 Mat Saad Abd Rahman, Undang-Undang Keluarga Islam Aturan Perkahwinan, Selangor: Intel Multimedia and Publication, Cet 2, h. 166. Artinya: “ Tidaklah kamu bersalah dan tidaklah kamu menanggung bayaran maskahwin jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu sentuh bercampur dengan mereka atau sebelum kamu menetapkan maskawin untuk mereka. Walaupun demikian, hendaklah kamu memberi Mutah pemberian saguhati kepada mereka yang diceraikan itu. yaitu: suami yang senang hendaklah memberi saguhati itu menurut ukuran kemampuannya dan suami yang susah pula menurut ukuran kemampuannya, sebagai pemberian saguhati menurut yang patut, lagi menjadi satu kewajiban atas orang-orang yang mahu berbuat kebaikan”. Menurut Pasal 159 yang dinyatakan tersebut, mut’ah disunatkan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada Pasal 158 pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik. 63 Jumhur fuqaha berpendapat bahwa peemberian untuk menyenangkan hati istri mut‟ah tidak diwajibkan untuk setiap istri yang diceraikan. Menurut Pasal 160 yang dinyatakan tersebut, besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami. Batasan mut’ah sebaiknya tidak kurang dari 30 dirham atau barang lain yang senilai. Mut’ah tertinggi adalah memberikan pembantu, dan yang tengah-tengah adalah memberikan pakaian, dan sunahnya mut’ah itu itu tidak melebihi separuh nilai mahar mitsil. Apabila suami istri bersengkata perihal besarnya mut’ah , hakim menetapkan ukuran mut’ah menurut pertimbangannya. Artinya, ukuran mut’ah yang harus diberikan adalah menurut ijtihad hakim sendiri, dengan mempertimbangan situasi dan keadaan keduanya, seperti kaya, miskin, keturunan, termasuk juga karakter wanita tersebut. 64 Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. :         ر س رق لا : 63 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jakarta: Pustaka Amani, Jil 2, h. 622. 64 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i, Jakarta:Almahira, Cet 1, h. 573. Artinya: “Dan istri-istri ang diceraikan berhak mendapat mutah pemberian saguhati dengan cara yang patut, sebagai satu tanggungan yang wajib atas orang- orang yang taqwa”. Kekhususan mut’ah kepada orang-orang yang berbuat baik dan takwa didasarkan kepada kebaikan ihsan dan anugerah, kebaikan tidak wajib. 65 D. Persamaan dan Perbedaan Hak Istri Akibat Perceraian Menurut Pendapat Imam Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Hak is tri akibat perceraian menurut pendapat Imam Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, semestinya mempunyai kesamaan dan perbedaannya. Meskipun beberapa perbedaannya, penulis akan coba untuk mencari dan dapat dilihat seperti berikut:

1. Persamaan

Persamaan hak istri akibat perceraian menurut Imam Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yaitu: a. Pasal 156: Hadhanah menjadi hak ibu , jika ibunya meninggal dunia hak tersebut, akan diganti kepada wanita-wanita garis lurus ke atas dari ibu, wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah, saudara perempuan dari dari anak yang bersangkutan, wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu, wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah seperti yang di atur di dalam KHI di Indonesia Pasal 156 a. Jika anak tersebut sudah mumayyiz 65 Abdul Aziz Muhammad Azzam, dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,Jakarta: Amzah, 2009, Cet 1, h. 210. berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayahnya atau ibunya. 66 Ketentuan yang diatur di dalam di dalam KHI di Indonesia Pasal 156 sama dengan pendapat Imam Syafi’i. b. Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami tanpa dengan syarat belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul dan perceraian itu atas kehendak suami diatur dalam KHI di Indonesia Pasal 158 a dan b sama pendapat dengan Imam Syafi’i. c. Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami ini menurut pendapat Imam Syafi’I dan KHI di Indonesia diatur pada Pasal 160.

2. Perbedaan

Perbedaan hak istri akibat perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dan pendapat Imam Sy afi’i dan yaitu: a. Harta bersama Karena di dalam fiqih tidak diatur tentang harta bersama. Ia hanya diatur di dalam KHI di Indonesia Pasal 157. b. Seperti yang diatur di dalam 159 yaitu mut’ah sunnat diberikan oleh mantan suami tanpa syarat tersebut P asal 158, ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i. c. Hutang mahar menjadi hak mantan istri, tidak wajib membayar mahar seluruhnya kecuali diawali dengan persetubuhan yang sebenar-benarnya. Akan tetapi, jika suami istri hanya tinggal serumah maka wajib membayar separuh ini menurut 66 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:Akademi Pressindo, 2007, h. 151. pendapat Imam Syafi’I dan tidak dinyatakan dalam KHI di Indonesia Bagian Ketiga Akibat Perceraian dan Bagian Keempat mut’ah. 67 d. Nafkah iddah menjadi hak mantan istri yang masih di dalam iddah, ini tidak dinyatakan di dalam KHI di Indonesia pada bagian akibat perceraian. 67 Ibid., h. 151.