Latar Belakang Imam Syafi’i

1. Beragama Islam. Dengan itu adalah tidak sah seorang perempuan kafir ataupun murtad menjadi petugas hadhanah; 2. Baligh dan sempurna akalnya; 3. Mampu dan boleh dipercayai dalam menjalankan tugas penjagaan dan pendidikan dengan sempurna; 4. Beramanah dan bermoral tinggi. Dengan arti perempuan perempuan yang terkenal dengan kefasikannya, seperti penzina, pencuri, peminum arak, pembunuh dan seumpamanya tidak harus melaksanakan hadhanah si kecil; 5. Sekiranya yang melaksanakan hadhanah itu adalah ibunya sendiri, maka disyaratkan dia belum lagi berkawin dengan laki-laki lain selain dari bapak anak kecil itu, sama ada dia masih di dalam iddahnya ataupun selepasnya. Andainya dia kembali kepangkuan bapanya maka hak hadhanah terhadap anaknya dan tidak akan putus, dan 6. Mempunyai tempat. Ini mengartikan bahwa si kecil tidak harus diserahkan kepada ibunya atau siapa saja selepas ibunya yang dapat memenuhi kesemua yang di atas jika dia tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, sama ada miliknya sendiri ataupun sewaan. Manakala terjadi perselisihan antara suami istri perihal pengasuhan anak maka istrilah yang berhak mengasuh anak, dengan syarat putusan hakim. Hak asuh istri gugur bila dia telah kawin dengan laki-laki lain sebagaiman hadits yang terdahulu, dasar logisnya cukup kuat karena istri akan disibukkan untuk melayani suami barunya. Inilah yang dikhawatirkan akan membahayakan anak yang diasuh karena perhatian istri terbagi kepada suami barunya, walaupun suami barunya mengizinkanya untuk mengasuh anak tersebut. b. Daftar Urut Pengasuhan Kaum ibu lebih berhak untuk mengasuh si kecil dan lebih layak daripada bapak. Yang berhak menjadi pengasuh ada tiga bagian, yaitu laki-laki dan perempuan saja, atau laki-laki saja. Adapun pengasuh dari kalangan kaum ibu secara berurutan, yaitu sebagai berikut: 1. Ibu, karena kasih sayang kepada anak, 33 2. Nenek dari ibu, mengingat nenek termasuk orang yang besar perhatiannya kepada cucu, 3. Nenek dari ayah, karena perhatian yang diberikan oleh nenek dari ayah sama besarnya dengan perhatian yang diberikan oleh nenek dari ibu, 4. Ibu dari ayahnya ayah umi abil jaddi dan ke atas dari kalangan kaum ibu yang berhak menerima waris dan begitu seterusnya karena mereka orang yang mempunyai keturunan dan warisan sebagaimana ibu dan nenek, 5. Saudari kandung, karena mereka setara dalam hal nasab dan kasih sayang yang diberikan kepada anak tersebut, 6. Saudari kandung, kemudian saudara seayah, lalu saudara seibu. 7. Bibi dari ibu, 8. Keponakan perempuan dari saudara kandung, putra-putra mereka, kemudian putri- putri dari saudara seayah, lalu yang seibu, 33 Ibid., h. 71.