Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi penting, strategis, dan menentukan baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahtraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu pokok rukun islam, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadis Nabi, sehingga keberadayaannya dianggap ma’lum min ad-diin bi adh-dhaurah atau sesuatu yang sudah umum diketahui umat dan merupakan bagian mutlaq dari keislaman seseorang. Didalam Al-Qur’an terdapat kurang lebih 27 ayat yang menjajarkan salat dan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata 1 . Al-Qur’an menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran agama Islam. Ketundukan seseorang terhadap ajaran agama Islam ciri utama mukmin yang akan mendapat rahmat dan pertolongan Allah SWT. Kesedian berzakat dipandang pula sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwanya dari berbagai sifat buruk seperti bakhil, egois, rakus, dan tamak sekaligus 1 Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah Gerakan Membudayakan Zakat, Infaq, Sedekah da n Wakaf, Jakarta:GemaInsani Press, 2007, h. 68. berkeinginan untuk selalu membersihkan, mensucikan, dan mengembangkan harta yang dimiliknya. Kewajiban menunaikan zakat merupakan sesuatu yang demikian tegas dan mutlaq. Karena di dalam ajaran Islam, hal ini terkandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzaki, mustahiq, harta benda yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Di tengah problematika perekonomian ini, zakat muncul menjadi instrument yang solutif dan sustainable. Zakat sebagai instrument pembangunan perekonomian dan pengetasan kemiskinan umat di daerah. Memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fiskal konvensional yang kini telah ada 2 . Banyak pemikiran dan teori yang dikemukakan oleh para ahli dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan. Tidak semua teori dan konsepsi yang dikemukakan para ahli bisa di praktekan untuk menanggulangi masalah kemiskinan di tengah masyarakat kita. Dalam hubungan ini, diharapkan dengan pengelolaan zakat secara profesional dan pendayagunaan dana zakat secara produktif, akan memberi konstribusi yang berarti bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan. 2 Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern, Jakarta:Paradigma AQSA Publishing, 2007, h. 192. Di Negara kita, sesuai Undang-Undang yang berlaku No.38 tahun 1999 pengelolan zakat, institusi yang diberikan amanat untuk mengelola zakat adalah Badan Amil Zakat BAZ dan Lembaga Amil Zakat LAZ. Keberadaan BAZ dan LAZ diharapkan berjalan dengan kegiatannya masing-masing. Pemerintah memberi kesempatan kepada BAZ dan LAZ untuk berlomba menarik kepercayaan masyarakat. 3 Sebab masyarakat akan memberikan zakatnya kepada sebuah lembaga yang menunjukan kinerja yang profesional, amanah, transparan, dan akuntabel. Dewasa ini perkembangan organisasi pengelola zakat OPZ dari tahun ketahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan kualitas para amilnya. Hal ini berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh OPZ dan tingkat kesadaran kaum muslim dalam menunaikan kewajiban zakatnya. Semakin banyak OPZ bermunculan semakin banyak pula dana masyarakat yang bisa dikelola. Logikanya, semakin profesional organisasi pengelola zakat, semakin baik pula layanan yang diberikan kepada muzaki. Demikian juga tingkat profesionalisme dan kualitas pelayanan OPZ akan mempengaruhi banyak hal, tingkat perolehan dana ZIS, Tingkat kesadaran masyarakat dalam menunaikan 3 http:www.bazisdki.go.id . Diakses pada tanggal 1 Juli 2010. kewajibannya membayar zakat dan yang tidak kalah penting adalah tingkat kesejahtraan masyarakat 4 . Daya tahan yang begitu luar biasa bertahun-tahun mengalami perkembangan pasang naik dan pasang surut organisasi dalam membiayai seluruh program dan operasional organisasinya. Ada OPZ yang memiliki dana cukup, karena para pencetus dan pendirinya telah menyediakan dana kegiatan organisasi dalam waktu yang relatif cukup panjang. Namun ada juga OPZ yang hanya bermodalkan semangat untuk meraih mimpi mendapat simpati dan kepercayaan masyarakat dengan modal biaya yang sangat kecil sekali, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Oleh karena itu, bagi organisasi pengelola zakat yang tidak memiliki dana awal yang cukup, maka pengumpulan dana untuk membiayai program dan kegiatan sebuah keharusan bagi organisasi tersebut. Pengumpulan dana untuk membiayai program dan kegiatan bagi sebuah NGO Non Government Organization biasa disebut dengan fundraising 5 . Fundraising dapat diartikan sebagai kegiatan dalam rangka mengimpun dana dari masyarakat dan sumberdaya lainnya dari masyarakat baik individu, 4 http:www.bazisdki.go.id . Diakses pada tanggal 1 Juli 2010. 5 Setiyo Iswoyo, Seri Panduan Menggalang Dana, In Kina Fundraising, Depok:Piramedia, 2006, h. 45 kelompok, organisasi, perusahaan, ataupun pemerintah yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional organisasilembaga sehingga mencapai tujuannya. 6 Sehingga untuk berlangsungnya program dan operasional sebuah OPZ harus dengan serius menangani masalah ini. Keberhasilan sebuah OPZ baik LAZIS maupun BAZIS tegantung dari keseriusannya dalam menjalankan aktifitas fundraising. Jika OPZ aktif dan baik dalam merencanakan bentuk pola dan strategi fundraising maka eksistensi OPZ akan berlangsung lama. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut kedalam tulisan skripsi dengan judul : “Kajian Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah