Kajian strategi fundraising bazis provinsi DKI Jakarta terhadap peningkatan pengelolaan dan zis

(1)

KAJIAN STRATEGI FUNDRAISING BAZIS

PROVINSI DKI JAKARTA TERHADAP

PENINGKATAN PENGELOLAAN DANA ZIS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

DEWI MAYANG SARI

NIM. 1060 4610 1606

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KAJIAN STRATEGI FUNDRAISING BAZIS PROVINSI

DKI JAKARTA TERHADAP PENINGKATAN

PENGELOLAAN DANA ZIS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Dewi Mayang Sari

NIM. 1060 4610 1606

Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA

NIP. 194512301967122001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Kajian Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 24 September 2010 Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Prof. Dr. H.M. Amin Suma, SH, MH, MM. (...) NIP. 195505051982031012

Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH. (...) NIP. 197407252001121001

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Y, MA. (...) NIP. 194512301967122001

Penguji I : Drs. H. Hamid Farihi, MA. (...) NIP. 195811191986031001

Penguji II : Asep Saepuddin Jahar, MA., Ph.D. (...) NIP. 196912161996031001


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 September 2010 M 15 Syawal 1431 H


(5)

ABSTRAKSI

Dewi Mayang Sari. 106046101606, “Kajian Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS”, Program Strata I, Program Studi Muamalah, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Dewasa ini perkembangan organisasi pengelola zakat (OPZ) dari tahun ketahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan kualitas para amilnya. Hal ini berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh OPZ dan tingkat kesadaran kaum muslim dalam menunaikan kewajiban zakatnya. Semakin banyak OPZ bermunculan semakin banyak pula dana masyarakat yang bisa dikelola. Logikanya, semakin profesional organisasi pengelola zakat, semakin baik pula layanan yang diberikan kepada muzaki. Demikian juga tingkat profesionalisme dan kualitas pelayanan OPZ akan mempengaruhi banyak hal, tingkat perolehan dana ZIS, Tingkat kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajibannya membayar zakat dan yang tidak kalah penting adalah tingkat kesejahtraan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan strategi penghiumpunan dana (Fundraising) yang baik agar eksistensi OPZ bisa berlangsung lama.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan dokumen (content analisys) yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi melalui pengujian arsip dan dokumen. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan membuat list pertanyaan yang diajukan kepada pihak BAZIS Provinsi DKI Jakarta yang telah ditunjuk oleh pihak BAZIS itu sendiri yaitu Kasubag Humas BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dipublikasikan berupa laporan keuangan dan laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta dalam peningkatan pengelolaan dana ZIS, BAZIS DKI selalu berinovasi dan mencari sumber-sumber ZIS baru, karena potensi ZIS terutama di Jakarta masih banyak yang belum terjamah sehubungan dengan banyaknya warga muslim diwilayah ibu kota.


(6)

ِﻢـﻴِﺣﱠﺮ ا

ِﻦـَﻤْﺣﱠﺮ ا

ِﻪـﱠ ا

ِﻢـْﺴِﺑ

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya akhirnya dengan penuh kesabaran penulisan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum, baik semasa perkuliahan berlangsung, ataupun pada saat penyelesaian tugas akhir.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.A., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah sangat banyak meluangkan waktu dan pikirannya, dan perhatian membantu penulis dalam memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi.


(7)

4. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH sebagai Pembimbing Akademik yang juga senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Segenap pihak BAZIS Provinsi DKI Jakarta yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini khusunya kepada Mba Yuyun yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di BAZIS Provinsi DKI Jakarta.

6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap Staf akademik dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Orang Tua ku Tercinta Papa Epi Firnadi & Mama Siti Rogayah, Adik-adikku Dinar Novitasari & Heru Dermawan, Mbah H. Moch. Syai’in Syahid & Hj. Ida Nurfaidah, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Untuk teman-teman PS B’06 (Arie, Giska, Azis, Asril, Diyanti, Heryani, Anya) seperjuangan dari awal hingga akhir dalam perkuliahan dan penulisan skripsi terima kasih atas dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Untuk semua teman-teman tercinta di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006.


(8)

11.Untuk teman-teman kost ku (Eni, Apriyanti, dan semuanya) terima kasih atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

12.Untuk Ridwan Darmansyah, terima kasih perhatiannya yang selalu setia diberikan kepada penulis, terutama pada masa penulisan skripsi ini hingga selesai.

Semoga segala budi baik dari semua pihak tersebut diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan berbagai keterbatasan kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun dalam kemampuan teknik penulisan. Sehubungan dengan itu, penulis sangat berharap kritik membangun, saran dan masukan dari pembaca.

Jakarta, 24 September 2010 M

15 Syawal 1431 H


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Kerangka Teori ... 10

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II : TINJAUAN TEORITIS ... 17

A. Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah ... 17

B. Pengertian Fundraising ... 23

C. Fungsi dan Peran ZIS dalam Masyarakat DKI Jakarta ... 30


(10)

BAB III : SEKILAS PROFIL BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA ... 41

A. Latar belakang berdirinya BAZIS Provinsi DKI Jakarta ... 41

B. Dasar Hukum ... 50

C. Tujuan ... 52

D. Tugas Pokok dan Fungsi ... 53

BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISIS STRATEGI FUNDRAISING BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA ... 56

A. Analisis Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS ... 56

B. Analisis SWOT BAZIS Provinsi DKI Jakarta ... 72

BAB V : PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi penting, strategis, dan menentukan baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahtraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu pokok rukun islam, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadis Nabi, sehingga keberadayaannya dianggap ma’lum min ad-diin bi adh-dhaurah atau sesuatu yang sudah umum diketahui umat dan merupakan bagian mutlaq dari keislaman seseorang. Didalam Al-Qur’an terdapat kurang lebih 27 ayat yang menjajarkan salat dan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata1.

Al-Qur’an menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran agama Islam. Ketundukan seseorang terhadap ajaran agama Islam ciri utama mukmin yang akan mendapat rahmat dan pertolongan Allah SWT. Kesedian berzakat dipandang pula sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwanya dari berbagai sifat buruk seperti bakhil, egois, rakus, dan tamak sekaligus

1

Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah Gerakan Membudayakan Zakat, Infaq, Sedekah da n Wakaf, (Jakarta:GemaInsani Press, 2007), h. 68.


(12)

berkeinginan untuk selalu membersihkan, mensucikan, dan mengembangkan harta yang dimiliknya.

Kewajiban menunaikan zakat merupakan sesuatu yang demikian tegas dan mutlaq. Karena di dalam ajaran Islam, hal ini terkandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzaki, mustahiq, harta benda yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan.

Di tengah problematika perekonomian ini, zakat muncul menjadi instrument yang solutif dan sustainable. Zakat sebagai instrument pembangunan perekonomian dan pengetasan kemiskinan umat di daerah. Memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fiskal konvensional yang kini telah ada2.

Banyak pemikiran dan teori yang dikemukakan oleh para ahli dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan. Tidak semua teori dan konsepsi yang dikemukakan para ahli bisa di praktekan untuk menanggulangi masalah kemiskinan di tengah masyarakat kita. Dalam hubungan ini, diharapkan dengan pengelolaan zakat secara profesional dan pendayagunaan dana zakat secara produktif, akan memberi konstribusi yang berarti bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan.

2

Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern, (Jakarta:Paradigma & AQSA Publishing, 2007), h. 192.


(13)

Di Negara kita, sesuai Undang-Undang yang berlaku No.38 tahun 1999 pengelolan zakat, institusi yang diberikan amanat untuk mengelola zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Keberadaan BAZ dan LAZ diharapkan berjalan dengan kegiatannya masing-masing. Pemerintah memberi kesempatan kepada BAZ dan LAZ untuk berlomba menarik kepercayaan masyarakat.3 Sebab masyarakat akan memberikan zakatnya kepada sebuah lembaga yang menunjukan kinerja yang profesional, amanah, transparan, dan akuntabel.

Dewasa ini perkembangan organisasi pengelola zakat (OPZ) dari tahun ketahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan kualitas para amilnya. Hal ini berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh OPZ dan tingkat kesadaran kaum muslim dalam menunaikan kewajiban zakatnya. Semakin banyak OPZ bermunculan semakin banyak pula dana masyarakat yang bisa dikelola.

Logikanya, semakin profesional organisasi pengelola zakat, semakin baik pula layanan yang diberikan kepada muzaki. Demikian juga tingkat profesionalisme dan kualitas pelayanan OPZ akan mempengaruhi banyak hal, tingkat perolehan dana ZIS, Tingkat kesadaran masyarakat dalam menunaikan

3


(14)

kewajibannya membayar zakat dan yang tidak kalah penting adalah tingkat kesejahtraan masyarakat4.

Daya tahan yang begitu luar biasa bertahun-tahun mengalami perkembangan pasang naik dan pasang surut organisasi dalam membiayai seluruh program dan operasional organisasinya. Ada OPZ yang memiliki dana cukup, karena para pencetus dan pendirinya telah menyediakan dana kegiatan organisasi dalam waktu yang relatif cukup panjang. Namun ada juga OPZ yang hanya bermodalkan semangat untuk meraih mimpi mendapat simpati dan kepercayaan masyarakat dengan modal biaya yang sangat kecil sekali, bahkan bisa dikatakan tidak ada.

Oleh karena itu, bagi organisasi pengelola zakat yang tidak memiliki dana awal yang cukup, maka pengumpulan dana untuk membiayai program dan kegiatan sebuah keharusan bagi organisasi tersebut. Pengumpulan dana untuk membiayai program dan kegiatan bagi sebuah NGO (Non Government Organization) biasa disebut dengan fundraising5.

Fundraising dapat diartikan sebagai kegiatan dalam rangka mengimpun dana dari masyarakat dan sumberdaya lainnya dari masyarakat (baik individu,

4

http://www.bazisdki.go.id. Diakses pada tanggal 1 Juli 2010.

5

Setiyo Iswoyo, Seri Panduan Menggalang Dana, In Kina Fundraising, (Depok:Piramedia, 2006), h. 45


(15)

kelompok, organisasi, perusahaan, ataupun pemerintah) yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional organisasi/lembaga sehingga mencapai tujuannya.6

Sehingga untuk berlangsungnya program dan operasional sebuah OPZ harus dengan serius menangani masalah ini. Keberhasilan sebuah OPZ baik LAZIS maupun BAZIS tegantung dari keseriusannya dalam menjalankan aktifitas fundraising. Jika OPZ aktif dan baik dalam merencanakan bentuk pola dan strategi fundraising maka eksistensi OPZ akan berlangsung lama.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut kedalam tulisan (skripsi) dengan judul : “Kajian Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian skripsi ini tidak meluas dan dapat menjaga kemungkinan penyimpangan yang terjadi, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini dalam ruang lingkup mengenai Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta, Peran ZIS dalam Masyarakat DKI Jakarta dan analisis

6


(16)

kelebihan dan kekurangan Program yang telah dilakukan sebagai bahan perbaikan selanjutnya terhadap peningkatan pengelolaan dana ZIS.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, dan agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan spesifik maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS ?

2. Apakah ZIS memiliki peran penting dalam Masyarakat DKI Jakarta ?

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan program yang sudah berjalan sebagai bahan perbaikan selanjutnya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada permasalahan diatas maka hasil penelitian bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta terhadap Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS.

b. Untuk mengetahui peranan ZIS dalam masyarakat DKI Jakarta.

c. Menganalisa kelebihan dan kekurangan program yang sudah berjalan sebagai bahan perbaikan selanjutnya.


(17)

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa ditimbulkan dari penelitian ini, penulis ingin agar penelitian ini bisa memberikan manfaat:

a. Untuk menambah wawasan tingkat pemahaman dan pengetahuan bagi penulis sendiri khususnya, dan bagi para praktisi maupun akademisi pada umumnya dalam memahami Strategi Fundraising Bazis Provinsi DKI Jakarta terhadap Peningkatan pengeloalaan dana ZIS.

b. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan untuk menambah referensi terkait dengan Strategi Fundraising ZIS.

c. Menjadi masukan dan saran bagi para praktisi, akademisi dalam penelitian selanjutnya sehingga bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain.

D. Tinjauan Pustaka

Bedasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis melihat bahwa apa yang merupakan masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat penting dan prospektif, diantara penelitian-penelitian yang terdahulu antara lain :

1. Ibnu Said (102046125327) “pembinaan spiritual bagi muzakki dan mustahik serta pengarunya terhadap pengelolaan zakat (studi kasus pada LAZNAS Baitul Maal Hidayatullah), Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.

Dalam penelitian ini dibahas tentang metodelogi pembinaan spiritual yang dilakukan BMH baik untuk muzakki maupun mustahik adalah konsultasi,


(18)

pegajian rutin/bulanan maupun penyampaian keluhan kepada narasumber secara langsung. Secara kuantitas, pengaruh dari pembinaan spiritual yang dilakukan BMH berdampak pada jumlah donatur/muzakki yang mengalami pertumbuhan hampir setiap tahunnya. Pembinaan spiritual yang dilakukan BMH menjadi ciri LAZ tersebut untuk membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.

2. Nur Laeli Nafsah (204046102962) “strategi efektifitas penyaluran zakat pada dompet peduli ummat darut tauhid (cabang jakarta selatan), Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2009.

Dalam penelitian ini dibahas tentang strategi efektifitas penyaluran zakat pada DPU-DT program-program penyaluran yang mana harus dilakukan sesuai dengan syar’I yaitu terbagi menjadi 8 ashnaf, yang diutamakan kepada fakir miskin. Program ini lebih diutamakan kepada program pemberdayaan dan sebagian kecil untuk program santunan. Maka strategi ini membuahkan hasil yang menguntungkan baik dari muzakki maupun mustahik dan LAZ-pun mendapatkan hasil dari program yang dimilikinya hingga berkurangnya mustahik di dokumentasinya serta Negara pun terbantu dalam mengurangi kemiskinan.

3. Muhammad Nurhadi (204046102949) “pemberdayaan mustahik melalui zakat produktif (studi kasus pada LAZ Al-Azhar peduli umat), Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2009.


(19)

Dalam penelitian ini dibahas mengenai memberdayagunakan mustahik yang dilakukan oleh LAZ Al-Azhar peduli umat adalah dengan diberdayakannya pesantren-pesantren yang masih kesulitan dalam menutupi biaya operasionalnya. Salah satu bentuk program zakat produktif Al-Azhar peduli ummat adalah dengan melakukan pemberian dana hibah kepada pesantren untuk diberdayakan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh pesantren tersebut.

4. Fachri Firdaus (203046101698) “strategi pengembangan organisasi pengelola zakat (OPZ), Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.

Dalam penelitian ini yang dibahas adalah tentang strategi pengembangan OPZ yang dilakukan PKPU antara lain :

a. PKPU dalam kegiatannya banyak memanfaatkan teknologi untuk menunjang system kerja dari organisasi seperti menggunkan fasilitas internet, selain itu PKPU menciptakan kemudahan dalam pelayanan zakat melalui SMS dan ATM.

b. Pengembangan produk, produk-produk PKPU berbentuk program-program yang telah disusun dan direncanakan, program PKPU telah diberi nama-nama yang baik dapat menarik minat masyarakat.

Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah :


(20)

2. Penelitian menggunakan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Tentang Pengelolaan Keuangan Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah.

3. Untuk mengatahui strategi Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola dana ZIS.

E. Kerangka Teori

Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, sunah nabi, dan ijma ulama, zakat merupaka salah satu rukun Islam yang selalu disebut sejajar dengan salat7. Dinamakan zakat karena didalamnya terhapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan berkembang didalamya kebaikan. Zakat ditujukan dalam Al-Qur’an sebagai pernyataan yang jelas akan kebenaran dan kesucian iman. Iman tidaklah sekedar kata-kata, melainkan dengan iman kita harus dapat mewujudkan keberadaan dan kebaikan Allah SWT8.

Di Negara kita, sesuai Undang-Undang yang berlaku No.38 tahun 1999 pengelolan zakat, institusi yang diberikan amanat untuk mengelola zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)9.

7

Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’iy, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2006), h.16

8

Syaikh As-Sayyid Sabiq, Paduan Zakat Menurut Al-Qu’an dan Sunah, (Bogor:Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 22.

9

Nasrun Haroen, Amandemen Undang-Undang Pengelolaan Zakat Menuju Tata Kelola Zakat yang Lebih Baik, Disampaikan pada Seminar Pembahasan RUU Pengelolaan Zakat, Fraksi PKS DPR RI, Jakarta, 4 Maret 2010.


(21)

Keberadaan BAZ dan LAZ diharapka berjalan dengan kegiatannya masing-masing. Pemerintah memberi kesempatan kepada BAZ dan LAZ untuk berlomba menarik kepercayaan masyarakat. Sebab masyarakat akan memberikan zakatnya kepada sebuah lembaga yang menunjukan kinerja yang profesional, amanah, transparan, dan akuntabel.

Selain tingkat profesionalitas, visi bersama ikut menggerakan seluruh elemen-elemen organisasi yang ada. Daya tahan yang begitu luar biasa bertahun-tahun mengalami perkembangan pasang surut organisasi dalam membiayai seluruh program dan operasional organisasinya, tentulah dikarenakan ketersedian dana yang cukup bagi organisasi tersebut.

Pengumpulan dana untuk membiayai program dan kegiatan bagi sebuah NGO (Non Government Organization) bisa disebut dengan fundraising. Pada awalnya hanyalah wancana saja bagi NGO, tetapi seiring dengan perkembangan zaman fundraising menjadi kebutuhan bagi NGO. Fundraising sendiri mengandung pengertian pengumpulan dana.

Fundaraising dapat diartikan sebagai kegiatan dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat dan sumber daya lainnya dari mayarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan, ataupun pemeritah) yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional organisasi/lembaga sehingga mencapai tujuan.


(22)

F. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Mardalis: “Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku, didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada”. Dengan kata lain, penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang diteliti. Variabel ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.10

Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Maleong yaitu sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.11

10

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 25.

11

Lexy J Maleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), Cet. Ke-11, h. 3.


(23)

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan, antara lain:

a. Data primer, yaitu data yang sengaja penulis kumpulkan secara langsung, pengumpulan data yang dilakukan yakni dengan melakukan studi kepustakaan.

b. Data sekunder, yaitu data pustaka yang dihimpun dari sejumlah buku-buku, jurnal-jurnal, surat kabar, media internet, dan sumber bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Studi Kepustakaan (Library Research), yakni dengan mengkaji data-data yang diperoleh dari buku-buku, bahan referensi, artikel, brosur dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

b. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dokumentasi yang berkaitan dengan Strategi Fundraising BAZIS DKI Jakarta.

4. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu menggunakan data secara verbal dan kualifikasi bersifat teoritis. Pengelolaan data kualitatif dilakukan dengan mengedit data kemudian mengkategorikan data sesuai dengan masalah/tema yang sedang dibahas


(24)

5. Metode Analisa

Metode analisa dalam penelitian ini menggunakan analisis isi dengan mendeskripsikan teori-teori yang ada kemudian disesuaikan dengan kenyataan yang ada dan analisis wacana dengan memberikan pernyataan peneliti dari gejala dan masalah yang ada.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku pedoman penulisan skripsi, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cetakan pertama tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Memuat tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.

BAB II Tinjaun Teoritis

Memuat tentang Pengertian Zakat, Infaq, Shadaqah, pengertian Fundraising, Fungsi dan Peran ZIS dalam Masyarakat DKI Jakarta dan Dasar Hukum


(25)

BAB III Sekilas Profil BAZIS Provinsi DKI Jakarta

Memuat tentang Latar Belakang Berdirinya BAZIS DKI Jakarta, Dasar Hukum, Tujuan, dan Tugas Pokok.

BAB IV Pembahasan dan Analisis Strategis Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta

Memuat tentang Analisis Strategis Fundraising BAZIS Provinsi DKI Jakarta Terhadap Peningkatan Penegelolaan Dana ZIS Seperti Kebijakan dibidang Fundraising, Program Sosialisasi, Konsep Komunikasi, Manajemen Kemitraan dengan Perusahaan, Pencarian Sumber ZIS Kontemporer, Manajemen Motivasi dan Kontrol, dan Analisa SWOT.

BAB V Penutup

Merupakan bagian terakhir penulisan yang akan menunjukkan pokok-pokok penting dari keseluruhan pembahasan ini. Bagian ini menunjukkan jawaban ringkas dari permasalahan yang dibahas pada bagian permasalahan di atas yang berisi kesimpulan dan saran.


(26)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah

1. Zakat

Zakat berasal dari kata zaka yang berarti ‘suci, ‘baik’, tumbuh’ dan ‘berkembang’ menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diberikan dan dikeluarkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula12. Kaitan antara makna bahasa dan istilah sangat erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, tumbuh dan berkembang.13

Adapun persyaratan harta yang wajib dizakati itu antara lain sebagai berikut. Pertama, al-milk at-tām yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah dimungkinkan untuk digunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan. Kedua, an-namā adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memilki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, deposito mudharabah, perternakan, pertanian, usaha bersama, obligasi dan lain sebagainya. Ketiga, telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran

12

Didin Hafidhuddin, Zakat dan Perekonomian Modern, (Jakarta:Gema Insani Press, 2002), h. 7.

13

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang:Pustaka Rizki Putra,1999.), h.4


(27)

ﻮهو

يﺬڰ݆ا

ﺄܟݎأ

تﺎڰݏﺟ

تﺎܞوﺮْܳڰ݊

ﺮْݛܶو

تﺎܞوﺮْܳ݊

ْ݅܏ڰݏ݆او

عْرڰﺰ݆او

ﺎܻ݇ۿْ܏݊

ݑ݇آأ

نﻮۿْݚڰﺰ݆او

نﺎڰ݊ڱﺮ݆او

ﺎﻬ۸ﺎܟۿ݊

ﺮْݛܶو

ݑ۸ﺎܟۿ݊

اﻮ݇آ

ْݍ݊

ݐﺮ݋܂

ﺮ݋ْ܂أۨذإ

اﻮ۾اءو

ݑڰܿ܊

مْﻮݚ

ݐدﺎܣ܊

اﻮܺﺮْܛ۾ݢو

ݑڰݎإ

ڱ۷܋ݚݢ

ݍݛܺﺮْܛ݋ْ݆ا

)

مﺎܳݎﻷا

:

(

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

Istinbath hukum dari surat Al-An’ m ayat 141, menurut pendapat Abu Hanifah, keharusan penuh senisab hanya diperlukan awal dan akhir tahun. Karenanya tidaklah gugur zakat jika terjadi kekurangan nisab di tengah-tengah tahun, apabila pada akhir tahun telah sempurna lagi. Inilah syarat yang harus terdapat pada harta yang wajib di zakati dan syarat ini tidak mengenai


(28)

tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Zakat tumbuh-tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan diharuskan kita mengeluarkannya setelah dipetik dari batangnya.14

2. Infaq

Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, infaq tidak mengenal nisab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia sedang lapang ataupun sempit. Hal tersebut dijelaskan didalam QS. l-Imr n ayat 134 :

ݍݚﺬڰ݆ا

نﻮܻܿݏݚ

ݙܺ

ءۨڰﺮڰܛ݆ا

ءۨڰﺮڰﻀ݆او

ݍݛ݋ܮﺎﻜْ݆او

ܭْݛْܷ݆ا

ݍݛܺﺎْ݆ܳاو

ݍܲ

سﺎڰݏ݆ا

ﷲاو

ڱ۷܋ݚ

ݍݛݏܛْ܋݋ْ݆ا

)

لأ

ناﺮ݋ܲ

:

(

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Istinbath hukum dari surat Al-Imr n ayat 134, bahwasanya hukum Infaq adalah sunah, karena Infaq tidak mengenal nisab, dan Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman baik yang berpenghasilan tinggi ataupun rendah, apakah dia sedang lapang atau sempit dan infaq tidak mengenal batas waktu kapan pun bisa mengeluarkan Infaq.

Jika zakat harus diberikan kepada mustahiq tertentu (8 ashnāf) maka infak boleh diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua,

14


(29)

ﻚݎﻮ݇ﺌْܛݚ

اذﺎ݊

نﻮܻܿݏݚ

ْܾ݅

݉ۿْܻܿݎأ۩݊

ݍڲ݊

ﺮْݛ܎

ݍْݚﺪ݆اﻮْ݇݇ܺ

ݍݛ۸ﺮْܾﻷْاو

ﻰ݊ﺎۿݛْ݆او

ݍݛآﺎܛ݋ْ݆او

ݍْ۸او

݅ݛ۹ڰܛ݆ا

ﺎ݊و

اﻮْܻ݇ܳ۾

ْݍ݊

ﺮْݛ܎

ڰنﺈܺ

ﷲا

ݑ۸

݉ݛ݇ܲ

)

ةﺮܿ۹݆ا

:

(

“Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah:"Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”.

Istinbath hukum dari surat Al-Baqarah ayat 251, bahwasanya Infaq boleh diberikan kepada siapapun dan kapanpun, bedanya dengan zakat, zakat hanya dibatasi kepada delapan ashnaf juga mempunyai ketentuan nisab dan waktunya. Sedangkan infaq tidak ada batas waktu dan ketentuannya. Infaq bisa diberikan kepada oarang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang berada dalam perjalanan

Adapun urgensi infaq bagi seorang muslim antara lain15 : a. Infaq merupakan bagian dari keimanan dari seorang muslim.

b. Orang yang enggan berinfak adalah orang yang menjatuhkan diri dalam kebinasaan.

c. Didalam ibadah terkandung hikmah dan manfaat besar, hikmah dan manfaat manfaat infaq adalah sebagai realisasi iman kepada Allah, merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan umat islam untuk menolong kaum dhu f .

15

http://www.uchinfamiliar.blogspot.com/pengrtian-zakat-infaq-sedekah.html. diakses pada tanggal 24 Juli 2010.


(30)

3. Shadaqah

Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya16. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateril. Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan jika tidak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, membaca tahmid, tahlil, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.

Seringkali kata-kata sedekah dipergunakan dalam Al-Qur’an, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat. Hal tersebut dijelaskan didalam QS. At-Taubah : 60 dan 103.

ﺎ݋ڰݎإ

تﺎܾﺪڰܣ݆ا

ءاﺮْܻ݆ܿ݇

ݍݛآﺎܛ݋ْ݆او

ݍݛ݇݊ﺎْ݆ܳاو

ﺎﻬْݛ݇ܲ

ﺔܻڰ݆ﺆ݋ْ݆او

ْ݉ﻬ۸ﻮܾ݇

ݙܺو

بﺎܾڲﺮ݆ا

ݍݛ݊رﺎْܷ݆او

ݙܺو

݅ݛ۹ܚ

ﷲا

ݍْ۸او

݅ݛ۹ڰܛ݆ا

ﺔﻀݚﺮܺ

ݍ݊

ﷲا

ﷲاو

݉ݛ݇ܲ

݉ݛﻜ܊

)

ﺔ۸ﻮۿ݆ا

:

(

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana”.

Bahwasanya telah disebutkan delapan orang yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir, orang miskin, orang-orang yang menjadi amil zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, riqob, orang yang mempunyai hutang, orang yang berada dijalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan sudah kehabisan bekal.

16

Ibrahim, Yasin, Kitab Zakat, Hukum, Tata Cara dan Sejarah, (Bandung: Marja, 2008), h 45


(31)

Istinbath hukum dari surat At-Taubah ayat 60, zakat wajib disalurkan kepada delapan ashnaf.

ْﺬ܎

ْݍ݊

ْ݉ﻬ݆اﻮْ݊أ

ﺔܾﺪܢ

ْ݉هﺮڲﻬܫ۾

ْ݉ﻬݛڲآﺰ۾و

ﺎﻬ۸

ڲ݅ܢو

ْ݉ﻬْݛ݇ܲ

ڰنإ

ﻚ۾ݣܢ

ݍﻜܚ

ْ݉ﻬڰ݆

ﷲاو

ܱݛ݋ܚ

݉ݛ݇ܲ

)

ﺔ۸ﻮۿ݆ا

:

(

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketemtraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Ayat ini menyuruh kepada kepala negara (penguasa) mengambil zakat dari harta anak kecil dan orang dewasa, untuk mensucikan harta mereka. Istinbath dari surat At-Taub h ayat 103, bahwa zakat wajib hukumnya bagi seluruh umat muslim baik anak kecil maupun dewasa apabila mereka kaya/mampu.

Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak atau bersedekah.17

B. Fundraising

1. Pengertian Fundraising

Fundaraising adalah proses mempengaruhi masyarakat baik perseorangan sebagai individu atau perwakilan masyarakat maupun lembaga agar menyalurkan

17

Abdurrachman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2001), h. 70


(32)

dananya kepada sebuah organisasi.18 Kata mempengaruhi masyarakat mengandung banyak makna: Pertama, dalam kalimat diatas mempengaruhi bisa diartikan memberitahukan kepada mayarakat tentang seluk-beluk keberadaan OPZ.

Kedua, mempengaruhi dapat juga bermakna mengingatkan dan menyadarkan. Artinya mengingatkan kepada donatur untuk sadar bahwa dalam harta dan dimilikinya bukan seluruhnya diperoleh dari usahanya secara mandiri. Karena manusia bukanlah lahir sebagai mahluk individu saja, tetapi juga memfungsikan dirinya sebagai mahluk sosial.

Kesadaran yang seperti inilah yang diharapkan oleh OPZ dalam mengingatkan para donatur dan muzaki. Sehingga penyadaran dengan mengingatkan secara terus menerus menjadikan individu dan masyarakat terpengaruh dengan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukanya.

Ketiga, mempengaruhi dalam arti mendorong masyarakat, lembaga dan individu untuk menyerahkan sumbangan dana baik berupa zakat, infaq dan sedekah dan lain-lain kepada organisasi nirlaba. OPZ dalam melakukan fundraising juga mendorong kepedulian sosial dengan memperhatikan prestasi kerja atau anual report kepada calon donatur. Sehingga ada kepercayaan dari para calon donatur setelah mempertimbangkan segala sesuatunya.

18

April Purwanto, Manajemen Fundraising bagi Organisasi Pengelola Zakat, (Yogyakarta : Sukses,2009), h.12


(33)

Keempat, mempengaruhi untuk membujuk para donatur dan muzaki untuk bertransaksi. Pada dasanya keberhasilan suatu fundraising adalah keberhasilan dalam membujuk para donatur untuk memberikan sumbangan dananya kepada organisasi pengelola zakat. Maka tidak ada artinya suatu fundaraising tanpa adanya transaksi.

Kelima, dalam mengartikan fundraising sebagai proses mempengaruhi masyarakat, mempengaruhi juga dapat diterjemahkan memberikan gambaran tentang bagaimana proses kerja, program dan kegiatan sehingga menyentuh dasar-dasar nurani seseorang. Gambaran-gambaran yang diberikan inilah yang diharapkan bisa mempengaruhi masyarakat sehingga mereka bersedia memberikan sebagian dana yang dimilikinya sebagai sumbangan dana zakat, infaq maupun shadaqah kepada organisasi pengelola zakat.

Keenam, mempengaruhi dalam pengertian fundraising dimaksudkan untuk memaksa jika diperkenankan. Bagi organisasi pengelola zakat, hal ini bukanlah suatu fitnah, atau kekhawatiran akan menimbulkan keburukan. Tentunya paksaan ini dilakukan dengan ahsan sebagai perintah Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 10319.

2. Tujuan Fundraising

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dari fundraising bagi sebuah organisasi pengelola zakat :

19


(34)

a. Yang menjadi tujuan pokok dari gerakan fundraisng adalah pengumpulan dana. Sesuai dengan istilahnya (fundraising) berarti pengumpulan uang. Namun yang dimaksud disini bukanlah uang saja, tetapi dana dalam arti yang luas. Termasuk didalamnya barang dan jasa yang memilki nilai materi. Walaupun demikian dana dalam arti uang adalah penting. Mengingat sebuah organisasi nirlaba (OPZ) tanpa menghasikan dana maka tidak ada sumber daya yang dihasilkan. Sehingga apabila sumber daya sudah tidak ada maka organisasi akan kehilangan kemampuan untuk terus bertahan menjaga kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa fundraising yang tidak menghasilkan dana adalah fundraising yang gagal, meskipun memiliki bentuk keberhasilan yang lain.

b. Gerakan fundraising juga bertujuan menghimpun para muzaki dan donatur. OPZ yang baik adalah OPZ yang setiap hari memiliki data pertambahan muzaki dan donatur. Sebenarnya yang dibutuhkan adalah pertambahan jumlah dana untuk program pemberdayaan masyarakat berserta operasionalnya. Ada dua hal yang bisa dilakukan oleh OPZ untuk tujuan ini, pertama, menambah jumlah sumbangan dana dari setiap donatur dan muzaki, dan kedua, menambah jumlah donatur dan muzaki itu sendiri.

c. Jika kepercayaan masyarakat terhadap OPZ meningkat maka bisa dipastikan citra OPZ juga ikut terbawa meningkat. Meningkatkan rasa citra lembaga juga menjadi salah satu tujuan dari fundraising. Aktifitas fundraing yang dilakukan oleh sebuah organisasi pengelola zakat, baik langsung maupun tidak langsung


(35)

akan membentuk citra organisasi itu sendiri. Dengan gambaran-gambaran yang diberikan melalui interaksi baik langsung maupun tidak langsung akan menumbuhkan citra rasa yang bersifat positif maupun negatif. Dengan citra ini, setiap anggota masyarakat akan mempersepsi organisasi pengelola zakat, yang dilanjutkan dengan mengambil sikap dan menunjukan perilaku terhadap OPZ. Jika citra yang tertanam dibenak para muzaki dan donatur terhadap OPZ positif, maka masyarakat akan mendukung, dan bersimpati dengan memberikan sumbangan ZIS-nya. Namun sebaliknya, apabila citra yang ada didalam benak anggota masyarakat terhadap OPZ negatif, maka mereka akan menghindari, antipati dan mencegah orang untuk memberikan sumbangan dana Zakat, Infaq dan Shadaqahnya kepada lembaga.

d. Ketika sebuah OPZ melakukan penggalangan dana ZIS, maka ada tujuan jangka panjang untuk menjaga loyalitas muzaki dan donatur agar tetap memberikan sumbangan dana ZISnya kepada OPZ. Walaupun harus dengan pengorbanan untuk memberikan sumbangan dana tersebut. Pengorbanan yang dilakukan muzaki dan donatur seolah tidak terasa setelah mendapat imbalan rasa puas dari pengorbanan yang diberikan oleh lembaga tersebut. Jadi tujuan memuaskan donatur adalah tujuan yang bernilai jangka panjang, meskipun kegiatannya dilakukan setiap hari.

e. Kadang-kadang untuk melakukan fundraising, sebuah OPZ membatasi pada orang-orang tertentu. Sehingga dibutuhkan kepanjangan tangan untuk sampai pada donatur dan muzaki. Apabila OPZ memiliki citra yang baik dimata


(36)

masyarakat maka akan banyak simpati dan dukungan yang diberikan kepadanya. Bentuk dukungan dan simpati dari masyarakat terhadap OPZ tidak selamanya berupa dana, akan tetapi ada sebagian yang tidak memiliki kemampuan memberikan dana atau sesuatu sebagai sumbangan ZISnya karena ketidakmampuan mereka sebagai donatur dan muzaki dalam memberikan dana, memberikan bantuan tenaga dan pemikiran untuk majunya sebuah organisasi pengelola zakat. Kelompok-kelompok seperti ini sangat diperlukan oleh OPZ sebagai pemberi kabar dan pemberi informasi kepada setiap orang yang memerlukannya. Dukungan dan simpatisan yang berbentuk informan seperti ini, memudahkan lembaga dalam fundraising. Sehingga semakin banyak relasi dan pendukung sebuah OPZ juga merupakan diadakannya fundraising.20

3. Fundraising dalam Islam

Pada awal masa Nabi Muhammad SAW, Sumber daya negara Islam pada saat itu sangat terbatas sehingga sulit mengatur pengadaaan barang-barang untuk publik. Dalam pembangunan Masjid Nabawi mengunakan pendanaan dari sumbangan tanah dan tenaga sukarela. Dalam perang tabuk, 30.000 pasukan dan 10.000 ekor kuda sepenuhnya dibiayai oleh sumbangan sukarela. Bahkan ada sahabat yang menawarkan untuk membeli sumur agar dapat digunakan umat pada masa kekeringan. Masyarakat Islam melakukan hal tersebut kerena

20


(37)

memiliki motivasi yang kuat tentang ajaran agama. Umar Bin Abdul Aziz sebagai khalifah gemar bersedekah dan wara’. Beliau menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi. Secara tidak langsung, hal ini memberikan sumbangsih terhadap faktor-faktor mempengaruhi sistem administrasi serta psikologi pejabat dan para rakyatnya.21

Hal mana yang diharapkan dengan hadirnya cetak biru zakat Indonesia adalah membuat konstruksi perzakatan sebagai bingkai dan acuan pengaturan dalam pelaksanaan pengelolaan zakat di Indonesia. Siapa yang operasional, siapa yang menjadi pengawas dan siapa yang mengupayakan perundang-undangan zakat sehingga sistem pengelolaan zakat terstruktur, operasi serta sasaran pencapaiannya menjadi terarah dan jelas. Zakat pada dasarnya adalah sistem yang wajib (obligatory zakat sistem), akan tetapi menjadi sistem sukarela (voluntary zakat system). dikarenakan beberapa faktor. Salah satu faktor peralihan ini terjadi karena zakat dalam legaitas hukum perundangan negara diadopsi sebagai sistem keuangan yang tidak sempurna. Zakat hanya dibebankan pada aspek agama. Padahal zakat itu harus diambil dari muzakkinya, baik suka atau tidak kerena hukumnya adalah wajib.

21


(38)

Filantropi Islam mengalami kebangkitan di tangan masyarakat sipil pada tahun 1990-an, yang dipelopori antara lain oleh Bamuis BNI (berdiri 1968), Yayasan Dana Sosial Al Falah (1987), dan Dompet Dhuafa Republika (1993), Era ini kemudian dikenal menjadi era pengelolaan filantropi Islam secara profesional-modern berbasis prinsip-prinsip manajemen dan tata kelola organisasi Profesional22.

4. Dasar Hukum Fundraising

Adapun Dasar Hukum yang berkaitan dengan fundraising ini tertera dalam UU RI, antara lain:

a. UU RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat :

Diantanya dijelaskan dalam bab IV Pasal 14 berbunyi :

1) Badan amil zakat dan lembaga amil zakat wajib menyalurkan zakat yang telah dikumpulkan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

2) Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan, yaitu membantu mustahik untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun kelompok melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan.

22


(39)

Pasal yang tertera diatas hanya sebagai contoh, bahwa sesungguhnya fundraising memang sudah benar-benar diatur dalam UU RI.23

C. Fungsi dan Peran ZIS bagi Masyarakat DKI Jakarta

Sebuah adagium menyatakan “apa yang disediakan oleh dunia sebetunya sudah cukup untuk semua orang, tetapi tidak akan pernah cukup untuk orang yang rakus”. Namun pada kenyataannya di satu pihak ada orang yang bergelimang dengan kenyataan, sementara di pihak lain masih banyak yang jauh dari kecukupan. Kondisi ini menggambarkan adanya persoalan dalam pendistribusian ekonomi.

Mengapa orang menjadi miskin ? ada tiga pendekatan yang dapat menjawab petanyaan ini, yakni system approach, decision-making model, dan structural approach. Pendekatan Pertama, menekankan pada adanya keterbatasan pada aspek-aspek geografi, ekologi, teknologi, dan demografi. Kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut dianggap lebih banyak menekan warga masyarakat yang tinggal wilayah pedesaan atau pedalaman. Sebagaimana di ketahui secara umum pemerintah RI menerapkan model pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan yang merujuk pada teori pembangunan yang dibuat oleh WW. Rostow.24

23

http://www. hendrakholid.net/blog/2010/03/16/ Diakses pada tanggal 24 Juli 2010. 24

Nanich Mahendrawaty dan Agus Effendi, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi Sampai Tradisi, (Bandung: Rosda Karya, 2001), cet-ke1, h. 212


(40)

Pendekatan Kedua, menekankan pada kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan keahlian sebagian warga masyarakat dalam merespon sumber-sumber daya ekonomi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Dengan kata lain, pendekatan ini melihat bahwa sebagian warga masyarakat kurang memiliki empati dan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) untuk mengelola secara lebih baik, efisien, dan efektif unit-unit usaha yang mereka miliki atau kuasai, kurang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki teknologi serta menciptakan dan memperluas pasar komoditi.

Sedangkan Pendekatan Ketiga melihat bahwa kemiskinan itu terjadi karena adanya ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi, seperti tanah, teknologi, dan bentuk kapital lainnya. Di sini wajah kemiskinan memiliki dimen struktural, yang merupakan akibat dari adanya ketimpangan dalam pemilikan dan penguasaan aset-aset ekonomi atau kapital lainnya yang ditunjukkan dengan adanya sebagian anggota masyarakat yang jumlahnya lebih kecil tetap menguasai dan memiliki faktor-faktor produksi yang lebih banyak. Sementara, sebagain besar warga masyarakat menguasai dan memiliki faktor-faktor produksi yang lebih sedikit.25

Menurut Drs. H. Salehuddin Effendi, MM ZIS sebagai instrument pemberdayaan masyarakat meliputi tiga sisi yaitu :

25

BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institute Manajemen Zakat, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, (Jakarta: Bazis Provinsi DKI Jakarta, 2006), Cet. Ke-1, h. 39


(41)

1. Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling), yaitu mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupa untuk mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat (empowering).

3. Melindungi (recovering) dari kemungkinan untuk terjatuh kembali ke dalam jurang kemiskinan. Ajaran zakat, infak, dan shadaqah sesungguhnya mendorong kaum muslimin untuk memiliki etos kerja dan usaha yang tinggi, sehingga memiliki harta kekayaan yang di samping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya juga bisa memberi kepada orang yang berhak menerimanya.26

Dalam konteks itu, penciptaan iklim yang kondusif dan penyelesain persoalan-persoalan yang ada, kehadiran BAZIS Provinsi DKI Jakarta memiliki nilai yang strategis, terutama bagi masyarakat Jakarta. Kerja kultural dan struktural terus-menerus dilakukan. Dengan berpijak pada Surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No.120 tahun 2002 BAB II mengenai kedudukan dan fungsi, maka BAZIS Provinsi DKI Jakarta berusaha untuk terus memberi arti bagi masyarakat Jakarta.

Dalam rangka meningkatkan kualitas mustahik, BAZIS DKI Jakarta menyadari perlunya memberikan training dan pelatihan. Para mustahik diberikan

26

BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institute Manajemen Zakat, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, h. 41-42.


(42)

materi enter-preneurship dan materi yang sesuai dengan keahlian mereka. Hal ini dimaksudkan agar tumbuh jiwa wirausaha di dalam diri mereka.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh BAZIS Provinsi DKI Jakarta ini, dapat disebut sebagai upaya yang mensinergikan antara kultur dan struktur dalam hal penanggulngan kemiskinan dan segala hal yang melingkarinya. Artinya, BAZIS Provinsi DKI Jakarta tidak berangkat dari ruang hampa dalam menanggulangi persoalan yang ada di masyarakat Jakarta ini. Semua berdasarkan pada akurasi dan validitas data dan informasi yang memang menjadi salah satu kelebihan dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Hal ini terlihat dari beragam upaya yang dilakukan BAZIS Provinsi DKI Jakarta, mulai dari bantuan dana yang bersifat konsumtif-karitatif, sampai dengan bantuan yang bersifat produktif.27

Sehingga bagi masyarakat DKI Jakarta, ZIS memiliki nilai yang strategis. Peran dan fungsinya tidak bisa diragukan lagi. Dengan ZIS sebagian masyarakat dapat mengembangkan potensi usaha yang dimiliki. Dan sebagian yang lain, bahkan bisa lepas dari “jeratan kaum renternir”28.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dengan hadirnya BAZIS Provinsi DKI Jakarta mempunyai nilai strategis khususnya bagi Masyarakat DKI Jakarta dalam hal penanggulangan kemiskinan dan segala hal yang melingkarinya. Dengan adanya ZIS masyarakat dapat mengembangkan usaha

27

BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institute Manajemen Zakat, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, h. 44.

28

Bazis Provinsi DKI Jakarta & Institut Majemen Zakat, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, Jakarta, 2006.


(43)

dari potensi yang dimiliki dan juga terlepas dari jeratan kaum renternir yang selama ini sangat meresahkan masyarakat.

D. Dasar Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah

1. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah a. Zakat

اﻮ݋ݛܾأو

ةݣڰܣ݆ا

اﻮ۾اءو

ةﺎآڰﺰ݆ا

اﻮܳآْراو

ܱ݊

ݍݛܳآاڰﺮ݆ا

)

ةاﺮܿ۹݆ا

:

(

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku”( QS. Al Baqarah : 43)

b. Zakat untuk Delapan Ashnaf

ﺎ݋ڰݎإ

تﺎܾﺪڰܣ݆ا

ءاﺮْܻ݆ܿ݇

ݍݛآﺎܛ݋ْ݆او

ݍݛ݇݊ﺎْ݆ܳاو

ﺎﻬْݛ݇ܲ

ﺔܻڰ݆ﺆ݋ْ݆او

ْ݉ﻬ۸ﻮܾ݇

ݙܺو

بﺎܾڲﺮ݆ا

ݍݛ݊رﺎْܷ݆او

ݙܺو

݅ݛ۹ܚ

ﷲا

ݍْ۸او

݅ݛ۹ڰܛ݆ا

ﺔﻀݚﺮܺ

ݍ݊

ﷲا

ﷲاو

݉ݛ݇ܲ

݉ݛﻜ܊

)

ﺔ۸ﻮۿ݆ا

:

٦٠

(

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana”.(QS. At-Taubah: 60). c. Shadaqah

ْ݆݉أ

اﻮ݋ْ݇ܳݚ

ڰنأ

ﷲا

ﻮه

݅۹ْܿݚ

ﺔ۸ْﻮڰۿ݆ا

ْݍܲ

ݐدﺎ۹ܲ

ﺬ܎ْﺄݚو

تﺎܾﺪڰܣ݆ا

ڰنأو

ﷲا

ﻮه

باڰﻮڰۿ݆ا

݉ݛ܊ڰﺮ݆ا

)

ﺔ۸ﻮۿ݆ا

:

(


(44)

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasannya Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?”.(QS. At Taubah : 104).

d. Nafaqah

ﺎﻬڱݚﺄݚ

ݍݚﺬڰ݆ا

اﻮݏ݊اء

ڰنإ

اﺮݛ܃آ

ݍڲ݊

رﺎ۹ْ܊ﻷْا

نﺎ۹ْهڱﺮ݆او

نﻮ݇آْﺄݛ݆

لاﻮْ݊أ

سﺎڰݏ݆ا

݅ܪﺎ۹ْ݆ﺎ۸

نوڱﺪܣݚو

ݍܲ

݅ݛ۹ܚ

ﷲا

ݍݚﺬڰ݆او

نوﺰݏْﻜݚ

۷هڰﺬ݆ا

ﺔڰﻀْܻ݆او

ﺎﻬݎﻮܻܿݏݚݢو

ݙܺ

݅ݛ۹ܚ

ﷲا

݉هْﺮڲܟ۹ܺ

باﺬܳ۸

݉ݛ݆أ

)

ﺔ۸ﻮۿ݆ا

:

(

“Hai orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang-orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS. At-Taubah : 34)

e. Haq

ﻮهو

يﺬڰ݆ا

ﺄܟݎأ

تﺎڰݏﺟ

تﺎܞوﺮْܳڰ݊

ﺮْݛܶو

تﺎܞوﺮْܳ݊

ْ݅܏ڰݏ݆او

عْرڰﺰ݆او

ﺎܻ݇ۿْ܏݊

ݑ݇آأ

نﻮۿْݚڰﺰ݆او

نﺎڰ݊ڱﺮ݆او

ﺎﻬ۸ﺎܟۿ݊

ﺮْݛܶو

ݑ۸ﺎܟۿ݊

اﻮ݇آ

ْݍ݊

ݐﺮ݋܂

ﺮ݋ْ܂أۨذإ

اﻮ۾اءو

ݑڰܿ܊

مْﻮݚ

ݐدﺎܣ܊

اﻮܺﺮْܛ۾ݢو

ݑڰݎإ

ڱ۷܋ݚݢ

ݍݛܺﺮْܛ݋ْ݆ا

)

مﺎܳݎﻷا

:

(

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An'ām : 141).


(45)

Istinbath Hukum dari surat-surat diatas, hukum zakat adalah wajib sedangkan Infaq/Shadaqah hukumnya sunah. Istilah zakat digunkan untuk beberapa arti namun yang berkembang dalam masyarakat, istilah zakat digunakan untuk shadaqah wajib dan kata shaqadah digunakan untuk shadaqah sunah. Sesungguhnya penanaman zakat bukanlah menghasilkan kesuburan dari harta, tetapi karena mensucikan masyarakat dan menyuburkanya. Zakat merupakan manifestasi dari kegotong-royongan antara para hartawan dengan fakir miskin. Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan, yaitu kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental, masyarakat yang terpelihara dari bencana-bencana tersebut menjadi masyarakat yang hidup, subur dan berkembang keutamaan didalamnya.

2. Hadis Nabi Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah

ﺎ ﺪ

ﻰ ْ

ْ

بﻮ أ

ﺔ ْ و

ْ

ْا

ْاو

ﺮْ

اﻮ ﺎ

ﺎ ﺪ

ْ إ

ﻮه

ْا

ﺮ ْ

ْ

ءﺎ ْا

ْ

أ

ْ

أ

ةﺮْﺮه

نأ

لﻮ ر

ا

ا

ْ

و

لﺎ

اذإ

تﺎ

نﺎ ْﺈْا

ْا

ْ

ﺎ إ

ْ

ﺔ ﺎ

ﺎ إ

ْ

ﺔ ﺪ

ﺔ رﺎ

ْوأ

ْ

ْ

ْوأ

ﺪ و

ﻮ ْﺪ

)

اور

(

“Telah diceritakan Yahya bin Ayyub dan Qutaibah yakni ibnu Said dan ibnu Hujrin, mereka telah berkata telah bercerita Ismail yaitu ibnu Ja’far dan al-ala’ bapaknya Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda apa bila mati (meninggal) seseorang akan terputus amalnya kecuali terhadap tiga hal, shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh” (HR Muslim).29

Istinbath hukum dari hadis diatas hukum zakat adalah wajib. Hadis ini mengindikasikan bahwa setiap amal sedekah (sedekah yang tidak habis amalnya) adalah sedekah dalam konteks ini zakat, yang apabila manfaatnya dapat selalu dirasakan mustahiq sampai akhir hidupnya.

29

Imam Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Khusairi An Naisaburi, Shahih Muslim, (Al-Azhar Cairo, Dar el Hadith, 1997), Juz 8, Cet. Ke-1, h, 405.


(46)

ﺎ ﺪ

ﺪ ْ أ

وﺮْ

، اﺮ ْا

ﺎ ﺪ

أ

،زاﺰ ْا

ﺎ ﺪ

ﻰ ﻮ

،ﺮْ

، ﻜ ْا

ْ

، هاﺮْإ

،دﻮْ ﻷا

ْ

ﺪْ

، ا

لﺎ

:

لﺎ

لﻮ ر

ا

ا

ْ

و

:

اﻮ

ﻮْ أ

ْ ﻜ ا

ةﺎآﺰ ﺎ

،

اووادو

ْ آﺎ ْﺮ

،ﺔ ﺪ ﺎ

اوﺪ أو

ءﻼ ْ

ﺪ ا

ءﺎ

.

)

اور

اﺮ ا

(

“Hadis Riwayat At-Tabrani, dengan sanad Ahmad bin Umar dia berkata : telah diceritakan kepada kami Ali bin Abi Thalib al bazzazi dia telah berkata : telah diceritakan kepada kami Musa bin Umair Al Kufi dia telah berkata: telah menceritakan kepada kami Hakim bin Utaibah dari Ibrahim An-Nakha’i dan Aswad bin Yazid, dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata : Rasulullah Saw bersabda: ” bentengilah dirimu dengan zakat, dan obatilah penyakitmu dengan sedekah, dan perbanyaklah doa untuk menghindari bala”(HR Thabrani).30

Istinbath hukum dari hadis diatas, zakat hukumya wajib. Hadis diatas menguatkan urgensi kandungan zakat yaitu, Pertama, zakat melindungi harta dari kebinasaan. Kedua, zakat dapat mengobati penyakit. Ketiga, zakat dapat menolak bala.

ﺎ ﺪ

ﻮ أ

كﺎ

ا

ْ

ﺪ ْ

ْ

ءﺎ ﺮآز

ْ

قﺎ ْ إ

ْ

ﻰ ْ

ْ

ﺪْ

ا

ْ

ْ

ْ

أ

ﺪ ْ

ْ

ْا

سﺎ

ر

ا

ﺎ ﻬْ

نأ

ا

ا

ْ

و

اذﺎ

ر

ا

ْ

ﻰ إ

ْا

لﺎ

ْ ﻬ ْدا

ﻰ إ

ةدﺎﻬﺷ

ْنأ

إ

ﺎ إ

ا

أو

لﻮ ر

ا

ْنﺈ

ْ ه

اﻮ ﺎ أ

ﻚ ﺬ

ْ ﻬْ ْ ﺄ

نأ

ا

ْﺪ

ضﺮ ْ ا

ْ ﻬْ

ْ

تاﻮ

آ

مْﻮ

ﺔ ْ و

ْنﺈ

ْ ه

اﻮ ﺎ أ

ﻚ ﺬ

ْ ﻬْ ْ ﺄ

نأ

ا

ضﺮ ْ ا

ْ ﻬْ

ﺔ ﺪ

ْ ﻬ اﻮْ أ

ﺬ ْﺆ

ْ

ْ ﻬﺋﺎ ْﻏأ

دﺮ و

ْ ﻬﺋاﺮ

)

اور

(

“Telah menceritakan kepadaku Abu āsim Ad dhohak bin Makhdad dari Jakaria bin Ishaq dari Yahya bin Abdullah bin Shoifi dari Abi Ma’bad dari ibn Abbas ra, Rasulullah Saw bersabda, sesungguhnya nabi telah mengutus Muadz ra, ke Yaman lalu Nabi berkata suruhlah mereka untuk bersyahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku utusan Allah maka jika mereka telah mentaatimu maka ajarkanlah kepada mereka sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu maka jika mereka telah mentaatimu maka ajarkanlah kepada mereka sesungguhnya Allah telah mewajibkan kaum muslimin

30

At-Thabrani, Mu’jam Al-Kabir, Juz 8, http://www.ahlalheedth.com, diakses Pada Tanggal 15 Agustus 2010.


(47)

mengeluarkan zakat (sedekah) dalam harta benda kaum muslimin, yang diambil dari mereka yang kaya lalu diserahkan kepada fakir miskin dari mereka”. (HR Muslim).31

Istinbath hukum dari hadis diatas, zakat wajib dikeluarakan bagi mereka yang memiliki binatang ternak, seperti sapi dan kambing yang telah sampai ukuran jumlahnya (nisabnya). Juga para pedagang yang memiliki emas, perak, hasil bumi, hasil tambang dan sejumlah keuangan (senisab).32

ﺎ ﺪ

ﺎ ْ إ

لﺎ

ﻚ ﺎ

ْ

أ

دﺎ ﺰ ا

ْ

جﺮْ ﺄْا

ْ

أ

ةﺮْﺮه

ر

ا

ْ

نأ

لﻮ ر

ا

ا

ْ

و

لﺎ

لﺎ

ا

ْ ْأ

ْا

مدﺁ

ْ ْأ

ﻚْ

)

اور

ىرﺎ ا

(

“Telah meceritakan kepada kami Ismail berkata telah diceritakan kepadaku Malik dari abi Zinad dari A’raj dari abi Hurairah ra, (Nabi bersabda) : Allah Swt berfirman : “Hai manusia belanjakanlah hartamu, maka aku akan memberikan belanja kepadamu”. (HR Al-Bukhari).33

Istinbath hukum dari hadis diatas, hadis ini menunjukkan adanya firman Allah dalam Hadis Qudsi tentang ajakan Allah Swt, agar kaum muslimin berzakat, bersedekah atau berinfaq yaitu membelanjakan hartanya untuk kebaikan dan agama Islam.34

Di Indonesia, persoalan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 58 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.38 Tahun

31

Imam Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Khusairi An Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 5, h 370.

32

Husein Bahreisj, Hadis Shahih Al-Jamius Shahih Bukhari Muslim, (Surabaya: Karya Utama,1997), h. 98.

33

Imam Ibn Zauji, Shahih Bukhari Ma’a Kasyfi Al- Masykal, (Al-Azhar Cairo, Dar el Hadith, 2008), Juz 16, h 428.

34


(48)

1999 dan keputusan Direktur Jederal Bimbingan Masyarakat dan Islam dan Urusan Haji No. D/291 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat35.

35

Departemen Agama RI, Pedoman Zakat, (Jakarta:Penerbit Direktorat Pemberdayaan Zakat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat, 2006), h. 21


(49)

BAB III

SEKILAS PROFIL BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA A. Latar Belakang Berdirinya BAZIS Provinsi DKI Jakarta

Selama ini pemahaman tentang kesalehan atau ketaatan pada agama Islam. Selalu identik dengan ibadah individual-vertikal. Seseorang akan disebut saleh ketika rajin melaksanakan ritual vertikal seperti salat. Puasa, haji dan lain-lain. Memang tidak salah, menyebut hal-hal itu sebagai bentuk kesalehan atau ketaatan seseorang pada agama. Tetapi dengan pemahaman itu akan mempersempit makna agama. Karena agama yang di turunkan Tuhan untuk manusia, sesungguhnya juga mengandung dimensi sosial-horisontal. Artinya, Tuhan menurunkan agama dengan segala perangkatnya juga mengatur hubungan sesama makhluknya-Nya.

Kedua ibadah ini meniscahyakan adanya harmoni. Karena menjadi penanda kesempurnaan seseorang dalam menjalankan agama. Oleh sebab itu, ketiadaan salah satunya adalah kekurangsempurnaan seseorang dalam melaksanakan ajaran agama.

Secara tegas Al-Qur’an mengancam orang yang hanya melaksanakan ritual individual dan mengesampingkan ibadah yang berdimensi sosial-horisontal. Dalam surat Al-M ’un orang yang beragama disebut sebagai pendusta agama, karena tidak peka terhadap permasalahan sosial seperti anak yatim dan orang miskin. Bila dilihat lebih jauh, sesungguhnya ibadah individual-vertikal


(50)

dan ibadah sosial-horisontal, ibarat dua sisi mata uang, berbeda tapi tidak dapat dipisahkan, keduanya harus jalan beriringan.

Bila dilihat secara fungsional, rukun Islam bisa dibedakan menjadi Rukun Pribadi dan Rukun Masyarakat. Rukun Pribadi menyangkut syahadat, salat, puasa, dan haji. Sedangkan Rukun Masyarakat adalah zakat. Kedua rukun ini harus ditegakkan, karena menjadi fondasi agama Islam. Mengabaikan satu rukun saja, berarti meruntuhkan agama Islam.

Zakat sebagai salah satu penyangga bangunan Islam, dengan tanpa mengabaikan penyangga-penyangga yang lain, sampai kini masih memerlukan perhatian serius. Bukan saja karena zakat salah satu Rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran kaum muslimin untuk membayar zakat masih rendah.

Padahal, bila dilihat ke dalam Al-Qur’an, kata zakat selalu disebut bersamaan dengan kata salat sebanyak 82 kali.36 Namun kesadaran akan arti penting keduanya belum mendapat posisi yang seimbang. Banyak orang rajin mendirikan salat, namun belum diimbangi dengan kesadaran berzakat. Bahkan, bila dilihat lebih jauh, perhatian kepada zakat lebih rendah dibandingkan dengan perhatian pada ibadah yang lain seperti salat, puasa, dan haji. Sebagai umat Islam lebih tergerak menjalankan rukun pribadi ketimbang rukun masyarakat. Kondisi ini lebih parah, karena bukan dalam arti yang yang mengerjakan rukun pribadi, jumlanya lebih banyak ketimbang yang mengerjakan Rukun Masyarakat, yang

36

BAZIS DKI, Pengelolaan Zakat dan Infaq/Shadaqah di DKI Jakarta, (Jakarta: BAZIS DKI, 1999), h.. 3


(51)

telah terjadi adalah paradoksal didalam tubuh mereka. Karena, di satu sisi mereka taat melaksanakan Rukun Pribadi, namun dalam waktu yang bersamaan mereka cendrung mengabaikan Rukun Masyarakat.37

Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari peran elit agama seperti da’I, ustadz, dan kiai yang lebih sering menganjurkan kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah salat, puasa, dan haji ketimbang zakat. Namun, pada saat yang sama, harus diakui pula bahwa ada diantara elit agama yang menyampaikan pesan zakat. Hanya saja pesan itu masih sempit, dalam pengertian, hanya zakat fitrah dan zakat mal sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab klasik saja. Kalaupun ada yang membahas zakat, biasanya hanya dilihat dari sudut hukum saja. Hal ini dapat dilihat di lapangan saat penyuluh keagamaan memberikan penyuluhan. Biasanya, yang lebih sering muncul adalah peryataan mengenai hukum. Misalnya, bagaimana hukumnya kalau zakat diberikan secara langsung oleh muzakinya. Sangat sedikit ditemukan pandangan masyarakat tentang zakat secara lebih komprehensip, dalam arti memiliki pandangan yang berdimensi pemihakan pada persoalan sosial-kemanusiaan.

Mengingat dominannya perspektif hukum ini, menyebabkan sedikitnya ruang gerak dalam menafsirkan zakat. Sebagaimana mafhum bahwa perpektif hukum adalah perspektif mutlak-hitam-putih-sehingga menyebabkan sempitnya ruang tafsir bagi sebagian pemikir muslim untuk melakukan langkah-langkah

37

Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: institute Manajemen Zakat, 2004), Cet. Ke-1, h.30


(52)

ijtihady tentang zakat, misalnya pembaruan objek zakat terhadap segmen-segmen potensial zakat, sebagai efek dari perkembangan perekonomian masyarakat.38

Kondisi seperti inilah yang menyebabkan kesadaran dan aplikasi kaum muslimin untuk berzakat masih kurang. Oleh sebab itu, meningkatkan kesadaran berzakat adalah “Pekerjaan Rumah” yang mesti segera dilaksanakan para elit agama dan siapa saja yang peduli pada kesejahtraan masyarakat.

Meski dinilai masih kurang, potensi kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat sudah ada. Secara tradisional sebagian masyarakat di Indonesia ada yang menyerahkan zakat kepada kiai, ustadz, dan elit agama di lingkungan masing-masing. Biasanya, penyalurannya bergantung pada ijtihad kiai.

Sebagai proses kesadaran, potensi pengamalan zakat secara tradisional ini patut dibanggakan. Hanya saja ada beberapa kelemahan mendasar dalam proses pengalaman zakat seperti ini. Pertama, tidak transparan karena tidak jelas administrasi pemasukan dan pengeluaran. Hal ini menyebabkan tidak terdatanya potensi dana yang bisa dikembangkan. Kedua, ada kemungkinan zakat tersebut tidak disalurkan kepada mustahiknya secara maksimal. Ketiga, hasil pengumpulan dan ZIS jumlahnya masih relatif sangat kecil sehingga pendayagunaan belum dapat menyentuh kebutuhan mustahik secara keseluruhan. Keempat, tidak adanya pengawasan terhadap proses pemasukan dan pengeluaran

38

Djunaedi Mansyur, Kasubag Humas BAZIS Provinsi DKI Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 30 Juli 2010.


(53)

zakat. Dan kelima, lebih sering merupakan upaya karitatif dan tidak produktif. Dengan demikian, zakat yang seharusnya bisa menjadi salah satu instrument pemerataan dan pemberdayaan masyarakat belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.39

Meskipun pengalaman zakat tradisional ini patut dibanggakan, bukan berarti tidak membutuhkan upaya alternatif dan kreatif. Mengingat kelemahan-kelemahan pengamalan secara tradisional itu, maka mendirikan lembaga pengelola zakat adalah hal yang tak dapat dipungkiri. Hal ini dimaksudkan agar zakat yang terkumpul dari masyarakat dapat didata dengan baik, transparan, dapat disalurkan kepada yang berhak, dan lebih dari itu dapat dikelola secara produktif, sehingga zakat tidak lagi hanya bersifat karitatif, tetapi juga lebih dapat memberdayakan masyarakat.

Bila dilihat perzakatan di Indonesia sebenarnya usaha-usaha agar zakat dikelola dengan baik sudah pernah dilakukan. Upaya itu sudah dimulai sekitar tahun 1950-an. Misalnya dengan melahirkan berbagai peraturan-peraturan tentang zakat. Tetapi upaya ini belum menuai hasil yang membanggakan.

Sebelum kemerdekaan upaya mengumpulkan zakat sudah dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam, lembaga-lembaga dakwah, majelis ta’lim dan pondok pesantren. Namun, secara resmi belum ada peraturan pemerintah yang secara khusus mengatur masalah zakat. Baru sekitar tahun 1960-an, pembahasan

39

BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institute Manajemen Zakat, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, h. 8


(54)

tentang peraturan mengenai pelaksanaan dan pengumpulan zakat di Indonesia mulai menghasilkan satu peraturan. Kemajuan ini tepatnya terjadi mulai tahun 1968 ketika sebelas tokoh ulama nasional menyerukan pelaksanaan zakat.40 Gayung pun bersambut, seruan ini direspon secara positif oleh Presiden RI Soeharto saat itu.

Pada tahun 1968 inilah pemikiran tentang perlunya Lembaga pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia mulai terealisasikan. Awal tahun 1968, pada “seminar zakat” yang diselengarakan oleh Lembaga Research dan Work Shop Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah di Jakarta, Presiden Republik Indonesia Soeharto untuk pertama kali menghimbau masyarakat untuk melaksanakan zakat secara konkret. Dalam pidatonya beliau berpesan :

“saya ingin memulai lagi bahwa pegumpulan zakat secara besar-besaran yang saya serukan itu, saya maksudkan sebagai ajakan seorang muslim untuk mengamalkan secara konkret ajaran-ajaran Islam bagi kemajuan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya”.41

Setelah itu, di Istana Merdeka pada acara Isra’ Mi’raj tanggal 26 Oktober 1968 Presiden RI Soeharto secara langsung menyerukan pelaksanaan zakat untuk menunjang pembangunan. Pada saat yang sama, Presiden RI Soeharto juga menyatakan kesediaan untuk menjadi amil zakat tingkat nasional.

40

Para Tokoh saat itu adalah : Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. Moh. Sole Su’aidi, Ustadz M. Ali Al Hamidy, Ustadz Mukhtar Luthfy, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A Zawawy.

41

Pemda DKI, Pedoman Pengelolaan ZIS di DKI Jakarta, (Jakarta: Pemda DKI, 1992), h 102.


(55)

Untuk mengintensifkan pelaksanaan zakat tersebut dikeluarkan surat perintah Presiden RI No.07/POIN/10/1968 tanggal 31 oktober 1968 kepada Mayjen Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kol. Inf. Drs. Azwar Hamid, dan Kol. Inf Ali Afandi untuk membantu Presiden dalam proses administrasi dan tata usaha penerimaan zakat secara nasional.

Berbagai kalangan masyarakat menyambut baik seruan ini. Tidak lama setelah itu, beberapa Gubernur Kepala Daerah mengeluarkan keputusan untuk mendirikan LPZ di daerahya masing-masing.

Menteri Agama Republik Indonesia kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri tentang pembentukan Badan Amil Zakat yang bertugas melaksanakan melaksanakan pengumpulan dan penyaluran zakat. Badan Amil Zakat (BAZ) ini berkedudukan di desa-desa dan kecamatan. Pada tingkat kecamatan BAZ menjadi koordinator bagi pelaksanaan pengumpulan dan penyaluran zakat di desa-desa.

Untuk lebih memperkuat hal tesebut, Presiden mengeluarkan Surat Edaran No.B. 133/PRES/11/1968 yang menyerukan kepada pejabat/instansi terkait untuk membantu dan berusaha ke arah telaksananya seruan Presiden dalam wilayah atau lingkup kerja masing-masing.42

Seruan Presiden ini ditindaklanjuti oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta dengan mengeluarkan surat keputusan tentang perlunya LPZ di provinsi DKI Jakarta.

42


(56)

Dengan demikian, ada beberapa hal yang secara langsung menjadi latar belakang berdirinya BAZIS provisi DKI Jakarta, yaitu : pertama, saran sebelas tokoh ulama nasional yang berkumpul di Jakarta pada 24 September 1968, untuk membahas beberapa persoalan umat, khususnya pelaksanaan zakat di Indonesia. Di antara rekomendasi hasil musyawarah tersebut adalah :

a. Perlunya pengelola zakat dengan sistem administrasi dan tata usaha yang baik sehingga bisa dipertanggungjawabkan pengumpulan dan pendayagunaanya kepada masyarakat.

b. Bahwa zakat merupakan potensi umat yang sangat besar yang belum dilaksanakan secara maksimal. Karenanaya, diperlukan efektivitas pengumpulan zakat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan.

Saran sebelas ulama itu ditanggapi secara serius oleh Presiden RI Soeharto yang kemudian memberikan seruan dan edaran kepada para pejabat dan instansi terkait untuk menyebarluaskan dan membantu terlaksananya pengumpulan zakat secara nasional.

Kedua, Seruan Presiden Republik Indonesia pada peringatan Isra Mi`raj Nabi Muhammad SAW di istana Negara, pada tanggal 26 Oktober 1968 tentang perlunya intensifikasi pengumpulan zakat sebagai potensi yang besar untuk menunjang pembangunan.

Dua hal inilah yang melatarbelakangi pendirian BAZIS Provinsi DKI Jakarta, Ali Sadikin mengeluarkan Surat Keputusan No. Cb. 14/8/18/68


(57)

tertanggal 5 Desember 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat Islam dalam wilayah DKI Jakarta.43

Berdasarkan keputusan tersebut, maka susunan organisasi BAZ dibentuk mulai tingkat Provinsi DKI Jakarta hingga tingkat kelurahan, tugas utamanya adalah mengumpulkan zakat di wilayah DKI Jakarta dan penyalurannya terutama ditujukan kepada fakir miskin.

Sejak berdiri dari tahun 1968 hingga tahun 1973, Badan Amil Zakat (BAZ) DKI Jakarta telah berjalan dengan cukup baik. Hanya saja pada aspek penghimpunan zakat yang terlihat belum optimal. Jumlah dana zakat yang terhimpun masih jauh dari potensi ZIS yang dapat digali dari masyarakat. Hal ini disebabkan lembaga ini membatasi diri pada penghimpunan dana zakat saja.

Oleh sebab itu, untuk memperluas sasaran operasional dana karena semakin kompeksnya permasalahan zakat di Provinsi DKI Jakarta pada 1973 melalui keputusan No. D.III/B/14/6/73 tertanggal 22 Desember 1973, menyempurnakan BAZ ini menjadi Badan Amil Zakat dan infaq/shadaqah yang selanjutnya disingkat menjadi BAZIS.44 Dengan demikian, pengelolaan dan pengumpulan harta masyarakat menjadi lebih luas, karena tidak hanya mencakup zakat, akan tetapi lebih dari itu, mengelola dan mengumpulkan infaq/shadaqah serta amal sosial masyarakat yang lain.

43

BAZIS DKI, Pengelolaan Zakat dan Infaq/Shadaqah di DKI Jakarta, h. 12.

44


(58)

B. Dasar Hukum

Dalam perjalanannya, ZIS selalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU. Menteri dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan keputusan berkaitan dengan ZIS memiliki nilai strategis dalam pandangan berbagai kalangan, baik pemerintah maupun masyarakat. BAZIS Provinsi DKI Jakarta sejak berdirinya telah didukung oleh berbagai kekuatan hukum, baik menyangkut manajemen kelembagaan, maupun yang bersifat operasional.

Sejalan dengan perkembangan BAZIS produk-produk hukumnya senantiasa disesuaikan, terutama lahirnya UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat memberikan implikasi sangat luas pada lembaga pengelola zakat ini, dia antaranya adanya tuntutan profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, dan kemandirian. Dasar Hukum yang membentengi posisi BAZIS Provinsi DKI Jakarta saat ini adalah:

1. Undang-Undang Republik Indonesia No.34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.

2. Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3. Undang-Undang Republik Indonesia No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.


(59)

4. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No.373 Tahun 2003 tentang pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No.38 tentang Pengelolaan Zakat.

5. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.120 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

6. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.121 Tahun 2002 tentang Pola Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

7. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.26 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah pada Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

8. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.51 Tahun 2006 tentang Petunjuk pelaksanaan pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah oleh Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.45

C. Tujuan

Seiring perjalanan waktu BAZIS Provinsi DKI Jakarta selalu berdialog dengan realitas internal dan eksternal. Realitas internal berkaitan dengan

45

Bazis Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubenur Provinsi DKI Jakarta, (Jakarta:BAZIS Provinsi DKI Jakarta, 2006), h.15.


(60)

manajemen dan sumber daya. Sedangkan realitas eksternal berhubungan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang ada di masyarakat. Betapapun juga, BAZIS Provinsi DKI Jakarta tidak ingin ketinggalan kereta zaman yang terus melaju. Dengan terus melaksanakan tujuan-tujuan sebelumnya, BAZIS Provinsi DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.121 Tahun 2002 tentang pola pengelolaan ZIS BAZIS Provinsi DKI Jakarta memprioritaskan tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq, dan shadaqah sesuai dengan tuntunan agama.

2. Meningkatkan fungsi dan peran pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial

3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat, infaq, dan shadaqah.46

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, sejalan dengan perkembangan zaman, produk-produk hukum BAZIS DKI Jakarta senantiasa mensesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang bertujuan untuk mensejahtrakan Masyarakat DKI Jakarta melalui program-program BAZIS DKI. Juga meningkatkan pelayanan bagi para masyarakat dalam menunaikan ZIS sesuai dengan tuntunan agama Islam.

D. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan BAB II Pasal 3 Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.120 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infaq,

46


(1)

Tanggal 15 Agustus 2010.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Disampaikan pada Seminar Pembahasan RUU Pengelolaan Zakat,


(2)

(3)

BAGAN SUSUNAN ORGANISASI

BADAN AMIL ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH PROVINSI DKI JAKARTA


(4)

Hasil P

Pengumpu

ulan ZIS

BAZIS

S Provinsii DKI Jak

karta (200

04-2008)

No 1 2 3 4 5 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 0 000,000,000 000,000,000 000,000,000 000,000,000 000,000,000 000,000,000 n

4 8

5 8

6 1

7 1

8 1

2004

G

BAZIS

 

G

BAZIS

Zakat 8.350.646.64 8.720.260.44 0.927.458.6 0.676.372.4 0.232.624.3 2005

rafik

 

Ha

Propinsi

Grafik Has

S Provinsi

200

sil

 

Pe g

6

n

i

 

DKI

 

Jak

sil Pengu

i DKI Jak

48 49 696 441 07 Infaq/Shad 7.907.177 9.762.497 10.843.19 16.537.59 19.747.89 2007

umpula

karta

 

(20

umpulan Z

karta (200

daqah 7.249 7.121 98.891 90.685 98.008 2008

n

 

ZIS

004

2008

ZIS

04-2008)

ZIS 16.257.82 18.482.75 21.770.65 27.213.96 29.980.52 S 23.897 57.570 57.587 63.126 22.315

8)

zakat infaq/ ZIS /shadaqah


(5)

R

Rencana P

B

Prosentas

2.300.000.000 20%

Fakir m

BAZIS P

se Penday

0

miskin F

Provinsi D

yagunaan Zakat 20

009

DKI Jakarrta

114.034.100 1%

Fi Sabilillah Muallaf, GGharimin, Ibnu

79% 8.858.700.00

u Sabil


(6)

R

Rencana P

BA

Prosentas

7.89 4.117.15 23%

B B S

AZIS Prov

se Penday

92507868 45% 55.618 %

Bantuan Kema Bantuan Sosial Sosialisasi dan 

vinsi DKI

yagunaan

slahatan Umat l Keagamaan

Bina Lembaga

I Jakarta 2

Infaq 2009

2009

5

t & Peningkata a

5.602.824.900 32%