1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata hadis
1
dalam perkembangan maknanya lebih cenderung kepada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw apapun itu, baik berupa
ucapan, perbuatan dan lain-lain
2
yang di mata umat Islam mendapat porsi istimewa dalam daftar urutan referensi utama sumber kedua hukum Islam setelah
al-Qur`an. Dan secara umum hadis tersusun atas dua unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu sanad
3
dan matan.
4
Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa hadis-hadis yang sampai kepada kita tidak semata-mata datang dengan sendirinya atau dengan kata lain, adanya hadis
hanya berdasarkan ucapan orang-orang sekarang, bahwa nabi telah melakukan ini dan itu. Akan tetapi, hadis yang dibaca oleh umat Islam sekarang ini telah
melewati proses panjang dari waktu ke waktu dengan melalui beberapa generasi
1
Hadis juga dapat bermakna; yang baru, ucapan atau perkataan, khabar,cerita dan wawancara atau interview. Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus kontemporer Arab-
Indonesia , Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta, cet 8, h. 747
2
Muhammad `Ajâj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003, cet 3, h. 2
3
Sanad secara bahasa dapat berarti penopang , penyangga, wewenang dan sumber yang dapat diandalkan Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar Kamus kontemporer Arab-Indonesia, , h.
1093, sedangkan secara istilah adalah al-ikhbâr `an torîqil matan, artinya: berita-berita yang berasal dari matan al-Suyûtî Tadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-latif, Qâhirah:
maktabah dâr al-turats,2005 cet. 5 h.36. Mengenai pengertian sanad, penjelasan yang sangat baik menurut penulis, adalah sebagaimana apa yang dikatakan oleh syeikh utsamin yaitu al-rijâlu
alladzîna ja` al matn min torîqihim,
artinya: orang-orang yang mendatangkan ja` matan melalui jalur mereka. lihat Muhammad Salih al-Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr,
Qâhirah, maktabah sunnah, 2002, cet 1, h. 39
4
Adapun matan secara bahasa artinya teks atau yang tertulis lihat Kamus kontemporer Arab-Indonesia
, Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar, h. 1617. Sedangkan menurut istilah yaitu; huwa ma yantahî ilahi ghâyatu al-sanad minal kalam
artinya: ucapan yang disandarkan kepada orang kepada sanad yang terakhir, oleh lihat al-Suyûtî tadrîb al-rawi. H 36. Atau sebagaimana
yang dikatakakan oleh al-`Utsimin al-fazul hadîts allatî tataqawwamu bihâ al-ma‘ânî, artinya: lafaz-lafaz hadis yang dengannya menjadi kuatlah makna-makna, lihat Muhammad Salih al-
`Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, h. 36
terdahulu dengan cara disampaikan dari seorang guru kepada murid-muridnya atau sebaliknya
5
, lalu oleh mereka juga disampaikan kepada kemurid-muridnya lagi, kemudian murid selanjutnya dan seterusnya. Rantai perjalanan hadis ini
dikenal dengan sebutan jalur periwayatan atau yang lebih dikenal dengan istilah sanad.
Dalam Islam sistem sanad sangatlah dibutuhkan, karena dengannya dapat diketahui bahwa hadis yang disampaikan orang adalah berasal dari Nabi saw
benar-benar terbukti, sehingga nilai-nilai ajaran agama Islam dapat terjaga kemurniannya.
Pentingnya sanad dalam menjaga kemurnian ajaran agama Islam, sejak awal pernah disinggung oleh Ibn Mubarak. Ia mengatakan. “Isnad bagian dari
agama tanpa Isnad maka orang akan mengatakan apa yang dia kehendaki”
6
Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya “embrio” untuk meneliti kebenaran sebuah informasi dari si pembawa berita dalam hal ini adalah seorang
periwayat sudah ada semenjak pada masa Nabi
7
, begitu juga pernah terjadi pada masa Abu Bakar r.a
8
dan puncaknya terjadi setelah adanya fitnah atau peristiwa
5
Yang penulis maksudkan adalah, bahwa seorang guru terkadang menerima hadis bukan dari gurunya lagi sebagaimana lumrahnya, melainkan sebaliknya dari muridnya sendiri. Ibn al-
Salâh Dalam kitabnya Muqaddimah Ibn al-Salâh fîulûm al-hadîts menulis sebuah judul ma`rifatu akâbir al-rruwah min al-asâghir
. Pada bab itu ia mencontohkan; Ibnu al-qâsim `Ubaidillah ibnu Ahmad al-Azhary dalam beberapa riwayatnya menerima hadis dari muridnya yaitu al-Khatîb al-
Baghdady. lihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fîulûm al-hadîts Bairut: Dâr al-kutub al- `lmiyyah, 2006, cet 2, h. 312
6
Redaksi selangkapnya sebagai berikut,
ﻋ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻪﻧﹶﺃ ِﻙﺭﺎﺒﹸﳌﺍ ِﻦﺑ ِﷲﺍ ِﺪﺒﻋ ﻦ
: ﻮﹶﻟ ،ِﻦﻳِﺪﻟﺍ ﻦِﻣ ﺩﺎﻨﺳِﻹﺍ
ﹶﻻ ﺀﺎﺷ ﺎﻣ َﺀﺎﺷ ﻦﻣ ﹶﻝﺎﹶﻘﹶﻟ ﺩﺎﻨﺳِﻹﺍ
َ
lihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fîulûm al-hadîts, h. 271
7
kritik akan kebenaran sebuah berita dengan menanyakan langsung kepada sumber berita pernah dilakukan oleh Umar r.a ketika ia mendengar kabar tentang Rasulullah yang telah
menceraikan istri-istri beliau dari tetangganya sendiri, Umayyah ibn Zaid. Lihat Muslim, sahîh Muslim
, Darul Fikr, 2002, cet 1, h. 692
8
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2004 cet 4, h. 2
terbunuhnya Usman r.a, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibn Sirin “pada mulanya kaum muslimin tidak menanyakan sanad namun setelah terjadinya
fitnah, apabila mendengar hadis mereka selalu menanyakan dari siapa hadis itu diperoleh. Apabila diperoleh dari ahl al-sunnah hadis itu diterima sebagai dalil
dalam agama, dan apabila diperoleh dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu ditolak”
9
Sangat urgent-
nya sistem
sanad dalam
menyebarkan hadis,
“mengharuskan” para Amîr al-Mukminîn fi al-Hadîts
10
, seperti; Imam Malik, Ahmad ibn Hanbal, Bukhari, Muslim, Sâhib al-Sunan dan lain-lain, ketika
meriwayatkan sebuah hadis mereka menyebutkan jalur-jalur sanadnya, hal ini dengan jelas dapat dilihat dari karya-karya mereka.
Adanya sebuah sanad memberikan indikasi, bahwa apa yang diberitakan tentang semua tindak-tanduk Nabi saw adalah benar adanya. Akan tetapi, sanad-
sanad yang bersambung sampai kepada Nabi saw masing-masing memiliki tingkat kualitas yang berbeda-beda, dari tingkat yang paling sahîh
11
yang dalam ulûm al-
9
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis,. H. 2, mengutip dari buku, karya Nur al-Din Itr. Manhaj al-Naqd fi
‘ulum al-Hadîts, Damascus: Darul Fikr 1981, h. 55 dan Mustafâ Mu’min., Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu
‘ashir, Darul Fath, 1974, h. 12-13
10
Julukan ini diberikan kepada orang yang menjadi tokoh pada masanya dalam bidang hafalan dan dirayah hadis, sehingga menjadi tokoh dan imam pada masanya. Lihat: Muhammad
Ajâj al-Khatib, Usul al-Hadîts, h. 411
11
Hadis sahih sebagaimana yang dikatakan oleh al-Baiqûnî adalah:
ﹾﻞﺼﺗﺍ ﺎﻣ ﻮﻫﻭ ﺢﻴِﺤﺼﻟﺍ ﺎﻬُـﻟﻭﹶﺃ ...
ﹾﻞﻌﻳ ﻭﹶﺃ ﹾﺬﺸﻳ ﻢﹶﻟﻭ ﻩﺩﺎﻨﺳِﺇ ِﻪـِﻠﹾﺜِﻣ ﻦﻋ ﹲﻂِﺑﺎﺿ ﹲﻝﺪﻋ ِﻪﻳِﻭﺮﻳ
... ِﻪِﻠﹾﻘﻧﻭ ِﻪِﻄﺒﺿ ﻲِﻓ ﺪﻤﺘﻌﻣ
Artinya: Urutan hadis yang pertama yaitu hadis sahih, yang dimaksud dengan hadis sahih adalah,
hadis yang bersambung sanadnya, yang tidak ada syaz ataupun illat, serta semua sanadnya bersifat `âdil dan dâbit terjaga hafalannya,. Lihat Umar ibn Mahammad ibn Fatûh al-Baiqûnî, manzumah
al-Baiqûnî , markaz al-khidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987 h. 1
hadîts dikenal dengan sebutan silsilah al-dzahab
12
sampai ke tingkat yang paling lemah daîf yaitu maudû atau hadis palsu
13
, sehingga dengan demikian, setiap hadis yang memiliki jalur sanad belum tentu benar-benar berasal dari Nabi saw.
Ketika meriwayatkan dan menampilkan jalur sanad dari sebuah hadis, secara umum tidak ada perbedaan signifikan di antara para mukharrij
14
, khususnya yang kitab mereka dikategorikan kedalam kelompok al-kutub al-
sittah
15
. Akan tetapi, imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya menunjukkan ciri khas tersendiri dalam menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau
terima. Di sana akan banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis yang diriwayatkannya, sedangkan di kitab Sahîh al-Bukhâry maupun Kutub al-
Sunan lainnya sangat jarang dijumpai.
Percabangan jalur sanad tersebut lebih dikenal dalam ilmu hadis dengan istilah al-tahwîl. dan insya Allah pembahasan mengenai al-tahwîl inilah yang
akan penulis jadikan sebagai tema utama dalam penyusunan skripsi ini
12
Artinya rantai emas maksudnya adalah, bahwa sebuah sanad yang memiliki jalur sanad yang tersahih atau terkuat. Lihat, Ahmad ‘Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, Beirut:
Ilmu al-Kutub, 1997, cet 2, h. 38
13
Yang dimaksud dengan hadis maudhu` adalah
ﻭﹾﻟﺍ ﹶﻜ
ِﺬ ﺏ
ﹸﳌﺍ ﺨ
ﺘﱠﻠ ﻖ
ﹶﳌﺍ ﺼ
ﻨﻮ ﻉ
ﹶﻟﺍ ﻨﻤ
ﺼ ﻮ
ﺏ ِﺇ ﹶﻟ
ﺭ ﻰ ﺳ
ﻮ ِﻝ
ِﷲﺍ ﺻ
ﱠﻠ ُﷲﺍ ﻰ
ﻋ ﹶﻠﻴِﻪ
ﻭ ﺳ
ﱠﻠﻢ
Artinya: Yaitu, sebuah hadis palsu yang dibuat-buat oleh seseorang, lalu kemudian
disandarkan kepada Rasul saw. Lihat Mahmûd Tahhân, Taisîr Mustalah al-Hadîts Beirut: Dâr al- fikr, tth h. 75
14
Maksudnya: orang yang mengeluarkan meriwayatkan Hadits-hadits. A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits
Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002, cet, VII, h. 430
15
Secara etimologi kutub al-sittah artinya enam kitab, dalam ulum hadis istilah kutub al- sittah
selalu dialamatkan kepada enam imam dengan karya-karya mereka yaitu imam al-Bukhari dengan Sahîh al-Bukhâry, imam Muslim dengan Sahîh Muslim, Abû Dâud dengan sunan Abî
Dâud , Abû Isâ al-Tirmidzî dengan Sunan al-Tirmidzi, imam al-Nasâ’i dengan Sunan Al-Nasâ’i
dan imam Ibn Mâjah dengan sunan Ibn Mâjah. pada awalnya hanya ada 5 kitab hadis kutub al- Khamsah
yang menjadi rujukkan utama oleh para ulama selain sunan Ibn Majah, kemudian datang Abû Fadal ibn Tâhir dan memasukkan Sunan Ibnu Majah kedalam referensi utama hadis,
sehingga berjumlah menjadi enam. lihat: Muhammad Ali Baidun,, Syurût al-A`immah al-sittah, dar al-kutub al-ilmiyah, 2000, cet 1, h. 13
B. Batasan dan Rumusan Masalah