15
BAB II KONSEP ISLAM TENTANG MAKANAN HALAL
DAN HAK-HAK KONSUMEN
A. Pengertian Makanan Halal
Secara  etimologi  makan  adalah  memasukan  sesuatu  melalui  mulut.
1
Dalam  bahasa  Arab  makanan  berasal  dari  kata at’tha’âm  dan  jamaknya  al-
at’imah  yang  artinya  makanan-makanan.
2
Sedangkan  dalam  ensiklopedi  hukum Islam  yaitu  segala  sesuatu  yang  dimakan  oleh  manusia,  sesuatu  yang
menghilangkan lapar.
3
Halal  berasal dari  bahasa  arab  yang artinya  membebaskan,  memecahkan, membubarkan  dan  membolehkan.  Sedangkan  dalam  ensiklopedi  hukum  Islam
yaitu  segala  sesuatu  yang  menyebabkan  seseorang  tidak  dihukum  jika menggunakan, atau mengerjakan sesuatu yang boleh dikerjakan menurut Syara‟
4
Sedangkan  menurut  buku  petunjuk  teknis  sistem  produksi  halal  yang diterbitkan  oleh  Departemen  Agama  menyebutkan  bahwa  makanan  adalah  :
barang yang dimaksudkan untuk dimakan dan diminum oleh manusia, serta bahan
1
W.J.S.  Peorwadarminta,  Kamus  Bahasa  Indonesia,  Cet.  V,  Jakarta:  PN.  Balai  Pustaka, 1976, h.662
2
Ahmad  Warson  Munawwir,  Al-Munawwir:  Kamus  Arab-Indonesia,  Surabaya:  Pustaka Progresif, 2002, h.853
3
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam. h.25
4
Ibid.
16
yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman. Sedangkan halal adalah : sesuatu yang boleh menurut Islam.
5
Jadi  pada  intinya,  makanan  halal  adalah  makanan  yang  baik  yang dibolehkan memakannya menurut ajaran Islam, yaitu sesuai dengan tuntunan Al-
Qur‟an  dan  Al-Hadits.  Sedangkan  pengertian  makanan  yang  baik  yaitu  segala makanan  yang dapat  membawa kesehatan  bagi tubuh, dapat  menimbulkan  nafsu
makan dan tidak ada larangan dalam Al- Qur‟an maupun Al-Hadits. Tetapi dalam
hal yang lain diperlukan keterangan yang lebih jelas berdasarkan  ijma dan qiyas terhadap  sesuatu  nash  yang  sifatnya  umum  yang  harus  digali  oleh  ulama  agar
kemudian  tidak  menimbulkan  hukum  yang  syubhat  menimbulkan  keragu- raguan. Dan para ulama telah sepakat ijma tentang halalnya binatang-binatang
ternak seperti unta, sapi, kerbau, dan kambing serta diharamkannya segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dalam bentuk keracunan, timbulnya penyakit atau
adanya  efek  samping,  dengan  demikian  para  ulama  memberikan  keterangan tentang hukum-hukum makanan dan minuman.
Banyak  ulama  mengungkapkan  pendapatnya  tentang  halal  diantaranya sebagai berikut
6
: Kata  halâl  berasal  dari  bahasa  Arab.  Menurut  Ibn  Manzhur,  halal  itu
berasal  dari  kata  al  hillu  yang  berarti  tidak  terikat  al-thalâq.  Lafazh  halal
5
Bagian  proyek  sarana  dan  prasarana  produk  halal  Direktorat  Jenderal  Bimbingan Masyarakat  Islam  dan  Penyelenggaraan  Haji,  Petunjuk  teknis  pedoman  sistem  produksi  halal,
Departemen Agama RI, Jakarta: 2003. hlm. 3.
6
Hussein Bahresy, Pedoman Fiqh Islam,  Surabaya : Al-Ikhlas, 1981 , h. 303.
17
merupakan  lawan  dari  kata  haram,  sedangkan  lafazh  haram  itu  pada  asalnya berarti  mencegah  atau  merintangi  al-
man’u.  Oleh  karena  itu,  setiap  yang mengharamkan itu menjadi tercegah atau terlarang.
Ibn  Manzhur  menjelaskan  bahwa  haram  itu  berarti  segala  sesuatu  yang diharamkan  Allah.
7
Atas  dasar  itu,  al-Munawi  memberikan  definisi  halal  sesuatu yang  tidak  diharamkan.  Maka,  di  dalamnya  terkandung  sesuatu  yang
dimakruhkan  atau  diperbolehkan.
8
Definisi  ini  masih  kabur  karena  belum memberikan batasan yang jelas dan spesifik.
Al-Jurjani  memberikan definisi  halal  sebagai  “sesuatu  yang  jika
digunakan tid ak mengakibatkan mendapat siksa”.
9
Menurut  Qalaji  dan  Qunaibi,  lafazh  halal  itu  berasal  dari  halla  al-syaii apabila sesuatu itu telah  menjadi mubah. Oleh karena  itu, pengertian halal  identik
dengan  mubah,
10
maka wajar  apabila
Al-Qardlawi  secara eksplisit
mengidentikkan  keduanya  seperti  tercermin  dalam  definisi  halal  yang diberikannya  yaitu  “sesuatu  yang  mubah  yang  diizinkan  oleh  Syari  untuk
dikerjakan”.
11
7
Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Juz XV. h.9
8
Muhammad Abd Al-Rauf al-Munawi, Al- Taufîq „ala Muhimmât al-Ta’rif Mu’jam Lughowi
Mutshalahi,  Beirut : Dar al-Fikr al- Mu‟ashir, 1990 , cet ke-1, h.20.
9
Al-Jurjani, Al- Ta’rifat, Mesir : Maktabah wa Mathba‟ah Mushtafa al-Halabi wa Auladuh,
1936, h.82
10
Wahbah al-Zuhaily, Al-Tafsir al-Munîr, Juz II, h.72.
11
M.  Yusuf  al-Qardlawi,  Al-Halâl  wa  al-Haram  Fi  al-Islâm,  t.t.:  Dar  al- Ma‟rifah, 1985,
h.14
18
Dalam definisi yang diungkapkan al-Qardlawi tersebut terdapat dua unsur. Pertama, sesuatu yang mubah yang terdapat dalam dzat. Dengan demikian, secara
substantif  benda  tersebut  dzatnya  adalah  mubah.  Kedua,  yang  diizinkan  oleh Syar
i”  jadi  makanan  halal  adalah  berkaitan  dengan  perbuatan  mukallaf  yang diperbolehkan untuk dingerjakan.
B. Dasar Hukum Makanan Halal.