39
UU  No.8  tahun  1999  tentang  perlindungan  konsumen  yang  disahkan  oleh presiden B.J Habibie Presiden Indonesia pada waktu itu.
Dengan  munculnya  UUPK  ini  diharapkan  akan  dapat  mendidik masyarakat Indonesia  untuk  lebih  menyadari akan  segala  hak-hak  dan  kewajiban-
kewajiban  yang  dimiliki  konsumen  dan  pelaku  usaha.  Dalam  konsiderans Undang-Undang ini dikatakan  bahwa untuk  meningkatkan kesadaran,  kepedulian,
kemampuan,  dan  kemandirian  konsumen  untuk  melindungi  dirinya,  serta menumbuh  kembangkan  sikap  pelaku  usaha  yang  bertanggung  jawab.  Agar
tercipta  suatu  kegiatan  perekonomian  yang  baik  dan  sah  menurut  hukum  Islam serta tidak merugikan bagi konsumen.
B. Asas dan Tujuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Perlindungan  konsumen  adalah  segala  upaya  yang  menjamin  adanya kepastian  hukum  untuk  memberi  perlindungan  kepada  konsumen.  Sedangkan
yang dimaksud sebagai konsumen di sini adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,  keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jadi yang dimaksud  konsumen  dalam  Undang-undang  ini  adalah  konsumen  akhir,  bukan
untuk diperjual belikan kembali. Dalam  pasal  2  disebutkan  bahwa  Perlindungan  konsumen  berasaskan
manfaat,  keadilan,  keseimbangan,  Keamanan,  dan  keselamatan  konsumen,  serta kepastian  hukum.  Sedangkan  maksud  dari  pasal  ini  yaitu  perlindungan  konsumen
40
diselenggarakan  sebagai  usaha  bersama  berdasarkan  5  asas  yang  relevan  dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan  perlindungan  konsumen  harus  memmberikan  manfaat sebesar-besesarnya  bagi  kepentingan  konsumen  dan  pelaku  usaha  secara
keseluruhan. 2.
Asas keadilan  dimaksudkan  agar  partisipasi  seluruh  rakyat  dapat  diwujudkan secara  maksimal  dan  memberikan  kesempatan  kepada  konsumen  dan  pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3.
Asas  keseimbangan  dimaksudkan  untuk  memberikan  keseimbangan  antara kepentingan  konsumen,  pelaku  usaha,  dan  pemerintah  dalam  arti  materiil  dan
spiritual. 4.
Asas  keamanan  dan  keselamatan  konsumen  dimaksudkan  untuk  memberikan jaminan  atas  keamanan  dan  keselamatan  kepada  konsumen  dalam
penggunaan,  pemakaian  dan  pemanfaatan  barang  atau  jasa  yang  dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas  kepastian  hukum  dimaksudkan  agar  pelaku  usaha  maupun  konsumen
mentaati  hukum  dan  memperoleh  keadilan  dalam  menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Memperhatikan  substansi  pasal  2  UU  Perlindungan  Konsumen  demikian penjelasannya,
tampak bahwa
perumusannya mengacu
pada filosofi
41
pembangunan  nasional  yaitu  pembangunan  manusia  Indonesia  seutuhnya  yang berlandaskan pada falsafah Negara Republik Indonesia.
Sebagai  asas  hukum,  dengan  sendirinya  menempatkan  asas  ini  yang menjadi  rujukan  pertama  baik  dalam  pengaturan  perundang-undangan  maupun
dalam  berbagai  aktivitas  yang  berhubungan  dengan  gerakan  perlindungan konsumen oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Keadilan,  kemanfaatan,  dan  kepastian  hukum  juga  oleh  banyak  jurist menyebut  sebagai  tujuan  hukum.  Persoalannya,  sebagai  tujuan  hukum  hal  ini
masih  terdapat  kesulitan  dalam  mewujudkan  secara  bersamaan,  dan  sering  antara tujuan yang satu dengan yang lainnya terjadi benturan.
Asas  keamanan  dan  keselamatan  konsumen  yang  dikelompokan  ke  dalam asas  manfaat  oleh  karena  keamanan  dan  keselamatan  konsumen  itu  sendiri
merupakan  bagian  dari  manfaat  penyelenggaraan  perlindungan  yang  diberikan kepada konsumen di samping kepentingan pelaku usaha secara keseluruhan.
Menyangkut  asas  keseimbangan  yang  dikelompokan  ke  dalam  asas keadilan,  mengingat  hakikat  keseimbangan  yang  dimaksud  adalah  juga  keadilan
bagi  kepentingan  masing-masing  pihak,  yaitu  konsumen,  pelaku  usaha,  dan pemerintah.  Kepentingan  pemerintah  dalam  hubungan  ini  tidak  dapat  dilihat
dalam  hubungan  transaksi  dagang  secara  langsung  menyertai  pelaku  usaha  dan konsumen.  Kepentingan  pemerintah  dalam  rangka  mewakili  kepentingan  publik
yang  kehadirannya  tidak  secara  lansung  di  antara  para  pihak  tetapi  melalui
42
berbagai  pembatasan  dalam  bentuk  kebijakan  yang  dituangkan  dalam  berbagai peraturan perundang-undangan.
Keseimbangan  perlindungan  antara  pelaku  usaha  dan  konsumen menampakan  fungsi  hukum  sebagai  sarana  pengendalian  hidup  bermasyarakat
dengan  menyeimbangkan  kepentingan-kepentingan  yang  ada  dalam  masyarakat atau dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial.
Dalam  konsep  efisiensi,  suatu  proses  dikatakan  telah  mencapai  efisiensi apabila  proses  yang  bersangkutan  menghasilkan  output  maksimal  dengan  input
minimum.  Di  bidang  ekonomi  konsep  tersebut  menjelma  dalam  bentuk;  efficient production,  efficient  exchange,  dan  utilitarian  efficiency.  Dalam  hubungan  ini,
maka  pranata  hukum  juga  perlu  dilihat  sebagai  “faktor  produksi”,  yang  baru menjadi  efisien  apabila  nilai  ekonomi  barang  dan  jasa  telah  dimanfaatkan
semaksimal mungkin oleh pranata hukum bersangkutan. Asas-asas  Hukum  Perlindungan  Konsumen  yang  dikelompokan  dalam  3
tiga  kelompok  di  atas  yaitu  asas  keadilan,  kemanfaatan,  dan  kepastian  hukum. Dalam  hukum  ekonomi  keadilan  disejajarkan  dengan  asas  keseimbangan,
kemanfaatan  disejajarkan  dengan  asas  maksimalisasi,  dan  kepastian  hukum disejajarkan dengan asas efisiensi.
9
Dalam  Pasal  3  UU  No.8  tahun  1999  tentang  perlindungan  konsumen menyebutkan bahwa, perlindungan konsumen bertujuan :
9
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,  Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007 , h.35.
43
1. Meningkatkan  kesadaran,  kemampuan  dan  kemandirian  konsumen  untuk
melindungi diri. 2.
Mengangkat  harkat  dan  martabat  konsumen  dengan  cara  menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang atau jasa.
3. Meningkatkan  pemberdayaan  konsumen  dalam  memilih,  menentukan,  dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen. 4.
Menciptakan  sistem  perlindungan  konsumen  yang  mengandung  unsur kepastian  hukum  dan  keterbukaan  informasi  serta  akses  untuk  mendapatkan
informasi. 5.
Menumbuhkan  kesadaran  pelaku  usaha  mengenai  pentingnya  perlindungan konsumen  sehingga  tumbuh  sikap  yang  jujur  dan  bertanggung  jawab  dalam
berusaha. 6.
Meningkatkan  kwalitas  barang  dan  atau  jasa  yang  menjamin  kelangsungan usaha  produksi  barang  dan  atau  jasa,  kesehatan,  kenyamanan,  keamanan  dan
keselamtan konsumen. Pasal  3  UUPK  ini  merupakan  isi  pembangunan  nasional  sebagaimana
disebutkan  dalam  pasal  2,  karena  tujuan  perlindungan  konsumen  yang  ada  itu merupakan  sasaran  akhir  yang  harus  dicapai  dalam  pelaksanaan  pembangunan  di
bidang hukum perlindungan konsumen. hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen,  yang  mengatur  tujuan  khusus  perlindungan  konsumen,  sekaligus
44
membedakan  dengan  tujuan  umum  sebagaimana  dikemukakan  berkenaan  dengan ketentuan Pasal 2 di atas.
Keenam  tujuan  khusus  perlindungan  konsumen  yang  disebutkan  di  atas bila dikelompokan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum
untuk  mendapatkan  keadilan  terlihat  dalam  rumusan  angka  3,  dan  angka  5. sementara  tujuan  untuk  memberikan  kemanfaatan  dapat  terlihat  dalam  rumusan
angka 1, angka 2, termasuk angka 3, dan 4, serta angka 6. Terakhir tujuan khusus yang  diarahkan  untuk  tujuan  kepastian  hukum  terlihat  dalam  rumusan  angka  4.
pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan  pada  angka  1 sampai  dengan  angka  6 terdapat  tujuan  yang  dapat
dikualifikasikan sebagai tujuan ganda. Kesulitan  memenuhi  ketiga  tujuan  hukum  umum  sekaligus  sebagaimana
dikemukakan  sebelumnya,  menjadikan  sejumlah  tujuan  khusus  dalam  angka  1 sampai  dengan  angka  6  dari  Pasal  3  tersebut  hanya  dapat  tercapai  secara
maksimal,  apabila  didukung  oleh  keseluruhan  subsistem  perlindungan  yang  diatur dalam  undang-undang  ini,  tanpa  mengabaikan  fasilitas  penunjang  dan  kondisi
masyarakat.  Termasuk  dalam  hal  ini  substansi  ketentuan  pasal  demi  pasal  yang akan  diuraikan  dalam  bab  selanjutnya.  Unsur  masyarakat  sebagaimana
dikemukakan  berhubungan  dengan  persoalan  kesadaran  hukum  dan  ketaatan hukum,  yang  seterusnya  menentukan  efektifitas  Undang-Undang  Perlindungan
Konsumen,  karena  kesadaran  hukum,  ketaatan  hukum,  dan  efektivitas  undang- undang adalah tiga unsur yang saling berkaitan.
45
Bila  mencermati  susunan  hak-hak  konsumen  dalam  UUPK  ini kenyamanan, keamanan,dan keselamatan barang dan jasa merupakan prioritas hak
yang  utama.ketentuan  ini  memang  sangat  tepat  mengingat  kebutuhan  barang  dan atau  jasa  yang  harus  dipenuhi  oleh  setiap  konsumen  terutama  yang  berkaitan
dengan kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.  Islam  memandang  bahwa  kebutuhan  semacam  ini  merupakan  sesuatu
yang  bersifat  dloruri  primer.
10
Oleh  karena  itu  para  ahli  hukum  Islam  telah sepakat  bahwa  memelihara  kebutuhan  ini  merupakan  kebutuhan  syari‟ah
maqosid  al-syariah  yang  utama.
11
Namun  agar  pemenuhan  kebutuhan  tersebut tetap
selaras dengan
ajaran Islam,
pelaksanaannya harus
senantiasa memperhatikan ketetapan-ketetapan hukum  Islam itu sendiri. Sehingga  konsumen
akan  dapat  merasakan  kenyamanan,  keamanan,  dan  keselamatan  dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
Konsumen juga mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai  kondisi  dan  jaminan  barang  dan  atau  jasa.  Untuk  memilih  dan
mengetahui  kondisi  dan  jaminan  barang  dan  jasa  tertentu,  informasi  dari  barang dan atau jasa  yang sah untuk  dikonsumsi. Semua transaksi  yang dilakukan  antara
konsumen  dan  pelaku  usaha  akan  sempurna  bila  transaksi  tersebut  jelas,  terang, jauh dari praktek-praktek penipuan, pemalsuan, dan menutupi cacat atau aib. Jika
10
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam,  Bandung : LPPM UNISBA, 1995 , h.101.
11
Zainuddin  Ahmad,  Al- qur’an  Kemiskinan  dan  Pemerataan  Pendapatan,    Yogyakarta  :
Dana Bakti wakaf, 1995 , h.21
46
yang  demikian  dilakukan  maka  sebagaiman  dikatakan  oleh  Rasulallah  SAW dalam sabdanya :
:
12 Artinya  :
“Diceritakan  Badal  bin  Mahrab,  diceritakan  Syu’bah  dari  Qatadah berkata  saya  mendengar  Abi  Khulail  pembicaraan  dari    Abdullah  bin
Harist dari Hakim bin Hizam RA. Bahwa Rasulallah berkata : “dalam jual beli dengan cara khiyar selagi belum terpisa ataupun sudah terpisa
jarak,  jika  terdapat  kejujuran  dan  kejelasan  diantara  mereka  maka terdapat  berkah dalam transaksinya dan Jika mereka menyembunyikan
dan  berdusta,  maka  Allah  akan  menghapus  berkah  dari  transaksi
tersebut” HR. Al Bukhârî Jika  Allah  telah  menghapus  berkah  dari  transaksi  ini,  maka  syari‟at  tidak  bisa
membiarkan transaksi tersebut berlaku ataupun meluluskannya. Dengan kata lain hukum Islam melarang adanya informasi yang tidak jelas apalagi tidak benar dari
pelaku  usaha.  Oleh  karena  itu  Islam  memberikan  kepastian  bahwa  hak mendapatkan informasi yang jujur, jelas dan harus mendapat jaminan hukum.
Hal ini senada dengan pasal 7 dan pasal 8 bahwa, pelaku usaha tidak boleh tidak  harus  mengikuti  ketentuan  produks  secara  halal,  sebagaimana  pernyataan
“halal”  yang  dicantumkan  dalam  label.  Dengan  pelabelan  ini  konsumen  dapat mengetahui  apakah  barang  tersebut  boleh  dikonsumsi  bagi  konsumen  muslim
12
Al-Maktabah  al-Syamilah,  Muhammad  bin  Ismaîl  Abu  Abdullah  al-Bukhârî,  Sahîh  al- Bukhârî,  Yaman: Ridwana, 2008 , Juz.2, h.733., no.1976.
47
atau tidak. Dan pelabelan halal ini dilakukan atas pengawasan dan sertifikasi dari Badan LPPOM MUI.
C. Bentuk-Bentuk  Perlindungan  Konsumen  Muslim  dalam  Undang-Undang