sengaja willful misconduct atau kelalai berat gross neglegence dari pengangkut. Sedangkan unbreakable limit, artinya tidak dapat dilampaui
dengan alasan apapun. Hal ini berarti bertanggung jawab pengangkut dan ganti rugi yang harus dibayarkan tidak boleh melebihi jumlah yang
dinyatakan.
E. Tanggung Jawab pada Pengangkutan Jalan Menurut Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan
1. Tanggung Jawab Pengangkut
Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan di jalan ditur dalam Pasal 45 ayat 1 Undang – undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang berbunyi : “pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang dan
pihak ketiga, karena kelalaianya dalam melaksanakan pelayanan angkutan”. 2.
Pembatasan Tanggung Jawab Pada Pengangkutan di Jalan Pembatasan tanggung jawab pada pengangkutan di jalan diatur dalam pasal 45
ayat 2 yang menyatakan : “besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, adalah sebesar kerugian secara nyata diderita oleh penumpang,
pengirim barang atau pihak ketiga “. Dalam pasal ini kerugian yang secara nyata dideria tidak jelas dalam arti sampai seberapa besar nilai kerugian yang
diderita penumpang, jadi tidak disebutkan jumlah minimal atau maksimal pemberian ganti ruginya, sehingga pada akhirnya hal ini lebih meringankan
beban tanggung jawab pengangkut yang pada akibatnya pengangkut lebih menyukai pemberian ganti ganti rugi secara kekeluargaan
13
. 3.
Kewajiban Pengangkut Pada Pengangkuatn di Jalan untuk Mengasuransikan Tanggung Jawabnya
Pasal 46 ayat 1 undang–undang No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa, pengusaha angkutan umum wajib
mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 1.
Tujuan dari kewajiban pengangkut mengasuransikan tanggung jawabnya adalah agar apabila terjadi evenement peristiwa atau kejadian maka
pengangkut tidak harus menanggung kerugian yang diderita oleh pengguna jasa atau pihak ketiga secara keseluruhan yang tentunya akan menyebabkan
pengangkut akan mengalami kerugian yang besar sehingga pengangkut tidak mampu lagi menyelengarakan pengangkutanya karena mewajibkanya untuk
menggantisemua kerugian yang diderita oleh pengguna jasa. Adanya kewajiban pengangkut untuk mengasuransikan tnggung jawabnya
kepada perusahaan asuransi karena didasarkan pada pemikiran agar pengangkut apabila bila mengalami evenement peristiwa atau kejadian maka
semua resiko ganti rugi itu sudah ada yang menanggung dan seolah–olah
13
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, Jakarta : Universitas Trisakti 2007., h 32.
pengangkut dikembalikan kepada keadaan sebelum evenement peristiwa atau kejadian itu terjadi. Pasal 46 tersebut tidak mengatur mengenai sanksi yang
akan diterima pengusaha angkutan umum apabila tidak mengasuransikan tanggung jawabnya tersebut, di dalam ketentuan pidananya.
4. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga
Pada perjanjian pengangkutan terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian pengangkutan yaitu pihak pengangkutan dan pihak pengguna jasa. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa kedudukan pihak ketiga tidak termasuk didalam perjanjian pengangkutan tersebut tetapi tidak pihak ketiga tidak
dianggap penting kedudukanya, karena apabila terjadi suatu peristiwa dalam penyelenggaraan pengangkutan yang menyebabkan kerugian baik pihak
ketiga yang disebabkan oleh kesalahan pengangkut, maka pihak pengangkut dapat diminta pertanggung jawabnya. Hal ini sesuai dengan kewajiban
pengangkut yaitu menyelenggarakan pengangkutan dengan cara aman dan selamat.
Di dalam pasal 45 ayat 1 Undang–undang No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, di atur mengenai tanggung jawab pengangkut pada
angkutan jalan yang menyebutkan pengangkut bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita pengguna jasa dan atau pihak ketiga karena
kelalaiannya dalam menyelenggarakan pengangkutan jalan, sehingga sebagai pihak ketiga dalam menyelenggarakan pengangkutan jalan menjadi tanggung
jawab pengangkut jika terbukti pengangkut lalai.
BAB III LALU LINTAS PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT HUKUM ISLAM