Kondisi Sosial Budaya Gambaran Umum Lokasi Penelitian .1 Letak Keadaan Geografis

bendahara, sekertaris dan personalia lainnya, ketua kelompok bebas menentukan. Hingga saat ini, kelompok 5 memiliki 20 anggota kelompok. Kelompok yang diketuai oleh Sumarhum ini memiliki struktur organisasi yang cukup tertata rapi mulai dari sekertaris, bendahara, seksi budaya tanaman, seksi pengolahan, seksi humas, seksi pemasaran. Tugas pokok dan fungsi dari masing-masing struktur kelompok ini selanjutnya penulis sajikan dalam lampiran 1. Dengan adanya struktur kelompok diharapkan kinerja kelompok akan lebih optimal. Namun demikian, berdasarkan observasi penulis, terdapat beberapa personalia dalam kelompok seperti bendahara dan sekertaris yang tidak menjabat sebagaimana mestinya. Hal ini karena pihak yang menduduki jabatan tersebut merasa bukan anggota kelompok. Fenomena ini merupakan bagian dari pokok bahasan dinamika kelompok.

4.1.3 Kondisi Sosial Budaya

Dari observasi yang penulis lakukan sejak Desember 2013 dan menurut Suheri, tokoh masyarakat sekaligus Kepala Desa setempat, Kecamatan Sumberwringin di dominasi oleh suku Madura. Namun, banyak dari mereka juga bersuku Jawa meskipun tak sebanyak suku Madura. Sama halnya dengan di pusat kota, Kecamatan Sumberwringin memiliki budaya Pandhalungan. Dalam makalah Jelajah Budaya 2006, budayawan Ayu Sutarto mengungkapkan Budaya Pandhalungan ialah budaya hibridasi antara Madura dan Jawa. Bercampurnya kedua budaya ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari penggunaan bahasa ngoko Madura dan Jawa yang dipraktekkan masyarakat. Hal lain dapat dilihat dari etika kemasyarakatan yang diusung dari kedua budaya. Kearifan lokal masih terjaga di kawasan ini seperti ikatan kekeluargaan yang kuat. Nilai gotong-royong masih nampak di masyarakat, ketika salah satu warga memiliki hajatan atau sedang memiliki acara besar, tanpa diminta mereka siap membantu. Bahkan perbedaan agama tak menjadi sekat pembeda di sini. Misalkan, ketika suatu warga sedang berkabung, mereka bergotong-royong saling membantu meski mayoritas beragama Islam. Hal ini menandakan budaya yang sangat terbuka identik dengan budaya Pandhalungan yang berada dalam kawasan tapal kuda pada umumnya. Selain itu, masyarakat disini juga memiliki ikatan saudara yang kuat. Mereka menghafal dan memahami garis keturunan dari para pendahulu mereka sehingga suasana kekeluargaan begitu kuat. Ikatan kekeluargaan ini juga tercermin dalam kegiatan antar kelompok petani kopi. Sejak terbentuk Program Kluster Kopi rakyat sejak 2010 lalu, secara simultan 2 minggu sekali para ketua kelompok mengadakan arisan yang dilaksanakan di tempat yang acak. Menurut sebagian besar dari mereka, hal ini dilakukan untuk menjalin silaturahmi antar petani kopi. Acara ini biasa diisi dengan makan bersama dan mendiskusikan pelbagai hal mengenai dunia pertanian kopi. Sayangnya acara arisan hanya dilakukan dilingkup ketua kelompok. Belum pernah ada satupun kelompok yang memiliki kegiatan atau pertemuan serupa untuk menjalin hubungan antar anggota.

4.1.4 Mata Pencaharian Penduduk