35
oleh majalah Shonen Jump untuk mangaka pembuat manga amatir
dalam http:id.wikipedia.orgwikiMasashi_Kishimoto.
2.4 Pengaruh Media terhadap Perilaku dan Pola Pikir Anak
Masa kanak-kanak selalu ditandai dengan kesenangan, keceriaan, bermain, kepolosan maupun belajar bersosialisasi, belajar mengenal dunia sekelilingnya. Anak-
anak bisa dikatakan memiliki pola pikir sempit yang kemudian akan diperbaharui melalui belajar di sekolah atau melalui pengasuhan orangtua sehari-hari. Dimasa
kanak-kanak ini juga merupakan periode kritis dimana dimasa kanak-kanak kepribadian itu mulai dibentuk.
Surbakti 2008:5 mengatakan, pengertian perkembangan berarti terjadinya suatu proses perubahan baik secara fisiologis maupun psikologis ke arah yang lebih
sempurna. Perkembangan selalu bersifat tetap sehingga tidak mungkin diulang kembali ke posisi semula. Itulah sebabnya mengapa perkembangan merupakan fase
paling kritis dalam kehidupan seorang anak, karena akan berdampak dalam perkembangan hidupnya.
Telah diketahui juga bahwa televisi merupakan media komunikasi yang dapat mengubah perilaku seseorang. Perubahan perilaku dapat bertentangan dengan nilai
budaya setempat atau dapat pula mendukung. Dengan adanya televisi informasi menjadi lebih terbuka dan transparan dan pengetahuan anak-anak tentang suatu objek
yang tergambar di televisi semakin lengkap dan di mengerti baik dari hal yang baik maupun hal-hal buruk. Tayangan televisi yang buruk sudah jelas akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
36
perilaku dan pola pikir seorang anak. Begitu juga dengan tanyangan yang bernilai positif akan membantu proses perkembangan anak yang baik.
Perubahan perilaku ke arah negatif akibat menonton film perlu diwaspadai dan perlu diantisipasi. Salah satu program televisi yang sangat digandrungi oleh anak-
anak antara lain adalah film kartun atau anime. Banyak film kartun anak-anak yang ditayangkan berasal dari negara asing yang mungkin mempunyai latar budaya yang
berbeda. Salah satu negara yang banyak menyuplai film kartun adalah Jepang, contohnya adalah film kartun yang berhubungan dengan kekerasan yaitu anime
Naruto.
2.4.1 Pengaruh Media terhadap Perilaku Anak
Menurut Surbakti 2008:3 mengatakan, terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian utama sehubungan dengan kelompok anak-anak, yaitu pertama,
pertumbuhan fisik, dan yang kedua adalah pertumbuhan kognisi psikologis. Perkembangan fisik anak merupakan masa dimana anak menjadi aktif bergerak dan
seakan-akan tidak mengenal rasa capai atau lelah. Oleh karena itu perlu pengawasan yang ekstra hati-hati karena anak-anak kurang faham betul mana hal yang bisa
membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain yang berinteraksi dengannya. Jika ditinjau kegunaan atau manfaat tayangan televisi, anak akan lebih
gampang menyerap hal-hal yang dianggap menyenangkan dengan banyak menggerakkan badan secara aktif. Umumnya anak-anak senang sekali menonton
tayangan yang menampilkan aksi action atau film-film yang menampilkan efek
Universitas Sumatera Utara
37
suara yang dahsyat dan gerakan-gerakan yang cepat Surbakti, 2008:43. Hal tersebut banyak memicu perilaku agresif anak.
Naruto merupakan salah satu tayangan anime yang pada dasarnya banyak memperlihatkan adegan kekerasan, seperti adegan perkelahian dengan menggunakan
jurus-jurus ninja yang secara logika tidak mungkin bisa dapat ditiru oleh manusia nyata sekalipun. Misalkan, terdapat adegan tokoh Naruto yang dapat terbang dan
pindah dari satu tempat lain dengan cara terbang ataupun melompat yang jarak lompatannya tidak masuk akal. Hal-hal tersebutlah yang bisa menimbulkan sikap
agresif yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap anak. Menurut Eron dalam Surbakti 2008:126, dalam penelitiannya bahwa, banyak
anak-anak usia delapan sampai sembilan tahun sangat dipengaruhi oleh tayangan kekerasan yang mereka saksikan melalui tayangan televisi. Dengan demikian,
semakin banyak mereka menonton tayangan kekerasan atau semakin banyak media televisi menayangkan totonan kekerasan, semakin agresif pula perilaku anak-anak
yang menonton tersebut. Efek lain tayangan kekerasan dikemukakan oleh Harold dalam Surbakti
2008:125 yang mengatakan bahwa, tayangan kekerasan mendorong anak-anak menjadi anti-sosial, melanggar peraturan, tidak mau menaati hukum, melakukan
penyerangan baik secara verbal maupun fisik. Dengan kata lain jika seorang anak suka menonton tayangan kekerasan secara dinamis dan berkelanjutan maka anak
tersebut akan mengalami efek yang dicerminkannya melalui sikap agresif dan mempengaruhi perilaku sosialnya
Universitas Sumatera Utara
38
Segala sesuatu yang diperoleh anak dari kegiatan bersosialisasinya merupakan suatu proses. Hasil dari proses tersebut dapat mempengaruhi seorang anak menilai hal
yang dianggap baik atau menarik menurutnya maupun tidak. Dengan kata lain, seorang anak dapat mempelajari sikap agresif atau kekerasan melalui perilaku
oranglain, secara nyata dalam aktivitas sosial maupun saat menonton televisi. Menurut Pratisti 2008:39, terdapat empat subproses pada proses
pembelajaran seorang anak, yaitu: 1.
Proses atensi. Proses peniruan tidak akan terjadi apabila tidak ada atensi. Atensi dipengaruhi oleh karakteristik individu.
2. Proses retensi. Proses retensi merupakan proses mengendapkan informasi
dalam ingatan serta berusaha mengaplikasikannya ke dalam bentuk simbolik. 3.
Proses reproduksi motor. Setelah menyerap perilaku orang lain, seorang anak akan berusaha menirukannya dan melakukannya sendiri.
4. Proses penguatan dan motivasional. Suatu perilaku akan dimunculkan kembali
jika memperoleh penguatan. Melalui suatu proses pembelajaran, suatu sikap atau tingkah laku dapat
diberikan, dipelajari dan dilatih kepada si anak untuk mengganti tingkah laku yang lama Gunarsa, 1997:23. Menurut Albert Bandura dan Walter Mischel dalam Pratisiti
2008: 38, dalam perilaku sosial seseorang terdapat proses imitasi atau proses meniru. Objek imitasi tidak hanya objek yang hidup namun juga model-model simbolik yang
ada dalam media massa. Seorang anak akan berperilaku tertentu sebagai hasil meniru orang lain yang kemudian diulang-ulang dan akhirnya terintergrasi menjadi bagian
dari dirinya.
Universitas Sumatera Utara
39
2.4.2 Pengaruh Media terhadap Pola Pikir Anak
Pola pikir seseorang jelas mempengaruhi tindakan yang akan dilakukannya. Pola pikir mencakup sisi psikologis seorang anak dalam mengambil tindakan. Anak-
anak yang menonton anime Naruto bisa saja sering berkhayal menjadi salah satu tokoh anime Naruto tersebut. Dalam pikiran seorang anak, mungkin saja anak tersebut
menginginkan menjadi seorang tokoh anime Naruto tersebut dikarenakan jurus-jurus yang sangat menarik maupun jalan cerita yang menarik daya khayal anak tersebut.
Secara psikologis, menurut Drever dalam Surbakti 2008:11 anak-anak mengalami perkembangan kognisi, yaitu berkembangnya daya tangkap, daya khayal,
pengertian, penilaian dan penalaran anak. Hal-hal yang telah disebutkan tersebut mencakup dalam perkembangan pola pikir seorang anak.
Anak yang berusia 6-12 tahun mengalami perkembangan kognisi tahap operasional konkrit. Dimana dalam tahap ini anak telah mampu berpikir secara logis
yang ditandai dengan pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis Pratisti, 2008:41. Periode anak-anak madya 6-12 tahun sebagian waktunya
dihabiskan untuk sekolah. Hasil pemikiran logisnya berasal dari sekolah formal yang dialaminya.
Media televisi juga mempengaruhi cara anak berpikir tentang anak-anak akan masa depan atau cita-citanya. Misalnya, ketika menonton anime Naruto, mereka
bercita-cita maupun terinspirasi ingin menjadi salah satu tokoh yang hebat. Menurut Nugraha 2003:55, anak-anak mudah sekali terkena efek “identifikasi psikologogis”,
yang artinya setelah menyaksikan sebuah film kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai salah satu pemeran dalam film tersebut. Hasil dari pola pemikiran anak
Universitas Sumatera Utara
40
tersebut pada dasarnya telah dipengaruhi oleh objek yang dilihat atau ditonton anak tersebut, dalam hal ini adalah anime Naruto.
Universitas Sumatera Utara
41
BAB III PENGARUH ANIME NARUTO TERHADAP PARA SISWA SD SWASTA