Perspektif Hukum Islam JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

51 dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggara pendapatan belanja daerah APBD terdiri atas: 1 Anggaran pendapatan, terdiri atas: a Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. b Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus. c Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. 2 Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. 3 Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali danatau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikut.

B. Perspektif Hukum Islam

1. Pranata Jaminan Sosial Dalam Hukum Islam a. Wakaf Secara bahasa, adalah al-habs menahan. Kata al-waqf adalah bentuk masdar dari ungkapan waqfu al-s yai’, yang berarti menahan sesuatu. Imam Antarah, dalam syairnya, berkata: “untaku tertahan di suatu tempat, seolah- olah dia tahu agar aku bisa berteduh di tempat itu”. 52 Dengan demikian, pengertian wakaf secara bahasa, adalah menyerahkan tanah kepada orang-orang miskin atau untuk orang-orang miskin untuk ditahan. Diartikan demikian, karena barang milik itu dipegang dan ditahan oleh orang lain. Seperti menahan hewan ternak, tanah, dan segala sesuatu. Sedangkan pengertian wakaf menurut istilah para ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf tersebut. Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam sesuai dengan perbedaan madzhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman dan ketidaklazimannya. Menurut Mazhab Syafi’i yakni oleh Imam Nawawi mendefiniskan wakaf dengan “Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. Dan juga oleh Al-Syarbini Al-Khatib dan Ramli Al- Kabir, “Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemilikinya untuk hal-hal yang diperbolehkan. 8 Menurut Abu Hanifah yang mengartikan wakaf sebagai sadaqah yang kedudukannya seperti „ariyah, yakni pinjam-meminjam. Perbedaan antara wakaf dengan „ariyah ialah pada bendanya. Dalam „ariyah, benda ditangan si peminjam sebagai pihak yang menggunakan dan mengambil 8 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf, Jakarta: IIMaN, 2003, h. 44-45 53 manfaat benda itubenda itu. Sedangkan “benda” dalam wakaf ada di tangan si pemilik yang tidak menggunakan dan mengambil manfaat benda itu. Dengan demikian, benda yang diwakafkan itu tetap menjadi milik wakif sepenuhnya; hanya manfaatnya saja yang dishadaqahkan. Oleh karena itu wakaf tidak mempunyai kepastian hukum dalam arti ghair lazim, kecuali dalam 3 hal: “wakaf masjid, apabila hukum wakaf itu diputuskan oleh hakim, apabila benda wakaf it diputuskan oleh hakim, apabila benda wakaf itu dihubungkan dengan kematian si wakif yaitu wakaf wasiat”. Dalam bahasa Arab, term wakaf kadang-kadang bermakna obyek atau benda yang diwakafkan al- mauquf’alaih, atau tidak dipakai dalam pengertian wakaf sebagai suatu institusi seperti yang dipakai dalam perundang-undangan Mesir. Sementara di Indonesia, term wakaf dapat bermakna sebagai obyek yang diwakafkan atau pun sebagai institusi. Namun demikian, bila diperhatikan maka akan dijumpai bahwa term wakaf di Indonesia lebih menonjol dalam pengertiannya sebagi obyek yang diwakafkan. 9 Sedangkan dalam Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang wakaf dalam Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa pengertian wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan danatau menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya untuk 9 Juhaya S. Praja, Perwakafan Di Indonesia Sejarah, Pemikiran, Hukum, dan Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1995, h. 6 54 jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah danatau kesejahteraan umum menurut syariah. Dasar hukum wakaf terdapat pada Al-Quran maupun hadis. Dalil yang secara umum mengandung makna wakaf adalah firma Allah sebagai berikut:                  Artinya: “Kamu Sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurnasebelum kamu menapkahkan sebagian harta yang kamu cintai”QS.Ali-Imran:392 b. Infaq Berarti mengeluakan sebagaian harta untuk kepentingan kemanusiaan, sesuai dengan ajaran Islam. Dalam hal di dunia kenyataan problema-problema hidup seperti kemiskinan dan keterlantaran, adalah suatu kenyataan yang tidak dimungkiri adanya dan perlu diusahakan untuk menghindarinya. Islam adalah agama yang secara serius berusaha menanggulanginya. Usaha-usaha untuk itu antara laian ialah adanya kemetian bagi oran yang kebetulan beruntung punya kelebihan harta untuk membantu yang berkekurangan dan untuk membiayai kepantingan- kepentingan sosial lainnya demikian pula dengan hubungan tanggung jawab keluarga, suami dan ayah berkewajiban menafkahi istri dan anaknya. 55 Sebaliknya seorang anak disatu waktu berkewajiban pula untuk menafkahi ayah dan ibunya. Pemakian istilah infak atau yang seakar dengannya di dalam al- Quran mengandung pengertian yang bervariasi. Ada yang menunjukkan kepada sedekah wajib yaitu zakat, seperti yang ditemui dalam surat al- Baqarah ayat 267                                 Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlahdi jalan Allah sebagian hasil dari usahamu yang baik-baik dan dari sebagian apa yang kamu keluarkan dari bumi untu kamu.dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu memanfaatkan daripadanya,padahak kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhdapnya dan ketahuil ah bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji”QS.Al- Baqarah:2267 Dalam ayat ini dipakai kata anfiqu sebagai kata perintah dari kata infaq, yang menurut mayoritas ahli tafsir menunjuk kepada kewajiban zakat dengan kata infak. Kemudian kata infak atau yang seakar dengannya terdapat dalam surat at-Talaq ayat 6 dan 7 adalah menunjuk nafkah wajib atas seorang suami bagi anak istrinya. Dengan variasinya tingkat pengertian infak dalam al-Quran dapat dipahami bahwa istilah tersebut mengandung pengertian yang umum, 56 mencakup setiap aktivitas pengeluaran dana, baik berupa kewajiban seperti zakat, maupun kewajiban menafkahi keluarga rumah tangga serta ayah ibu disaat ia membutuhkan, dan juga menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentiangan sosial. Infak lebih terasa peranannya terutama pada masyarakat yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi, dan dengan sendirinya pela kepentingan-kepentingan sosial lainnya akan sulit terpenuhi tanpa ada uluran tangan dari yang punya harta. Dalam masyarakat yang tingkat kemiskinannya tinggi kebutuhan sosialnya banyak, zakat saja tidak cukup untuk menanggulangi kesenjangan dan kebutuuhan tersebut. Di saat itu, dalam harta orang yang kaya masih terdapat hak sosial yang harus dikeluarkan, yang diapahami oleh Muhammad Abduh sebagai kewajiban mengeluarkan harta selain kewajiban zakat. jika zakat merupakan salah satu rukun Islam, maka mengeluarkan harta selain zakat adalah salah satu tiang sendi dari kebaikan. 10 Kewajiban membantu orang yang sedang dalam kesempitan dn kebutuhan sosial lainnya, tidak terkait dengan nisab dan dengan waktu. Bentuk pendermaan harta yang serupa itu populer dengan infak, seperti dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 177 ....        .... 10 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan Anggota IKAPI, 1992, 425 57 Artinya: “... dan dia mendermakan harta yang dikasihinya kepada karib kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin... QS. al- Baqarah: 2177. c. Sedekah Sedekah adalah sebutan atau nama bagi sesuatu, terutama harta benda yang diberikan kepada seseorang, lembaga atau badan yang berhak, dengan tidak mengharapkan imbalan kecuali ridha Allah dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya taqarrub ila Allah. Para ulama membedakan sedekah ke dalam dua macam: sadaqah wajibah sedekah wajib dan sadaqah mandubah sedekah sunnah. Sedekah wajib ialah sedekah yang harus dilakukan oleh seseorang yang telah memenuhi perseyaratan-persyaratan yang ditentukan syariat. Sedekah inilah yang umum disebut dengan istilah zakat dalam rukum Islam yang lima. Seperti dalam al-Quran dalam surat at-Taubah: 9 103                    Sedangkan yang dimaksud dengan sedekah mandubah yaitu sedekah yang dianjurkan untuk melakukannya di setiap saat yang memungkinkan tanpa haruss memenuhi syarat-syarat tertentu dan kadar- kdar tententu sebagai yang terdapat dalam zakat sedekah wajib. Jika kita perhatikan secara seksama, pengertian sedekah sesungguhnya memiliki ruang lingkup yang sangat luas yang tersimpulkan 58 bahwa dalam setiap aktivitas yang mengandung nilai positif dalam pandangan Islam dapat disebut dengan sedekah. Dan juga kesimpulan dari sebagian ulama, setiap amal perbuatan yang menurut dalil-dalil syara dapat dikategorikan ke dalam perbuatan baik, apakah itu belaku atau tidak dalam adat kebiasaan dapat digolongkan ke dalam kriteria ma’ruf di atas yang berarti juga dapat disebut sebagai sedekah. 11 2. Golongan-golongan Yang Berhak Mendapatkan Jaminan Sosial Dalam Islam, jaminan sosial bagi masyarakat mendapatkan perhatian yang sangat penting. Islam memerintahkan kepada umatnya untuk selalu memenuhi kebutuhan dasar bagi setiap individu yang ada dalam sebuah masyarakat. Sebaliknya Islam sangat mengecam orang yang tidak mempedulikan nasib anak yatim dan orang miskin, bahkan Islam menganggap mereka sebagi pendusta agama sebagaimana dalam firman Allah surat Al- Ma’un: 1-3                 Artinya :“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” QS. Al-Ma’un: 1731-3 Kaitan antara jaminan sosial dalam agama islam terbentuk dari zakat. Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat 11 Ibid, h. 848 59 penting, strategis, dan menentukan, 12 baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Zakat termasuk salah satu rukun rukun ketiga dari rukun Islam yang lima, sebagaimana diungkap dalam berbgai hadis nabi sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-din bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. 13 Di dalam Islam sebagai ajaran al- Qur’an kita dapati ada dua perintah yang selalu dikemukakan secara bergantian dengan; shalat dan zakat. Dua perintah itu, dalam banyak ayat al- Qur’an memperlihatkan dirinya sebagai induk dari seluruh “jalan” keislaman itu sendiri. Dalam hadits Nabi saw kedua perintah itu diletakkan sebagai rukun Islam segera setelah pengakuan terhadap keesaan Tuhan. Baru setelah itu, rukun-rukun yang lainnya; puasa dan haji. 14 Penggandengan kedua perintah tadi mengandung makna yang sangat dalam. Perintah shalat, dimaksudkan untuk meneguhkan keislaman jati-diri manusia sebagai hamba pada dimensi spiritualitasnya yang bersifat personal. Sedangkan perintah zakat dimaksudkan untuk mengaktualisasikan keislaman 12 Yusuf al-Qardhawi, Al-Ibadah fil-Islam Beirut: Muassalah Risalah, 1993, h. 235 13 Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung, 1994, h. 231 14 Persisnya hadits itu berbunyi: Buniyal islamu „ala khamsin; syahadatu alla ilaha illalloh wa anna Muhammadar rasulullah wa iqamus shalah wa itauz zakat wa shaumu ramadlan wa hijjul ba iti man istatha’a ilaihi sabila 60 jati-diri manusia pada dimensi etis dan moralitasnya yang terkait pada realitas sosial sebagai khalifah. 15 Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu keberkahan, al-namaa pertumbuhan dan perkembangan, at- thaharatu kesucian, dan ash-shalahu keberesan. Sedangkan menurut istilah zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. Harta yang dikeluarkan itu, akan membersihkan semua harta yang dizakati, dan memelihara pertumbuhannya. 16 Sebagaimana telah dijelaskan dalam al- Qur’an surat At-Taubah.                    Artinya :”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” QS. At-Taubah: 9103 Quraisy Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kehidupan atau hubungan timbal-balik hendaknya didasarkan oleh take 15 Masdar F. Mas’ud, Agama Keadilan Risalah Zakat Pajak Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991, h. 34-35 16 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI-Press, 1988, cet ke-1, h. 26 61 and give. Memang, dalam kehidupan nyata, hal tersebut seyogyanya terjadi, yaitu sebanyak anda menerima sebanyak itu pula hendaknya anda memberi. 17 Dalam al- Qur’an banyak dijumpai ajaran antara lain untuk menjamin tingkat kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah; manfaat sumber-sumber alam harus dapat dinikmati oleh seluruh makhluk Allah, kehidupa fakir-miskin diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh orang yang punya, kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang kaya saja, berbuat kebaikanlah kepada masyarakat, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, jaminan sosial harus diberikan sekurang-kurangnya pada mereka yang disebutkan dalam al- Qur’an sebagai pihak-pihak yang berhak atas jaminan tersebut sebagaimana dalam firman Allah dalam surat At-Taubah.                          Artinya: ”Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS. At-Taubah: 960 17 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.5 Jakarta: Lentera Hati, 2002, cet. 1, h.667 62 Dalam hal ini penulis coba menguraikan beberapa golongan yang berhak mendapatkan jaminan dalam konteks zakat: a. Orang Fakir al- Fuqara’ Adalah kelompok pertama yang menerima bagian dari zakat. Al- fuqara adalah bentuk jama’ dari kata al-faqir menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Dia tidak memiliki suami, ayah-ibu, dan keturunan yang dapat membiayainya, baik untuk membeli makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud “fakir” adalah orang yang memiliki harta tidak sampai nisab, atau ia memiliki nisab tidak sempurna yang habis untuk kebutuhannya. Adapun orang yang mempunyai harta sampai nisab apapun bentuknya yang dapat memenuhi kebutuhan primer, maka orang tersebut tidak boleh diberikan zakat. Alasannya bahwa orang yang mempunyai harta sampai nisab, maka ia wajib zakat. Orang yang wajib mengeluarkan zakat berarti ia tidak wajib menerima zakat. 18 b. Orang Miskin al-Masakin Kelompok ini merupakan kelompok kedua penerima zakat. orang miskin adalah orang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat 18 Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003, h. 150 63 dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya. Seperti oarang yang memerlukan sepuluh tetapi dia hanya mendapatkan delapan sehingga belum dianggap laik dari segi makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Menurut madzhab Syafi’i dann Hanbali memberikan pemahaman bahwa orang fakir lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin ialah bahwasannya Allah menyebut fakir terlebih dahulu karena Dia biasanya menyebutkan sesuatu yang lebih penting, baru disusul yang berikutnya. Allah swt berfirman,        ...  Artinya: “Adapun bahtera tu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut...”QS. Al-Kahfi:1879 Dan juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu hurairah: َمََّسَو Artinya: Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda: Bukan yang bernama miskin itu, orang yang berkeliling minta-minta pada orang sehingga tertolak dari sesuap dua suap, atau sebiji dua biji kurma, tetapi orang miskin yaitu orang yang tidak ada penghasilan yang mencukupinya, dan tidak diingati orang untuk dishadaqahi, juga tidak berjalan meminta-minta kepada orang H.R. Bukhari, Muslim 19 Shahih Muslim, Kitab Tentang Zakat, Bab Tentang Orang Yang Tidak Berkecukupan Tetapi Tidak Minta-minta, Surabaya: pt. Bina Ilmu, tth, no. 616, h. 319-320 64 c. Panitia Zakat Al- „Amil Untuk amil zakat, tidak disyaratkan termasuk miskin. Karena amil zakat mendapat bagian zakat dari disebabkan pekerjaannya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits: Artinya: ”Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, atau amil zakat, atau orang yang terlilit hutang, atau seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga miskin kemudian memberikannya kepada orang yang kaya. Panitia zakat adalah orang-orang yang bekerja memungut pajak. Panitia ini disyaratkan harus memiliki sifat kejujuran dan menguasai hukum zakat. yang boleh dikategorikan sebagai panitia zakat ialah orang yang ditugasi mengambil zakat sepersepuluh al- „asyir; penulis al- katib; pembagi zakat untuk mustahiqq-nya; penjaga harta yang dikumpulkan al-hasyir; yaitu orang-orang yang ditugasi untuk mengumpulkan pemilik harta kekayaanorang-orang yang diwajibkan mengeluarkan zakat; al- „arif orang-orang yang ditugasi menaksir orang yang telah memiliki kewajiban untuk zakat; penghitung binatang ternak; tukang takar, tukang timbang, dan penggembala; dan setiap orang yang menjadi panitia selain ahli hukum Islam atau al-qadhi, dan penguasa, karena mereka tidak boleh mengambil dari bayt al-mal. Upah dikeluarkan 65 dan menimbang dilaksanakan pada saat harta itu hendak dikeluarkan zakatnya. Adapun ongkos pembagiannya kepada penerima zakat dibebankan kepada panitia al- „amil. d. Mu’allaf Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari zakat agar niat mereka memasuki Islam menjadi kuat. Mereka terdiri dari atas dua macam: Muslim dan Kafir. Kelompok kafir terdiri atas dua bagian, yaitu orang-orang yang diharapkan kebaikannya bisa muncul, dan orang-orang yang ditakuti kejelekannya. Disebutkan bahwa Nabi pernah memberikan sesuatu kepada orang kafir, untuk menundukkan hatinya agar mereka masuk Islam. Di dalam kitab Shahih Muslim, disebutkan bahwa Nabi saw pernah memberi Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, Uyaynah bin Hishn, al- Aqra’ bin Habis, dan Abbas bin Mirdas. Setiap orang diberi seratus ekor unta. Di samping it u, beliau pernah memberi „Alqamah bin „Allatsah harta benda yang diperoleh dari rampasan perang Hunyn 20 Para Ulama berselisih pendapat dalam memberikan bagian zakat kepada mu’allaf ketika mereka belum memeluk agama Islam.Mazdhab Hanbali dan Maliki mengata kan, ”mereka diberi bagian agar tertarik 20 Wahbah Zuhayly, Zakat Kajian Berbagaii Mazhab, Bandung: PT Remaja Rodakarya, 1995, cet ke-1, h. 283 66 kepada Islam,” karena sesungguhnya Nabi Saw pernah memberikan kepada mu’allaf yang muslim dan mu’allaf dari kaum musyrik. Di lain pihak, mazhab Hanafi dan Syafi’i mengatkan, “pemberian bagian zakat kepada orang kafir, pada masa awal Islam, bukanlah untuk menundukkan mereka atau yang lain, tetapi karena pada masa itu umlah kaum muslimin masih sedikit sedangkan jumlah musuh mereka sangat banyak; dan Allah swt ingin memuliakan Islam dan kaum Muslimin, serta untuk menunjukkan bahwa mereka tidak memerlukan zaman al- khulafa’ al-Rasyidin, orang-orang kafir tidak lagi diberi bagian zakat. Umar r.a. mengatakan, “kami tidak memberikan sesuatu agar orang mau masuk Islam. Siapa yang mau, masuklah Islam, dan siapa yang tidak mau, terserah kepadanya untuk menjadi orang kafir.” e. Riqab memerdekakan budak Para budak yang dimaksudkan di sini, menurut jumhur ulama, ialah para budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya al-Mukatabun 21 untuk dimerdekakan dan memiliki uang untuk membayar uang tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras dan membanting tulang mati-matian. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dari orang yang tidak mengingatkan kemerdekaannya 21 Al-Mukatab ialah budak yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan bila dia telah membayar sejumlah uang. Membuat perjanjian seperti itu disunnatkan oleh Allah swt 67 kecuali telah membuat perjanjian. Jika ada seorang hamba yang dibeli, uangnya tidak akan diberikan kepadanya melainkan kepada tuannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk membayar zakat kepada para budak itu agar dapat mememrdekakan diri mereka. Selain itu, ditegaskan pula dala firman Allah swt. ...         ...  Artinya: ”...Berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakannya kepadamu...” QS. An-Nur: 2433 Ibnu Abbas menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah hamba-hamba sahaya yang telah mendapat jaminan dari tuan mereka untuk dimerdekakan. Rasyid Ridha mufasir dari mesir dan Mahmud Syaltut tokoh fikih Mesir mensinyalir, bahwa pengertian kat riqab dapat diahlikan kepada kelompok atau bangsa yang hendak membebaskan diri mereka dari penjajahan. Menurut Abd al- Sami’ al-Mishry dalam kitabnya berjudul al- muqawwimaat al-iqtishad al-islamy, menganalogikan budak dengan para pekerjakaryawanburuh dengan upah yang minimum, sehingga dengan upah tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan dharuriyah dasar. 22 Mazhab M aliki mengatakan, “para budak itu hendaknya dibeli dengan bagian zakat yang mereka terima sehingga mereka bisa merdeka karena setiap kali kata perbudakan disebutkan dalam Al- Qrur’an, ditempat 22 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat Jakarta: Kencana, 2006, h. 194-195 68 itu jug a ada anjuran bahwa mereka hendaknya dimerdekakan. “Dan membebaskan budak tidak akan terjadi kecuali pada hamba sahaya yang betul-betul budak seperti yang disebutkan dalam ayat kafarat. f. Gharim Orang Yang Memiliki Utang Mereka adalah orang-orang yang memiliki utang, baik utang itu untuk dirinya sendiri maupun bukan, baik utang itu dipergunakan untuk hal-hal yang baik maupun untuk melakukan kemaksiatan. Jika utang itu dilakukannya untuk kepentingannya sendiri, dia tidak berhak memdapatkan bagian dari zakat kecuali dia adalah seorang yang dianggap kafir. Tetapi, jika utang itu untuk kepentingan orang banyak yang berada di bawah tanggung jawabnya, untuk menebus denda atau menghilangkan barang orang lain, dia boleh diberi bagian zakat, meskipun sebenarnya dia itu kaya, sebab ada sabda Rasulullah saw: Artinya: “Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kaya kecuali bila ada salah satu dari lima sebab di bawah ini. Orang yang berjuang dijalan Allah swt, panitia zakat, berutang, orang yang menebus dirinya, orang yang mempunyai tetangga yang miskin kemudian memberikannya kepada orang yang kaya. Mazhab Hanafi mengatakan, “Orang yang berutang ialah orang yang betul-betul memiliki hutang dan tidak memiliki apa-apa selain utangnya itu”. Dan mazhab maliki mengatakan, “bahwa orang yang 69 berutang ialah orang yang benar-benar dililit orang sehingga dia tidak bisa melunasi utangnya. Dan utang itu tidak ia pakai untuk melakukan maksiat, seperti meminum khamar dan berjudi. Disamping itu, dia tidak bermaksud bahwa dengan cara berhutang dia akan memperoleh bagian zakat. g. Orang Yang Berjuang di jalan Allah fi Sabilillah Yang termasuk dalam kelompok ini ialah para pejuang yang berperang di jalan Allah yang tidak digaji oleh markas komando mereka karena yang mereka lakukan hanya berperang. Allah swt berfirman,            Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan Nya dalam barisan yang teratur...QS. Ash-Shaf: 614 Menurut jumhur ulama, orang-orang yang berperang di jalan Allah diberi bagian zakat agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, meskipun mereka itu kaya karena sesungguhnya orang-orang yang berperang itu untuk kepentingan orang banyak. Adapun orang-orang yang digaji oleh markas komando mereka, tidak diberi bagian zakat sebab mereka memiliki gaji tetap yang dapat dipakai untuk memenuhi segala kebutuhan mereka, dan mereka tidak memerlukan bagian itu. Sebagian ulama mazhab Syafi’i dan Hanbali mengatakan, dana zakat tidak boleh dibagikan kecuali kepada orang-orang yang berperang dan orang-orang yang berjihad fakir. Pendapat itu didasarkan pada pertimbangan bahwa orang kaya yang berperang itu sudah dapat mempersiapkan diri dan 70 menyiapkan perlengkapannya. Sedang orang fakir yang ikut berperang, dibiayai negara. Akan tetapi pendapat itu tidak bisa menjadikan fakirmiskin yang ikut berperang sebagai kelompok sasaran zakat yang berdiri sendiri. Sebaliknya mereka sudah masuk dalam daftar orang-orang fakir pada umumnya. 23 h. Orang yang sedang dalam perjalanan Yang dimaksud di sini adalah orang asing yang tidak dapat kembali ke negerinya. Ia diberi zakat agar ia dapat melanjutkan perjalanan ke negerinya. Namun ibnu sabil tidaklah diberi zakat kecuali bila memenuhi syarat yakni; muslim dan bukan termasuk ahlul bait keluarga Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, tidak memiliki harta pada saat itu sebagai biaya untuk kembali ke negerinya walaupun di negerinya dia adalah orang yang berkecukupan, safar yang dilakukan bukanlah safar maksiat . 3. Jaminan Sosial Kesehatan a. Prinsip Menjaga kesehatan 24 1. Preventif Organisasi Kesehatan Sedunia WHO mendefinisakan kesehatan sebagai suatu keadaan hidup sejahtera badaniah, rohaniah dan sosial; bukan hanya ketiadaan penyakit dan cacat. dan kesehatan 23 Muhammad Abu Zahrah, Zakat Dalam Perspektif Sosial¸ Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995, h. 160-161 24 Ahmad Syauqy Al-Fanjari, Pengarahan Islam Tentang Kesehatan, Jakarta: al-Hidayah, 1990, cet 1, h. 74- 79 71 preventif didefinisikan sebagai ilmu yang memelihara pribadi dan masyarakat untuk tetap berada dalam taraf kesehatan yang sebaik- baiknya. Banyak orang mengira bahwa seseorang Muslim yang ideal adalah manusia yang lamban dalam gerak dan tidak aktif, tidak mampu begerak cepat, lari, memikiul beban, dan tidak mau memakai pakaian olah raga. Tidak mau berolah raga dengan anggapan bahwa olag raga adalah pekerjaan anak-anak dan remaja. Bahkan ada diantara orang Islam sendiri yang menganggap bahwa olah raga adalah suatu bentuk perbuatan mubadzir atau sia-sia yang melengahkan manusia dari beribadah, atau mengurangkan penampilan atau pengahargaan manusia, atau menjadikan mereka lengah dari ilmunya, syaratnya, atau kemantapan beragamanya. Dan, diantara ayat-ayat al-Quran yang mentolerir pembinaan tubuh, adalh firman Allah dalam surat al- Baqarah : 247                                                 Artinya: ”Sesungguhnya Allah telah memilihnya untukmu dan memperlengkapinya dengan kesempurnaan ilmu dan tubuh yang 72 perkasa. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang di kehedaki-Nya.dan Allah Maha luas pemberian-nya dan Allah Maha luar pemberia- nya lagi maha mengetahui” Kesehatan memang pintng nilainya,sehat jasmani dan rohani kwdua paktor yang memuuat kita disebut sebagai Manusia,satu- satunya yang di karuniaiakal,sebagai media untuk berpikirb,mencerna menganalisa dan banyak hal lain tenntunya.betapa pentingnya menjaga kesehatan,dengan memiliki baban sehat,tentu aktifitas bisa berjalan normal.Islam sebag agama yang syumul,juga berbicara juga tentang arti penting kesehatan bagi tubuh kita.berapa dalil dari Al-Quran danAs-Sunnah menjelaskan akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh,antara lain:                                       Artinya: “Maka barangsiapa diantara kamuada yang sakit atau dalam perjalanan 9lalu ia berbuka ,Maka Wajublah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari- hari yang lain...”QS.Al Baqarah:184 2. Makanan Mengenai makanan dalam Islam, telah disebutkan bahwa Islam tidak mencukupkan hanya dengan melarang makanan-makanan yang merusak tubuh seperti bangkai, darah dan daging babi saja; tetapi 73 Islam juga memrintahkan untuk memakan makan yang diperlukan oleh tubuh yang dalam al-Quran disebut baik yakni: daging atau makanan yang berasal dari daging, baik dari daging binatang darat maupun binatang laut, madu, susu, dan korma. Sebagaimana dalam UU No. 40 Tahun 2004 terdapat beberapa macam jaminan sosial yang salah satunya jaminan sosial kesehatan. Sehat menurut WHO World Health Organizaation, sehat adalah “memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit. Islam sejak dari awal sangat mementingkan hidup sehat melalui tindakan promotif-preventif-protektif. Langkah dimulai dari pembinaan terhadap manusia sebagai subjek sekaligus objek persoalan kesehatan itu sendiri. Islam menanamkan nilai-nilai tauhid dan manifestasi dari tauhid itu sendiri pada diri manusia. Nilai-nilai tersebut mampu merubah persepsi-persepsi tentang kehidupan manusia di dunia yang pada gilirannya tentu saja secara merubah perilaku manusia. Dan perilaku yang diharapkan dari manusia yang bertauhid adalah perilaku yang merupakan realisasinya dari ketaatan terhadap perintah dan larangan Allah. Kesehatan memang penting nilainya, sehat jasmani dan rohani, kedua faktor yang membuat kita disebut sebagai manusia, satu-satunya makhluk yang dikaruniai akal, sebagai media untuk berfikir, mencerna, 74 menganalisa dan banyak hal lain tentunya. Betapa pentingnya menjaga kesehatan, dengan memiliki badan yang sehat, tentu aktivitas bisa berjalan normal. Islam sebagai agama yang syumul, juga berbicara tentang arti penting kesehatan bagi tubuh kita. Beberapa dalil dari Al Qur’an dan As-sunnah menjelaskan akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh, antara lain :                   Artinya: “…Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, Maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…”. QS. Al Baqarah : 184 Ayat ini menunjukan adanya rukhsoh dispensasi bagi yang sakit ketika melaksanakan ibadah puasa ramadhan, demikian juga diperbolehkan berbuka puasa bagi musafir orang yang sedang dalam perjalanan. Karena adanya mani’ sesuatu yang mencegah yakni sakit dan safar. Islam berbeda dengan agama lain yang datang sebelumnya. Islam datang sebagai agama dan untuk kepentingan duniawi serta ukhrawi secara simultan. Tidak sekedar sebatas jalur hubungan antara hamba dengan Tuhan saja vertikal, akan tetapi Islam adalah satuu- satunya agama yang menegakkan daulat dan pemerintahan horizontal, yakni pemerintahan Rasulullah saw di Madinah. 75 Kemudian dari langit diturunkan wahyu secara menyeluruh untuk mengatur undang-undang yang abadi. “Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah berfirman:                Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman QS:Yunus 57. Empat faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan yang utama, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bila ditilik semuanya tetaplah bemuara pada manusia. Faktor lingkungan fisik, sosek, biologi yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap status kesehatan tetap saja ditentukan oleh manusia. Manusialah yang paling memiliki kemampuan untuk memperlakukan dan menata lingkungan hidup. Masalah kesehatan banyak sekali disinggung dalam al- Qur’an tentang larangan memakan bangkai yang tercantum dalam firman Allah. 76                      Artinya: “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,... QS. al-Maidah 53 Dengan banyaknya ayat yang menyinggung tentang kesehatan, maka agama Islam tidak hanya menjalin hubungan antara manusia dengan manusia tapi menjaga juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Dalam Islam manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mennyembahnya, jadi telah jelas hidup kita hanyalah untuk memperhambakan diri kita secara total kepada Allah, tidak lain tidak bukan. 25 Sesuai dengan yang dikatakan juga dalam surat Al- An’am 162           Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.QS. Al- An’am 6162 Jika dikaitkan dengan orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa. Salah satu perilaku taqwa ialah perilaku yang selalu diwarnai oleh kepatuahan kepada segala perintah Nya dan menjauhi larangan 25 Ahmad Watik Pratikya, Abdul Salam M. Sofro, Islam Etika dan Kesehatan Sumbangan Islam Dalam Menghadapi Problema Kesehatan Indonesia Tahun 2000-an, Jakarta: CV. Rajawali, 1986, h. 162 77 Nya. Ini yang kita namakan diridhai oleh Allah, dan inilah hemat saya yang dinamakan dengan sehat. Manusia kalau dia mengatakan dirinya seorang muslim, dia tidak sholat maka dapat dikatakan dia sakit. Manusia yang menamakan dirinya muslim tapi tidak berpuasa maka dapat juga dikatakan dia sakit. 3. Pengobatan “Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh Manusia Demikian Sabda Nabi Muhammad SAW.Karena kesehatan merupakan hak sasasi Manusia,sesuatu sesuai dengan fitrah Manusia,maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memanfaatkan dirinya dengan menegakan agama Islam.Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.Allah berpirman di dalam Surat Yunus Ayat 57                Artinya:”Hay Manusia,sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan Penyembuh-penyembuh bagi Penyakit-penyakit yang beradadalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi Orang-orangnya yang beriman”QS:Yunus 57. Islam dari awal sangat mementingkan hidup sehat melalui tidakan promotif-preventif-protektif.lankah dimulai dari pembinaan terhadap manusia sebagai Subjek sakaligus Objek persoalan kesehatan itu sendiri.Islam menanamkan Tauhid dan manifestasi dari Tauhid itu sendiri pada diri 78 Manusia.Nilai-nilai tersebut mampumerubah persepsi-persepsi tentang kehidupan Manusia di dunia yang pada giliranyan tentu saja secara merubah perilaku manusia.dan perilaku yang diharapkan dari manusia yang bertauhid adalah perilaku yang merupakan realisasinya dari ketataan terhadap perintah dan larangan Allah. Islam berbeda dengan agama lain yang datang sebelumnya.Islam sebagai agama dan untuk kepentingan duniawi serta kepentingan ukhrawi secara simultan.tidak sekedar sebatas jalur hubungan antara hamba dengan tuhan sajavertikal,akantetapi Islam adalah Satu-satunya agama yamg menagakan daulat dan pemerintahan horizontal,yakni pemerintah Rasulallah Saw dimadinah.kemudian dari langit diturunkan wahyu secara menyeluruh untuk mengatur Undang-undang yang abadi. Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan yang utama,perilaku,pelayanan kesehatan,dan genetik,bila ditilik semuanya teteplah bermuara pada manusia.faktor lingkungan fisik,soek,biologiyang mempunyai pengaruh paling besar terhadap setatus kesehatan tetap sja ditentukan oleh manusia.manusialah yang paling memiliki kemampuan untuk memperlakukan dan menata lingkungan hidup. Dengan banyak ayat yang menyingung tentang kesehatan,maka agama Islam tidak hanya menjalin hubungan antara manusia dengan manusia tapi menjaga juga hubungan dengan Tuhanya.dalam Islam manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk menyembahnay,jadi telah jelas hidup kita hanyalah 79 untuk memperhambakan diri kita secara total kepada Allah,tidak lain tidak bukan. 26 sesuai yang dikatakan juga dalam surat l- An’am 162           Artinya: ”Katakanlah: sesungguhnya smbayangku,ibadahku,hidupku,dan matiku hanyalah untukAllah,tuhan semesta alamQS.Al- An’am6162 Jika dikaitkan dengan orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang bertaqwa.salah satu perilaku orang yang bertaqwa adalah perilaku yang selalu diwarnai oleh kepatuhan kepada segala perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.ini yang kita namakan diridhai oleh Allah,dan inilah hemat saya yang dinamakan dengan sehat .manusia kalao dia mengatakan dirinya seorang muslim,dia tidak sholat maka dapat dikatakan dia sakit.manusia yang menamakan dirinya muslim tapi tidak berpuasa maka dapat juga dikatakan dia sakit. 4. Sumber-sumber Dana Jaminan Sosial Pada masa Rasulullah pengelolaan dana terhadap orang-orang yeng membutuhkan dana tersebut dengan mendirikan baitulmal. Baitul mal menurut Ali Fikri adalah tempat penyimpana dan penjagaan uang atau harta yang mana harta tersebut merupakan bagian yang terlebih dari yang dibutuhkan dan dikelola serta disalurkan oleh Daulah Islamiyah. 27 26 Ahmad wati pratikya,Abdul Salam M.Sopro, Islam etika dan kesehatan sumbangan Islam dalam menghadapi problema kesehatan Indonesia Tahun 2000-an,Jakarta:CV.Rajawali,1986,h.162 27 Ali Fikri, Wawasan Islamdan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai Umar Bin Khattab ra, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1998, h. 208 80 Sedangkan menurut Dr. Muhammad Rawwas Qal’ahji definis baitulmal adalah: Artinya: “Baitulmal adalah sebuah departemen tempat penabungan keuangan negara dari sanalah semua kebutuhan keuangan negara dibelanjakan. 28 Sumber dana diperoleh dari zakat, infak dan shadaqah atau sumber lain yang halal, kemudian dana tersebut disalurkan pada yang berhak mustahiq atau untuk kebaikan. Baitulmal juga didefinisikan sebagai lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan-aturan syariat. 29 Dan dana-dana tersebut berasal dari: a. Zakat Secara bahasa zakat merupakan masdar dari kata “zaka” yang mempunyai arti musytarak yaitu tumbuh, berkembang biak, subur, dan bersih. Dinamakan zakat karena harta yang dizakati dimaksudkan untuk mensucikan jiwa, harta, dan juga diharapkan kekayaannya semakin berkembang. 30 Sedangkan B. Wiwoho mengartikan zakat merupakan 28 Muhammad Rawwaa Qal’ahji, Ensiklopedia Fiqh Umar bin Khattab ra, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, h. 52 29 Abdul Azis Dahlan ed, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT Ihktiar Baru Van Hoeve, 1997, h. 186 30 Al Munwir, Kamus A l Munawir “Zakat”, Yogyakarta: PP Al Munawir, 1984, h. 65 81 kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya denagn persyartant tertantu dan merupakan kewajiban agama yang berhubungan dengan harta seseorang. 31 Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang menyuruh mendahulukan pengeluaran zakat sebelum waktunya: Artinya: “Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw telah menyuruh orang-orang mengeluarkan zakat, tiba-tiba Nabi saw, diberi tahu bahwa Ibnu Jamil dan Khalid al-Walid dan Abbas bin Abdul Muthallib menolak tidak mau mengeluarkan zakat, maka Nabi saw, bersabda: Tidak ada alasan bagi Ibnu Jamil untuk mengeluarkan kecuali karena ia merasa dahulunya miskin dan telah diberi kekayaan oleh Allah, adapun Khalid maka kamu aniaya padanya karena ia telah menshadaqahkan pakaian perang dan perlengkapan-perlengkapannya fi sabilillah, adapun al-Abbas bin Abdul Muthallib maka ia paman Rasulullah maka ia tetap wajib padanya zakat dan sebanyak itu juga di samping yang sudah dikeluarkan. 31 B. Wiwoho, Zakat dan Pajak, Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1991, h. 69-70 32 Shahih Muslim, Kitab Tentang Zakat, Bab Tentang Orang Yang Tidak Berkecukupan Tetapi Tidak Minta-minta, Surabaya: pt. Bina Ilmu, tth, no. 616, h. 82 Zakat merupakan pendapatan penting untuk keuangan negara di masa awal Islam. Zakat yang dikumpulkan berbentuk uang tunai dinar dan dirham, hasil pertanian dan ternak. Pada permulaan awal Islam zakat ditarik dari seluruh sumber utama yaitu dari: peternakan, perdagangan, kerajinan, pertanian dan perkebunan. Pendapatan dari perdagangan dan kerajinan biasanya dalam bentuk uang tunai dan dapat dinilai dalam bentuk dinar dan dirham. Mata uang ini merupakan unit moneter perekonomian di masa awal Islam. Penarikan zakat dalam bentuk uang menyebabkan munculnya penarikan terhadap zakat pendapatan yang berasal dari kegiatan komersial seperti kerajinan tangan, sedangkan pendapatan dari kegiatan pertanian lebih berbentuk barang, tidak dalam uang tunai, yang berupa hasil pertanian itu sendiri. b. Ghanimah Ghanimah secara bahasa berarti rampasan perang suatu kemenangan tanpa syarat. 33 Sedangkan menurut istilah ghanimah didefiniskan sebagai segala seseuatu yang dipeoleh dari orang kafir melalui peperangan. Hal senada juga disampaian oleh Sayid Sabiq bahwa ghanimah adalah harta benda yang diambil dari musush-musuh Islam dengan alasan peperangan. 34 Jadi ghanimah merupakan hara benda yang 33 Harun Nasution dan Mukti Ali, Ensiklopedia Hukum Islam di Indonesia “Ghanimah”, Jakarta: Depag RI, tth, h. 84 34 Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, Beirut: Dar al-Fikr, 1980, h. 76 83 diperoleh umat Islam dari hasil peperangan dengan pihak non-muslim. Harta ghanimah terbagi menjadi dua bagian yaitu harta yang bergerak atau harta yang bisa dipindahkan dan harta yang tidak bisa bergerak seperti tanah. c. Fa’i Fa’i yaitu harta yang dipeoleh kaum muslimin tanpa ada peperangan dan secara bahasa adalah kembali sedangkan menurut istilah adalah harta yang diperoleh kaum Muslimin dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan, tanpa menyerbu derah-daerah orang kafir. 35 d. Upeti jizyah Jizyah yaitu sejumlah uang yang terpikul pada pundak oang yang berada di bawah tanggungan kaum Muslimin dan melakkan perjanjian dangan mereka dari Ahlu Kitab. Upeti adalah pajak kepala yang dipunguti oleh pemerintah Islam dari golongan orang-orang non-muslim sebagai imbalan bagi adanya jaminan keamanan kepada mereka. Golongan non- muslim yang kehidupan dan harta bendanya terjamin disebut Ahlu al- Djimah. Jizyah merupakan harta umum yang akan dibagikan untuk kemaslahatan seluruh rakyat dan wajib diambil setelah melewati satu tahun sebagai mana didasarkan pada QS. At-Taubah. 35 Abdul Mujid, et. Al., Kamus Istilah Fiqh “Baitul Mal”, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994, h. 36 84                               Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar agama Allah, yaitu orang-orang yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.QS. At-Taubah: 929 Kewajiban membayar dikenakan pada seluruh kaum non-muslim, dewasa, laki-laki, dan yang mampu untuk membayarnya, sedangkan perempuan, anak-anak, dan orang tua dikecualikan. Jizyah bagi non- muslim menduduki kedudukan yang sama dengan zakat bagi umat islam di mana jizyahmerupakan sumber dana yang akan digunakan untuk menjamin golongan dzimmi di negara Islam. Jadi sangat wajar dan adil jika kewajiban-kewaiban yang harus dibayar oleh golongan dzimmi sama dengan kewajiban kaum Muslimin, ketentuan ini diwajibkan untuk keseimbangan anatara kewajiban-kewajiban dan menikmati hak-hak yang diterimanya di negara Islam. Hanya saja jika orang Islam kewajibannya membayar zakat sedangkan kaum non-muslim kewajibnnya adalah membayar jizyah, oleh karena itu tidak ada kewajiban zakat atas orang kafir dzimmi namun jika 85 orang kafir dzimmi masuk Islam maka membayar jizyah menjadi gugur dan wajib zakat baginya karena tidak ada kewajiban Jizyah dan zakat. 36 mengenai jumlah jizyah yang harus dibayr adalah 48 dirham untuk golongan kaya, 24 dirham untuk golongan menengah dan 12 dirham untuk golongan miskin yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Pandangan tersebu berdasarkan pada apa yang telah dilakukan oleh Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib serta sahabtnya yang menerima cara yang dilakukan mereka dengan kata lain hal tersebut didasarkan ijma. 37 Mengenai strata golongan di atas tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan golongan kaya, golongan menengah dan miskin namun dalam penafsiran Al Tahwi yang dikutip oleh Mannan menyatakan bahwa golongan kaya adalah golongan yang memiliki 1000 dirham, golongan menengah yang memiliki harta senilai 200 dirham dan golongan miskin adalah golongan yang mempunyai harta kurang dari 200 dirham. e. Kharaj Kharaj adalah harta yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukkan oleh kekuatan senjata terlepas dari apakah si pemilik tanah 36 Zamudin Adnan, Politik Hukum Islam, Yogyakarta: PT Tiara Wacana,1994, h. 90 37 M. A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dhana Bhakti Primayasa, 1997, h. 294 86 orang yang masih di bawah umur, orang dewasa, seorang budak atau bebas, Muslim atau beriman. 38 Kharaj pada mulanya adalah semacam ghanimah yang diperoleh orang Islam melalui peperangan sebagaimana layaknya harta ghanimah, berdasarkan surat al-Anfal ayat 41 adalah 45 bagian harus diberikan kepada pasukan yang ikut berperang termasuk tanah barang yang tidak bergerak. Hal ini sudah berlaku pada masa Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar namun pada masa Umar bin Khattab beliau tidak berada ditangan pemiliknya, semula dengan ketentuan mereka harus membagi bagian tertantu setiap tahunnya. Hasil dari apa yang diserahkan oleh pemilik harta tersebut digunakan untuk kepentingan umu termasuk kepentingan pasukan yang ikut berperangan dan inilah asal muasal adanya kharaj. 39 Kharaj dibedakan manjdi dua jenis yaitu kharaj proporsional dan kharaj tetap, jenis pertama dikenakan scara proporsional sebagai bagian dari total hasil pertanian misalkan 14, 15 dan sebagainya. Kharaj jenis ini dipungut setiap kali panen sedangkan jenis kedua berupa pajak tetap atas tanah yang dikenakan setahun sekali. 40 38 Ibid. h. 250 39 B. Wiwoho, Zakat dan Pajak, Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1991, h. 83 40 Ahari Thayib, Konsep Ekonoomi Ibnu Taimiyah, Yogyakarta: PT Bina Ilmu, 1997, h. 252 87 Seorang khalifah boleh memperkirakan kharaj dengan memperhatikan hal-hal yang lebih layak dalam tiga aspek: 1 Mutu tanah yang bisa menghasilkan panen besar atau cacat yang menyebabkan hasil panen kecil. 2 Berhubungan dengan jenis panen karena padi-padian dan buah-buahan berbeda harganya oleh karena itu harus ditaksir sesuai dengan hal tersebut. 3 Mengenai cara irigasi karena panen yang dihasilkan dengan sistem irigasi air yang dipikul hewan dan yang diperoleh dengan kincir angin tidak dapat dikenakan kharaj yang sama dengan yang dihasilkan dari tanah yang diairi oleh air yang mengalir atau air hujan. Selama kualitas tanah tetap sama dengan cara irigasi dan keuntungannya maka kharajnya tidak bertambah atau berkurang. Jika berkurangnya hasil panen karena ulah mereka sendiri misalnya mereka merusak saluran airnya atau mereka tidak memanfaatkan sumur yang ada maka pungutan kharaj mereka tidak dikurangi sedikit pun. Mereka diperintahkan mempebaiki alat-alat yang telah mereka rusak. Apabila bertambah dan berkurangnya hasil panen karena ulah negara misalnya negara menggali sumur mereka untuk atau tidak memperbaiki sumur dan saluran-salurannya maka negara harus mengurangi pungutan kharaj. Jika hasil panen berkurang karena faktor alam misalnya ada bencana alam yang bisa merobohkan pepohonan atau hanyut karena banjir maka 88 kharajnya ditetapkan atas tanah tadi menurut kadar kandungannya sehingga penduduk setempat tidak dizhalimi. 41 f. Bea Cukai Bea cukai adalah pungutan yang diambil negara Islam dari para pedagang baik itu kafir harbi, kafir dzimmi maupun pedagang Muslim yang melintasi daerah Islam. Dalam hal ini Abu Yusuf berkata dalam kitab al-kharaj, telah memerintahkan Hasyim bin Sulaiman kepada ku dari Hasan berkata: Abu Musa al- Asy’ari menulis surat kepada Umar bin Khattab bahwa pedagang Islam sebelum datang ke wilayah orang kafir harbi, mereka memungut 110 dari harta umat Islam maka Umar bin Khattab menulis kepada Musa: “Ambillah dari pedagang kafir sebagaiman mereka mengambil dari pedagang Islam. Ambillah 120 dari pedagang ahli dzimmi dan ambillah dari umat Islam setiap tahun 40 dirham, 1 dirham. Jika mencapai 40 dirham maka ambilah 5 dirham selebihnya diperkirakan. 42 Atas penjelasan ini pemerintah Islam memberlakukan bea cukai sejak periode Umar bin Khattab. Bea cukai barang-barang impor dan ekspor sebesar 10 bagi kafir harbi karena mereka memberlakukan hal yang sama bagi pedagang Muslim namun jika mereka tidak menarik bea 41 M. A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dhana Bhakti Primayasa, 1997, h. 251 42 Ibid. 89 cukai terhadap pedagang Muslim maka mereka dibebaskan dari pungutan tersebut. Untuk pedagang dzimmi mereka dikenakan pungutan sebesar 25. Perbedaan punguutan antara kafir dzimmi dan pedagang Muslim karena pada kenyataan pedagang kafir dzimmi lebih banyak membutuhkan perlindungan dibandingkan pedagang Muslim dari sergapan para perampok. 43 43 Mansurudin Djoely, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997, h. 138-139 90

BAB IV PERBANDINGAN ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

Dokumen yang terkait

Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)

4 61 133

Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional - [PERATURAN]

0 2 33

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

1 19 104

ASURANSI SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG JAMINAN SOSIAL NASIONA.

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 9

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 17

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 21

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 3

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24