Jaminan sosial kesejahteraan sebagai hak masyarakat dalam Undang-undang No. 40 th 2004 (kajian hukum Islam)

(1)

(Kajian Hukum Islam)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam(S.H.I)

Oleh

Aris Setiawan NIM. 106045101492

KONSENTRASIKEPIDANA ISLAM

PROGRAM STUDIJINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(Kajian Hukum Islam)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam(S.H.I)

Oleh

Aris Setiawan NIM. 106045101492

Dibawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Asrorun Ni’am, M.A Afwan Faizin, MA

NIP. 197605312000031001 NIP. 197210262003121001

KONSENTRASIKEPIDANA ISLAM

PROGRAM STUDIJINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

MASYARAKAT DALAM UU NO 40 TAHUN 2004" {Kajian Hukum Islam} telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah Kepidanaan Islam).

Jakarta, 20 Juni 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma. SH. MA. MM NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. Asmawi,M.Ag

NIP. 197210101997031008 Sekretaris : Afwan Faizin,MA

NIP.197210262003121001 Pembimbing I : Afwan Faizin,MA

NIP.197210262003121001 Pembimbing II : Dr.H.Asrorun Ni'am,MA

NIP.197605312000031001 Penguji I : Prof.Dr. H.Abduh Malik

NIP. 150000000 Penguji II : Sri Hidayati M.A


(4)

i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah WST, yang telah dapat melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisa skripsi dengan judul “JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

SEBAGAI HAK MASYARAKAT DALAM UU No. 40 TAHUN 2004 (Kajian

Hukum Islam)” yang merupakan kewajiban bagi program sarjana (S-1) Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Kepidanaan Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk memenuhi salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana (S1). Dalam penulisan skripsi ini, sudah tentu penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil yang tentunya sangat bermanfaat dalam penulisan Skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asmawi, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

ii

4. Dr. Asrorun Niam, MA., selaku dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen pembimbing I.

5. Afwan Faizin, MA., selaku dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen pembimbinh II.

6. Seluruh Dosen/ Pengajar/ Staff, pada Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Kepada seluruh staff/karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan buku-buku refrensi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

8. Dan kepada seluruh teman PI angkatan 2006 seperti Mahpudin, Fandi, Haris Sumirat, Amir, Fitrah, Guruh, Rangga, Kholid, Anissa, Dwi Wahyuni, Intan, Attin, Wismoyo, Isa Shaleh, Eril, Yuswandi, Buldan, Nuruzzaman, Husen, Muchsin, Faris, dan kesemuanya yang belum disebut. Terima kasih.

9. Kepada ayahanda dan Ibunda tercinta yang bernama Kusnadi serta Suganda dan Siti Maesaroh yang telah senantiasa memberikan dukungan dan semangatnya kepada ananda sehingga memberikan dukungan dan semangatnya kepada ananda sehingga memberikan semangat lebih untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(6)

iii

Basori dll. yang telah meberikan motifasi serta dorongannya kepada saya sehingga saya dapat juga kepada puncak yang saya tempuh pada akhir perkuliahan saya

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak yang sempat membacanya, serta menambah wawasan keilmuan bagi yang berkepentingan dengan masalah ini. Amin

Jakarta, 09 Juni 2011


(7)

iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 6

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SOSIAL A. Pengertian Jaminan Sosial... 13

B. Sejarah Lahirnya Jaminan Sosial ... 16

C. Jenis-jenis Jaminan Sosial ... 19

D. Sumber-sumber Dana Jaminan Sosial ... 35

BAB III JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Perspektif Hukum Positif ... 39


(8)

v

a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN) ... 47

b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah(APBD) ... 50

B. Perspektif Hukum Islam ... 51

1. Pranata Jaminan Sosial Dalam Hukum Islam ... 51

a. Wakaf ... 51

b. Infaq ... 54

c. Sedekah ... 57

2. Golongan-golangan yang berhak mendapatkan Jaminan Sosial ... 58

3. Jaminan Sosial Kesehatan ... 70

a. Menjaga Kesehatan ... 70

1. Preventif ... 70

2. Makanan ... 72

3. Pengobatan ... 77

4. Sumber-sumber Dana Jaminan Sosial ... 79

BAB IV PERBANDINGAN ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Relasi Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Jaminan Sosial ... 90


(9)

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 120 B. Saran-saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda negara-negara berkembang, yang didasari oleh kesadaran untuk mewujudkan keadilan sosial dan terpenuhinya agenda pembangunan sosial ekonomi. Kompetisi global semakin memperkuat keyakinan pemerintah di negara-negara berkembang untuk mempercepat proses pembangunan sistem jaminan social yang kuat, terpadu dan terintegrasi dengan berbagai agenda reformasi pembangunan terutama dibidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Bahkan, diyakini Negara yang memiliki sistem jaminan sosial yang adekuat mampu berperan aktif di era persaingan global dan mampu menciptakan kedamaian dan rasa aman kepada masyarakat.1

Sistem jaminan sosial nasional yang tertuang dalam undang-undang No.40 Tahun 2004 bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta atau anggota keluarganya. Salah satu unsur yang menjadi bagian dari jaminan sosial ini adalah jaminan kesehatan bagi masyarakat. Jaminan kesehatan ini diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat.2

1

Yulius Widiyantoro, (skripsi), Studi Implementasi Kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional Terhadap Mekanisme Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin di Puskesmas Kota Semarang, (Semarang: 2005)

2

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_7/artikel_5.htm (Artikel ini diakses pada 13 Desmber 2010)


(11)

Jaminan sosial ini memang harus ada karena tingkat kemakmuran sebagian besar penduduk belum memungkinkan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan secara memadai karena mahalnya biaya pengobatan. Sedangkan pelayanan kesehatan bagi anggota masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan adalah mutlak adanya. Sangat tidak manusiawi kiranya jika orang yang sakit dibiarkan begitu saja tanpa mendapat pelayanan kesehatan karena secara ekonomi ia tidak mampu membayar biaya tersebut.

Dalam kondisi seperti ini maka pemerintah berkewajiban memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan yang semestinya. Pelayanan kesehatan ini harus dilaksanakan tanpa melihat status ekonominya karena sejatinya “health is a fundamental human rights” (kesehatan adalah hak asasi manusia yang paling dasar) seperti yang tercantum dalam deklarasi hak asasi manusia internsional. Jika ia tergolong masyarakat mampu, maka ia harus membayar ongkos layanan kesehatan. Namun, jika ia tak mampu, maka pemerintah berkewajiban menanggung biaya tersebut.3

Jaminan kesehatan merupakan system perlindungan sosial yang sangat diperlukan oleh masyarakat, berupa transfer alokasi anggaran Negara untuk sektor kesehatan melalui asuransi sosial. Bagi masyarakat miskin, jaminan sosial kesehatan merupakan pendorong laju pembangunan sekaligus menjadi strategi penting dalam penanggulangan kemiskinan. Karenanya, jaminan kesehatan telah

3

http://www.antaranews.com/berita/1273064171/dpr-sistem-jaminan-sosial-perlu-segera-diterapkanhttp://sjsn.menkokesra.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=19


(12)

diakui sebagai satu strategi kebijakan sosial yang penting dalam menopang industri dan pertumbuhan ekonomi, di Negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat.4

Strategi penganggaran yang ditujukan untuk memutuskan mata rantai kemiskinan dan rendahnya akses terhadap perawatan kesehatan harus dilengkapi dengan strategi pengalokasian dana secara tepat dan proporsional. Hal ini harus menyentuh reformulasi dan realokasi anggaran bagi sistem pendistribusian perawatan kesehatan yang memperhatikan karakteristik dan kebutuhan berbagai sasaran: kelompok kaya dan miskin, kelompok yang beresiko tinggi dan rendah, dan pekerja di sektor formal dan informal, baik yang berada di wilayah perkotaan maupun pedesaan yang ada di berbagai provinsi di Indonesia.

Jaminan kesehatan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah dalam menjamin kesehatan masyarakatnya diperkuat dengan dikabulkannya Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU No.40 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan sekaligus amanah konstitusi kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan system jaminan kesehatan daerah baik provinsi maupun kabupten/kota.

Dengan diselenggarakannya program jaminan sosial secara nasional terlebih dalam bidang kesehatan, dapat diciptakan kegotong royongan antara pengusaha dengan tenaga kerja, antara yang kuat dan yang lemah, yang tua dan

4

http://www.gapri.org/tfiles/file/umum/JAMINAN%20KESEHATAN%20NASIONAL. doc. (Artikel ini diakses pada 15 Desember 2010)


(13)

yang muda, yang sehat dan yang tidak sehat, dan antara pemerintah dengan warga negaranya. Demikian pula dalam Islam, jaminan sosial tertuang dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl : 90



















































Artinya:” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi

pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”.

Dalam ayat ini ada tiga hal yang diperintahkan oleh Allah SWT, supaya dilakukan sepanjang waktu sebagai alamat dari taat kepada Tuhan. Pertama, jalan adil yaitu meninmbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar, mengembalikan hak kepada yang punya dan jangan berlaku zhalim atau aniaya.5

Namun hingga kini jaminan pelayanan kesehatan oleh pemerintah belum terlaksana sesuai harapan. Program Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (Askeskin) yang dijalankan pemerintah sejak tahun 2005 menuai banyak kendala. Masih banyak masyarakat miskin yang belum terjaring program ini. Padahal sejatinya program ini diluncurkan untuk memperbaiki sistem bantuan pemerintah yang diberikan kepada pemegang kartu Keluarga Miskin (Gakin).

5


(14)

Padahal dalam konsideran dalam UU No.40 Tahun 2004 angka 1 telah disebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang pemberian jaminan kesehatan bagi maasyrakat yang penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul “Jaminan Sosial Kesehatan Sebagai Hak

Masyarakat Dalam UU No.40 Tahun 2004 (Kajian Hukum Islam)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Fokus masalah dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memberikan batasan masalah sehingga tidak menyimpang dari apa yang telah menjadi pokok bahasan. Mengacu kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan tentang jaminan sosial terhadap masyarakat menurut Hukum Islam?

2. Bagaimana ketentuan tentang jaminan social terhadap masyarakat menurut Hukum positif?

3. Bagaimana relasi antara Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap jaminan sosial kesehatan?


(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk mengetahui bagaimana pemerolehan sebuah jaminan kesehatan bagi masyarakat menurut UU No.40 Tahun 2004.

2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif Hukum Islam memandang pemberian jaminan kesehatan bagi masyarakat.

3. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan jaminan kesehatan menurut UU No.40 Tahun 2004.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Terutama bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan mengembangkan cakrawala berpikir bagi penulis.

2. Dapat mengerti serta menjelaskan maksud yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

3. Memberikan pemahaman bahwasannya kesehatan adalah hak yang paling asasi atau dasar bagi setiap warga Negara.

D. Tinjauan Pustaka/Penelitian Terdahulu

Untuk memudahkan dalam menyusun penulisan skripsi ini, penu;lis ingin memberikan rujukam terhadap tema-tema yang membahas masalah ini dan yang memiliki kesamaan terhadap pembahasan judul skripsi ini. Adapun sumber yang


(16)

penulis dapatkan ialah berasal dari buku yang berkaitan, jurnal-jurnal, dan artikel pada media massa.

Karya Mahasiswwa (skripsi) di Fakultas Syariah dan Hukum oleh

Sarmada yang berjudul “Jaminan Sosial Terhadap Hakim Sebagai Penegak

Hukum Oleh Negara Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif”, yang di

dalamnya memuat bagaimana pemberian sebuah jaminan sosial terhadap hakim yang memiliki peranan penting dalam memutuskan sebuah keputusan atau masalah.

Karya Mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syariah dan Hukum oleh Yuyun

Fitrianingsih yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Dana Pensiun

karyawan Jamsostek”, yang di dalamnya memuat pemberian sebuah jaminan bagi

pensiunan karyawan Jamsostek.

Karya mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syariah dan Hukum oleh Saidi yang

berjudul, “Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Mekanisme Pengelolaan Dana Pensiun (Studi Kasus Pada Dana Pensiun Karyawan jamsostek)”, memuat adanya

kemiripan dalam pemberian serta pengelolaan sebuah jaminan bagi pensiunan karyawan Jamsostek.

Karya mahasiswa (skripsi) di Fakultas Agama Islam Surakarta, 2005 oleh

Khusna Nazila, “Asuransi Jaminan Sosial Tenaga kerja Menurut Tinjauan Hukum Islam (Studi Kasus di Universitas Muhammadiyah Surakarta)”,dijelaskan

dalam skripsi ini bagaimana seharusnya antara pekerja atau buruh dengan majikan untuk dapat memperhatikan kesejahteraannya sehingga antara keduanya tidak ada


(17)

yang saling dirugikan dan juga bagaimana Islam memandang antara buruh dengan majikan dengan adanya hadis yang menyatakan “berilah upah sebelum kering

keringatnya”. Jadi jelas dalam hal ini kita tidak boleh untuk tidak mensejahterakan

buruh yang telah kita pekerjakan.

Buku Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No.3 Tahun 1992), Sinar Grafika, yang di dalamnya tertulis tentang bagaimana pemberian jaminan social yang diberikan untuk kesejahteraan tenaga kerja yang dari jaminan kesehatan, keselamatan dan juga kesejahteraannya. Dan juga disertai berbagai pemberian jaminan-jaminan lainnya.

Buku Kemiskinan di Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1986 yang di dalamnya tertulis bagaimana seharusnya pemerintah menghadapi permasalahan tentang kemiskinan yang seharusnya ditangani dengn baik dan serius, baik yang hidup didesa maupun di kota. Dan juga dalam tulisan ini sebagai pengalaman yang penulis tuangkan menulis tampak lambannya kinerja pemrintah dalam mengatasi kemiskinan dan juga menganggap kemiskinan sebagai permasalahan baru.

PT. Askes (Persero) Mendongkrak derajat kesehatan masyarakat via PJKMU, Pos Kota 30 November 2010, dalam artikel ini bagaimana PT. Askes tersebut melakukan banyak pembenahan, upaya penyesuaian yang bernafaskan pada pedoman tata laksana asuransi sosial terkait kesiapan implementasi SJSN menjadi modal semangat berdasarkan UU No.40 Tahun 2004.


(18)

Sesuai dengan rujukan diatas maka penuis mencoba menguraikan secara ringkas bahwasannya penelitian ini lebih bertumpu atau fokus terhadap jaminan kesehatan terhadap masyarakat, karena kesehatan adalah hak yang paling dasar dibutuhkan oleh seluruh warga negara. Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948), dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 45 tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu

“Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat….”

E. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penulisan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Adapun data deskriptif yang dmaksud adalah ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek itu sendiri)6 yang kemudian dari informasi yang didapat, menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian7. Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif Doktriner yaitu, penelitian yang menggunakan

6

Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. alih bahasa-Arif FurchanCet- 1. Usaha Nasional. Surabaya- Indonesia: 1992. h. 21.

7

Consuelo G. Sevilla, at. all, Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia (UI- PRESS). Jakarta: 2006. h. 71.


(19)

obyek kajiannya adalah bahan-bahan hukum primer yang terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan hakim.8

Sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitan ini adalah sumber data primer dan sumber data skunder. Adapun sumber data primer yaitu buku-buku, majalah, dan situs website yang obyek kajiannya mengenai hukum pidana Islam./ sedangkan data skunder yaitu buku-buku yang terkait dengan sumber buku primer yang dijadikan buku rujukan dalam penelitian ini. 2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dalam penelitian ini adalah studi documenter, di mana bahan-bahan penelitian yang didapat melalui dokumen eksternal yang berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyataan, dan berita yang disiarkan kepada media massa.9

3. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif yaitu pendekatan ini (content analisis) yang menekankan pada pengambilan kesimpulan analisis yang bersifat deduktif, yaitu penalaran yang berawal dari

8

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Cet, ke- 4. Kencana Media Group. Jakarta: 2008. hal. 141

9

Lexi J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Cet, ke- 18.Remaja Rosda Karya. Bandung: 2004. h. 163


(20)

hal umum untuk menentukan hal yang khusus sehingga mencapai suatu kesimpulan.10

Adapun tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan skripsi, cetakan ke-1 yang diterbitkan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam 4 bab, yang terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan tinjauan umum tentang jaminan sosial, yang berisi tentang pengertian jaminan sosial, jenis-jenis jaminan sosial, sumber-sumber jaminan sosial.

Bab III merupakan pembahasan tentang jaminan soSial kesehatan dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, yang berisi tentang golongan-golongan yang berhak mendapatkan jaminan, sumber-sumber jaminan,sosial, macam-macam jaminan sosial yang diberikan kepada masyarakat, studi kasus, dan perbandingan antara Hukum Islam dan Hukum Positif

10


(21)

Bab IV merupakan pembahasan tentang perbandingan antara hukum Islam dan hukum Positif, yang berisi tentang bagaimana relasi hukum Islam dan hukum Positif terhadap Jaminan Sosial dan apa saja kontribusi hukum Islam terhadap hukum Positif terhadap Jaminan Sosial.


(22)

13

A. Pengertian Jaminan Sosial

Kewajiban negara (state obiligation) untuk memberikan jaminan pada setiap warga untuk memperoleh akses yang baik terhadap berbagai kebutuhan dasar manusia (terutama makanan, kesehatan, tempat tinggal, dan pendidikan). Sedangkan yang lain jaminan sosial berbicara tentang proteksi negara bagi warga terhadap kondisi-kondisi yang potensial mendegradasi harkat dan martabat manusia, seperti kemiskinan, usia lanjut, cacat, dan pengangguran.

Dalam pandangan antropologi, kebudayaan atau kultur tidak pernah dapat terlepas dalam suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan tata kelakuan, kelakuan dan hasil kelakuan manusia, masyarakat merupakan jaringan kelompok-kelompok manusia yang memangku kebudayaan tadi. Dengan demikian, masyarakat merupakan wadah dari kebudayaan.1

Atas dasar kenyataan itu beranggapan bahwa kebudayaan atau kultur ini sangat mewarnai kehidupan suatu masyarakat. Dalam pandangan tersebut, kondisi kehidupan masyarakat yang merupakan masalah sosial juga dapat dianggap sebagai cerminan dari kultur masyarakatnya. Sebagai contoh, masalah kemiskinan

1


(23)

sering dijelaskan sumbernya dari latar belakang budaya masyarakanya, sehingga dikenal suatu hipotesis yang disebut dengan kemiskinan kultural.2

Di banyak negara, terutama negara-negara yang menganut sistem negara kesejahteraan (welfare state), sistem jaminan sosial yang baik dimaknai sebagai titik sentral makna eksistensi negara. Negara ada untuk kesejahteraan rakyat, bukan rakyat ada demi prestise negara. Tidak jarang, pemaknaan dan implementasi ide jaminan sosial di suatu negara menjadi indikator terpilih/tidaknya sebuah kabinet untuk memimpin pemerintah di masa datang. Itu sebabnya, kebanyakan pemerintah negara-negara beradab secara serius memaknai pelaksanaan jaminan sosial.

Tidak ada definisi universal untuk “jaminan sosial” (sosial security). Secara umum ia diartikan sebagai penyedia perlindungan yang dilakukan lewat prosedur publik atas berbagai kerugian atau kehilangan penghasilann karena sakit, kehamilan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, cacat, usia, lanjut, dan kematian. Asuransia kesehatan serig dianggap bagian dari jaminan sosial (misalnya oleh ILO)3

“Perlindungan sosial” (social protection) adalah istilah yang sering digunakan sebagai konsep yang lebih luas untuk mencakup jaminan sosial, asuransi kesehatan dan jaminan yang diberikan di sektor swasta. Sedangkan

2

Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), cet. 1, h. 100

3

Michael Raper, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, (Jakarta: Trade Union Rights Centre, 2008), h. 17


(24)

jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan Masyarakat yang bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan.4

Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948), dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada

Perubahan UUD 45 tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat….”.

Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial (compulsory social insurance), yang dibiayai dari kontribusi/premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam

4


(25)

bentuk pemberian bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayan dari negara danbantuan sosial dan masyarakat lainnya.

Beberapa negara yang menganut prinsip negara kesejahteraan (welfare state) yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Disamping itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian.

B. Sejarah Lahirnya Jaminan Sosial

Lahirnya konsep jaminan sosial tidak lepas dari upaya manusia untuk mendapatkan keamanan atas resiko yang mungkin terjadi. Khususnya resiko kehilangan dan berkurangnya penghasilan. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya resiko, seperti hari tua kecelakaan, sakit atau meninggal dunia. Embrio jaminan sosial bermula pada awal abad ke-19 dengan tokoh Beveridge dan Otto Van Bismark.5 Pada saat itu Bismark mengembangkan suatu konsep asuransi

5

Http://id.shvong.com/social -sciences/sociology/2168822-pengertitan jaminan-sosial/


(26)

sosial dan jaminan sosial, yang kemudian menyebar keberbagai belahan dunia termasuk Indonesia.

Buruh pertanian dan sektor informal cukup dominan di Indonesia. Komunitas-komunitas pedesaan pada umumnya menerapkan sistem gotong royong. Anak diharapkan dapat menopang kehidupan orang tua dilanjut usia dan keluarga besar lainnya. Sejak berdirinya Republik Indonesia pada tahun 1950, pemerintah telah menerapkan Pembangunan Jangka Panjang dengan kurun waktu 25 tahun (1969-1994 dann 1994-2019), setiap kurun waku diselesaikan secara bertahap dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun.

Sistem jaminan sosial di Indonesia dikerjakan di bawah rencana pembangunan tersebut. Repelita tahun 1974-1979 berfokus pada perluasan distribusi jaminan sosial. TASPEN (Tabungan pensiun), dana pensiun bagi pegawai negeri yang secara hukum diberlakukan pada tahu 1969. Pada tahun 1971 diadakan sistem asuransi untuk buruh swasta formal, ASTEK (Asuransi Tenaga Kerja), yang berubah menjadi JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) tahun 1992. JAMSOSTEK mempunyai manfaat yang lebih banyak, yaitu memberikan asuransi kesehatan. Sistem jaminan sosial kemudian semakin berkembang dengan pengaturan jaminan untuk pegawai negari, buruh swsta formal dan anggota ABRI yang terpisah.6

6

Michel Raper,Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia,(Jakarta:Trade Rights Centre,20080,h.


(27)

Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”. Akan tetapi, untuk saat ini jaminan sosial di Indonesia hanya terbatas

bagi mereka yang ikut Jamsostek (buruh swasa formal), Taspen dan Askes (untuk pegawai negeri) serta Asabri untuk anggota ABRI dan keluarga merka. Jaminan ini membayarkan sejumlah uang untuk dana pensiun, berobat, kematian dan pemakaman, kematian dan kecelakaan kerja. Selain itu, sistem ini juga memberi bantuan kepada korban bencana alam, korban konflik sosial dan orang-orang yang tidak bisa bekerja karena alasan tertentu. Sistem ini membiayai 15 juta dari 100 juta angkatan kerja, lebih dari 200 juta penduduk Indonesia. Sistem ini dipandang gagal untuk memberikan manfaat bagi penerimanya, karena hanya mencakup sebagian kecil masyrakat, jumlahnya yang kecil dan pengaturannya yang buruk.

ILO telah melakukan berbagai riset dan mengeluarkan rekomendasi agar sistem ini memperluas cakupannya, dan pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengusulkan RUU Jamsosnas yang disahkan oleh DPR pada bulan oktober 2004 sebagai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem ini lebih komperehensif, terdiri dari dana pensiun, asuransi kesehatan nasional, santunan kematian, dan santunan kecelakaan kerja. Sistem ini mencakup seluruh penduduk Indonesia, tanpa memandang apakah meraka buruh di sektor formal ataupun informal bahkan pengangguran. Sebuah lembaga jaminan sosial telah didirikan dan secara


(28)

langsung berada di bawah koordinasi presiden. Lembaga ini bertugas dan memberikan rekomendasi tentang pelaksanaan sistem baru ini.

C. Jenis-jenis Jaminan Sosial

Dalam Undang-undang Jaminan Sosial ada beberapa jenis program jaminan sosial bagi seluruh warga negara yang terdiri dari;

1. Jaminan Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi. Pembangunan manusia seutuhnya harus mencakup aspek jasmani dan kejiwaannya di samping spiritual, kepribadian, dan kejuangan. Untuk itu, menurut sujudi pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.

Berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar seperti globalisasi, denokratisasi, desentralisasi, krisis multidimensi, serta pemahaman kesehatan sebagai hak asasi dan investasi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan Indonesia meskipun secara status mengalami peningkatan, namun secara sistem hal itu belum menunjukkan adanya daya relationship semua stakeholder yang menjamin


(29)

sistem kesehatan yang sustainable dengan dasar mengupayakan sistem pelayanan kesehatan bagi semua kalangan terutama masyarakat yang tidak mampu.

Sementara sehat dalam definisi WHO (1975), adalah suatu keadaan sejahtera dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas penyakit dan kelemahan, dirasa tidak sesuai atau tidak lengkap lagi. Konsep sehat ini belum mengakomodasikan dimensi produktifitas dari kelompok umur yang berbeda seperti balita, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Dalam Ottawa Charter tahun 1986 disebutkan bahwa sehat itu bukan tujuan hidup, tetapi alat untuk dapat hidup produktif.7

Pembiayaan kesehatan terkait adanya visi menuju Indonesia sehat 2010. Hal ini menuntut semua instistusi mensinergikan semua program kerjanya dengan keadaan dukungan dana yang tersedia demi tercapainya target tersebut. Satu hal yang akan mempengaruhi proses itu adalah komitmen ekspenditur untuk sektor kesehatan dari pemerintah di semua tingkatan. Pembiayaan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi biaya kesehatannya, yaitu rata-rata 2,2% dari GDP, sementara negara lain yang memiliki sistem kesehatan yang baik rata-rata total ekspenditur untuk kesehatan mencapai 8%-15% dari GDP.

Sejak tahun 1999, arah pembangunan kesehatan nasional telah dirancangkan berupa program menuju Indonesia Sehat 2010.. dalam

7


(30)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 574/Menkes/SK/IV/2010 tentang kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 telah dirumuskan visi dan misi serta strategi baru pembangunan kesehatan. Visi baru yaitu Indonesia sehat 2010 akan dicapai melalui berbagai program pembangunan kesehatan yang telah tercantum dalam Undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional.

Namun, pembangunan kesehatan belum mencapai hasil yang optimal yang ditandai dengan berbagai masalah kesehatan masih banyak ditemukan. Menurut laporan WHO tahun 2000, angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 1998 masih tinggi adalah 48 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tersebut jauh lebih tinggi daripada angka kematian bayi di Thailand, Filipina, Srilangka, dan Malaysia.

Hal di atas dapat disebabkan oleh masih rendahnya kinerja pembangunan kesehatan. Masalah tersebut wajar saja terjadi karena pada realitanya pembangunan kesehatan belum berada dalam arus utama pembangunan nasioanal (Depkes, 2003). Sebagai contoh adalah anggaran yang disediakan untuk pembangunan kesehatan di Indonesia, ternyata untuk bidang kesehatan, pemerintah mempunyai anggaran yang masih kecil. Menurut Thabrany (2005), berdasarkan analisis data tahun anggaran


(31)

1997/1980 sampai 2002, alokasi belanja kesehatan rata-rata 1,36% (kisaran 0,84% sampai dengan 1,85%) dari total belanja pemerintah.8

Kesenjangan status kesehatan terjadi antar daerah, antar tingkatan sosial-ekonomi dan antarkawasan perkotaan dan pedesaan. Secara spesifik kesenjangan tersebut antara lain disebabkan oleh belum efektifnya pelaksanaan desentralisasi penanganan kesehatan, efisiensi penggunaan anggaran dana yang masih rendah serta distribusi dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang belum proporsional.

Desentralisasi yang memberi peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengambil andil penting dalam penanganan masalah kesehatan secara teoritis dapat menyebabkan tercapainya pelayanan kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Namun pada kenyataannya hal ini lebih mendorong timbulnya disparitas antar daerah dan sulit terpenuhinya informasi kesehatan yang essensial. Terlebih lagi, peningkatan pembiayaan yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam pembiayaan pengobatan kuratif menyebabkan berbagai pelayanan kesehatan preventif dan promotif oleh Pemerintah Daerah menurun.

Peran pihak swasta yang meningkat saat ini seharusnya tidak lagi dijawab dengan kompetisi oleh pemerintah pusat. Dalam meningkatkan efisiensi alokasi dana kesehatan, pemerintah sebaiknya merangkul pihak swasta dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan. Hal ini dapat

8


(32)

dilakukan dengan sertifikasi dan regulasi untuk menjamin kualitas kesehatan yang diberikan. Selain itu, pemerintah juga seyogyanya mengalihkan fokus perhatian dan penanganan dari daerah dimana peran swasta telah baik kepada peningkatan pelayanan kesehatan warga miskin dan pada daerah dimana peran sektor swasta belum begitu baik. Realisasi anggaran dana kesehatan sebanyak 5% dari total APBN yang sedang diupayakan oleh Kementrian Kesehatan-pun harus dibekali dengan perencanaan program kerja yang komprehensif, yang salah satunya harus berfokus pada peningkatan kualitas, kuantitas dan keterjangkauan palayanan kesehatan warga miskin.

Permasalahan SDM kesehatan juga merupakan tantangan yang harus segera dijawab oleh pemerintah. Koordinator Program Manajemen WHO Wilayah Asia Tenggara Dr. M Mucaherul Hug pada keteranganya usai pembukaan Konferensi Aliansi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Se-Asia Pasifik di Sanur pada April 2010 menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dari 57 negara di dunia yang masuk dalam kategori negara yang mengalami krisis tenaga kesehatan. Menurut Mucaherul Hug, selain karena tidak meratanya distribusi, krisis tenaga kesehatan di Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya kompetensi tenaga kesehatan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada institusi pendidikan terkait, serta menyusun dan menegaskan regulasi sebagai


(33)

upaya menjawab permasalahan distribusi tenaga kesehatan yang belum merata, terutama untuk daerah terpencil dan perbatasan.9

Kesehatan adalah hal esensial yang dibutuhkan oleh manusia, dan menjadi hak warga atas pemerintah. Dimanapun warga tersebut berada serta bagaimanapun status sosial ekonominya, pelayanan kesehatan harus diwujudkan dengan baik untuk menjawab tantangan-tantangan yang datang pada bidang kesehatan. Sehingga diharapkan cita-cita untuk mencapai indonesia yang lebih sehat dapat diwujudkan di tahun 2011.

2. Jaminan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.10

9

http:www.beritabali.com/index.php?reg=&news&id=201010040001(Artikel ini diakses pada 7Juni 2011)

10

http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=17 (Artikel ini diakses pada 9 Mei 2011)


(34)

Tenaga kerja mempunyai peranan dan arti yang penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya dan dalam peningkatan produksi dan produktivitas khususnya, sehingga perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan perawatan dengan cara menyelenggarakan jaminan sosial, baik bagi tenaga kerja maupun keluarganya. Pemberian jaminan ini sebenarnya adalah untuk melindungi tenaga kerja terhadap resiko akan hilang atau berkurangnya penghasilan dari tenaga kerja bersangkutan karena adanya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh penggunaan alat-alat besar dan tekhnologi modern serta bahan-bahan kimia.11

Sedangkan manfaat dari jaminan kecelakaan kerja ini memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan besarnya kelomok usaha sebagaimana tercantum pada iuran. a. Biaya Transport (Maksimum)

1) Darat Rp 400.000,- 2) Laut Rp 750.000,- 3) Udara Rp 1.500.000,-

11

http://khansamhamnida.wordpress.com/2011/04/14/jaminan-sosial-jenis-jenis-jaminan-sosial/ (Artikel ini diakses pada 8 Mei 2011)


(35)

b. Sementara tidak mampu bekerja

1) Empat (4) bulan pertama, 100% upah 2) Empat (4) bulan kedua, 75% upah 3) Selanjutnya 50% upah

c. Biaya Pengobatan/Perawatan Rp 12.000.000,- (maksimum)* d. Santunan Cacat

1) Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah tetap 2) Total-tetap

3) Sekaligus: 70 % x 80 bulan upah

4) Berkala (2 tahun) Rp 200.000,- per bulan*

5) Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan e. Santunan Kematian

1) Sekaligus 60 % x 80 bulan upah

2) Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan 3) Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-*

f. Biaya Rehabilitasi: Patokan harga RS DR. Suharso, Surakarta, ditambah 40 %

1) Prothese anggota badan 2) Alat bantu (kursi roda)

g. Penyakit akibat kerja, tiga puluh satu jenis penyakit selama hubungan kerja dan 3 tahun setelah putus hubungan kerja.


(36)

Iuran

1) Kelompok I: 0.24 % dari upah sebulan; 2) Kelompok II: 0.54 % dari upah sebulan; 3) Kelompok III: 0.89 % dari upah sebulan; 4) Kelompok IV: 1.27 % dari upah sebulan; 5) Kelompok V: 1.74 % dari upah sebulan;

*) sesuai dengan PP Nomor 76 tahun 2007

3. Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua (JHT) ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

Jaminan sosial ini merupakan satu kesatuan dari jaminan kecelakaan kerja, yang telah diakomodir dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Jaminan ini diperuntukkan bagi tenaga kerja yang telah memasuki masa tua atau sudah terputusnya penghasilan tenaga kerja. Dihari tua, tenaga kerja juga membutuhkan akan adanya jaminan tersedianya dana yang dimanfaatkan pada saat sudah berhenti bekerja, baik karena sudah mencapai hari tua (usia 55/56 tahun) atau waktu menderita cacat tetap dan total ataupun pada waktu


(37)

meninggal dunia. Oleh karena itu tabungan hari tua yang dikaitkan dengan program jaminan kematian diharapkan dapat, membuat tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhan minimum dihari tuanya beserta keluarganya dan memberikan ketenangan kerja bagi pekerja pada usia yang produktif. Iuran jaminan hari tua, yakni: ditanggung perusahaan sebesar 3,7% , dan ditanggung oleh tenaga kerja sebesar 2%.

Sedangkan manfaat dari jaminan hari tua akan dikembalikan atau dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:

a. Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap. b. Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun

dengan masa tunggu 6 bulan.

c. Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/ABRI.

Tata Cara Pengajuan Jaminan12

Setiap permintaan Jaminan Hari Tua, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 Jamsostek kepada kantor Jamsostek setempat dengan melampirkan:

a. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli. b. Kartu Identitas diri KTP/SIM (fotokopi).

c. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial.

12

http://mitra-ku.com/home/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid= 63 (Artikel ini diakses pada 9 Mei 2011)


(38)

d. Surat pernyataan belum bekerja di atas materai secukupnya.

e. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang mengalami cacat total dilampiri dengan Surat Keterangan Dokter

f. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan:

g. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia h. Photocopy Paspor

i. Photocopy Visa

j. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum usia 55 thn dilampiri:

k. Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kelurahan/Kepolisian l. Photocopy Kartu keluarga

m. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun telah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan:

n. Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan o. Surat pernyataan belum bekerja lagi

p. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri Sipil/ ABRI.

Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT Jamsostek (persero) melakukan pembayaran JHT.


(39)

4. Jaminan Pensiun

Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sejauh ini, baru pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota TNI/Polri yang memiliki program Jaminan Pensiun wajib. Sebagian besar tenaga kerja swasta, apalagi kelompok nonformal, belum memiliki program Jaminan Pensiun wajib meskipun sebagian kecil sudah memiliki program pensiun sukarela, baik melalui program pensiun yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta maupun lembaga Dana Pensiun Lembaga Keuangan/Pemberi Kerja.

Indonesia sebenarnya telah memiliki undang-undang (UU) yang akan melandasi reformasi penyelenggaraan program Jaminan Pensiun itu. Namun, implementasinya, termasuk penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan, belum seperti diharapkan. Bahkan, sekarang sedang menjumpai masalah hukum mengingat masa transisi pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 2004 sampai tahun 2009 sudah terlewati. Di dalam UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dicita-citakan bahwa pada suatu saat (15-20 tahun mendatang) seluruh penduduk Indonesia akan memiliki Jaminan Pensiun yang dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.


(40)

Dalam pemberian jaminan ini ada lima perusahaan yang telah ditunjuk dalam pemberian jaminan sosial, akan tetapi dimiliki oleh negara dan mengelola:13

a. PT Jamsostek, mengelola dana pensiun dan asuransi kesehatan bagi buruh swasta formal.

b. PT Taspen, mengelola dana pensiun untuk egawai negeri. c. PT Asabri, mengelola program pensiunan untuk anggota ABRI. d. PT Askes, mengelola suransi kesehatan untuk pegawai negarai

Di dalam Undang-undang jaminan sosial No.40 tahun 2004 antara lain dalam Pasal:

a. Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

b. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

c. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

d. Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran. f. Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan

sebagai:

1) Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;

2) Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia;

3) Pensiun janda/duda,diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi;

4) Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau

13

Michael Raper, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial Di Indonesia dan Australia, (Jakarta: Trade Union Rights Centre, 2008), h. 60


(41)

5) Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. a) Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran

uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iuran minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.

b) Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.

c) Apabila peserta meninggal dunia masa iur 15 (lima belas) tahun ahli warisnya tetap berhak, mendapatkan manfaat jaminan pensiun. d) Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa

iur (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya. e) Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak

tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.

f) Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun

Jika melihat dari ulasan pada Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut dan perusahaan pengelola jaminan sosial, jaminan pensiun diberikan hanya untuk PNS/ABRI. Sedangkan untuk buruh swasta tidak mendapatkan tunjangan atau jaminan pensiun. Jikalau ada, itu pun hanya sedikit yang mendapatkannya. Sebagaimana yang diutarakan oleh H. Said Iqbal, ME yang merupakan Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS). Beliau mengutarakan seharusnya seluruh rakyat Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan seumur hidup dan juga dana pensiun tanpa adanya diskriminasi melalui sebuah petisi rakyat, yang berisi tiga poin penting:14

14

http://www.antaranews.com/berita/254960/kajs-perjuangkan-jamkes-tanpa-diskriminasi


(42)

a. Jaminan kesehatan seumur hidup untuk seluruh rakyat Indonesia, dalam hal ini berobat gratis seumur hidup.

b. Jaminan dana pensiun wajib bagi buruh swasta. Ketika masih bekerja pekerja/buruh dituntut produktivitas tinggi dan diwajibkan membayar pajak. Namun, saat memasuki usia pensiun tidak mendapat jaminan pensiun. Akibatnya tidak mampu membayar kontrakan rumah, anak putus sekolah dan berpenyakitan, dan

c. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJS) harus badan hukum publik wali amanat, bukan berbentuk BUMN atau PT sebagaimana yang lazim dilakukan oleh pemerintah saat ini.

5. Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari Rp 10 juta santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman15 dan santunan berkala. Ada tata cara pengajuan jaminan kematian ini yakni, sebagai berikut:16

15

Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2007 Tentang 16

http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=17 (Artikel ini diakses pada 9 Mei 2011)


(43)

Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada PT Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti: a. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan. b. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan. c. Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan

yang masih berlaku.

d. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga). e. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat.

f. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan).

PT Jamsostek (Persero) hanya akan membayar jaminan kepada yang berhak. Dan program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja sebagai berkut:

a. Santunan kematian : Rp. 10. 000.000 b. Biaya pemakaman : Rp. 2. 000.000


(44)

D. Sumber-sumber Dana Jaminan Sosial

1. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)17

Penyusunan anggaran pendapatan negara disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dankemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Penyususnan rancangan anggaran pendapatan belanja negara, berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat

17

http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara (Artikel ini diakses pada 13 Mei 2011)


(45)

mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya:

a. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

b. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun


(46)

tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.

c. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

d. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

e. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

f. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:

a. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.


(47)

c. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggara pendapatan belanja daerah (APBD) terdiri atas:

a. Anggaran pendapatan, terdiri atas:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan

lain-lain.

2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. b. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan

tugas pemerintahan di daerah.

c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikut.


(48)

39

DAN HUKUM ISLAM

A. Perspektif Hukum Positif

1. Pengertian Jaminan Sosial

Kewajiban negara (state obiligation) untuk memberikan jaminan pada setiap warga untuk memperoleh akses yang baik terhadap berbagai kebutuhan dasar manusia (terutama makanan, kesehatan, tempat tinggal, dan pendidikan). Sedangkan yang lain jaminan sosial berbicara tentang proteksi negara bagi warga terhadap kondisi-kondisi yang potensial mendegradasi harkat dan martabat manusia, seperti kemiskinan, usia lanjut, cacat, dan pengangguran.

Dalam pandangan antropologi, kebudayaan atau kultur tidak pernah dapat terlepas dalam suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan tata kelakuan, kelakuan dan hasil kelakuan manusia, masyarakat merupakan jaringan kelompok-kelompok manusia yang memangku kebudayaan tadi. Dengan demikian, masyarakat merupakan wadah dari kebudayaan.1

Atas dasar kenyataan itu beranggapan bahwa kebudayaan atau kultur ini sangat mewarnai kehidupan suatu masyarakat. Dalam pandangan tersebut, kondisi kehidupan masyarakat yang merupakan masalah sosial juga dapat

1


(49)

dianggap sebagai cerminan dari kultur masyarakatnya. Sebagai contoh, masalah kemiskinan sering dijelaskan sumbernya dari latar belakang budaya masyarakanya, sehingga dikenal suatu hipotesis yang disebut dengan kemiskinan kultural.2

Di banyak Negara, terutama Negara-negara yang menganut sistem Negara kesejahteraan (welfare state), sistem jaminan sosial yang baik dimaknai sebagai titik sentral makna eksistensi negara. Negara ada untuk kesejahteraan rakyat, bukan rakyat ada demi prestise negara. Tidak jarang, pemaknaan dan implementasi ide jaminan sosial di suatu negara menjadi indikator terpilih/tidaknya sebuah kabinet untuk memimpin pemerintah di masa datang. Itu sebabnya, kebanyakan pemerintah negara-negara beradab secara serius memaknai pelaksanaan jaminan sosial.

Tidak ada definisi universal untuk “jaminan sosial” (sosial security). Secara umum ia diartikan sebagai penyedia perlindungan yang dilakukan lewat prosedur publik atas berbagai kerugian atau kehilangan penghasilann karena sakit, kehamilan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, cacat, usia, lanjut, dan kematian. Asuransi kesehatan sering dianggap bagian dari jaminan sosial (misalnya oleh ILO)3. “Perlindungan sosial” (social protection) adalah istilah yang sering digunakan sebagai konsep yang lebih luas untuk mencakup

2

Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), cet. 1, h. 100

3

Michael Raper, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, (Jakarta: Trade Union Rights Centre, 2008), h. 17


(50)

jaminan sosial, asuransi kesehatan dan jaminan yang diberikan di sektor swasta. Sedangkan jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan Masyarakat yang bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan.4

Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948), dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 45 tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu

“Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat….”.

Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial (compulsory social insurance), yang dibiayai dari kontribusi/premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa bantuan sosial

4


(51)

(social assistance) baik dalam bentuk pemberian bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayan dari negara dan bantuan sosial dan masyarakat lainnya.

Beberapa negara yang menganut (welfare state) yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Disamping itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian. 2. Jaminan Sosial Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi. Pembangunan manusia seutuhnya harus mencakup aspek jasmani dan kejiwaannya di samping spiritual, kepribadian, dan kejuangan. Untuk itu, menurut Sujudi pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.


(52)

Berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar seperti globalisasi, denokratisasi, desentralisasi, krisis multidimensi, serta pemahaman kesehatan sebagai hak asasi dan investasi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan Indonesia meskipun secara status mengalami peningkatan, namun secara sistem hal itu belum menunjukkan adanya daya relationship semua stakeholder yang menjamin sistem kesehatan yang sustainable dengan dasar mengupayakan sistem pelayanan kesehatan bagi semua kalangan terutama masyarakat yang tidak mampu.

Sementara sehat dalam definisi World Health Organization (WHO), adalah suatu keadaan sejahtera dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas penyakit dan kelemahan, dirasa tidak sesuai atau tidak lengkap lagi. Konsep sehat ini belum mengakomodasikan dimensi produktifitas dari kelompok umur yang berbeda seperti balita, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Dalam Ottawa Charter tahun 1986 disebutkan bahwa sehat itu bukan tujuan hidup, tetapi alat untuk dapat hidup produktif.5

Pembiayaan kesehatan terkait adanya visi menuju Indonesia sehat 2010. Hal ini menuntut semua instistusi mensinergikan semua program kerjanya dengan keadaan dukungan dana yang tersedia demi tercapainya target tersebut. Satu hal yang akan mempengaruhi proses itu adalah komitmen

5


(53)

ekspenditur untuk sektor kesehatan dari pemerintah di semua tingkatan. Pembiayaan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi biaya kesehatannya, yaitu rata-rata 2,2% dari GDP, sementara negara lain yang memiliki sistem kesehatan yang baik rata-rata total ekspenditur untuk kesehatan mencapai 8%-15% dari GDP.

Sejak tahun 1999, arah pembangunan kesehatan nasional telah dirancangkan berupa program menuju Indonesia Sehat 2010.. dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 574/Menkes/SK/IV/2010 tentang kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 telah dirumuskan visi dan misi serta strategi baru pembangunan kesehatan. Visi baru yaitu Indonesia sehat 2010 akan dicapai melalui berbagai program pembangunan kesehatan yang telah tercantum dalam Undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional.

Namun, pembangunan kesehatan belum mencapai hasil yang optimal yang ditandai dengan berbagai masalah kesehatan masih banyak ditemukan. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2000, angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 1998 masih tinggi adalah 48 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tersebut jauh lebih tinggi daripada angka kematian bayi di Thailand, Filipina, Srilangka, dan Malaysia.

Hal di atas dapat disebabkan oleh masih rendahnya kinerja pembangunan kesehatan. Masalah tersebut wajar saja terjadi karena pada


(54)

realitanya pembangunan kesehatan belum berada dalam arus utama pembangunan nasioanal (Depkes, 2003). Sebagai contoh adalah anggaran yang disediakan untuk pembangunan kesehatan di Indonesia, ternyata untuk bidang kesehatan, pemerintah mempunyai anggaran yang masih kecil. Menurut Thabrany (2005), berdasarkan analisis data tahun anggaran 1997/1980 sampai 2002, alokasi belanja kesehatan rata-rata 1,36% (kisaran 0,84% sampai dengan 1,85%) dari total belanja pemerintah.6

Kesenjangan status kesehatan terjadi antar daerah, antar tingkatan sosial-ekonomi dan antarkawasan perkotaan dan pedesaan. Secara spesifik kesenjangan tersebut antara lain disebabkan oleh belum efektifnya pelaksanaan desentralisasi penanganan kesehatan, efisiensi penggunaan anggaran dana yang masih rendah serta distribusi dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang belum proporsional.

Desentralisasi yang memberi peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengambil andil penting dalam penanganan masalah kesehatan secara teoritis dapat menyebabkan tercapainya pelayanan kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Namun pada kenyataannya hal ini lebih mendorong timbulnya disparitas antar daerah dan sulit terpenuhinya informasi kesehatan yang essensial. Terlebih lagi, peningkatan pembiayaan yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam pembiayaan pengobatan kuratif menyebabkan

6


(55)

berbagai pelayanan kesehatan preventif dan promotif oleh Pemerintah Daerah menurun.

Peran pihak swasta yang meningkat saat ini seharusnya tidak lagi dijawab dengan kompetisi oleh pemerintah pusat. Dalam meningkatkan efisiensi alokasi dana kesehatan, pemerintah sebaiknya merangkul pihak swasta dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan. Hal ini dapat dilakukan dengan sertifikasi dan regulasi untuk menjamin kualitas kesehatan yang diberikan. Selain itu, pemerintah juga seyogyanya mengalihkan fokus perhatian dan penanganan dari daerah dimana peran swasta telah baik kepada peningkatan pelayanan kesehatan warga miskin dan pada daerah dimana peran sektor swasta belum begitu baik. Realisasi anggaran dana kesehatan sebanyak 5% dari total APBN yang sedang diupayakan oleh Kementrian Kesehatan-pun harus dibekali dengan perencanaan program kerja yang komprehensif, yang salah satunya harus berfokus pada peningkatan kualitas, kuantitas dan keterjangkauan palayanan kesehatan warga miskin.

Permasalahan SDM kesehatan juga merupakan tantangan yang harus segera dijawab oleh pemerintah. Koordinator Program Manajemen World Health Oraganization (WHO) Wilayah Asia Tenggara Dr. M Mucaherul Hug pada keteranganya usai pembukaan Konferensi Aliansi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Se-Asia Pasifik di Sanur pada April 2010 menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dari 57 negara di dunia yang masuk dalam kategori negara yang mengalami krisis tenaga kesehatan.


(56)

Menurut Mucaherul Hug, selain karena tidak meratanya distribusi, krisis tenaga kesehatan di Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya kompetensi tenaga kesehatan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada institusi pendidikan terkait, serta menyusun dan menegaskan regulasi sebagai upaya menjawab permasalahan distribusi tenaga kesehatan yang belum merata, terutama untuk daerah terpencil dan perbatasan.

Kesehatan adalah hal esensial yang dibutuhkan oleh manusia, dan menjadi hak warga atas pemerintah. Dimanapun warga tersebut berada serta bagaimanapun status sosial ekonominya, pelayanan kesehatan harus diwujudkan dengan baik untuk menjawab tantangan-tantangan yang datang pada bidang kesehatan. Sehingga diharapkan cita-cita untuk mencapai indonesia yang lebih sehat dapat diwujudkan di tahun 2011.

3. Sumber-sumber Dana Jaminan Sosial

a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)7

Penyusunan anggaran pendapatan negara disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dankemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Penyususnan rancangan anggaran pendapatan belanja negara, berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Anggaran Pendapatan

7

http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara (Artikel ini diakses pada 13 Mei 2011)


(57)

dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,


(58)

meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya:

1) Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat.

2) Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar. 3) Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman

untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan


(59)

mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

4) Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

5) Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

6) Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:

1) Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

2) Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan. 3) Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri

dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional. b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai


(60)

dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggara pendapatan belanja daerah (APBD) terdiri atas:

1) Anggaran pendapatan, terdiri atas:

a) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan

penerimaan lain-lain.

b) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

c) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2) Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

3) Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikut.

B. Perspektif Hukum Islam

1. Pranata Jaminan Sosial Dalam Hukum Islam a. Wakaf

Secara bahasa, adalah al-habs (menahan). Kata al-waqf adalah bentuk masdar dari ungkapan waqfu al-syai’, yang berarti menahan

sesuatu. Imam Antarah, dalam syairnya, berkata: “untaku tertahan di suatu


(1)

122

yang memerlukan atau yang menggunakannya dalam terpenuhi segalanya terlebih dengan kesehatan yang lebih utama bagi masyarakat yang kurang mampu. Dan diharapkan tidak adanya diskriminasi dalam pemberian jaminan sosial ini, karena jika dilihat dari beberapa pasal yang tercantum di dalamnya lebih banyak pemberian jaminan sosial baik dari jaminan sosial kesehatan maupun yang lain diberikan kepada anggota Pegawai Negeri Sipil ataupun Aggota ABRI dan keluarganya.

2. Sedangkan kepada civitas akademika diharapkan penelitian ini dijadikan sebuah wawasan keilmuan bagi peneliti setelahnya yang ingin meneliti sebuah penelitian dengan bahasan yang sama.


(2)

123 Al-Qur’an al-karim.

Abid Abdullah Al-khabisi,Muhammad,Hukum wakaf kajian Kontenporer pertama dan terlengkap tentang pungsi dan pengelolaah wakaf serta penyelesaian Atas sengketa Wakaf,(Jakarta:IIMaN,2003

Al-Fanjari,Ahmad sauqy, Politi Hukum Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007). Adisasmito, Wiku, Sistem Kesehatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Adnan, Zamudin, Politik Hukum Islam, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,1994). Al Munwir, Kamus Al Munawir “Zakat”, (Yogyakarta: PP Al Munawir, 1984). Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: UIN Press, 2006).

Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).

Azis Dahlan, Abdul (ed), Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT Ihktiar Baru Van Hoeve, 1997).

Bogdan Robert, dan Steven J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. alih bahasa-Arif Furchan Cet- 1. Usaha Nasional. Surabaya- Indonesia: 1992. Consuelo, G. Sevilla, at. all, Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia

(UI- PRESS). Jakarta: 2006.

CSRC UIN Jakarta, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusian: Studi Tentang Wakaf dalam Persepektif Sosial di Indonesia, (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2006), Cet Ke-1.

Daud, Ali Muhammad, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI-Press, 1988), cet ke-1.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid III Juz 7-8-9, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1990.

Djoely, Mansuruddin, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997).


(3)

124

Fikri, Ali, Wawasan Islamdan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai Umar Bin Khattab ra, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1998).

Hadi Permono, Sjechul, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional Persamaan dan Perbedaannya Dengan Pajak, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992)

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990).

Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002).

Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993).

J Lexy, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Cet, ke- 18. Remaja Rosda Karya. Bandung: 2004.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1966). Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha¸(Jakarta: Centre for

Enterpreneurship Development, 2005).

Ma’luf, Louis, Kamus Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1977).

Mahmud, Peter Marzuki, Penelitian Hukum. Cet, ke- 4. Kencana Media Group. Jakarta: 2008.

Mannan, M. A., Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dhana Bhakti Primayasa, 1997).

Manan, Abdul, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).

Mas’ud, F. Masdar, Agama Keadilan Risalah Zakat Pajak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991).

Mufraini, F. Arif, Akuntansi dan Manajemen Zakat (Jakarta: Kencana, 2006).

Muhammad bin Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003).

Mujid, Abdul, et. Al., Kamus Istilah Fiqh “Baitul Mal”, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994.


(4)

Nasution, Harun dan Mukti Ali, Ensiklopedia Hukum Islam di Indonesia “Ghanimah”, (Jakarta: Depag RI, tth).

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), Cet ke-1

Praja,S,Juhaya,Perwakapan Di Indonesia Sejarah,Pemikiran,Hukum,dan Perkembangan,(Bandung:Muassalah Risalh,1993).

Qardhawi, Yusuf, Al-Ibadah fil-Islam (Beirut: Muassalah Risalah, 1993).

Raper, Michael, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, (Jakarta: Trade Union Rights Centre, 2008).

Rawwaa Qal’ahji, Muhammad, Ensiklopedia Fiqh Umar bin Khattab ra, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999).

Sabiq, Sayid, Fiqh Sunah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1980).

Saefuddin, Ahmad Muflih, Pengelolaan Zakat ditinjau Dari Aspek Ekonomi, (Bontang: Dakwah Islamiyyah, 1986).

Sanusi, Ahmad, Agama diTengah Kemiskinan Refleksi Atas Pendangan Islam dan Kristen Dalam Perspektif Kerjasama Antar Umat Beragama, (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu, 1999), Cet ke-1.

Shahih Muslim, Kitab Tentang Zakat, Bab Tentang Orang Yang Tidak Berkecukupan Tetapi Tidak Minta-minta, (Surabaya: pt. Bina Ilmu, tth).

Sherraden, Michael, Aset Untuk Orang Miskin Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Ed. 1.

Shihab, Quraisy, Tafsir Al-Misbah, vol.5 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. 1.

Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), cet. 1.

Thayib, Ahari, Konsep Ekonoomi Ibnu Taimiyah, (Yogyakarta: PT Bina Ilmu, 1997). Tholhah Hasan, Muhammad, Islam Dalam Pespektif Sosio Kultur, (Jakarta:


(5)

126

Warson Munawwir, Ahmad, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan, 1984).

Watik Pratikya, Ahmad, Abdul Salam M. Sofro, Islam Etika dan Kesehatan Sumbangan Islam Dalam Menghadapi Problema Kesehatan Indonesia Tahun 2000-an, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986)

Widiyantoro, Yulius, (skripsi), Studi Implementasi Kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional Terhadap Mekanisme Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin di Puskesmas Kota Semarang, (Semarang: 2005)

Wiwoho, B, Zakat dan Pajak, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1991). Yafie, Ali, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung, 1994).

Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian Berbagaii Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rodakarya, 1995), cet ke-1.

Sumber dari internet (situs web site)

http://www.antaranews.com/berita/1273064171/dpr-sistem-jaminan-sosial-perlu segera

diterapkanhttp://sjsn.menkokesra.go.id/index.php?option=com_content&task= view&id=19&Itemid=8

http://www.gapri.org/tfiles/file/umum/JAMINAN%20KESEHATAN%20NASIONA L.doc.

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_7/artikel_5.htm

http://sanggar.wordpress.com/2008/03/07/reformasi-sistem-jaminan kesehatanmewujudkan-mimpi-atas-kesehatan-bagi-semua/ http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=17

http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=17


(6)

http://www.antaranews.com/berita/254960/kajs-perjuangkan-jamkes-tanpa-diskriminasi

http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara http://tafsir-ekonomi.blogspot.com/2011/01/islam-dan-jaminan-sosial.htm http://bondanserbaneka.blogspot.com/2007/01/kesehatan-menurut-pandangan-islam.html

http://www.faqihregas.co.cc/2010/05/makalah-tentang-kafalah.html


Dokumen yang terkait

Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)

4 61 133

Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional - [PERATURAN]

0 2 33

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

1 19 104

ASURANSI SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG JAMINAN SOSIAL NASIONA.

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 9

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 17

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 21

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 3

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24