Perspektif Hukum Positif JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

39

BAB III JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

DAN HUKUM ISLAM

A. Perspektif Hukum Positif

1. Pengertian Jaminan Sosial Kewajiban negara state obiligation untuk memberikan jaminan pada setiap warga untuk memperoleh akses yang baik terhadap berbagai kebutuhan dasar manusia terutama makanan, kesehatan, tempat tinggal, dan pendidikan. Sedangkan yang lain jaminan sosial berbicara tentang proteksi negara bagi warga terhadap kondisi-kondisi yang potensial mendegradasi harkat dan martabat manusia, seperti kemiskinan, usia lanjut, cacat, dan pengangguran. Dalam pandangan antropologi, kebudayaan atau kultur tidak pernah dapat terlepas dalam suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan tata kelakuan, kelakuan dan hasil kelakuan manusia, masyarakat merupakan jaringan kelompok-kelompok manusia yang memangku kebudayaan tadi. Dengan demikian, masyarakat merupakan wadah dari kebudayaan. 1 Atas dasar kenyataan itu beranggapan bahwa kebudayaan atau kultur ini sangat mewarnai kehidupan suatu masyarakat. Dalam pandangan tersebut, kondisi kehidupan masyarakat yang merupakan masalah sosial juga dapat 1 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1966 40 dianggap sebagai cerminan dari kultur masyarakatnya. Sebagai contoh, masalah kemiskinan sering dijelaskan sumbernya dari latar belakang budaya masyarakanya, sehingga dikenal suatu hipotesis yang disebut dengan kemiskinan kultural. 2 Di banyak Negara, terutama Negara-negara yang menganut sistem Negara kesejahteraan welfare state, sistem jaminan sosial yang baik dimaknai sebagai titik sentral makna eksistensi negara. Negara ada untuk kesejahteraan rakyat, bukan rakyat ada demi prestise negara. Tidak jarang, pemaknaan dan implementasi ide jaminan sosial di suatu negara menjadi indikator terpilihtidaknya sebuah kabinet untuk memimpin pemerintah di masa datang. Itu sebabnya, kebanyakan pemerintah negara-negara beradab secara serius memaknai pelaksanaan jaminan sosial. Tidak ada definisi universal untuk “jaminan sosial” sosial security. Secara umum ia diartikan sebagai penyedia perlindungan yang dilakukan lewat prosedur publik atas berbagai kerugian atau kehilangan penghasilann karena sakit, kehamilan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, cacat, usia, lanjut, dan kematian. Asuransi kesehatan sering dianggap bagian dari jaminan sosial misalnya oleh ILO 3 . “Perlindungan sosial” social protection adalah istilah yang sering digunakan sebagai konsep yang lebih luas untuk mencakup 2 Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995, cet. 1, h. 100 3 Michael Raper, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, Jakarta: Trade Union Rights Centre, 2008, h. 17 41 jaminan sosial, asuransi kesehatan dan jaminan yang diberikan di sektor swasta. Sedangkan jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan Masyarakat yang bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan. 4 Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB 1948, dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 45 tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat….”. Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial compulsory social insurance, yang dibiayai dari kontribusipremi yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusipremi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatanupah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa bantuan sosial 4 http:www.ekonomirakyat.orgedisi_7artikel_5.htm Artikel ini diakses pada 5 Mei 2011 42 social assistance baik dalam bentuk pemberian bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayan dari negara dan bantuan sosial dan masyarakat lainnya. Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Disamping itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian. 2. Jaminan Sosial Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi. Pembangunan manusia seutuhnya harus mencakup aspek jasmani dan kejiwaannya di samping spiritual, kepribadian, dan kejuangan. Untuk itu, menurut Sujudi pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. 43 Berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar seperti globalisasi, denokratisasi, desentralisasi, krisis multidimensi, serta pemahaman kesehatan sebagai hak asasi dan investasi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan Indonesia meskipun secara status mengalami peningkatan, namun secara sistem hal itu belum menunjukkan adanya daya relationship semua stakeholder yang menjamin sistem kesehatan yang sustainable dengan dasar mengupayakan sistem pelayanan kesehatan bagi semua kalangan terutama masyarakat yang tidak mampu. Sementara sehat dalam definisi World Health Organization WHO, adalah suatu keadaan sejahtera dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas penyakit dan kelemahan, dirasa tidak sesuai atau tidak lengkap lagi. Konsep sehat ini belum mengakomodasikan dimensi produktifitas dari kelompok umur yang berbeda seperti balita, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Dalam Ottawa Charter tahun 1986 disebutkan bahwa sehat itu bukan tujuan hidup, tetapi alat untuk dapat hidup produktif. 5 Pembiayaan kesehatan terkait adanya visi menuju Indonesia sehat 2010. Hal ini menuntut semua instistusi mensinergikan semua program kerjanya dengan keadaan dukungan dana yang tersedia demi tercapainya target tersebut. Satu hal yang akan mempengaruhi proses itu adalah komitmen 5 Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h.6 44 ekspenditur untuk sektor kesehatan dari pemerintah di semua tingkatan. Pembiayaan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi biaya kesehatannya, yaitu rata-rata 2,2 dari GDP, sementara negara lain yang memiliki sistem kesehatan yang baik rata-rata total ekspenditur untuk kesehatan mencapai 8-15 dari GDP. Sejak tahun 1999, arah pembangunan kesehatan nasional telah dirancangkan berupa program menuju Indonesia Sehat 2010.. dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 574MenkesSKIV2010 tentang kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 telah dirumuskan visi dan misi serta strategi baru pembangunan kesehatan. Visi baru yaitu Indonesia sehat 2010 akan dicapai melalui berbagai program pembangunan kesehatan yang telah tercantum dalam Undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional. Namun, pembangunan kesehatan belum mencapai hasil yang optimal yang ditandai dengan berbagai masalah kesehatan masih banyak ditemukan. Menurut laporan World Health Organization WHO tahun 2000, angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 1998 masih tinggi adalah 48 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tersebut jauh lebih tinggi daripada angka kematian bayi di Thailand, Filipina, Srilangka, dan Malaysia. Hal di atas dapat disebabkan oleh masih rendahnya kinerja pembangunan kesehatan. Masalah tersebut wajar saja terjadi karena pada 45 realitanya pembangunan kesehatan belum berada dalam arus utama pembangunan nasioanal Depkes, 2003. Sebagai contoh adalah anggaran yang disediakan untuk pembangunan kesehatan di Indonesia, ternyata untuk bidang kesehatan, pemerintah mempunyai anggaran yang masih kecil. Menurut Thabrany 2005, berdasarkan analisis data tahun anggaran 19971980 sampai 2002, alokasi belanja kesehatan rata-rata 1,36 kisaran 0,84 sampai dengan 1,85 dari total belanja pemerintah. 6 Kesenjangan status kesehatan terjadi antar daerah, antar tingkatan sosial-ekonomi dan antarkawasan perkotaan dan pedesaan. Secara spesifik kesenjangan tersebut antara lain disebabkan oleh belum efektifnya pelaksanaan desentralisasi penanganan kesehatan, efisiensi penggunaan anggaran dana yang masih rendah serta distribusi dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang belum proporsional. Desentralisasi yang memberi peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengambil andil penting dalam penanganan masalah kesehatan secara teoritis dapat menyebabkan tercapainya pelayanan kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Namun pada kenyataannya hal ini lebih mendorong timbulnya disparitas antar daerah dan sulit terpenuhinya informasi kesehatan yang essensial. Terlebih lagi, peningkatan pembiayaan yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam pembiayaan pengobatan kuratif menyebabkan 6 Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h. 94-95 46 berbagai pelayanan kesehatan preventif dan promotif oleh Pemerintah Daerah menurun. Peran pihak swasta yang meningkat saat ini seharusnya tidak lagi dijawab dengan kompetisi oleh pemerintah pusat. Dalam meningkatkan efisiensi alokasi dana kesehatan, pemerintah sebaiknya merangkul pihak swasta dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan. Hal ini dapat dilakukan dengan sertifikasi dan regulasi untuk menjamin kualitas kesehatan yang diberikan. Selain itu, pemerintah juga seyogyanya mengalihkan fokus perhatian dan penanganan dari daerah dimana peran swasta telah baik kepada peningkatan pelayanan kesehatan warga miskin dan pada daerah dimana peran sektor swasta belum begitu baik. Realisasi anggaran dana kesehatan sebanyak 5 dari total APBN yang sedang diupayakan oleh Kementrian Kesehatan-pun harus dibekali dengan perencanaan program kerja yang komprehensif, yang salah satunya harus berfokus pada peningkatan kualitas, kuantitas dan keterjangkauan palayanan kesehatan warga miskin. Permasalahan SDM kesehatan juga merupakan tantangan yang harus segera dijawab oleh pemerintah. Koordinator Program Manajemen World Health Oraganization WHO Wilayah Asia Tenggara Dr. M Mucaherul Hug pada keteranganya usai pembukaan Konferensi Aliansi Sumber Daya Manusia SDM Kesehatan Se-Asia Pasifik di Sanur pada April 2010 menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dari 57 negara di dunia yang masuk dalam kategori negara yang mengalami krisis tenaga kesehatan. 47 Menurut Mucaherul Hug, selain karena tidak meratanya distribusi, krisis tenaga kesehatan di Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya kompetensi tenaga kesehatan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada institusi pendidikan terkait, serta menyusun dan menegaskan regulasi sebagai upaya menjawab permasalahan distribusi tenaga kesehatan yang belum merata, terutama untuk daerah terpencil dan perbatasan. Kesehatan adalah hal esensial yang dibutuhkan oleh manusia, dan menjadi hak warga atas pemerintah. Dimanapun warga tersebut berada serta bagaimanapun status sosial ekonominya, pelayanan kesehatan harus diwujudkan dengan baik untuk menjawab tantangan-tantangan yang datang pada bidang kesehatan. Sehingga diharapkan cita-cita untuk mencapai indonesia yang lebih sehat dapat diwujudkan di tahun 2011. 3. Sumber-sumber Dana Jaminan Sosial a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN 7 Penyusunan anggaran pendapatan negara disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dankemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Penyususnan rancangan anggaran pendapatan belanja negara, berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Anggaran Pendapatan 7 http:id.wikipedia.orgwikiAnggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara Artikel ini diakses pada 13 Mei 2011 48 dan Belanja Negara APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran 1 Januari - 31 Desember. APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang- Undang. Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisiperubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR. Dalam keadaan darurat misalnya terjadi bencana alam, Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, 49 meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya: 1 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat. 2 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar. 3 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan 50 mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak. 4 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian. 5 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah: 1 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan. 2 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan. 3 Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional. b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai 51 dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggara pendapatan belanja daerah APBD terdiri atas: 1 Anggaran pendapatan, terdiri atas: a Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. b Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus. c Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. 2 Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. 3 Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali danatau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikut.

B. Perspektif Hukum Islam

Dokumen yang terkait

Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)

4 61 133

Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional - [PERATURAN]

0 2 33

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

1 19 104

ASURANSI SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG JAMINAN SOSIAL NASIONA.

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 9

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 17

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 21

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 3

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24