Mekanisme Ekstradisi dan bagaimana eksistensinya atas Kejahatan terhadap Kemanusiaan Crimes Againts humanity.
2 Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan
ilmu pengetahuan dan dimana dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan analisa-analisa yang brsifat objektif.
b. Manfaat Praktis
Yaitu memberikan masukan sekligus pengetahuan kepada para pihak dalam kaitannya dengan perkembangan politik dunia mengenai Penerapan
Yurisdiksi Universal melalui Mekanisme Ekstradisi pada saat ini khususnya dalam kaitannya dengan Kejahatan terhadap Kemanusiaan Crimes Againts
humanity.
D. Keaslian Penulisan
Pembahasan ini dengan judul: “Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi Atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts
humanity”, adalah judul yang sebenarnya tidak asing lagi ditelinga kita, karena sebelumnya telah banyak dibahas diberbagai media, namun dalam pembahasan
skripsi ini penulis khusus membahas mengenai masalah Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Crimes Againts humanity, khususnya mengenai bagaimana sebenarnya Penerapan Yurisdiksi Universal melalui Mekanisme Ekstradisi dan apa
sebenarnya Kejahatan terhadap Kemanusiaan Crimes Againts humanity.
Universitas Sumatera Utara
Judul ini adalah murni hasil pemikiran dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
E. Tinjauan Kepustakaan
1.
Pengertian Ekstradisi
Ekstradisi berasal dari kata latin “axtradere” extradition = Inggris yang berarti ex adalah keluar, sedangkan tradere berarti memberikan yang maksudnya
ialah menyerahkan. Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan
terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta.
3
Menurut I Wayan Parthiana, SH, “Ekstradisi adalah Penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan
sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seseorang yang tertuduh terdakwa atau atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang
dilakukannya terhukum, terpidana oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada atau bersembunyi kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili
atau menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut, dengan tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumannya.”
4
3
www.interpol.go.idinterpolfilesEKSTRADISI_f541e0.doc
4
I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal 16.
Universitas Sumatera Utara
M. Budiarto
5
a. L. Oppenheim menyatakan:
, mengatakan bahwa secara umum ekstradisi dapat diartikan suatu proses penyerahan tersangkan atau terpidana karena telah melakukan suatu
kejahatan yang dilakukan secara formal oleh suatu negara kepada negara lain yang berwenang memeriksa dan mengadili pelaku kejahatan tersebut.
Sedangkan sarjana-sarjana asing yang memberikan definisi ialah:
“Extradition is the delivery of an accused or confited individual to the state on whose teritory he is alleged to have committed, or to have been convicted
of a crime by the state on whose territory the alleged criminal happens for the time to be”.
6
b. J. G. Starke memberikan pengertian sebagai berikut:
“The term extradition denotes the process where by under treaty or upon a basis of reciprocity one state surrenders to another state at its request a person
accused or convicted of a criminal offence comitted againts the law of the requesting state competent to try alleged offender”.
7
Pada umumnya, ekstradisi adalah merupakan sebagai tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun pada saat ini
ekstradisi dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat yang melarikan
diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang penjahat yang
5
M. Budiarto, Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Azasi Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hal.13.
6
L. Oppenheim, International Law A Treaties, 8 th edition, 1960, vol. On-Peace, Hal. 696
7
J. G. Starke, “An intoduction to International Law”, butterwordhs, London, 7 Edition, hal.343.
Universitas Sumatera Utara
melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan. Secara umum permintaan ekstradisi didasarkan pada perundang-undangan nasional, perjanjian ekstradisi,
perluasan konvensi dan tata krama internasional. Tetapi bila terjadi permintaan ekstradisi diluar aturan-aturan tersebut, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar
hubungan baik antara suatu negara dengan negara lain, baik untuk kepentingan timbal balik maupun sepihak. Praktek ekstradisi yang didasarkan tata cara tersebut
disebut ”Handing Over” atau Disguished Extradition” ekstradisi terselubung. Handing Over atau Disguished Extradition diartikan sebagai penyerahan
pelaku kejahatan dengan cara terselubung atau dengan kata lain penyerahan pelaku kejahatan yang tidak sepenuhnya sesuai dengan proses dan prosedur
ekstradisi sebagaimana ditentukan penagaturannya.
8
Istilah Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts humanity pertama kali digunakan dalam piagam Nuremberg. Piagam ini merupakan
multilateral antara Amerika Serikat dan sekutunya setelah Perang Dunia II. Amerika Serikat dan sekutunya menilai para pelaku NAZI dianggap
bertanggung jawab terhadap Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts Humanity pada masa tersebut.
2. Pengertian Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts Humanity
9
Adapun definisi Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts Humanity menurut Statuta Mahkamah Internasional pada Pasal 7 Statuta Roma
adalah : salah satu dari perbuatan berikut apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk
8
www.interpol.go.idinterpolfilesEKSTRADISI_f541e0.doc,op.cit.
9
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts humanity, http:www.organisasi. com.
Universitas Sumatera Utara
sipil, lebih lagi kejahatan yang dilakukan dalam kejahatan yang dikualifikasi sebagai Crimes Againts humanity, antara lain;
a murder pembunuhan,
b exterminatio pembasmianpemusnahan,
c enslavement perbudakan,
d deportation or forcible transfer of population pengusiran atau
pemindahan secara paksa atas penduduk, e
penahanan atau penghukuman yang berupa pengurangan kebebasan yang merupakan pelanggaran atas kaidah hukum yang fundamental detention
or deprivation of liberty in violation of fundamental legal norms, f
torture penyiksaan, g
rape or other sexual abuse or enforced prostitution pemerkosaan atau penyalahgunaan seksual lainnya atau pemaksaan untuk melakukan
prostitusi, h
penyiksaanpenganiayaan yang dilakukan terhadap kelompok manusia berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya atau agama,
gender, atau alasan-alasan lain yang serupa persecution againts any identifiable group or collectivity on political, racial, national, ethnic,
cultural or relegious or gender or other similar grounds, i
enforced disapearance of persons penghilangan secara paksa atas seseorang individu,
j tindakan-tindakan lainnya yang tidak manusiawai atau tidak
berperikemanusiaan atau tindakan-tindakan yang memiliki ciri-ciri yang
Universitas Sumatera Utara
serupa yang mengakibatkan penderitaan yang berat atau kerusakan yang serius terhadap badan, mental atau kesehatan fisik other inhumane acts
ofa similar character causing great sufering or serious injury to body or mental or physical health.
10
Pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan bisa jadi aparat instansi negara, atau pelaku non negara.
11
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Crimes Againts humanity adalah satu dari empat “kejahatan-kejahatan internasional”
international crimes, disamping The Crime of Genocide, War Crimes dan The Crime of Aggression. International Crimes sendiri didefinisikan sebagai
kejahatan-kejahatan yang karena tingkat kekejamannya, tidak satupun pelakunya boleh menikmati imunitas dari jabatannya, dan tidak ada yurisdiksi dari satu
negara tempat kejahatan itu terjadi digunakan untuk mencegah proses peradilan oleh masyarakat internasional terhadapnya. Dengan kata lain, internasional
crimes ini menganut asas universal yurisdiction.
12
10
Statuta Roma 1998, pasal 7
11
Ibid
12
Ibid
F. Metode Penulisan