Ekstradisi Pada Pelaku Pada Umumnya

seringkali faktor politik sangat mempengaruhi dan bahkan sangat menentukan. Dimensi-dimensi politiknya kadang-kadang sangat besar, baik dimensi politik internal maupun eksternal atau internasional. Kendala politik dari penerapan hukum positifnya akan lebih jelas tampak jika dalam kasus atau peristiwa tersebut terlibat pihak penguasa atau pemegang kekuasaan. Pihak penguasa akan berusaha menunda-nunda, dan menghalangi atau menghambat penerapan hukumnya, yang demikan itu justru dengan penerapan hukumnya seperti itu maka pihak penguasa itu sendiri akan dapat terancam eksistensinya. Seperti dalam suatu hipotesis yang berlaku sampai sekarang ini bahwa ‘semakin besar keterlibatan penguasa atau kekuasaan dalam suatu kasus, semakin sulit hukum akan menembus atau menjangkaunya.’ Jadi, bahwa berlakunya yurisdiksi universal bagi pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ini sebenarnya sangat ideal sekali,namun dalam kenyataannya bahwa prakeknya tidaklah mudah. Kendala utamanya terletak pada faktor kedaulatan negara state sovereignty karena dalam banyak hal banyak diwarnai oleh aspek-aspek politik ketimbang aspek-aspek legal-formal.

B. Ekstradisi Pada Pelaku Pada Umumnya

Dalam membicarakan mengenai pranata hukum tentang ekstradisi terutama jika ditinjau dari segi penghormatan dan pelindungan atas hak-hak azasi manusia dapat dikatakan bahwa ekstradisi merupakan sebuah pranata hukum yang sangat ideal dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Dikatakan sangat ideal karena melalui ekstradisi inilah yang menentukan pembatasan yang sangat ketat dan berat dalam proses permintaan dan penyerahan sipelaku kejahatan atau Universitas Sumatera Utara yang didalam ekstradisi lebih populer dengan istilah orang yang diminta. Hak-hak Azasi Manusia dari orang yang diminta benar-benar dihormati dan dilindungi. Ketatnya syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat meminta, menyerahkan, dan mengadili orang yang diminta atau sipelaku kejahatan yang pada hakekatnya semuanya itu demi menghormati dan melindungi hak-hak azasi orang yang bersangkutan. Syarat-syarat tersebut antara lain: kejahatan yang dituduhkan terhadapnya dan yang dijadikan alasan untuk meminta atau menyerahkan, haruslah merupakan kejahatan atau tindak pidana menurut hukum pidana kedua negara negara-peminta dan negara-diminta atau yang disebut dengan azas kejahatan ganda double criminality principle, negara peminta berjanji bahwa orang yang diminta hanya akan diadili dan atau dihukum hanya terbatas pada kejahatan yang dijadikan alasan untuk memintanya atau menyerahkannya azas kekhusussan principle of speciality, sipelaku atau orang yang diminta tidak akan diserahkan jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta penyerahan tergolong kejahatan politik azas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik non extradition political criminal, sipelaku tidak akan diserahkan jika ternyata orang yang bersangkutan berkewarganegaraan dari negara diminta azas tidak menyerahkan warga negara dari negara diminta non extradition of national, negara peminta berjanji bahwa orang yang diminta diserahkan itu tidak dijtuhi hukuman mati, jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk memintamenyerahkannya tidak diancam dengan hukuman mati oleh hukum pidana dari negara diminta. Universitas Sumatera Utara Juga demikian sama dengan halnya dalam proses atau proedur untuk memintanya dan menyerahkannya juga tidak kalah panjang sulitnya dan birokratisnya. Hal ini dilakukan karena demi menghormati dan melindungi hak- hak azasi manusia dari sipelaku atau orang yang diminta. Pertama-tama bahwa negara peminta harus mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan orang yang diminta maupun yang dijadikan alasan untuk memintanya, selanjutnya harus mengvaluasi semua dokumen tersebut apakah sudah mencukupi untuk mengajukan permintaan atas orang yang bersangkutan kepada negara diminta, dan apakah semua persyaratan substansial seperti yang diatas tersebut telah terpenuhi ataukah tidak. Jika semua itu telah terpenuhi dan tidak ada lagi keraguan lagi maka diajukanlah permintaan ekstradisi kepada negara diminta melalui mekanisme dipolmatik. Maksudnya, dari pemerintah ke pemerintah menteri luar negeri atau duta besar masing-masing negara. Selanjutnya negara diminta akan mempertimbangkan permintaan dari negara peminta tersebut melalui suatu proses atau prosedur yang berlaku dalam hukum nasionalnya, misal; melalui pemeriksaan oleh badan peradilan dari tingkatan paling rendah hingga yang tertinggi. Setelah itu, pihak pemerintah eksekutif negara diminta akan mengambil keputusan, apakah permintaan negara peminta akan dikabulkan atau tidak. Jika dikabulkan maka harus ditentukan lagi kapan dan dimana orang yang diminta itu akan diserahkan, siapakah sajakah pejabat pemerintah kedua negara yang akan menyerahkan dan menerima penyerahannya. Ketatnya persyaratan ekstradisi ini merupakan menjadikan usaha pencegahan dan pemberantasan kejahatan, khususnya kejahatan yang lintas batas Universitas Sumatera Utara negara menjadikan bhwa melalui pranata hukum yang bernama ekstradisi ini menjadi tidak efektif. Padahal, pada masa kini dan masa-masa yang akan datang kejahatan-kejahatan yang lintas batas negara justru semakin bertambah banyak. Hal-hal ini benar-benar suatu kontadiksi karena pada satu pihak hak-hak azasi manusia dari sipelaku kejahatan harus tetap dihormati dan dilindugi, sedangkan perkembangan dari berbagai bentuk dan jenis kejahatan justru semakin banyak dan semakin canggih bahkan dengan korban-korbannya yang kadang diluar batas kemanusiaan. Dalam hal ini justru dibutuhkan kecepatan untuk menangkap dan mengadili serta menghukum sipelaku kejahatannya demi terpulihkannya rasa keadilan masyarakat baik nasional maupun internasional. Dan disinilah ternyata pranata hukum yang bernama ekstadisi ini tidak mampu menjawabnya. Alternatif lain yang justru lebih efektif dalam mencegah dan memberantas kejahatan lintas negara adalah dengan melalui organisasi kerja sama kepolisian antar negara-negara didunia yang dikenal dengan sebutan International Criminal police Organitation ICPO ataupun juga dikenal populer dengan nama Interpol. Yang mana peranan organisasi semacam ini ternyata jauh lebih efektif karena pihak kepolisian antar negara-negara dapat mengadakan kontak maupun hubungan secara langsung dalam usahanya untuk mencari dan menemukan pelaku kejahatan yang melarikan diri dari suatu negara kenegara lain. 46 Mengenai hak-hak azasi manusia dari sipelaku kejahatan, jika dibandingkan dengan penyerahannya melalui jalur mekanisme ekstradisi ternyata 46 I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Yrama Widya, Bandung, 2004, hal 33. Universitas Sumatera Utara masih banyak pelaku kejahatan yang tidak dapat penghormatan dan perlindungan atas hak-haknya. Oleh sebab dikarenakan, dalam proses penyerahannya berlangsung dengan singkat dan cepat tanpa banyak prosedur atau formalitas yang harus diikuti. Orang yang bersangkutan diserahkan oleh pihak kepolisian dari negara yang berhasil menemukan dan menangkap dan selanjutnya dibawa ke negara yang mencarinya itu. Jadi, orang yang bersangkutan itu tidak lebih daripada sekedar sebagai obyek saja yang sepenuhnya tunduk pada kehendak dari kedua kepolisian negara tersebut. Sama halnya seperti proses permintaan dan penyerahan sipelaku kejahatan melalui mekanisme ekstradisi yang memang sudah memiliki landasan legal formal yang sangat kuat, proses permintaan dan penyerahan pelaku kejahatan Interpol ini juga telah memliki landasan legal formal yang juga sama kuatna yakni berupa perjanjian kerja sama antar kepolisian dinegara-negara yang terlembagakan.

C. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dan Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi