II. 2. KERAMIK ALUMINA
Alumina adalah senyawa yang terdiri dari aluminium dan oksigen, sehingga alumina disebut juga senyawa oksida logam. Keramik alumina yang sering digunakan
umumnya mempunyai fasa Corondum g – Al
2
O
3
dengan struktur tumpukan heksagonal Hexagonal Closed Packed, HCP. Keunggulan alumina antara lain:
mempunyai titik lebur tinggi 2050 C, stabil digunakan hingga suhu 1700
C, kekuatan mekaniknya tinggi, keras, penghantar panas yang baik, sebagai isolator
listrik dan tahan terhadap korosi. Karena titik leburnya tinggi maka proses densifikasi dari material ini juga membutuhkan suhu sintering yang relatif tinggi 0,85 x titik
lebur = 1750 C. diagram Al
2
O
3 –
SiO
2
dapat dilihat pada Gambar II. 2
Gambar II.2. Struktur kristal Korundum g–Al
2
O
3
[W.E.Worral, 2000]
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
II. 3. KARAKTERISASI MATERIAL KERAMIK
Untuk mengetahui sifat- sifat dan kemampuan suatu bahan keramik maka perlu dilakukan suatu pengujian atau analisa. Beberapa pengujian atau analisa yang
dilakukan pada penelitian ini meliputi: sifat fisis densitas, porositas dan sifat mekanik kekerasan dan bending strength dan ekspansi termal.
II.3.1. Densitas dan Porositas
Densitas rapat massa didefinisikan sebagai perbandingan antara massa m dengan volum v. untuk pengukuran volume, khususnya bentuk dan
ukuran yang tidak beraturan sulit ditentukan. Oleh karena itu salah satu cara untuk menentukan densitas bulk density dan porositas dari sampel
keramik. Porselin Alumina yang telah disintering adalah dengan menggunakan metode Archimedes standar ASTM C. 373- 72, memenuhi
persamaan berikut: Wk
Densitas ρ = -------------- x ρ air …………………….…... II-5
Wb - Wt
Dimana: Wk
: berat sampel kering, kg Wb
: berat sampel setelah di dalam air, kg Wt
: berat sampel digantung di dalam air, kg ρ untuk air : 1,000 g cm
3
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
W
2
– W
1
Porositas ρ = ------------------- x 100 …......……………... II-6
W
2
– W
3
Dimana: W
1
: berat sampel kering, kg W
2
: berat sampel setelah di dalam air, kg W
3
: berat sampel digantung di dalam air, kg
II.3.2. Koefisien Ekspansi Termal
Pengukuran nilai ekspansi termal dapat dilakukan dengan alat Dilatometer. Dari kurva ini dapat diperoleh kurva hubungan antara suhu dengan persen
ekspansi, rentang suhu yang digunakan dari suhu kamar sampai suhu 1000
C. sedangkan koefisien ekspansi termal diperoleh dari nilai slope dari kurva hubungan antara suhu dengan persen ekpansi, atau dapat ditentukan
dengan persamaan berikut: g =
T T
L L
L
t t
− −
…………………………………………. II-7 Dimana:
g : koefisien ekspansi termal
L : panjang sampel pada suhu T
, m L
t
: panjang sampel pada suh T
t
, m T
: suhu awal, C
T
t
: suhu akhir, C
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
II.3.3. Uji Kekerasan Vickers Hardness, Hv
Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi atau ketahanan terhadap deformasi dari permukaan bahan. Pada penelitian ini
pengukuran kekerasan Vickers Hardness dari sample keramik dilakukan dengan menggunakan microhardness tester. Kekerasan Vickers Hardness
Hv suatu bahan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Hv = 1,8544
2
D P
…………………………………….. II-8 Dimana :
P : beban yang diberikan, kgf
D : panjang diagonal jejak indenter, m
Hv : kekerasan Vickers, Nm
II.3.4. Uji Kuat Patah
Bending Strength
Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rupture MOR yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan
tekanan panas thermal stress. Pengukuran kekuatan patah bending strength sampel keramik digunakan dengan metode titik tumpu triple
point bending, nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C. 733- 79 melalui persamaan berikut:
Kekuatan patah =
2
2 3
bd PL
….............…………………………… II-9
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
Dimana: P
: gaya penekan, kgf L
: jarak dua penumpu, m bd
: dimensi sample, m
P d
L b
Gambar II. 3. Pengujian kekuatan patah dengan metoda tiga titik lentur
II.3.5. Analisa Struktur Mikro
a. XRD
X- Ray Difraction
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa suatu material.
Bila sinar- x dengan panjang gelombang diarahkan kesuatu permukaan kristal dengan sudut datang sebesar , maka sebagian
sinar akan dihamburkan oleh bidang atom dalam kristal. Berkas sinar – x yang dihamburkan dalam arah- arah tertentu akan menghasilkan
puncak- puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X – Ray Diffraction Cullity 1978.
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
d Sinar X yang terdifraksi
Sinar X datang I
II I
1
II
1
A
D B
C Beda jarak jalan
n = 2d sin
Gambar II.4. X – Ray Difraction
Pada Gambar diatas terlihat bahwa suatu sinar – x yang panjang gelombangnya
λ jatuh pada suatu permukaan material dengan sudut
θ terhadap permukaan bidang Bragg yang jarak antaranya d. seberkas sinar mengenai atom A pada bidang pertama
dan atom B pada bidang berikutnya, dengan masing-masing atom menghambur sebagian berkas tersebut dalam arah rambang,
interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar yang terhambur sejajar dan beda jarak jalannya tepat
λ , 2λ , 3λ dan seterusnya. Jadi beda jarak jalan harus n
λ dengan n menyatakan bilangan bulat. Berkas sinar yang dihambur oleh A dan B yang memenuhi
ialah yang bertanda I dan II. Dari Gambar II. 4 di atas diperoleh : CB = BD = d sin
θ
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
AB = d Sudut ACB = sudut ADB
Beda lintasan antara 1 dan 2 adalah : CB + BD = d sin
θ + d sin θ = 2d sin θ = nλ
Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut
dirumuskan W. L. Brag Edgar,1939.
n λ = 2d sin θ
.........................………………………2-1
Dengan: n = orde difraksi n = bilangan bulat 1, 2,3…
λ = panjang gelombang sinar – X d = jarak antar bidang
Stuktur kristal dapat dilihat dengan analisa difraksi sinar – X. Setiap material yang diidentifikasikasi mempunyai nilai d
yang berbeda dan harganya tergantung pada posisi bidang kristal tersebut. Struktur kristal dan fasa dapat diketahui dengan cara
membandingkan nilai d terukur dengan nilai d pada data standar yang diperoleh melalui JCPDS Joint Of Committe Powder Difraction
Standard atau Hanawalt File.
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
b. SEM
Scanning Electron Microsope
Analisa struktur miko dari suatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan SEM. Prosedur preparasi sampel dan
pemotretannya adalah sebagai berikut: 1.
Sampel yang akan dianalisa dengan SEM harus dipoles dengan diamond paste mulai dari ukuran yang paling kasar hingga
0,25 m, dimana permukaannya menjasi halus dan rata 2.
Pembersihan permukaannya dari lemak dan pengotor lainnya dengan menggunakan ultrasonic cleaner selama 2 menit dan
menggunakan bahan alkohol 3.
Pelapisan permukaan sampel dengan bahan emas dan selanjutnya difoto bagian- bagian yang diinginkan dengan
pembesaran tertentu.
II. 4. SUHU
SINTERING
Sintering merupakan salah satu langkah pada proses produksi keramik, dimana kualitas suatu produk keramik sangat ditentukan sekali pada tahapan ini. Sintering
adalah suatu proses pembakaran keramik setelah melalui proses pencetakan sehingga diperoleh suatu produk keramik yang kuat dan lebih padat. Suhu gambaran pada
proses sintering sangat tergantung pada jenis bahan keramik yang dipergunakan. Ada beberapa faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering, antara lain: jenis
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
bahan, komposisi, bahan pengotor dan ukuran partikel. Proses sintering ini dapat berlangsung bila Ristic M.M,1989:
1. Adanya transfer materi antara butiran yang disebut proses difusi
2. adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi untuk
menggerakkan butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna.
Energi untuk menggerakkan proses sintering disebut gaya dorong driving force yang ada hubungannya dengan energi permukaan butiran . Gaya dorong
tersebut dapat diilustrasikan dari dua bola yang berukuran sama yang saling kontak dengan ukuran leder kontak neck adalah x, seperti pada Gambar II.4.
Neck
Gambar II.5. Model dua bola saling kontak dengan pembentukan leher kontak neck [Ristic, M.M 1989].
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
Mekanisme proses perpindahan materi difusi selama proses sintering dapat berlangsung melalui: difusi volume, difusi permukaan, difusi batas butir, difusi secara
penguapan dan kondensasi, seperti terlihat pada Gambar II.6.
1 Difusi permukaan 2,5,6 difusi volume 3penguapan kondensasi 4 difusi batas butir grain boundary diffusion
Gambar II.6. Mekanisme perpindahan materi selama sintering [M.M. Ristic, 1989].
Tiap- tiap mekanisme difusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat fisis bahan setelah sintering antara lain perubahan: densitas, porositas, penyusutan
dan pembesaran butir. Dengan adanya difusi tersebut maka akan terjadi kontak antara partikel dan terjadi suatu ikatan yang kuat diantar partikel- partikel, disamping itu
terjadi rekontruksi susunan partikel. Proses difusi yang berlangsung ada beberapa macam antara lain: difusi volum, difusi permukaan, difusi kisi dan kondensasi. Pada
proses difusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat- sifat fisis yaitu perubahan densitas, porositas, penyusutan, ukuran butir. Umumnya peningkatan
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
densitas, pengurangan pori dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volum dan difusi batas butir. Faktor- faktor yang dapat mempercepat laju proses sintering
antara lain: ukuran partikel, dan penggunaan aditif Ristic M.M., 1989. Untuk penggunaan partikel yang lebih kecil maka proses sintering akan dapat berjalan lebih
cepat dibandingkan dengan penggunaan partikel yang lebih besar. Perubahan mikrostruktur selama proses sintering, mulai dari berbentuk serbuk hingga akhir
sintering diperlihatkan pada Gambar II.7.
b Awal Sintering a. Serbuk Partikel
c Pertengahan Sintering d Akhir Sintering
Gambar II.7. Perubahan mikrostruktur keramik selama proses sintering William C. 1991
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
Selama proses sintering berlangsung, ada beberapa tahapan yang terjadi pada bahan meliputi:
a. Serbuk partikel- partikel keramik saling kontak satu dengan lainnya setelah
percetakan. b.
Tahap awal mulai sintering, permukaan kontak antar partikel mulai melebar, dimana ukuran butiran maupun pori belum terjadi.
c. Tahap pertengahan sintering, pori- pori pada batas butir saling menyatu dan
terjadi perubahan kanal- kanal pori dan ukuran butir mulai membesar. d.
Tahapan akhir sintering, batas butir bergeser dan terjadi pembesaran ukuran butir sampai kanal- kanal pori tertutup disertai terjadinya penyusutan.
Melalui proses pencetakan terjadi penggabungan atau pengelompokan beberapa butiran, tetapi butiran satu dengan yang lainnya belum terikat kuat. Ikatan
antara butiran akan menjadi kuat setelah proses sintering, dimana akan terjadi penyusutan dimensi yang disertai pengurangan pori yang ada diantara butiran.
Dengan demikian material yang telah disinterring akan menjadi semakin padat dan kuat William C., 1991. Pengaruh ukuran partikel terhadap proses sintering
ditunjukkan pada Gambar II.8.
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
100 90
80 70
60 50
0 20 40 60 80 100
S in
te re
d D
en si
ty,
Small Particle content,
Gambar II. 8. Kurva hubungan antara ukuran partikel dengan densitas sintered density William C. 1991
Kurva tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah partikel yang kecil maka nilai densitas setelah sintering semakin besar atau persen kepadatannya
semakin besar. Pada Gambar II.9 ditunjukkan hubungan suhu sintering terhadap perubahan sifat- sifat materi.
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
Keterangan : 1 Porositas, 2 Densitas, 3 Sifat listrik, 4 Kekuatan Mekanik, 5 Ukuran butir grain Size [Ristic M.M., 1989]
Gambar II.9. Hubungan suhu sintering terhadap perubahan sifat –sifat material [Ristic M.M., 1989]
Dari kurva diatas terlihat bahwa pengaruh suhu sintering terhadap perubahan densitas, kekuatan mekanik dan ukuran butir adalah berbanding lurus, akan tetapi
terjadi sebaliknya terhadap porositas resistivitas.
Kaston Sijabat : Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, 2007 USU e-Repository © 2008
II. 5. WAKTU PEMBAKARAN