Days Repo Terhadap Suku Bunga Boks 6.1 Perbankan

Transmisi 7 Days Repo Terhadap Suku Bunga Boks 6.1 Perbankan

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada bertujuan untuk mencapai sasaran inflasi.

21 April 2016 memutuskan untuk melakukan Sejak tahun 2005, Bank Indonesia menerapkan reformulasi kerangka operasional kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai moneter, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus panduan dalam melakukan kebijakan moneter

2016. Dalam reformulasi ini, Bank Indonesia tersebut. BI Rate pun ditetapkan sebagai mengubah suku bunga kebijakan dari BI Rate suku bunga kebijakan (policy rate). Meskipun menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI 7-day BI Rate berhasil menjadi instrumen untuk RR Rate).

mengendalikan inflasi, telah terjadi perubahan- perubahan fundamental yang menimbulkan

Sesuai amanat UU, Bank Indonesia bertugas tantangan bagi transmisi kebijakan moneter ke untuk mencapai dan memelihara kestabilan perekonomian. Di satu sisi, BI Rate berada pada nilai rupiah. Tugas tersebut dilaksanakan level yang cukup tinggi sebagai respons terhadap melalui serangkaian kebijakan moneter yang tekanan inflasi yang masih tinggi. Di sisi lain,

Grafik Boks 6.1.1. Perkembangan Suku Bunga Kebijakan dan Suku Bunga Sasaran Operasional

Hari

Avg Interbank

BI Rate

Desl -08

Agust -10

Jan -16 Agust -15

BI Rate

DF O/N

LF O/N

Interbank O/N

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan

Pasar Keuangan

Rumah Tangga

Sektor Keuangan

Respons Kebijakan Bank

dan Korporasi

Perbankan dan IKNB

Syariah

Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan

suku bunga PUAB O/N, yang menjadi sasaran faktor, yaitu bersifat transaksional, memiliki operasional kebijakan moneter (operational

pasar yang relatif dalam, dan memiliki hubungan target), menurun signifikan akibat besarnya yang kuat dengan sasaran operasional kebijakan aliran masuk modal asing pasca krisis finansial moneter. Suku bunga kebijakan yang bersifat global 2009. Sejak tahun 2010, terjadi deviasi transaksional akan memperkuat sinyal kebijakan antara BI Rate sebagai suku bunga kebijakan moneter dan mendukung upaya pendalaman dan PUAB O/N sebagai suku bunga sasaran pasar seiring dengan meningkatnya aktivitas operasional (lihat Grafik Boks 6.1.1.).

transaksi di pasar keuangan. Suku bunga kebijakan yang ditransaksikan dalam operasi

Reformulasi kerangka operasi moneter moneter antara bank sentral dengan pelaku ditempuh guna memperkuat efektivitas pasar akan menjadi rujukan yang kuat bagi price

transmisi kebijakan moneter dan mendukung discovery dan transaksi di pasar keuangan. Lebih upaya pendalaman pasar keuangan. Kerangka lanjut, instrumen referensi perlu memiliki pasar operasional kebijakan moneter yang baru yang relatif dalam untuk memastikan bahwa dirancang agar suku bunga kebijakan yang suku bunga dari instrumen referensi tersebut baru bersifat transaksional dan lebih dapat akan diacu oleh pasar karena instrumen tersebut berpengaruh pada perilaku suku bunga jangka banyak diminati dan sering ditransaksikan. pendek di pasar uang. Dengan demikian, Selain itu, suku bunga dari instrumen referensi kebijakan moneter akan lebih efektif tersebut perlu memiliki hubungan yang kuat ditransmisikan ke suku bunga yang lebih dengan sasaran operasional, suku bunga pasar panjang dan imbal hasil di pasar keuangan, lainnya, dan pasar valas, untuk menjamin yang pada akhirnya berdampak pada kinerja transmisi kebijakan moneter dapat berjalan makroekonomi dan sektor riil. Perubahan suku secara efektif. bunga kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk mengubah stance kebijakan moneter yang Sementara itu, penentuan sasaran operasional sedang diterapkan dan tetap konsisten dengan juga perlu memenuhi aspek-aspek yang sejalan upaya pengelolaan stabilitas makroekonomi.

dengan dasar pertimbangan pemilihan suku bunga instrumen operasi moneter yang dipilih

Dalam memilih suku bunga kebijakan yang baru, menjadi suku bunga kebijakan. Suku bunga Bank Indonesia mempertimbangkan sejumlah yang dijadikan sasaran operasional adalah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016

suku bunga yang dijadikan acuan oleh pasar, perbankan melakukan manajemen likuiditas tercermin pada volume transaksi dan jumlah yang optimal sesuai dengan dinamika ekonomi/ pelaku yang bertransaksi pada tenor suku bunga

kebutuhan. Di samping itu, pembentukan tersebut. Untuk menjamin efektivitas transmisi koridor yang simetris melalui penurunan LF kebijakan moneter, bank sentral perlu memiliki dapat memperkuat posisi instrumen LF sebagai pengendalian yang kuat terhadap suku bunga liquidity support bagi bank yang membutuhkan yang dijadikan sebagai sasaran operasional. likuiditas jangka pendek. Penurunan cost of Selain itu, suku bunga sasaran operasional being illiquid diharapkan dapat memberi ruang tersebut juga perlu memiliki jalur transmisi bagi bank untuk melakukan penempatan pada yang kuat ke suku bunga pasar yang lain. Tenor tenor yang lebih panjang di pasar keuangan, suku bunga yang dijadikan sasaran operasional sehingga mendukung pendalaman pasar uang. tidak harus sama dengan tenor instrumen Penguatan kerangka Operasi Moneter memiliki referensi. Namun demikian, untuk menjamin tiga tujuan utama, yaitu: (1) Memperkuat pengendalian dan transmisi yang kuat, tenor sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga suku bunga instrumen referensi dan sasaran BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama di pasar operasional seyogyanya tidak jauh berbeda. keuangan. Dengan demikian, pelaku pasar Berdasarkan pertimbangan tersebut, PUAB O/N

dapat menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai tetap digunakan sebagai suku bunga sasaran acuan utama dalam menentukan suku bunga operasional.

lainnya di pasar keuangan; (2) Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui

Implementasi BI 7-day RR Rate ini diikuti pengaruhnya pada pergerakan suku bunga dengan normalisasi koridor suku bunga. pasar uang dan suku bunga perbankan. (3) Lending Facility (LF) dan Deposit Facility

Mendorong pendalaman pasar keuangan, (DF) tetap berperan sebagai koridor atas khususnya transaksi dan pembentukan struktur dan bawah suku bunga. LF dan DF berjarak suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) simetris dari BI 7-day RR Rate, masing-masing untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk sebesar 75bps. Pada kerangka operasi moneter itu, penguatan Operasi Moneter akan disertai sebelumnya, LF berjarak lebih dekat dari dengan langkah-langkah untuk percepatan suku bunga kebijakan (BI Rate) dibandingkan pendalaman pasar uang. DF sehingga membentuk koridor yang tidak simetris. Sementara itu, pilihan koridor suku Perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate bunga yang simetris memberikan sinyal bahwa menjadi BI 7-Day Repo Rate tidak mengubah bank sentral memiliki preferensi yang netral stance kebijakan moneter yang tengah terhadap likuiditas perbankan dan mendorong diterapkan mengingat peralihan dari BI Rate

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan

Pasar Keuangan

Rumah Tangga dan Korporasi

Perbankan dan IKNB

Sektor Keuangan

Respons Kebijakan Bank

Syariah

Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan

Grafik Boks 6.1.2. Koridor Suku Bunga

Kerangka Operasional

LF Rate 7,25%

Kebijakan Baru

BI Rate 6,50%

LF Rate 6,00%

DF Rate 4,50%

75 Bps 5,25

BI 7DDR 5,25%

DF Rate 4,50%

Kerangka Operasi Moneter LAMA

Kerangka Operasi Moneter

BARU

Sk. Bunga Kebijakan

BI Rate

BI 7-day RR Rate

Tercermin pd Tenor OM

12 bulan

1 Minggu

Standing Facilities

LF (Ceiling), DF (Floor)

LF (Ceiling), DF (Floor)

Koridor

Asimetris (50 bps + 200 bps)

Simetris (75bps + 75bps)

Sumber : Bank Indonesia, diolah

menjadi BI 7-Day Repo Rate terjadi masih dalam suku bunga baru akan bergeser apabila Bank struktur suku bunga Operasi Moneter yang Indonesia mengubah stance kebijakan moneter, sama. Suku bunga kebijakan hanya berganti contohnya pada bulan Januari, Februari, Maret dari BI Rate, ekuivalen dengan suku bunga dan Juni 2016. Sebaliknya, pada bulan-bulan lain Operasi Moneter bertenor 12 bulan, menjadi saat tidak terjadi perubahan stance kebijakan BI 7-day RR Rate yang bertenor 7 hari. Struktur moneter, term structure akan tetap (lihat Grafik

Boks 6.1.3.).

Grafik Boks 6.1.3. Suku Bunga Term Structure (TS)

TS Jan’16

TS Feb’16

TS Mar’16

TS Jun’16

Sumber : Bank Indonesia, diolah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016

Dalam upaya memperkuat kerangka Sejalan dengan mulai digunakannya BI 7-day operasi moneter tersebut, Bank Indonesia RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru akan mempercepat pelaksanaan program pada RDG Agustus 2016, struktur suku bunga pendalaman pasar keuangan. Langkah- Operasi Moneter akan tetap dipublikasikan di langkah yang ditempuh antara lain mencakup: laman BI. Untuk sementara waktu, guna terus (1) memperkuat peran suku bunga Jakarta memperkuat guidance suku bunga ke pasar, Interbank Offered Rate (JIBOR) bagi pelaksanaan operasi moneter akan dilakukan terbentuknya struktur suku bunga di pasar uang

dengan menerapkan metode Fixed Rate Tender untuk tenor dari overnight sampai dengan 12 (FRT) dalam lelang semua tenor instrumen bulan; (2) mempercepat transaksi Repo dengan moneter. Secara bertahap, penggunaan FRT mendorong bank-bank berpartisipasi ke dalam akan semakin dikurangi dan digantikan dengan General Master Repo Agreement (GMRA); (3) Variable Rate Tender (VRT). mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar dengan mendorong perbankan untuk lebih membuka akses counterparty.

Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan

Pasar Keuangan

Rumah Tangga dan Korporasi

Perbankan dan IKNB

Sektor Keuangan Syariah

Latar belakang Kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan telah menjadi perhatian para perumus kebijakan sejak lama. Kebijakan ini menjadi semakin penting dalam sistem keuangan global yang menunjukkan peningkatan interaksi antar sektor ekonomi dan sistem yang semakin kompleks. Sebagai contoh hubungan dua arah antara kinerja dan kesehatan sektor keuangan dengan kinerja ekonomi makro dan sektor riil.

Krisis keuangan global yang terjadi di 2007/2008 semakin memperkuat keyakinan akan adanya hubungan erat antara sektor keuangan dengan kinerja perekonomian secara keseluruhan. Krisis yang terjadi menjadi bukti kuat bahwa gangguan pada kinerja sektor keuangan dapat berimbas dan mempengaruhi kinerja perekonomian makro. Hubungan antara keduanya semakin kompleks seiring dengan perkembangan integrasi ekonomi global. Manfaat integrasi tersebut, tidak terlepas dari peningkatan risiko yang bersumber dari negara lainnya (cross border spillover). Oleh karena itu, pengembangan kerangka surveilans yang komprehensif dan kebijakan yang memenuhi prinsip kesepakatan global diharapkan dapat meminimalisir risiko serta mendorong pengembangan sistem keuangan global yang lebih tertata.

Kerangka FSAP Financial Sector Assessment Program atau yang dikenal dengan sebutan FSAP, merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh lembaga internasional untuk menjaga stabilitas sistem keuangan global. FSAP digagas pada tahun 1999 oleh International Monetary Fund (IMF) dan The World Bank, sebagai hasil pembelajaran dari krisis keuangan bahwa terdapat contagion effect dari kondisi sektor keuangan suatu negara kepada negara lainnya. Program FSAP ini merupakan suatu mekanisme untuk menilai stabilitas dan kesehatan (soundness) dari sektor keuangan, serta potensi kontribusinya terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi secara komprehensif.

Asesmen terhadap sektor keuangan suatu negara dilakukan untuk mengidentifikasi kerentanan utama dari suatu sistem keuangan. Dengan melakukan identifikasi secara lebih dini terhadap potensi kerentanan, khususnya potensi risiko sistemik dan keterkaitan (interconnectedness) antar sektor, diharapkan akan meningkatkan kemampuan suatu jurisdiksi untuk memitigasi risiko secara lebih baik guna menghindari gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan.

Financial Sector Assessment Program: Upaya Menjaga Stabilitas Keuangan Global

Boks 6.2

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016

Dalam menilai stabilitas dan kondisi kesehatan efisiensi sektor keuangan, inklusi keuangan, suatu sektor keuangan, FSAP melakukan evaluasi

serta kontribusinya terhadap pembangunan terhadap 3 (tiga) area utama. Pertama, sumber,

ekonomi.

probabilitas, dan potensi dampak dari risiko utama stabilitas sistem keuangan dalam jangka Partisipan FSAP pendek. Kedua, kerangka kebijakan stabilitas Setiap negara dapat mengajukan permintaan keuangan. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan untuk dilakukan asesmen FSAP. Namun, pada terhadap ketahanan sektor perbankan dan tahun 2010, IMF telah menetapkan 25 negara, sektor keuangan non-bank lainnya, termasuk yang dianggap memiliki “systemically important melakukan stress test, analisa keterkaitan antar

financial sector” atau sektor keuangan yang lembaga keuangan, serta cross borders spillover.

memiliki dampak terbesar pada stabilitas Evaluasi juga dilakukan terhadap kerangka keuangan global, sebagai yurisdiksi yang wajib mikroprudensial dan makroprudensial, kualitas mengikuti FSAP secara rutin setiap 5 tahun. pengawasan lembaga perbankan dan non-bank,

Dalam perkembangannya, di tahun 2013 serta pengawasan terhadap infrastruktur pasar jumlah negara yang wajib melaksanakan FSAP keuangan, dan kesesuaiannya dengan standar bertambah menjadi 29 negara. Pemilihan internasional. Ketiga, kapasitas otoritas dalam negara-negara tersebut didasarkan atas mengelola dan mengatasi krisis keuangan jika sejumlah kriteria, terutama ukuran dari sektor risiko termaterialisasi. Dalam hal ini, otoritas keuangan dan keterkaitannya dengan sektor pengawas, regulator, dan pembuat kebijakan keuangan negara lain. dievaluasi kemampuannya dalam merespon tekanan sektor keuangan yang bersifat sistemik,

Meskipun tidak bersifat mandatory, dan menjalankan fungsi financial safety net.

mempertimbangkan manfaatnya yang besar bagi kepentingan nasional maupun global,

Selain penilaian terhadap aspek stabilitas, banyak negara telah melalui asesmen FSAP. FSAP juga melakukan asesmen terhadap aspek Sejak pertama kali diterapkan pada tahun pengembangan sektor keuangan. Dalam hal ini, 1999, sebanyak kurang lebih 150 negara suatu yurisdiksi akan dievaluasi kebutuhannya telah menjalankan FSAP. Bahkan sebagian terhadap pengembangan sektor keuangan, dari yurisdiksi melaksanakan asesmen sektor baik untuk aspek institusi, pasar, infrastruktur, keuangan di bawah FSAP sebanyak 2 (dua) kali. dan inklusifitas. Asesmen dimaksud dapat Saat ini, negara-negara yang tergabung dalam mencakup aspek kualitas kerangka hukum G-20, termasuk Indonesia, telah berkomitmen sistem pembayaran, hambatan daya saing, untuk melakukan FSAP secara periodik.

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan

Pasar Keuangan

Rumah Tangga

Sektor Keuangan

Respons Kebijakan Bank

dan Korporasi

Perbankan dan IKNB

Syariah

Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan

FSAP Indonesia Indonesia melakukan FSAP pertama kali pada tahun 2009/2010. Sejalan dengan komitmen untuk melaksanakan asesmen secara rutin, Indonesia akan menjalani asesmen FSAP yang kedua pada tahun 2016/2017.

Untuk meningkatkan koordinasi nasional dalam rangka FSAP Indonesia yang lebih baik dan efektif serta memitigasi berbagai risiko, khususnya risiko reputasi dan risiko finansial, dibentuk Tim Kerja Nasional FSAP dengan koordinator OJK. Keanggotaan Tim Kerja Nasional FSAP berasal dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Tim Kerja Nasional FSAP terdiri dari 7 (tujuh) Sub Tim Fungsional, Sub Tim Komunikasi dan Sosialisasi, serta Sekretariat. Ketujuh Sub Tim Fungsional tersebut adalah Sub Tim Risk Analysis and Stress Testing, Sub Tim Macroprudential Policy, Sub Tim Liquidity Management, Sub Tim Microprudential Surveillance, Sub Tim Financial Safety Net, Crisis Management and Resolution, Sub Tim Financial Deepening, dan Sub Tim Financial Inclusion.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016

Forum Koordinasi Dalam Rangka Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan Untuk