Asesmen Kondisi dan Risiko Perbankan
4.1. Asesmen Kondisi dan Risiko Perbankan
Pada akhir semester I 2016, secara umum industri perbankan masih relatif kuat sejalan dengan kuatnya permodalan dan membaiknya likuiditas meskipun proses intermediasi masih terus melambat. Total aset industri perbankan tercatat sebesar Rp6.362,7 triliun, mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 7,24% dibandingkan dengan semester sebelumnya yaitu 9,22% (yoy). Sementara itu, likuiditas industri perbankan cenderung membaik. Pertumbuhan DPK (yoy) industri perbankan pada semester I 2016 melambat menjadi 5,90% dari semester sebelumnya 7,26%. Pertumbuhan kredit (yoy) industri perbankan juga masih berada dalam tren melambat, turun menjadi 8,89% dari semester sebelumnya 10,45%. Dari sisi risiko kredit, rasio NPL gross tercatat sebesar 3,05%, lebih tinggi dibandingkan dengan semester II 2015 di level 2,49%. Selanjutnya, NIM perbankan mengalami kenaikan akibat melebarnya spread suku bunga kredit dan DPK. Sementara itu, Permodalan Bank masih terjaga di level 22,56% dengan komposisi yang didominasi oleh modal inti.
4.1.1. Asesmen Kondisi dan Risiko Likuiditas
Likuiditas industri perbankan meningkat baik dari aspek ketahanan maupun penambahan alat likuid apabila dibandingkan dengan semester sebelumnya, meski sedikit mengalami tekanan pada akhir triwulan II akibat penarikan uang kartal pada Ramadhan dan Idul Fitri. Terjaganya kondisi likuiditas perbankan sejalan dengan tingginya ekspansi rekening pemerintah di awal tahun, pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Primer, dan masih terbatasnya pertumbuhan kredit. Tingginya likuiditas perbankan diperkirakan akan mampu menjaga kondisi likuiditas perbankan tetap di atas thresholdnya karena ditunjang oleh potensi dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty.
Ketahanan likuiditas perbankan terindikasi dari rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/ NCD) yang mencerminkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya terkait potensi penarikan DPK serta untuk mendukung ekspansi kredit. Pada semester I 2016 AL/NCD meningkat ke level 97,40% dibandingkan dengan semester II 2015 di level 93,44%. Meningkatnya rasio AL/NCD juga sejalan dengan rasio AL/DPK yang masih jauh di atas thresholdnya.
Jun’12 Jun’13 Jun’14 Des’12 Jun’15 Des’14 Des’13 Des’15 Jun’16
Oct-13 Jul-16 Jan-13 Oct-14 Jan-14 Jun-15 Apr
AL/DPK
AL/NCD (rhs)
AL/NCD AL terdiri dari Kas, Penempatan pada BI
(Giro di BI setelah memperhitungkan kewajiban GWM) dan SBNNCD terdiri dari 30% Tabungan + 30 % Giro + 10% Deposito
Alat Likuid (Skala Kanan)
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Berdasarkan kelompok Bank Umum Kegiatan Dari sisi likuiditas perekonomian, M2 tumbuh Usaha (BUKU), rasio AL/NCD kelompok BUKU 1, 3 melambat ke 8,71% dari 9,00% pada semester II dan 4 mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2015 sejalan dengan perlambatan DPK perbankan semester sebelumnya, sedangkan kelompok BUKU terutama deposito serta giro perbankan. Sementara
2 mengalami penurunan. Peningkatan AL/NCD M1 pada semester I 2016 tumbuh menjadi 13,94 pada BUKU 1, 3 dan 4 tersebut didorong oleh % dibanding 12,02% pada semester II 2015 kenaikan alat likuid yang terutama penempatan karena ditopang oleh meningkatnya uang kartal di di Bank Indonesia yang sebagian dananya berasal masyarakat terutama pada bulan Juni 2016 sejalan dari perpindahan DPK dari BUKU 2 ke BUKU 3 dan dengan pola Ramadhan.
4 sehingga AL/NCD BUKU 2 mengalami penurunan akibat penurunan SBN. Adapun secara industri,
4.1.2. Asesmen Kondisi dan Risiko Intermediasi Pada semester I 2016, intermediasi perbankan
posisi AL/NCD masih baik karena berada jauh diatas masih berada dalam tren perlambatan baik dari
threshold sebesar 50%.
Tabel 4.1. AL/NCD per BUKU
Tabel 4.2. Penambahan AL Tw II
Penambahan AL (Rp T) TW II 2014
Rasio AL/NCD (%)
Sem I - 2012
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.3. Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian dan Rasio Likuiditas Perbankan
M2 (%yoy)
M1 (%yoy)
AL/NCD (%) - rhs
Grafik 4.4. Net Ekspansi Pemerintah Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Sem II 201% Sem I 2016 Jan
Sem II 2014
Sem I 2015
Kredit Sumber: Bank Indonesia
Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
DPK
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
sisi pembiayaan (Kredit) maupun penghimpunan Rendahnya penyaluran kredit perbankan dana (DPK) sehingga LDR perbankan menurun. berbanding terbalik dengan peningkatan Perlambatan intermediasi terjadi baik dari sisi pembiayaan melalui pasar modal khususnya berupa demand akibat melemahnya kinerja korporasi penerbitan obligasi yang menunjukkan peningkatan sehingga menurunkan permintaan kredit. yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode Perlambatan intermediasi juga disebabkan sisi yang sama tahun sebelumnya. Namun hal tersebut supply akibat kecenderungan perbankan menahan belum cukup untuk meningkatkan pembiayaan bagi ekspansi kredit karena meningkatnya NPL sehingga perekonomian yang secara total masih menurun. lending standard perbankan mengalami kenaikan. Cukup pesatnya penerbitan obligasi sejalan dengan Kenaikan lending standard terutama terjadi pada lebih rendahnya yield obligasi dibandingkan dengan triwulan I 2016 meski mulai mengalami penurunan suku bunga kredit perbankan sehingga yield spread pada triwulan II 2016.
melebar.
Grafik 4.6. Perkembangan Lending Standard Tabel 4.3. Perkembangan LDR per Kelompok BUKU
Survey Q4 20 2015
BUKU 1
15 Survey Q1 2016
Kredit (Rp T)
10 Survey Q2
Espektasi 0 Q4 2015
Kredit (Rp T)
Kredit Modal
Investasi Kerja
Konsumsi
Total
BUKU 3 Kredit (Rp T)
Grafik 4.7. Perkembangan Suku Bunga Intermediasi
Kredit (Rp T)
5 Kredit (Rp T)
91,95 91,12 Bunga Kredit
Dec-10 Jun-11 Dec-11
Bunga DPK
BI Rate (rhs)
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas
Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 4.8. Realisasi Pembiayaan Perbankan dan Pasar Modal Grafik 4.9. Perbandingan Suku Bunga Perbankan & Obligasi
May-15 Jul-15 Sep-15 Nov-15 Jan-16 Mar May-16 Jul-16 IPO
Obligasi A Sumber: Bank Indonesia
Right Issue
Emisi Obligasi
Kredit Perbankan
Total (rhs)
Obligasi AAA
Obligasi AA
Sk Bunga KI
BUKU 4
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
musiman Ramadhan ke semester ini dimana terjadi Pertumbuhan DPK industri perbankan pada penarikan uang kartal oleh masyarakat. semester I 2016 melambat menjadi 5,90% dari sebelumnya 7,26% (yoy) pada semester II 2015. Berdasarkan BUKU, perlambatan terjadi terdapat Perlambatan pertumbuhan DPK pada semester I di BUKU 1 dan 2 terutama pada kelompok BPD 2016 disebabkan antara lain oleh masih lemahnya yang disebabkan perlambatan pertumbuhan dana kinerja korporasi, perlambatan pertumbuhan dana Pemerintah Daerah serta perpindahan dana IKNB Pemerintah Daerah di BPD serta berpindahnya ke SBN. DPK ke SBN oleh IKNB. Adapun secara siklikal, perlambatan pertumbuhan DPK pada semester Sementara itu dari sisi valuta, DPK Rupiah dan DPK
I 2016 turut disumbang oleh pergeseran pola Valas masing-masing tumbuh 9,83% dan -12,12%
Tabel 4.4. Pertumbuhan DPK per BUKU (%, yoy)
BUKU
Sem II 2014
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Pangsa Pasar Posisi Semester II 2015 (%)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.10. Pertumbuhan DPK (yoy)
Semester II
Semester I
Semester II
Semester I
Semester II
Semester I
Semester II
Semester I
Pertumbuhan DPK (yoy)
Pertumbuhan DPK Rupiah (yoy)
Pertumbuhan DPK Valas (yoy)
Sumber: Bank Indonesia
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
(yoy), melambat dibandingkan dengan periode dari 9,20% menjadi 5,37% (yoy). Perlambatan sebelumnya yaitu 6,73% dan 9,97% (yoy). DPK valas
pertumbuhan deposito ini turut dipengaruhi
mulai mencatatkan pertumbuhan negatif sejak perlambatan kredit yang menurunkan kebutuhan Maret 2016, perlambatan ini khususnya terjadi di perbankan dalam penghimpunan dana sehingga bank BUKU 3 dan bank BUKU 4 akibat penurunan memberi ruang untuk mengurangi volume dana transaksi ekspor dan impor.
mahal (deposito). Hal ini menyebabkan turunnya suku bunga yang ditawarkan. Rata-rata suku
Berdasarkan jenis simpanan, tabungan tumbuh bunga dana perbankan mengalami penurunan dari dari 8,69% menjadi 16,33% (yoy) pada semester 7,62% pada semester II 2015 menjadi 6,82% pada
I 2016. Sementara itu, giro dan deposito tumbuh semester I 2016. melambat masing-masing menjadi 1,47% dan 1,97% pada semester I 2016, dari 11,01% dan 4,60% (yoy)
Berdasarkan komposisi DPK, pangsa giro naik
pada semester II 2015. Perlambatan pertumbuhan menjadi 23,44% pada semester I 2016. Sementara deposito terutama terjadi pada deposito di atas pangsa deposito dan tabungan mengalami Rp2 miliar, yaitu dari 2,42% menjadi 0,35% penurunan. Penurunan pangsa deposito terjadi
(yoy). Sedangkan deposito ≤ Rp2 miliar melambat baik pada deposito >Rp2 miliar maupun deposito
Grafik 4.11. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Grafik 4.12. Pertumbuhan DPK Berdasarkan Jenis Simpanan
2012 Sem I 2013 2014 2015 2016
2015 2016 Giro (Rp)
Tabungan (Rp)
Deposito 1 bln (Rp) - skala kanan
Giro
Tabungan
Deposito <=2M
Deposito >2M
Grafik 4.13. Rata-rata Suku Bunga Deposito Rupiah 1 bulan per Grafik 4.14. Pangsa Komposisi DPK Perbankan BUKU
Smt II 2015 Smt I 2016 6,5%
Smt II 2014
Smt I 2015
Deposito <=2M Deposito >2M 6,0%
Giro
Tabungan
Des-15 Jan-16
BUKU 1 BUKU 2
Sumber: Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
≤ Rp2 miliar. Dari sisi golongan pemilik dana, Secara spasial, penurunan pertumbuhan DPK perlambatan DPK terutama disebabkan oleh terjadi di seluruh area. Adapun penghimpunan DPK melambatnya pertumbuhan DPK pada golongan masih terpusat di Pulau Jawa, diikuti oleh Pulau Pemerintah Daerah (Pemda) seiring dengan aturan Sumatera dan Kalimantan. Hal ini sejalan dengan penempatan dana Pemda dalam bentuk surat kegiatan bisnis dan perputaran uang yang berpusat berharga yaitu SPN. Di samping Pemda, golongan di Pulau Jawa, khususnya di DKI Jakarta sebagai pemilik swasta baik perseorangan, non lembaga pusat ekonomi yang mana pangsa DPK tercatat keuangan maupun IKNB juga turut berkontribusi sebesar 49,49% dari total DPK perbankan. pada perlambatan pertumbuhan DPK.
Grafik 4.15. Perkembangan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik
Rp T 250
SEM I 2015
SEM II 2015
SEM I 2016
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Perseorangan Swasta -
Swasta - IKNB
Non Lembaga Perusahaan Keuangan
Swasta - Lainnya
Non Residen
Tabel 4.5. PKepemilikan SBN per-Institusi
Kepemilikan SBN S/D 2016
Institusi (Rp T
(ytd Juli)
Bank Indonesia *)
Non-Banks Domestik :
- Dana Pensiun
Tabel 4.6. Pangsa DPK per Pulau
Pertumbuhan YOY DPK (%)
Pulau
Pangsa DPK (%)
Sem I 2016
Bali & Nusa Tenggara
Papua & Kepulauan Maluku
Sumber: Bank Indonesia
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Grafik 4.16. Pertumbuhan Kredit Perbankan
Semester I
Semester II
Semester I
Semester II
Semester I
Semester II
Semester I
Semester II
Pertumbuhan Kredit (yoy)
Pertumbuhan Kredit Rupiah (yoy)
Pertumbuhan Kredit Valas (yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Perkembangan Kredit
Dari sisi valuta, kredit rupiah meningkat dari
Sampai dengan semester I 2016, pertumbuhan 11,95% pada semester II 2015 menjadi 12,25% kredit masih berada dalam tren perlambatan. Kredit
(yoy) pada semester laporan. Sedangkan kredit
tumbuh 8,89% lebih rendah dibanding semester II valas mengalami perlambatan dari 2,98% menjadi 2015 sebesar 10,45% (yoy). Pertumbuhan kredit -7,76% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit valas yang melambat sejalan dengan masih melambatnya
yang bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan
pertumbuhan ekonomi baik domestik maupun kredit rupiah tidak lepas dari menurunnya aktivitas global. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ekspor dan impor korporasi serta meningkatnya tersebut berdampak kepada rendahnya permintaan
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di 2016 ini. kredit akibat korporasi masih cenderung menahan pembiayaan investasi serta kecenderungan Rumah Perlambatan kredit terjadi pada semua jenis Tangga (RT) untuk mempercepat pembayaran utang
penggunaan baik Kredit Modal Kerja (KMK), dengan mengurangi tabungannya. Hal ini ditambah
Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK).
dengan kecenderungan perbankan yang berhati- Perlambatan terbesar terjadi pada KMK, terutama hati dalam menyalurkan kredit untuk menjaga dikontribusikan oleh sektor industri pengolahan dan tingkat NPL yang masih cenderung meningkat.
sektor pertambangan. Perlambatan kredit di sektor
Grafik 4.17. Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 4.18. Pangsa Kredit per Jenis Pengunaan
I - 2015
II - 2015
I - 2016
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
industri pengolahan khususnya dikontribusikan industri rokok dan industri barang kertas, sementara perlambatan pada sektor pertambangan disumbang kredit subsektor pertambangan batubara dan pertambangan minyak dan gas. Sama halnya dengan KMK, perlambatan KI terutama disebabkan melambatnya kredit di sektor pertambangan. Sementara itu, untuk KK perlambatan pertumbuhan dikontribusikan melambatnya pertumbuhan kredit multiguna. Dari sisi pangsa, kredit yang bersifat produktif masih mendominasi penyaluran kredit perbankan yakni KMK.
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit pada semester I 2016 terutama bersumber dari perlambatan kredit pada sektor industri pengolahan, pertambangan, dan perdagangan. Perlambatan penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan terutama terjadi pada industri rokok, kertas, komponen kendaraan
Tabel 4.7. Pertumbuhan PDB Sektoral per Sektor Ekonomi
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik
Pengadaan Air
Transportasi & Pergudangan
Hotel & Restoran
Informasi & Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estat
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan
Jasa Pedidikan
Jasa Kesehatan
Jasa Lainnya
roda empat, minyak masak, serta pakan ternak. Sementara perlambatan kredit pada sektor pertambangan terutama disumbang subsektor terkait komoditas seperti pertambangan batubara, pertambangan minyak dan gas, serta penyedia jasa terkait minyak dan gas. Perlambatan kredit di sektor pertambangan sejalan dengan pertumbuhan PDB pertambangan yang masih tumbuh negatif di semester I 2016 ini sebagai akibat masih rendahnya harga komoditas di pasar internasional.
Secara spasial, penurunan pertumbuhan kredit terutama terjadi di Jawa dan Sumatera. Penurunan kredit di kedua wilayah tersebut mengakibatkan turunnya pertumbuhan kredit secara nasional meskipun pada wilayah lainnya kredit mulai mengalami kenaikan. Secara pangsa penyaluran kredit perbankan pada semester I 2016 masih terpusat di Pulau Jawa, diikuti oleh Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Sumber : Bank Indonesia
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Grafik 4.19.Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi
- (-5) (-10) (-20)
Jasa Sosial
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Sumber : Bank Indonesia
Tabel 4.8. Pangsa Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
Pertumbuhan YOY Kredit (%)
Pangsa Kredit
Sem I 2016
Bali & Nusa Tenggara
Papua & Kepulauan Maluku
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.20. Suku Bunga Kredit Per BUKU Tabel 4.9. Pertumbuhan Kredit per BUKU
17% Pangsa
Sem II Pasar Posisi 16%
2015 Semester I 15%
Sep-12 Dec-12 Mar Jun-13
Sumber: Bank Indonesia
Selanjutnya berdasarkan kelompok BUKU, rentan terhadap pelemahan ekonomi. Sementara perlambatan pertumbuhan kredit selama periode pada BUKU 4, kredit justru mengalami peningkatan, laporan terjadi pada hampir semua kelompok hal ini didukung oleh perkembangan KUR dimana terutama pada BUKU 1 menjadi 11,79% (yoy). Hal BUKU 4 merupakan kelompok bank dengan porsi ini disebabkan kredit BUKU 1 merupakan kredit penyaluran KUR terbesar. dengan tingkat suku bunga tertinggi sehingga
Kondisi Stabilitas
Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan menguatnya kebutuhan pembiayaan dan mulai
Menengah
membaiknya daya beli masyarakat. Peningkatan Dalam situasi perlambatan intermediasi, terjadi pada sektor Perdagangan Besar dan penyaluran kredit UMKM tumbuh 8,3%, meningkat Eceran yang tumbuh meningkat menjadi 12,5% dibandingkan dengan semester sebelumnya dari 11,6% pada semester II 2015 dan 8,7% sebesar 8,0% dan tahun sebelumnya sebesar 6,8% (yoy) pada semester I 2015. Demikian juga pada (yoy). Adapun peningkatan kredit UMKM tersebut sektor Konstruksi dan Real Estate, pada semester lebih disebabkan oleh peningkatan penyaluran
I 2016 mulai menunjukan peningkatan dengan KUR dengan skema subsidi bunga dari pemerintah. pertumbuhan masing-masing sebesar 8,0% dan Secara nominal, penyaluran kredit Usaha Mikro, 11,7% dari masing-masing sebesar 5,4% dan 9,3% Kecil, dan Menengah (UMKM) pada semester I (yoy), pada semester II 2015. 2016 mencapai Rp 827,3 triliun atau 19,7% dari total penyaluran kredit perbankan.
Sementara itu, sektor yang masih mengalami perlambatan pada semester I 2016 diantaranya
Secara jenis penggunaan, pertumbuhan Kredit adalah sektor Pertanian dan Kehutanan serta Industri Investasi UMKM naik menjadi 9,6% pada semester Pengolahan yang masing-masing tumbuh sebesar
I 2016, dibandingkan dengan semester II 2015 9,8% dan 5,3% dibandingkan dengan semester II sebesar 9,2% dan dengan semester I 2015 sebesar 2015 sebesar 12,0% dan 10,0% (yoy). Melambatnya 7,8% (yoy). Sementara Kredit Modal Kerja tumbuh sektor Pertanian dan Kehutanan disebabkan oleh sebesar 7,8%, sedikit mengalami peningkatan terjadinya perubahan iklim yang signifikan yang dibandingkan semester II 2015 7,6% (yoy).
berdampak pada penurunan produksi akibat pergeseran musim tanam. Sementara perlambatan
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pada sektor Industri Pengolahan disebabkan oleh pertumbuhan kredit UMKM terutama terjadi pada masih rendahnya permintaan barang dan jasa. beberapa sektor ekonomi didorong oleh mulai
Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM
Triliun Rp (%)
BD Usaha Menengah
BD Usaha Kecil
BD Usaha Mikro
Growth Kredit UMKM -yoy (skala kanan)
Share Kredit UMKM (skala kanan)
Sumber : Bank Indonesia
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Grafik 4.22. Pertumbuhan Kredit UMKM pada 5 Sektor Ekonomi
Js Kemasyarakatan
Real Estate
Industri Pengolahan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah.
Secara spasial, sebaran penyaluran kredit UMKM kredit ke sektor perdagangan, serta potensi masih belum merata dan terfokus pada wilayah risikonya yang relatif lebih terukur. Sedangkan pusat aktivitas perekonomian seperti di pulau penyaluran kredit UMKM kepada sektor lainnya Jawa dan Sumatera dengan pangsa masing-masing masih rendah seperti sektor industri pengolahan sebesar 57,8% dan 20,1%. Sementara itu, untuk (pangsa 10,0%), dan sektor pertanian, perburuan, wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa dan kehutanan (pangsa 8,1%). Tenggara, serta Papua dan Maluku pangsanya masih relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan
Berdasarkan kelompok BUKU, penyaluran kredit
ketersediaan infrastruktur perbankan yang UMKM pada semester I 2016 tetap didominasi oleh mayoritas berada di wilayah perkotaan.
BUKU 4. Dominasi BUKU 4 tersebut disebabkan kelompok BUKU 4 telah memiliki competitive
Sementara secara sektoral, mayoritas kredit UMKM advantage yang dibutuhkan dalam menyalurkan
diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran kredit UMKM secara luas dengan kualitas terjaga, (pangsa 53,0%) yang ditujukan kepada usaha antara lain jaringan kantor yang luas sampai ke menengah. Dominasi ini lebih dipengaruhi oleh tingkat desa serta jumlah SDM yang memadai. kompetensi SDM perbankan dalam penyaluran Pertumbuhan kredit UMKM BUKU 4 mengalami
Tabel 4.10. Pertumbuhan dan Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan BUKU
Dalam (%)
Pertumbuhan Kredit UMKM (yoy)
Pangsa Kredit UMKM
Kelompok BUKU
55,30 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum 2015, diolah.
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
peningkatan. Peningkatan tersebut terutama Skema KUR kembali disempurnakan untuk didorong oleh peningkatan penyaluran KUR yang penyaluran tahun 2016 dan diarahkan untuk didominasi oleh bank pelaksana dari BUKU 4. mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang Perkembangan ini terkonfirmasi oleh naiknya melambat. Melalui Peraturan Menteri Koordinator pertumbuhan Kredit Usaha Mikro dan Kecil Bidang Perekonomian No.13 Tahun 2015, skema
yang masing-masing sebesar 12,5% dan 13,6% KUR mengalami penyesuaian antara lain: dibandingkan semester II 2015 sebesar 11,2% dan
a) Adanya perluasan calon penerima KUR, dapat 6,4% (yoy).
diberikan kepada start up business (usaha minimum telah berjalan selama 3 bulan).
Perkembangan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
b) Penetapan suku bunga KUR menjadi 9%.
(KUR)
c) Perluasan lembaga penyalur KUR yang mencakup Penyaluran KUR selama semester I 2016 mencapai
bank dan non-bank yang sehat dan memiliki Rp54,8 triliun atau 54,8% dari target penyaluran
kinerja baik, serta mendapatkan rekomendasi KUR tahun 2016 sebesar Rp100 triliun. Penyaluran
dari otoritas pengawasan terkait, serta KUR tersebut masih terkonsentrasi di wilayah pulau
d) Penggabungan skema kredit program ke dalam Jawa (48,9%) dan didominasi oleh kredit mikro
skema KUR.
(66,2%) pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (69,3%).
Grafik 4.23. Net Ekspansi Kredit UMKM Bank Umum
Triliun Rp 60 54,8
Kredit Non KUR
Jan-Jul-16
Grafik 4.24. Net Ekspansi Kredit UMKM BUKU 4 Grafik 4.25. Net Ekspansi Kredit UMKM BUKU 1 & 2
Triliun Rp
Triliun Rp
0 -21,8 -2,5
-16 -16 -17,2
Jan-16 Feb-16 Mar Apr May-16 Jun-16 -30
Total Bank
Jan-15 Feb-15 Mar Jan-16
Kredit Non KUR
Jan-Jul-16
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Bank memanfaatkan skema KUR berbunga rendah dan KMK mengalami peningkatan dibandingkan tersebut di atas sebagai upaya untuk menahan laju semester I 2015, sementara NPL KK turun tipis. perlambatan penyaluran kredit UMKM yang lebih Peningkatan NPL gross terbesar dialami KMK, naik dalam. Hal ini antara lain terlihat dari ekspansi dari 2,98% pada semester I 2015 menjadi 3,74% KUR dan naiknya pangsa penyaluran KUR terhadap pada semester I 2016. Sementara NPL gross KI total kredit UMKM pada Januari hingga Juni 2016. naik dari 2,72% menjadi 3,26% dan NPL gross KK Sementara itu, kredit UMKM non KUR secara turun tipis dari 1,68% menjadi 1,67%. Sementara umum mengalami kontraksi sejak awal tahun, itu, dibanding semester II 2015, risiko kredit meskipun mulai membaik di akhir semester I 2016. pada semua penggunaan mengalami peningkatan Adanya beberapa PP dan bank terutama di BUKU masing-masing naik dari 2,99%, 2,61%, dan 1,50%
1 dan BUKU 2 yang mengajukan untuk menjadi untuk KMK, KI, dan KK. lembaga penyalur KUR, diharapkan dapat menahan perlambatan kredit UMKM pada kelompok BUKU Jika dibandingkan dengan semester I 2015, tersebut.
peningkatan NPL KMK terutama dikontribusikan oleh sektor industri pengolahan, khususnya
Perkembangan Risiko Kredit
subsektor industri pengolahan tekstil, industri Pada semester I 2016, risiko kredit masih melanjutkan
barang plastik, industri minuman, serta industri
tren peningkatan sebagaimana tercermin pangan ternak. Sementara itu, peningkatan NPL KI dari rasio NPL gross yang meningkat menjadi dikontribusikan oleh sektor industri pengolahan 3,05%. Peningkatan risiko kredit sejalan dengan dan pertambangan, terutama disumbang oleh melemahnya kinerja korporasi yang berdampak subsektor industri gula dan pertambangan kepada penurunan kemampuan pembayaran utang batubara, sedangkan pada KK Peningkatan NPL serta relatif rendahnya pendapatan rumah tangga.
disumbang oleh kredit KPR Tipe di atas 70. Berdasarkan jenis penggunaan, risiko kredit KI
Grafik 4.26. Perkembangan Rasio NPL
NPL Gross
NPL Nett
Sumber : Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 4.27. Rasio NPL Gross per Sektor Ekonomi Grafik 4.28. Rasio NPL Gross per Jenis Penggunaan
dagangan Lain-lain Industri
KK Konstruksi Pertanian
KMK
KI
Jasa Sosial
Per Pengangkutan
Pertambangan
Jasa Dunia Usaha
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan NPL gross yaitu angkutan laut domestik. NPL gross subsektor paling tinggi terjadi pada sektor Pertambangan, tersebut naik dari 5,15% di semester I 2015 menjadi Pengangkutan dan Telekomunikasi, serta Industri 11,50% di semester I 2016. Pengolahan. Sektor pertambangan mencatatkan NPL gross tertinggi pada semester I 2016 dibanding
Sementara itu, sektor industri pengolahan juga sektor-sektor lainnya, yaitu sebesar 6,28%. Selain mencatatkan peningkatan risiko kredit yang mencatatkan NPL tertinggi, NPL pada sektor ini signifikan. NPL sektor ini tercatat 3,85% pada juga masih dalam tren peningkatan. Sejalan dengan
semester I 2016, meningkat dibanding semester I pemburukan sektor pertambangan batubara, 2015 dimana NPL gross berada pada tingkat 2,26% perbankan mulai membatasi eksposur kreditnya dan semester II 2015 dimana NPL tercatat sebesar pada subsektor tersebut sehingga jika sebelumnya 2,50%. Peningkatan NPL pada sektor industri subsektor batubara menjadi penyumbang pengolahan tidak terkonsentrasi pada salah satu peningkatan NPL terbesar maka pada semester I subsektor melainkan cukup tersebar pada beberapa 2016 pemburukan NPL di sektor pertambangan subsektor. Beberapa subsektor dengan peningkatan disumbang oleh subsektor pertambangan minyak risiko kredit cukup signifikan di antaranya adalah dan gas. NPL gross subsektor pertambangan minyak
industri pengolahan tekstil, industri barang plastik, dan gas naik dari 0,78% di semester I 2015 menjadi
industri minuman kemasan, serta industri pakan 3,37% di semester I 2016.
ternak.
Sektor pengangkutan dan telekomunikasi Secara spasial, dibandingkan semester I 2015, mencatatkan NPL gross 5,45% di semester I 2016, rasio NPL gross industri perbankan mengalami lebih tinggi dibanding 3,46% pada semester I 2015 peningkatan di Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, dan 3,84% pada semester II 2015. Peningkatan serta Jawa. Kalimantan sebagai daerah mengalami risiko kredit di sektor pengangkutan khususnya dampak cukup signifikan dari penurunan harga dikontribusikan oleh subsektor yang terkait supply
komoditas mencatatkan peningkatan NPL terbesar, chain untuk subsektor pengangkutan batubara naik dari 3,40% di semester I 2015 menjadi 4,76%
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
di semester I 2016. Meskipun begitu, pangsa kredit Pemburukan kualitas kredit perbankan seiring
Kalimantan relatif tidak terlalu besar sehingga dengan meningkatnya jumlah Obligasi Korporasi diharapkan tingkat NPL tersebut berdampak secara
yang mengalami rating downgrade. Berdasarkan minimal terhadap profil NPL nasional.
rating Pefindo, jumlah obligasi yang mengalami penurunan rating pada tahun 2016 berjumlah
Tabel 4.11. NPL Gross per Wilayah (%)
24 obligasi atau meningkat dari tahun 2015 yang
PULAU Sem-II
Pangsa Kredit
Sem I 2016 (%)
hanya berjumlah 13 Obligasi.
Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sejalan dengan risiko kredit perbankan secara
Bali & Nusa Tenggara
keseluruhan, pada akhir semester I 2016, risiko
Papua & Kepulauan Maluku
kredit UMKM juga cenderung mengalami kenaikan dimana NPL gross UMKM pada semester I 2016
Sumber: Bank Indonesia
mengalami pemburukan menjadi 4,58% dari 4,20%
Selanjutnya, berdasarkan BUKU, baik dibanding pada semester II 2015. Kenaikan NPL gross tersebut semester I maupun semester II 2015, peningkatan disebabkan menurunnya kemampuan bayar UMKM rasio NPL gross terjadi pada semua BUKU. sebagai dampak dari penurunan permintaan Peningkatan NPL gross terbesar terjadi pada BUKU barang dan jasa. Selain itu, dari sisi perbankan,
2 dan BUKU 4. Namun, level NPL tersebut masih kenaikan NPL gross antara lain disebabkan oleh: (i) jauh di bawah threshold 5%.
ketidaksiapan proses bisnis beberapa bank dalam penyaluran kredit kepada UMKM, (ii) keterbatasan
Tabel 4.12. Rasio NPL Gross per BUKU (%)
SDM (kualitas dan kuantitas) dalam pengelolaan
BUKU Sem-II 2014
kredit UMKM, dan (iii) keterbatasan jaringan kantor
yang mengakibatkan kurang maksimalnya proses
monitoring kredit UMKM.
Grafik 4.29. NPL Gross per Wilayah (%)
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 4.13. Jumlah Obligasi Yang Mengalami Downgrade
(Rating Pefindo)
Q4 0 3 4 0 1 1 1 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Total
Sumber: Boomberg, diolah.
Sumber: Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Berdasarkan klasifikasi usaha, rasio NPL gross
Grafik 4.31. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK
tertinggi terdapat pada Usaha Kecil sebesar 5,35%, diikuti oleh Usaha Menengah (5,01%), dan
Pertambangan & Penggalian
Usaha Mikro (2,75%). Sementara itu, berdasarkan
Transportasi & Telekomunikasi
kelompok BUKU, NPL gross tertinggi kredit UMKM
Pertanian dan Kehutanan
terdapat pada BUKU 2 sebesar 8,29%, diikuti oleh 4,67%
Perdagangan Besar dan Eceran
BUKU 1 (5,55%), BUKU 3 (5,09%), dan BUKU 4 4,30%
Industri Pengolahan
Perantara Keuangan
Grafik 4.30. NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan
Jasa Pendidikan
Klasifikasi Usaha
Listrik, Gas dan Air
Badan Internasional
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga dari penghimpunan dana dan
Des-13 Feb-14 Apr Jun-14 Agt-14 Okt-14
penyaluran kredit masih relatif terjaga. Terjaganya
UMKM Usaha Mikro
Usaha Kecil
risiko ini disebabkan penurunan suku bunga DPK perbankan lebih tinggi dibanding penurunan suku
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
Pemburukan kualitas kredit UMKM pada semester bunga kredit. Hal ini menyebabkan profitabilitas
I 2016 terjadi pada hampir seluruh sektor ekonomi perbankan masih relatif terjaga. diantaranya sektor Perdagangan Besar dan Eceran
menjadi 4,35% dan sektor Pertanian (4,80%). Selama semester I 2016, mayoritas suku bunga Sementara itu, NPL di sektor Pertambangan DPK industri perbankan mengalami penurunan dan Penggalian yang cenderung mengalami seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan pemburukan sejak pertengahan 2014 akibat dari BI Rate dan capping suku bunga OJK. Pada akhir penurunan harga komoditi di pasar global, pada semester laporan, suku bunga deposito rupiah 1 semester I 2016 terlihat mulai membaik, tercatat bulan menurun menjadi 6,82% dibanding semester sebesar 9,07% dibandingkan semester II 2015 sebelumnya 7,60%, suku bunga giro menurun dari sebesar 10,4%.
2,10% menjadi 2,03% dan suku bunga tabungan menurun dari 1,86% menjadi 1,58%.
4.1.3. Risiko Pasar Risiko pasar bagi Bank di Indonesia bersumber dari
Berdasarkan kelompok BUKU, penurunan suku dampak perubahan suku bunga pasar terhadap: (i) bunga DPK dialami oleh semua kelompok BUKU suku bunga simpanan dan Kredit, (ii) dampaknya kecuali BUKU 1. Penurunan suku bunga yang terhadap harga portofolio SBN yang dimiliki oleh dialami oleh BUKU 3 dan 4 karena terkena dampak perbankan, serta (iii) risiko nilai tukar.
kebijakan capping suku bunga OJK.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Grafik 4.32. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK
Spread (skala kanan)
Bunga Kredit
Bunga DPK
Seiring dengan menurunnya suku bunga DPK, didorong oleh penurunan suku bunga DPK yang suku bunga kredit perbankan juga mengalami menyebabkan biaya intermediasi menjadi semakin penurunan meski tidak sebesar suku bunga DPK. murah di tengah tren penurunan BI Rate. Selain itu, Suku bunga KMK rupiah menurun dari 12,48% penurunan suku bunga kredit KMK dan KI didorong menjadi 11,84%, suku bunga KI rupiah turun dari oleh upaya bank meningkatkan penyaluran kredit 12,12% menjadi 11,49%, sedangkan suku bunga di tengah melemahnya permintaan kredit KMK dan KK rupiah menurun dari 13,88% menjadi 13,83%. KI. Secara umum, penurunan suku bunga kredit
Tabel 4.14. Suku Bunga DPK per BUKU Tabel 4.15. Suku Bunga Kredit per BUKU
Suku Bunga Deposito 1 Bln
Suku Bunga
12,71 12,48 11,84 Suku Bunga
Giro Rp (%) 2014
Suku Bunga KI
12,30 12,12 11,49 Suku Bunga Tabungan Rp
Suku Bunga
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Kedepannya, tren penurunan suku bunga masih Dari sisi kewajiban bank, kondisi bank masih relatif dapat terus berlanjut seiring dengan digantikannya
aman terhadap risiko utang yang akan jatuh tempo. BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate yang Secara umum, nilai kewajiban baik jangka pendek telah efektif sejak Agustus 2016 dan berada pada maupun jangka panjang perbankan relatif stabil. level 5,25% sejak Juni 2016 hingga Agustus 2016 Hal tersebut mencerminkan tingkat kehati-hatian yang kemudian turun menjadi 5.0% pada September
pengelolaan kewajiban oleh perbankan terhadap 2016 dan 4.75% pada Oktober 2016.
risiko yang mungkin timbul dari kewajiban yang jatuh tempo masih berada dalam level yang aman.
Risiko Nilai Tukar
Volatilitas nilai tukar cenderung menurun pada Grafik 4.33. Total dan Rasio PDN per BUKU
Total PDN per BUKU Semester I - 2016
semester I 2016, seiring dengan berkurangnya
isu normalisasi Fed Funds Rate (FFR). Adapun
referendum Brexit yang cukup mengemuka pada
Rp T
semester I 2016 memiliki dampak yang relatif
0.0 -1.0
terbatas kepada nilai tukar. Sejalan dengan hal -2.0
tersebut, risiko pasar sektor perbankan melalui BUKU 4 nilai tukar cenderung rendah. Risiko nilai tukar
Rasio PDN
tersebut dapat dilihat dengan Posisi Devisa Neto
(PDN) perbankan yang masih rendah.
3% 2% 1% 0% Dec-11 Jun-12 Dec-12 Jun-13 Dec-13 Jun-14 Dec-14 Jun-15 Dec-15 Jun-16
Pada akhir semester I 2016, perbankan mencatat
posisi long valas sebesar Rp2,22 triliun, sedikit Industri
Sumber: Bank Indonesia
menurun dari akhir semester II 2015 sebesar Rp
4,36 triliun. Penurunan tersebut sejalan dengan Risiko Penurunan Harga SBN
membaiknya nilai tukar rupiah dari Rp13.795 per Risiko pasar perbankan yang bersumber dari USD pada Desember 2015 menjadi Rp13.180 per perubahan harga SBN relatif masih terjaga USD pada Juni 2016. Bila dilihat dari rasio PDN sejalan dengan volatilitas dan yield SBN yang terhadap modal perbankan, pada akhir semester menurun. Selain itu, peningkatan penempatan
I 2016 rasio tersebut sebesar 1,52%, meningkat SBN perbankan lebih dialokasikan pada portofolio jika dibandingkan dengan akhir semester II 2015 Available for Sale (AFS) serta Hold to Maturity sebesar 1,24%. Rasio PDN tersebut masih jauh (HTM) yang mengindikasikan kecenderungan bank dibawah threshold ketentuan sebesar 20% dari untuk menggunakan SBN sebagai alat likuiditas modal. Berdasarkan kelompok BUKU, posisi PDN serta investasi jangka panjang, bukan untuk tertinggi terdapat pada BUKU 2 (2,18%) yang diikuti
tujuan perdagangan. Peningkatan kepemilikan SBN oleh BUKU 4 (1,56%), BUKU 1 (1,29%) dan BUKU 3 perbankan tersebut sejalan dengan perlambatan (1,13%).
penyaluran kredit bank sehingga menjadi salah satu alternatif bagi penempatan dana bank.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Portofolio SBN perbankan tercatat mengalami Per kelompok BUKU, kelompok BUKU 3 dan 4 kenaikan sebesar 8.6% dari Rp377,3 triliun pada cenderung menempatkan SBN pada portofolio akhir semester II 2015 menjadi Rp409,6 triliun AFS sedangkan buku 1 dan 2 cenderung untuk pada akhir semester I 2016. Berdasarkan kelompok
menempatkan SBN pada portofolio HTM. Hal ini BUKU, mayoritas kepemilikan SBN masih tercatat mengindikasikan perbedaan perilaku kelompok pada kelompok BUKU 4, diikuti oleh BUKU 3 dan BUKU 3 dan 4 yang cenderung memegang SBN BUKU 2.
untuk tujuan likuiditas dan dapat sewaktu-waktu
Grafik 4.34. Volatilitas Yield SBN
Sem I 2014
Sem II 2014
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Tabel 4.15. Nilai Kepemilikan SBN oleh Perbankan per BUKU
SBN Trading
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel 4.17. Pangsa Kepemilikan SBN oleh Perbankan per BUKU
Sumber: Bank Indonesia, diolah
mencairkan SBN sedangkan pada kelompok BUKU pelemahan pertumbuhan ekonomi. Perbankan
1 dan 2 cenderung membeli SBN untuk tujuan memanfaatkan alokasi dananya yang tidak terserap investasi jangka panjang.
melalui kredit untuk mengurangi eksposur pinjaman luar negerinya.
Selanjutnya apabila diperlukan, kelompok BUKU 3 dan 4 akan lebih mudah untuk menjual SBN dan Berdasarkan jangka waktu, PLN bank terdiri dari menyalurkan dananya untuk kredit tanpa hambatan PLN jangka pendek (sampai dengan 1 tahun) dan sanksi secara akuntansi dibandingkan. Sementara PLN jangka panjang (di atas 1 tahun). PLN bank itu, portofolio perdagangan pada seluruh kelompok dapat diperoleh dari pihak terkait bank, seperti bank relatif tidak berubah.
perusahaan induk atau kelompok usaha, maupun dari pihak tidak terkait. PLN bank dari pihak terkait
4.1.4. Asesmen Perkembangan Pinjaman Luar umumnya diberikan dengan suku bunga dan Negeri (PLN) Industri Perbankan
persyaratan yang lebih ringan dibandingkan dari Perkembangan PLN bank sejak pertengahan 2014 pihak tidak terkait. Sesuai ketentuan, bank hanya mengalami penurunan pertumbuhan akibat diperkenankan memiliki PLN bank jangka pendek
maksimum sebesar 30% dari modal.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Grafik 4.35. Pertumbuhan PLN Bank
Grafik 4.36. PLN Indonesia
Juta USD 35,000
Juta USD
Juta USD
50,000 Sem II
- Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I 1* Sem II PLN Bank Sem I Growth (yoy) PLN Bank 2* 1**
2015 2016 Pemerintah dan Bank Sentral Swasta Total PLN Indonesia (skala kanan)
Pada Juni 2016, total outstanding PLN industri Berdasarkan jangka waktu, konsentrasi PLN perbankan tercatat sebesar USD30,27 miliar, perbankan didominasi oleh PLN dengan jatuh tumbuh melambat -5,06% dibandingkan semester tempo < 3 tahun sehingga terdapat risiko default
II 2015 dengan pertumbuhan 2,35% (yoy) dengan PLN dalam jangka pendek. Namun demikian saat suku bunga yang relatif stabil. Pangsa PLN perbankan
ini jumlah alat likuid valas perbankan berjumlah
tersebut mencapai 18,34% dari PLN sektor swasta USD20 milyar, cukup untuk memenuhi kewajiban atau 9,35% dari total outstanding PLN Indonesia. PLN bank yang akan jatuh tempo antara 2016 Berdasarkan jenis kepemilikan, bank yang memiliki hingga 2019 yang berjumlah USD8,3 milyar. outstanding PLN tertinggi adalah kelompok Bank Swasta Nasional sebesar USD15,61 miliar (51,57%),
Bank Indonesia akan terus melakukan pemantauan
diikuti kelompok Bank Campuran sebesar USD7,06 perkembangan PLN, khususnya terhadap PLN miliar (23,33%), kelompok Bank BUMN USD5 miliar
sektor swasta. Pemantauan tersebut bertujuan
(16,53%) dan kelompok Kantor Cabang Bank Asing untuk memitigasi potensi risiko yang dapat sebesar USD2,60 miliar (8,57%).
mempengaruhi stabilitas makroekonomi, serta
Grafik 4.37. Kelompok Debitur PLN Bank
Grafik 4.38. PLN Swasta
Juta USD
Juta USD
SMT 1 SMT 2 2011
Bukan Bank Sumber: Bank Indonesia, diolah
Swasta Asing
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 4.39. Profil Jatuh Tempo PLN Jangka Panjang Bank Grafik 4.40. Komposisi Jatuh Tempo PLN Jangka Panjang
posisi Jun-16
posisi Jun-16
Juta USD
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: DSta
mendorong agar PLN dapat berperan optimal dikarenakan Net Interest Margin (NIM) perbankan dalam mendukung pembiayaan pembangunan.
yang masih meningkat. Melebarnya spread suku bunga akibat penurunan suku bunga DPK yang lebih
4.1.5. Profitabilitas, Efisiensi dan Permodalan dalam dari penurunan suku bunga kredit (sebagai Profitabilitas dampak dari kebijakan capping suku bunga OJK dan
Kinerja profitabilitas perbankan relatif stabil penurunan BI Rate). Selanjutnya, pelebaran spread sebagaimana terlihat dari rasio Return On Asset suku bunga tersebut menyebabkan meningkatnya (ROA) industri perbankan yang hanya turun tipis NIM bank BUKU 3 dan BUKU 4. dari 2,32% pada semester II 2015 menjadi 2,31% Secara kelompok BUKU, penurunan rasio ROA ini pada semester laporan. Stabilnya ROA dalam situasi
disumbang oleh kelompok BUKU 4, sedangkan rasio turunnya pertumbuhan kredit sebagai sumber ROA kelompok BUKU 1, 2 dan 3 naik dibandingkan utama pendapatan bank dan meningkatnya biaya dengan semester sebelumnya. Pencapaian laba pencadangan bank akibat peningkatan NPL, lebih bersih perbankan setelah pajak pada semester I
Grafik 4.41. Rasio Return On Asset (ROA) per BUKU (%)
Tabel 4.18. NIM per BUKU (%)
I II I II I 4,00
Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
0,00 2014 - I 2014 - II
2015 - I
2015 - II
2016 - I
BUKU 1 BUKU 2
Sumber: SIP, diolah
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
2016 tercatat sebesar Rp54,62 triliun, sedikit lebih sebesar 23,69% dan 2,07% dari semester II 2015. tinggi dari semester II 2015 sebesar Rp53,83 triliun.
Sedangkan pendapatan bunga dari penempatan
Kenaikan laba tersebut terjadi pada BUKU 2 dan 3, pada Bank Indonesia turun (tumbuh negatif) sedangkan BUKU 1 dan 4 mengalami penurunan sebesar 18,37%. Sementara itu, pendapatan laba dibandingkan dengan semester sebelumnya. operasional selain bunga meningkat 10,45% dari Adapun penurunan laba terjadi akibat meningkatnya
semester sebelumnya, dengan penyumbang utama biaya pencadangan akibat peningkatan NPL.
pendapatan dari koreksi CKPN. Fee-based income naik sebesar 5,39% dibandingkan dengan semester
Di sisi pendapatan, pendapatan operasional bunga sebelumnya, dengan pangsa 23,745% dari total tumbuh 2,80% dari semester sebelumnya. Kenaikan
pendapatan operasional selain bunga. ini disumbang oleh pendapatan bunga dari penempatan surat berharga dan penyaluran kredit,
Biaya operasional bunga perbankan juga meningkat
dengan pangsa 77,12% dari total pendapatan 2,04% dari semester II 2015, dengan pangsa terbesar operasional bunga perbankan. Pendapatan bunga tetap di biaya bunga DPK (51,79%). Sementara itu, dari surat berharga dan kredit naik masing-masing biaya operasional selain bunga meningkat lebih
Tabel 4.19. Perkembangan Laba/Rugi Industri Perbankan (Triliun Rp)
Laba Sebelum Pajak
Laba Setelah Pajak
2016 I II I II I I II I II I BUKU 1
Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah (termasuk bank Syariah) Keterangan: L/R semester II merupakan delta L/R akhir tahun dikurangi L/R Semester I
Tabel 4.20. Rincian Pos Pendapatan (Trilliun Rp)
Pos-Pos Pendapatan Pangsa
I II I II I
Pendapatan Operasional Bunga
100% Penempatan pada BI
69,57% Pendapatan Operasional Selain Bunga
100% Penjualan Surat Berharga
4% Trading (spot dan derivatif)
49% Dividen, Komisi/Provisi/Fee
24% Koreksi CKPN
18% Pendapatan Non Operasional
Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel 4.21. Rincian Pos Biaya (Trilliun Rp)
Pos-Pos Biaya Pangsa
I II I II I
100% Kepada Bank Lain
Biaya Operasional Bunga
2% Kepada Pihak Ketiga (Nonbank)
52% Surat Berharga
2% Pinjaman Diterima
2% Biaya Operasional Selain Bunga
100% Kerugian Surat Berharga
0,3% Spot dan Derivatif
25% Premi Asuransi
28% Tenaga Kerja
22% Biaya Non Operasional
100% Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
tinggi yakni sebesar 8,91% dibandingkan dengan oleh kenaikan beban bunga pinjaman yang semester sebelumnya, dengan pangsa terbesar pos
diterima, beban bunga pada bank lain, serta beban CKPN (27,79%), diikuti oleh kerugian transaksi spot
overhead berupa CKPN (dengan pola pencadangan dan derivatif (25,31%) dan tenaga kerja (22,05%).
yang umumnya lebih tinggi di semester I) dan tenaga kerja. Pangsa beban bunga pinjaman yang
Efisiensi
diterima dan beban bunga pada bank lain terhadap Efisiensi industri perbankan masih mengalami biaya operasional relatif kecil terhadap total biaya penurunan sebagimana tercermin dari kenaikan operasional. rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio BOPO naik dari 81,49% Efiensi tetap menurun meski indikator efisiensi pada semester II 2015 menjadi 82,23% pada lainnya yaitu Cost to Income Ratio (CIR) yang semester laporan. Kenaikan rasio BOPO yang juga dihitung sebagai rasio biaya selain bunga terhadap terjadi pada BUKU 1 dan 4 ini terutama dipengaruhi
pendapatan menunjukkan penurunan dari 59,47%
Grafik 4.42. Rasio BOPO per BUKU (%)
Grafik 4.43. Rasio CIR per BUKU (%)
2014 - I 2014 - II
2015 - II 2016 - I BUKU 1
2015 - I
2015 - II
2016 - I
2014 - I
2014 - II
2015 - I
BUKU 4 Industri Sumber: SIP, diolah (tidak termasuk bank Syariah)
Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah (termasuk Syariah)
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
pada semester II 2015 menjadi 56,20% pada berhati-hati dalam menyalurkan kredit di tengah semester I 2016. Penurunan CIR dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi sehingga oleh pendapatan bunga bersih dan pendapatan menurunkan pertumbuhan ATMR bank. Tingginya operasional selain bunga yang naik relatif lebih CAR industri perbankan tersebut memungkinkan tinggi dibandingkan dengan beban operasional perbankan di Indonesia dalam memenuhi aturan selain bunga. Pergerakan CIR dan BOPO ke arah Basel III mengenai permodalan, khususnya capital yang berbeda ini menunjukkan bahwa efisiensi conservation buffer, countercyclical buffer dan bank yang menurun lebih disebabkan oleh kegiatan
capital surcharge untuk bank yang tergolong atau usaha bank dalam bentuk bunga.
sistemik, yang mulai berlaku awal 2016. Adapun secara komposisi, permodalan bank masih
Permodalan
didominasi oleh modal inti (Tier 1) dengan pangsa Tingkat kecukupan permodalan industri perbankan 88,83%. relatif terjaga, tercermin dari CAR yang cukup tinggi diatas ketentuan minimum. CAR industri
4.1.6. Stress Test Perbankan
perbankan naik dari 21,39% pada semester II 2015 Stress test dilakukan untuk mengukur ketahanan menjadi 22,56% pada semester laporan. Kenaikan permodalan (CAR) bank baik secara industri CAR perbankan dikarenakan melambatnya maupun per kelompok BUKU. Stress test dilakukan pertumbuhan kredit sejalan dengan sikap bank yang
dengan menggunakan skenario makroekonomi
Grafik 4.44. Perkembangan CAR Perbankan (%) Grafik 4.45. Rasio Tier I Perbankan (%)
(Rp Miliar)
2014 - I 2014 - II
2015 - I
2015 - II
2016 - I
2015-II 2016-I
Tier 1 Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.21. Perkembangan CAR berdasarkan BUKU
CAR %
CAR tertinggi
CAR terendah
CAR rata-rata
2014 2015 2016 I II I II I I II I II I I II I II I I II I II I BUKU 1
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
yang ditransmisikan terhadap risiko kredit dan ekonomi, inflasi dan nilai tukar dapat kembali risiko pasar (suku bunga, nilai tukar dan harga SBN)
pulih dalam waktu singkat setelah mengalami bank dengan menggunakan data neraca dan kinerja
pertumbuhan PDB negatif.
bank posisi Juni 2016. Skenario terakhir, yaitu PSG, mengasumsikan
Skenario Makroekonomi
terjadinya kontraksi perekonomian dunia Sebelum melakukan perhitungan stress test yang berkepanjangan. Sehingga menyebabkan perbankan, terlebih dahulu dibuat skenario- pemulihan ekonomi Indonesia berlangsung dalam skenario stress. Dalam menyusun skenario stress
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan test, perlu diketahui risiko-risiko eksogen (sumber skenario VS. Asumsi skenario PSG didasari oleh shock) yang dapat mengancam sistem perbankan. perkembangan terkini perekonomian global seperti Pada neraca perbankan, risiko-risiko tersebut krisis Eropa yang tidak dapat mengalami pemulihan kemudian akan terefleksikan dalam bentuk risiko dengan cepat setelah terjadinya krisis. kredit, suku bunga, nilai tukar maupun harga SBN. Sumber-sumber risiko eksogen tersebut dapat Setiap skenario dihitung dengan menggunakan berasal dari luar negeri/eksternal seperti harga model struktural yang dapat menangkap interaksi komoditas global maupun pertumbuhan PDB dunia
dari sumber shock domestik dan eksternal. Model maupun dalam negeri/domestik seperti inflasi dan struktural tersebut kemudian akan menghasilkan pelemahan kinerja korporasi.
perhitungan skenario variabel yang menjadi komponen utama skenario stress test seperti
Setelah mempertimbangkan segala bentuk risiko pertumbuhan PDB, inflasi dan nilai tukar hingga yang dapat mengancam sistem perbankan baik tiga tahun ke depan (akhir tahun 2018). secara eksternal maupun domestik, ditentukan
tiga jenis skenario stress test: 1) baseline (BL); Transmisi Risiko Kredit
2) V-shaped shock (VS); dan 3) prolonged slow Perhitungan risiko kredit, yang direpresentasikan growth (PSG). Skenario BL adalah proyeksi awal oleh NPL, bertujuan untuk mengukur ketahanan dengan mengasumsikan bahwa tidak ada terjadi CAR perbankan di tengah perlambatan ekonomi adverse shock dalam perekonomian. Dengan kata dan dampaknya pada peningkatan NPL gross. lain, perekonomian tumbuh normal dan tidak Berdasarkan skenario yang ada, pada skenario BL, ada gangguan pada harga (inflasi) dan nilai tukar. NPL perbankan akan cenderung stabil dan jauh Skenario ini diperlukan sebagai benchmark kondisi di bawah 5% hingga akhir 2018 seiring dengan perbankan dalam perhitungan stress test.
stabilnya perekonomian. Pada skenario PSG, NPL industri naik hingga 5,5% pada akhir 2017 dan
Pada skenario VS mengasumsikan bahwa terjadi sedikit meningkat menjadi 6,4% pada akhir 2018. shock yang tajam pada perekonomian dan stabilitas
Peningkatan yang perlahan dan berkelanjutan ini sistem Keuangan. Namun pemulihan ekonomi juga sejalan dengan skenario perlambatan perekonomian berlangsung relatif cepat. Skenario ini mengadopsi yang berkelanjutan. Kemudian pada skenario VS, pengalaman krisis 1998 di mana pertumbuhan NPL industri naik secara signifikan pada akhir 2017
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
hingga mencapai 9,6% yang disebabkan oleh shock Transmisi Risiko Nilai Tukar
pada perekonomian yang cukup tajam. Namun Kerentanan bank terhadap nilai tukar rupiah dapat karena skenario VS mengasumsikan pemulihan terjadi melalui eksposur Posisi Devisa Neto (Net ekonomi yang cepat, NPL industri kembali turun Open Position) perbankan baik dari sisi on-balance menjadi 4,4% pada akhir tahun 2018. Kenaikan sheet maupun off-balance sheet. Pada skenario BL, NPL akan meningkatkan CKPN perbankan sehingga nilai tukar bergerak stabil seiring dengan kuatnya mengurangi profitabilitas dan pada akhirnya bisa fundamental makroekonomi. Pada skenario PSG, menghambat peningkatan CAR.
nilai tukar mengalami depresiasi secara perlahan hingga mengalami titik depresiasi terburuk pada
Grafik 4.46. Rasio Return On Asset (ROA) per BUKU (%) Grafik 4.47. Skenario Risiko Pasar (Harga SBN)
Transmisi Risiko SBN
akhir 2018 dengan angka indeks mencapai 199. Transmisi risiko SBN terjadi melalui jalur harga surat
Pada skenario VS, nilai tukar turun cukup tajam berharga pada sisi aset perbankan. Jenis aset yang pada dua tahun pertama dan mencapai titik mengalami shock adalah SBN dengan kategori AFS terburuk pada akhir 2017 dengan angka indeks 177. dan trading yang rentan mengalami risiko kerugian Namun seiring dengan pemulihan ekonomi nilai akibat penurunan nilai marked to market dari SBN. tukar sedikit membaik ke angka indeks 162 pada Penurunan harga SBN pada kedua kategori tersebut
akhir 2018. Jika rupiah terdepresiasi cukup dalam, akan didasari oleh pergerakan proyeksi IDMA Index
maka bank yang memiliki posisi net-long valas akan untuk setiap skenario. Pada skenario BL, IDMA mengalami keuntungan dari selisih harga kurs. Indeks akan membaik sebesar 10 bps pada tahun Disisi lain, bank yang memiliki posisi net-short akan 2016 dan kemudian cenderung stabil hingga akhir mengalami kerugian sehingga dapat menghambat 2018. Pada skenario PSG, IDMA Indeks akan terus pertambahan CAR. turun secara perlahan, sebesar 17 bps pada 2017
dan 17 bps pada 2018. Di sisi lain, pada skenario Transmisi Risiko Suku Bunga
VS, IDMA Indeks akan turun sebesar 18 bps pada Kerentanan bank terhadap risiko kenaikan suku 2017 dan sedikit membaik sebesar 4 bps pada bunga diukur melalui eksposur net asset dan 2018. Penurunan nilai SBN yang didasari nilai IDMA
kewajiban rupiah jangka pendek (di bawah 1 tahun) Indeks akan menimbulkan biaya koreksi harga aset berdasarkan data maturity profile bank. Pada pada laporan laba/rugi bank yang pada akhirnya skenario BS, suku bunga diasumsikan bergerak dapat menghambat pertambahan CAR.
stabil sehingga tidak menimbulkan risiko pada
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
neraca perbankan. Pada skenario PSG, suku bunga akan naik sebesar 500 bps pada 2016, 625 bps pada 2017 dan 125 bps pada 2018 dengan total kenaikan 1.250 bps dalam tiga tahun. Sementara itu, pada skenario VS suku bunga akan naik sebesar 1.275 bps pada dua tahun pertama (hingga akhir 2017) sebelum akhirnya menurun sebesar 675 bps pada 2018. Secara keseluruhan kenaikan suku bunga bersih pada skenario VS sebesar 600 bps. Bank yang mengalami positive maturity gap pada neracanya akan mengalami keuntungan jika terjadi kenaikan suku bunga. Di sisi lain, bank dengan negative maturity gap akan mengalami kerugian sehingga menghambat pertambahan CAR.
Hasil Stress Test Perbankan - Agregat
Dengan skenario stress test yang bersifat dinamis, dampak shock dari masing-masing skenario
Grafik 4.49. Skenario Risiko Suku Bunga
Q4 2016
USD/IDR Index (2015=100)
Grafik 4.48. Skenario Risiko Nilai Tukar
terhadap sistem perbankan dapat dihitung secara berkala hingga akhir tahun 2018. Berdasarkan perhitungan tersebut, hasil stress test menunjukkan bahwa secara umum industri perbankan masih memiliki ketahanan yang tinggi. Hal ini direfleksikan oleh CAR industri perbankan yang masih jauh di atas 8% pada akhir tahun proyeksi (Q4 2018) dalam setiap skenario.
Berdasarkan jenis risiko, risiko kredit mendominasi kerugian yang dihasilkan dari skenario stress dalam kedua skenario. Pada skenario PSG, risiko kredit berkontribusi 81% dari total kerugian sedangkan pada skenario VS, risiko kredit berkontribusi 93% dari total kerugian.
Hasil Stress Test Perbankan - BUKU
Berdasarkan BUKU, pada skenario PSG, semua BUKU masih memiliki CAR yang jauh di atas
Grafik 4.50. Hasil Stress Test Aggregat
Suku Bunga
Nilai Tukar SBN
VS
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
8%. Pada skenario ini, bank yang paling banyak banyak mengalami penurunan CAR adalah BUKU mengalami penurunan CAR pada akhir 2018 adalah
3 (penurunan 3,40 poin menjadi 19,9%) dan BUKU BUKU 1 (penurunan 3,56 poin menjadi 16,7%) dan
2 (penurunan 3,01 poin menjadi 14,3%). BUKU 2
BUKU 2 (penurunan 2,69 poin menjadi 15,4%). juga merupakan kategori BUKU yang memiliki CAR BUKU 2 juga merupakan kategori BUKU dengan CAR
paling rendah setelah tekanan. Meskipun demikian,
terendah setelah tekanan. Meskipun demikian, hasil stress test skenario VS menunjukkan bahwa secara keseluruhan permodalan perbankan masih semua BUKU masih menunjukkan permodalan yang menunjukkan ketahanan yang cukup kuat pada kuat di tengah tekanan perekonomian yang cukup skenario ini. Akan tetapi, diperkirakan terdapat tajam. Pada tahun ketiga (akhir 2018), kategori beberapa bank kecil yang memerlukan suntikan BUKU mulai menunjukkan pemulihan sebagaimana modal khususnya jika terjadi perlambatan ekonomi
yang direfleksikan oleh cenderung meningkatnya secara berkelanjutan.
CAR per kategori BUKU.
Pada skenario VS, hasil stress test menunjukkan Berdasarkan risiko, risiko kredit masih mendominasi bahwa semua BUKU masih memiliki permodalan hampir di seluruh BUKU, baik dalam skenario PSG yang cukup tebal dalam menghadapi tekanan yang maupun VS. Hal ini menunjukkan bahwa risiko cukup signifikan. Hal ini direfleksikan oleh CAR yang
kredit masih menjadi sumber risiko utama dalam jauh di atas 8% pada setiap BUKU. Pada puncak sistem perbankan. tekanan (akhir tahun 2017), BUKU yang paling
Grafik 4.51. Hasil Stress Test per BUKU (Skenario PSG) Grafik 4.52. Hasil Stress Test per BUKU (Skenario VS)
BUKU 3 BUKU 4 Q4 2016
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
BUKU 1
BUKU 2
Q4 2017
Q4 2018
Q4 2016
Q4 2017
Q4 2018
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Respons Kebijakan Bank
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
oleh penurunan risiko usaha asuransi yang diukur
4.2. Asesmen Industri Keuangan Non
dari peningkatan rasio kecukupan premi terhadap
Bank
pembayaran klaim.
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2 menunjukkan
kinerja yang positif selama semester I 2016. Kinerja Dari sisi interconnectedness, terdapat peningkatan perusahaan pembiayaan (PP) pada semester I 2016 keterkaitan antara bank dengan PP yang terindikasi dari mengalami sedikit perbaikan yang tercermin dari peningkatan kredit perbankan kepada PP. Di sisi lain, meningkatnya pembiayaan setelah terus mengalami keterkaitan bank dengan industri asuransi menurun penurunan pertumbuhan sejak semester II 2013. disebabkan berkurangnya penempatan asuransi di Perbaikan kinerja ini ditunjang oleh mulai meningkatnya
bank.
pendanaan PP. Namun demikian, meski masih berada dibawah level maksimal, perlu diwaspadai kenaikan
4.2.1. Perusahaan Pembiayaan
NPF yang cukup signifikan pada semester I 2016 Pembiayaan PP meningkat sebesar 0,81% (yoy) pada apabila dibandingkan dengan semester II 2015. semester I 2016. Berdasarkan jenis pembiayaan,
Peningkatan pembiayaan tersebut meningkatkan pembiayaan konsumen masih mendominasi dengan profitabilitas PP dari semester II 2015 walaupun masih
kontribusi sebesar 70,04% dari total pembiayaan PP, terbatas. Sementara itu, eksposur risiko valuta asing PP
diikuti sewa guna usaha (SGU) sebesar 26,86%, anjak mengalami penurunan seiring dengan terus turunnya piutang (3,06%) dan kartu kredit (0,03%). Secara ULN PP.
sektoral, pembiayaan PP kepada sektor Lain-Lain (terutama pembiayaan kendaraan bermotor) memiliki
Kinerja industri asuransi juga membaik sebagaimana pangsa terbesar (48,64%), meskipun sedikit menurun tercermin dari aset dan investasi industri asuransi jika dibandingkan dengan semester II 2015 (50,32%). yang mengalami pertumbuhan dibandingkan Penurunan pangsa tersebut sejalan dengan turunnya semester sebelumnya. Perbaikan kinerja didukung penjualan kendaraan bermotor yaitu dari sebanyak
Grafik 4.53. Aset & Pembiayaan PP Grafik 4.54. Pembiayaan PP per Jenis Usaha
(Rp Triliun)
(Rp Triliun)
Des-13 Jun-14
Jun-15 Des-15 Jun-16 Aset
Sewa Guna Usaha
Pembiayaan Konsumen
Kartu Kredit Sumber: Bank Indonesia
Anjak Piutang
Sumber: Bank Indonesia
2 IKNB yang dibahas mencakup Perusahaan Pembiayaan (PP) dan Asuransi
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
3.305.993 unit 3 selama semester II 2015 menjadi semester I 2015 (4,94%). Adapun porsi pembiayaan 2.962.888 unit selama semester I 2016.
PP berdenominasi rupiah relatif stabil dari 85,57% menjadi 86,97% dari total pembiayaan.
Volume pembiayaan PP cenderung stabil meskipun pembiayaan SGU tumbuh negatif 9,68% (yoy).
Walaupun pertumbuhan pembiayaan relatif stabil,
Perlambatan pembiayaan SGU terutama disebabkan risiko kredit PP cenderung meningkat pada semua oleh turunnya harga komoditas seperti batubara dan
sektor. Hal ini tercermin dari rasio NPF PP yang
kelapa sawit, sementara porsi pembiayaan SGU ke meningkat menjadi 2,20% dibandingkan posisi laporan sektor Pertambangan (termasuk pembiayaan alat sebelumnya sebesar 1,45%. Peningkatan NPF terbesar berat) mencapai 10,88%. Pembiayaan konsumen terjadi pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek tumbuh dari 0,51% (yoy) pada semester II 2015 menjadi
pembiayaannya merupakan kapal dan truk pengangkut 4,80% pada semester I 2016. Kondisi ini sejalan dengan
komoditas tambang. Kualitas pembiayaan menurun
konsumsi rumah tangga yang tumbuh 8,06% (yoy) seiring melemahnya kinerja sektor pertambangan.
Untuk selanjutnya, potensi meningkatnya pembiayaan yaitu anjak piutang dan kartu kredit masing-masing bermasalah tetap perlu diwaspadai apabila tumbuh 17,5% dan 150,06%, namun pangsa kedua perlambatan ekonomi berlanjut. Berdasarkan hasil jenis pembiayaan tersebut sangat kecil.
pada semester I 2016 4 . Adapun jenis pembiayaan lain,
simulasi 5 , laba PP hanya mampu menahan peningkatan NPF sampai 4,48% jika diasumsikan semua pinjaman
Berdasarkan jenis valuta, pembiayaan PP dalam valas dengan kolektibilitas 1 (lancar) menjadi kolektibilitas 2 tumbuh negatif 12,42% (yoy) pada semester I 2016, (diragukan). lebih rendah dibandingkan pada semester II 2015
Grafik 4.56. Rasio NPF PP (%)
sebesar -5,31% dan tahun sebelumnya sebesar -9,52%.
Sementara itu, pembiayaan dalam rupiah mengalami NPF (%)
peningkatan 3,15% (yoy) pada semester I 2016.
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan semester 2
1.5 II 2015 (0%), namun lebih rendah dibandingkan 1,45
Grafik 4.55. Pembiayaan berdasarkan Jenis Valuta
(Rp Triliun)
Des-14 Mar Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar Jun-16
Sumber: Bank Indonesia
Total volume pendanaan PP tumbuh 1,17% (yoy),
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan semester II
2015 sebesar 0,07%. Peningkatan sumber pendanaan
Jun-13 Des-13
terutama disebabkan oleh pertumbuhan pinjaman
Sumber: Bank Indonesia
dalam negeri sebesar 8,13% (yoy) yang antara lain
3 Sumber : www.gaikindo.or.id 4 Sumber : Laporan PDB menurut penggunaan (data per Triwulan II 2016), Bank Indonesia 5 Simulasi menggunakan data laba PP per Juni 2016
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
dipengaruhi oleh turunnya suku bunga pinjaman PP ke Per Juni 2016, terdapat 42 PP yang memiliki ULN bank. Sementara itu, PP cenderung terus mengurangi dengan total outstanding sebesar Rp95,35 triliun. Dari utang luar negeri (ULN). Pada semester I 2016, ULN
42 PP tersebut, 8 (delapan) diantaranya adalah PP yang PP menurun 21,36% (yoy), lebih besar dibandingkan sebagian sahamnya dimiliki oleh bank dengan porsi posisi laporan sebelumnya yang turun sebesar 6,24%. kepemilikan antara 25% hingga 99%. Total outstanding Meskipun ULN mengalami penurunan, namun porsi ULN 8 (delapan) PP tersebut tercatat sebesar Rp26,94
ULN masih relatif besar (26,83%). Hal ini disebabkan triliun. Mayoritas pembiayaan 8 (delapan) PP dalam karena relatif tingginya suku bunga pinjaman rupiah
rupiah yakni sebesar Rp86,02 triliun, sedangkan dibandingkan dengan suku bunga pinjaman valas pada
pembiayaan valuta asing hanya senilai Rp2,42 triliun. periode sebelumnya. Pada akhir semester I 2016, 25% Hal ini menyebabkan cukup tingginya risiko nilai tukar dari pinjaman PP di bank memperoleh suku bunga yang dihadapi PP. Dalam rangka mitigasi risiko nilai dengan kisaran < 10%, lebih banyak dibandingkan tukar, sebagian PP yang memiliki ULN dan mayoritas semester II 2015 (22,73%). Sedangkan 75% pinjaman pembiayaannya dalam rupiah telah melakukan
yang berasal dari bank domestik dikenakan suku bunga hedging . Dalam kaitan ini, mitigasi risiko tersebut juga yang relatif tinggi (>10%) sehingga mengakibatkan
telah mengurangi risiko penyebaran (contagion risk) biaya dana PP cukup besar (Grafik 4.59).
dari potensi default pinjaman valuta asing PP terhadap bank yang menjadi induknya.
Grafik 4.57. Growth Pembiayaan & Pendanaan
Grafik 4.58. Sumber Dana
(Rp Triliun)
Des-15 Jun-16 -14
Des-13 Mar Jun-14 Sep-14
Surat Berharga Total Pendanaan
Pinjaman DN
Pinjaman LN
Total Pembiayaan
Modal
Total Pendanaan
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.59. Pangsa Pinjaman PP berdasarkan Suku Bunga yang Diberikan
Sumber: Bank Indonesia
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Grafik 4.60. Perkembangan Utang Luar Negeri PP
Porsi ULN thd total kewajiban (%)
Growth ULN yoy (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Tingkat efisiensi PP cenderung membaik tercermin Untuk mengukur ketahanan tersebut dilakukan dari rasio BOPO yang menurun menjadi 82,71% pada simulasi terhadap 30 PP yang memiliki Net Foreign
semester I 2016 dari 85,35% (semester II 2015), dan Liabilities (NFL) 6 dengan skenario nilai tukar rupiah
84,87% (semester I 2015). Profitabilitas PP relatif melemah menjadi Rp18.000,00 per USD. Hasil simulasi tetap, dengan ROA sebesar 3,64% pada semester I menunjukkan bahwa terdapat 7 (tujuh) PP yang
2016, sedikit lebih tinggi dari semester II 2015 (3,32%) diperkirakan akan mengalami negative equity, dimana dan periode yang sama tahun sebelumnya (3,43%).
2 (dua) dari tujuh PP tersebut saat ini sudah dalam Namun, ROE sedikit menurun menjadi sebesar 11,14%
kondisi negative equity.
pada semester I 2016, dibandingkan semester II 2015 (11,49%) dan periode yang sama tahun sebelumnya Keterkaitan PP dengan perbankan pada semester (12,53%).
I 2016 meningkat dibandingkan dengan semester sebelumnya. Hal ini dapat dilihat melalui peningkatan
Berdasarkan hasil stress test, ketahanan permodalan kredit perbankan kepada PP. Penyaluran dana oleh PP terhadap pelemahan nilai tukar cukup terjaga. bank ke PP pada akhir semester I 2016 meningkat 8,76%
(yoy) dibandingkan dengan semester II 2015 yang
Grafik 4.61. Perkembangan ROA, ROE dan BOPO PP
menurun sebesar 2,65%. Sementara itu, penempatan
25 88 dana PP ke bank dalam bentuk DPK (Giro, Tabungan
84 dan Deposito) meningkat sebesar 37,30%, lebih besar
11.14 80 dibandingkan dengan semester II 2015 yang menurun
72 4.2.2. Perusahaan Asuransi
Des-13 Mar Jun-14 Sep-14
Perkembangan industri Asuransi meningkat
ROA
ROE
BOPO (skala kanan)
sebagaimana tercermin dari total aset industri asuransi
Sumber: Bank Indonesia
pada semester I 2016 yang meningkat sebesar 12,19%
6 Net Foreign Liabilities (NFL) = kewajiban valas lebih besar dari aset valas
Kondisi Stabilitas
Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Penguatan Infrastruktur
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel 4.22. Keterkaitan Perbankan dengan Perusahaan Pembiayaan
% yoy Investasi (dlm Rp M)
6,26 Deposito, Giro, Tabungan
37,30 Tagihan Spot dan Derivatif
(3.462) (50,39) Tagihan Akseptasi
0.00 SSB yang Dimiliki PP
(65,66) Pinjaman yang Diberikan
7,25 Modal Pinjaman
(79,75) Liabilitas (dlm Rp M)
8,76 Utang Bank
7,74 Kewajiban Spot Derivatif
(31,05) SB yang Diterbitkan PP
26,42 Kewajiban Akseptasi
(100,00) Penyertaan dari Bank
4,62 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
(yoy), lebih tinggi dari semester II 2015 sebesar 6,39%. didominasi oleh 54 perusahaan asuransi jiwa dengan Disamping itu, volume investasi asuransi tumbuh pangsa 41,65%, diikuti 2 (dua) perusahaan asuransi 13,42% (yoy), lebih besar bila dibandingkan dengan sosial (29,07%), 89 perusahaan asuransi umum dan semester II 2015 (5,11%) sehingga meningkatkan rasio reasuransi (15,99%), serta 3 (tiga) perusahaan asuransi investasi asuransi menjadi 80,89% pada semester I wajib (13,29%). 2016.
Peningkatan kinerja asuransi terjadi pada seluruh Sampai dengan akhir laporan, jumlah perusahaan jenis asuransi yang mencakup Asuransi Jiwa, Asuransi asuransi tercatat sebanyak 148 perusahaan, terdiri dari
Umum dan Reasuransi, Asuransi Sosial serta Asuransi perusahaan asuransi dan reasuransi dengan total aset Wajib. Peningkatan rasio investasi paling tinggi sebesar Rp872,02 triliun. Sebagian besar perusahaan terjadi pada jenis Asuransi Wajib yang seluruhnya asuransi tersebut dimiliki oleh swasta nasional dan merupakan Asuransi BUMN yang terkena kewajiban tidak terdaftar di bursa efek. Aset industri asuransi
untuk mengalokasikan asetnya pada SBN sehingga meningkatkan rasio investasinya.
Grafik 4.62. Pangsa Aset Asuransi per Jenis Grafik 4.63. Aset dan Investasi Asuransi
(Rp Triliun)
50 Asuransi Jiwa
Jun-15 Des-15 Jun-16 Asuransi Sosial
Asuransi Umum & Reasuransi
Rasio (skala kanan) Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Asuransi Wajib
Aset
Investasi
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
klaim yang kurang diimbangi oleh pendapatan premi.
Tabel 4.24. Perkembangan Aset dan Kinerja Keuangan Asuransi
Sementara itu, risiko likuiditas industri asuransi relatif
terjaga tercermin dari rasio current asset 7 terhadap
Rasio Investasi/Aset (rhs)
Grafik 4.65. Perkembangan Indikator Asuransi
Asuransi Umum
& Reasuransi (Rp T)
Rasio Investasi/Aset (rhs)
Asuransi Sosial (Rp. T)
Rasio Investasi/Aset (rhs)
Asuransi Wajib (Rp. T)
Densitas (Rp Rb) Penetrasi (Rp Rb) Rasio Investasi/Aset (rhs)
Premi Bruto (Rp T)
*) Angka Premi Bruto merupakan Premi bulan Des 2015 disetahunkan Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
*) Angka GDP Per Des 2015 Penetrasi = Premi Bruto/GDP
Densitas = Premi Bruto/Jml Penduduk Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
Risiko usaha asuransi mengalami penurunan yang tercemin dari peningkatan rasio kecukupan premi current liabilities 8 yang nilainya >1 yaitu sebesar 1,69.
terhadap pembayaran klaim dari 145,14% pada Saat ini ketergantungan industri asuransi terhadap ULN semester II 2015 menjadi 155,74% pada semester I masih relatif rendah. Pangsa ULN perusahaan asuransi 2016. Rasio ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan
hanya sebesar 0,02% atau sebesar USD68 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 140,17%.
total ULN. ULN industri asuransi tersebut berupa utang Penurunan risiko asuransi terjadi pada seluruh jenis premi, utang klaim, utang reasuransi, utang retrosesi asuransi kecuali Asuransi wajib karena peningkatan (perusahaan reasuransi), dan utang komisi.
Grafik 4.64. Rasio Premi/ Klaim Bruto Grafik 4.66. Rasio Current Asset/Current Liabilities
*) sudah termasuk BPJS 300
(Rp Triliun)
Rp Triliun
Feb-16 Mar Apr Mei-16 Jun-16 -
Dec-12 Jun-13 Dec-13 Jun-14 Dec-14 Jun-15 Dec-13 Jun-16
Current Liabilities CA/CL (skala kiri) Premi Bruto
Current Aset
Klaim Bruto
Rasio Klaim Bruto thd
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Premi Bruto (skala kanan)
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
7 Komponen Current Asset = Jumlah Aset - Bangunan dengan Hak Strata atau Tanah dengan Bangunan untuk Dipakai Sendiri - Aset Tetap Lain - Aset Lain 8 Komponen Current Liabilities = Total Liabilities
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 4.67. Perkembangan ULN Industri Asuransi Grafik 4.68. Perkembangan Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga DPK
Juta USD
Miliar USD
Rupiah BUKU 1
Mar Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar Jun-16 Des-12
Mar Jun-13 Sep-13 Des-13 Mar
Rata-rata Tertimbang Suku Bunga DPK Rp Asuransi ULN Asuransi
Rata-rata Tertimbang Suku Bunga DPK Rp (total) Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
Total ULN (skala kanan)
Sumber : Bank Indonesia
dengan semester sebelumnya yang meningkat 75,12%. Secara umum, keterkaitan (interconnectedness) antara Berdasarkan BUKU, kelompok yang memiliki industri perbankan dan industri asuransi cenderung keterkaitan paling besar dengan asuransi adalah BUKU menurun. Pada akhir semester I 2016, penempatan
1. Ketergantungan BUKU 1 terhadap dana dari asuransi asuransi di bank menurun 5,27% (yoy) atau berkurang meningkat tercermin dari naiknya DPK dan kepemilikan Rp7,62 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan surat utang bank oleh asuransi. Pangsa DPK asuransi semester II 2015 yang meningkat 12,80%. Penurunan di BUKU 1 terhadap total DPK BUKU 1 mencapai tersebut disebabkan oleh berkurangnya penempatan 7,72%, atau sebesar 46,13% bila dibandingkan dengan asuransi di perbankan pada semester laporan yang total DPK IKNB pada BUKU 1. Hal tersebut antara lain antara lain dipengaruhi oleh ketentuan OJK terkait dipengaruhi oleh rata-rata suku bunga yang diberikan kewajiban pemenuhan investasi SBN. Sementara itu, kepada asuransi lebih tinggi dibandingkan dengan rata- penempatan bank di industri asuransi mengalami rata suku bunga DPK rupiah BUKU 1 (Grafik 4.69). peningkatan pada semester I 2016 sebesar 74,12% (yoy). Angka ini sedikit lebih kecil bila dibandingkan Total aset industri asuransi menunjukkan peningkatan.
Aset asuransi ditempatkan dalam berbagai jenis
Tabel 4.24. Keterkaitan Industri Perbankan dan Industri Asuransi
% yoy Investasi (Rp M)
(5,27) Deposito, Giro, Tabungan
6,13 Tagihan Spot dan Derivatif
0 - Tagihan Akseptasi
0 0.00 SSB yang Dimiliki Asuransi
(11,03) Pinjaman yang Diberikan
(0,26) Modal Pinjaman
32,81 Liabilitas (Rp M)
74,12 Utang Bank
70,76 Kewajiban Spot Derivatif
0 0 0.00 SB yang Diterbitkan Asuransi
0 - 0,00 Kewajiban Akseptasi
0 0,00 - Penyertaan dari Bank
75,10 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
investasi, yaitu terbesar pada SBN sebesar Rp188,95 asuransi yang lebih pesat dibandingkan pertumbuhan triliun (26,79%), diikuti dengan saham sebesar
laba asuransi yang antara lain dipengaruhi oleh
Rp152,45 triliun (21,61%) dan deposito sebesar turunnya imbal hasil investasi, serta meningkatnya Rp121,87 triliun (17,28%). Cukup tingginya porsi
biaya usaha asuransi.
investasi asuransi pada SBN antara lain disebabkan industri asuransi meningkatkan kepemilikan SBN dalam
Sementara itu dari sisi permodalan, seluruh perusahaan
rangka pemenuhan ketentuan OJK 9 .
asuransi go public telah memenuhi kewajiban permodalan minimum sebesar Rp100 miliar. Selain
Di sisi lain, profitabilitas perusahaan asuransi jiwa, itu, sebagian besar perusahaan asuransi go public juga
umum dan reasuransi pada semester I 2016 sedikit sudah memenuhi target minimum Risk Based Capital menurun tercermin dari ROA dan ROE yang lebih kecil sebesar 120%. Besarnya modal industri asuransi jika dibandingkan dengan semester II 2015. Hal ini tersebut diharapkan mampu menyerap potensi risiko antara lain disebabkan pertumbuhan aset dan modal yang dihadapi sampai saat ini.
Tabel 4.26. Perkembangan Aset dan Kinerja Keuangan Asuransi
Growth ytd Total Aset
Growth yoy
(5,27) Total Investasi
8,73 Sukuk atau Obligasi
-22,13% Reksa Dana
8,52% Jumlah Bukan Investasi
7,88% Total Ekuitas
7,97% Jumlah Beban
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Grafik 4.69. Komposisi Aset Investasi Perusahaan Asuransi
(Rp Triliun)
Sukuk atau Obligasi
SBN
SB
Reksa Dana
Lainnya
Sumber: Bank Indonesia
9 POJK No.1/POJK.05/2016 tgl 11 Januari 2016 tentang Investasi SBN
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Penguatan Infrastruktur
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Sistem Keuangan
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel 4.27. Kecukupan Modal Minimum Asuransi Go Public
878,32 2015 Tw IV
2016 Tw I
913,51 2015 Tw I
Sumber: Bank Indonesia, diolah
syariah menurun sejak pertengahan 2013 dan masih