Penetapan Kembali Countercyclical terdiri dari indikator makroprudensial, indikator
6.3 Penetapan Kembali Countercyclical terdiri dari indikator makroprudensial, indikator
Buffer (CCB) 0%
ekonomi, indikator perbankan, dan indikator harga aset 2 yang menunjukkan bahwa saat ini Bank Indonesia kembali menetapkan CCB perekonomian Indonesia masih berada dalam sebesar 0% pada Mei 2016, yang merupakan fase perlambatan. Belum perlunya bank untuk penetapan kedua sejak dikeluarkannya Peraturan membentuk tambahan modal berupa CCB
Bank Indonesia mengenai CCB 1 . Keputusan ini diharapkan dapat mendukung perbankan tetap didasarkan pada indikator utama, yaitu credit
fokus dalam menjalankan fungsi intermediasinya to GDP gap yang tidak mengindikasikan adanya dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi. risiko penyaluran kredit yang berlebihan, serta
Grafik 6.10 Indikator Gap Kredit Terhadap PDB Grafik 6.11 Rate CCB sesuai Indikator Utama
Risiko Penyaluran Kredit Sangat Berlebihan
Risiko Penyaluran Kredit Berlebihan
Risiko Penyaluran Kredit Tidak Berlebihan
-2 9500 8500 2004Q2 2004Q4
2012Q2 2012Q4 2013Q2 2013Q4 2014Q2 2014Q4 2015Q2 2015Q4 2016Q2 7500
2005Q2 2005Q4 2006Q2 2006Q4 2007Q2 2007Q4 2008Q2
2010Q2 2010Q4
2011Q2 2011Q4
2012Q2 2012Q4
2013Q2 2013Q4
2014Q2
2014Q4 2015Q2
2015Q4 2016Q2
2004Q2 2004Q4
2005Q2
2005Q4 2006Q2
2006Q4 2007Q2
2007Q4 2008Q2
2010Q2 2010Q4
2011Q2 2011Q4
krisis Kredit Per PDB Gap
Sumber : Bank Indonesia 2001Q2 2002Q1 2002Q4 2002Q4 2004Q2 2005Q1 2005Q4
Sumber : Bank Indonesia
Nilai Tukar (Rp/USD)
Krisis
Indikator Utama pertumbuhan kredit walaupun menunjukkan Indikator utama CCB yakni gap kredit terhadap PDB
sedikit peningkatan pada akhir triwulan I 2016 yakni (credit to GDP gap) masih menunjukkan penurunan.
menjadi 8,71% (yoy), sementara itu pada periode Sejak triwulan III 2014, posisi indikator utama berada
yang sama PDB tumbuh 4,91% (yoy). Kondisi ini pada area penyaluran kredit tidak berlebihan, masih berlanjut hingga triwulan II 2016, meskipun sehingga besaran CCB disarankan sebesar 0%. Hal pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan. ini terutama disebabkan oleh tren perlambatan
1 Peraturan Bank Indonesia No.17/22/PBI/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer 2 Penetapan CCB didasarkan pada indikator utama, indikator pelengkap dan professional judgment. Dasar pemilihan indikator dapat dilihat dalam KSK No. 24 Maret 2015.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Indikator Pelengkap pada grafik SKI. Hal ini disebabkan oleh tren Secara umum, informasi dari indikator pelengkap
perlambatan pertumbuhan kredit sebagai salah satu menunjukkan bahwa saat ini perekonomian
komponen utama siklus keuangan. Perlambatan Indonesia masih berada dalam fase perlambatan
tersebut mengindikasikan tidak terdapatnya mendukung indikator utama sebagai berikut:
potensi terjadinya risiko sistemik yang berasal dari pertumbuhan kredit yang berlebihan.
i. Indikator Makroprudensial Siklus keuangan Indonesia (SKI) masih berada dalam fase kontraksi sebagaimana ditunjukkan
Grafik 6.12. Siklus Keuangan dan Siklus Bisnis
1995Q2Q
2005Q2Q
2013Q3Q
2009Q3Q
2000Q2Q
Krisis Sumber : Bank Indonesia
Siklus Keuangan (BPF/RHS)
Siklus Bisnis (BPF/RHS)
Peak SK (TP)
Trough SK (TP)
ii. Indikator Makroekonomi disebabkan kebutuhan sumber dana dari ULN Pada akhir triwulan II 2016 terjadi perbaikan
untuk mendukung kegiatan ekonomi cenderung pada pertumbuhan PDB yakni menjadi 5,18%
menurun.
(yoy) dari 4,92% (yoy) pada triwulan I 2016. Sementara itu, tingkat inflasi mengalami Indikator makroekonomi diatas menunjukkan penurunan di akhir triwulan II 2016 yaitu tercatat
bahwa saat ini perekonomian sedang berada di sebesar 3,45% dibandingkan 4,45% pada
fase pemulihan. Oleh karena itu, besaran CCB akhir triwulan I 2016. Indikator makroekonomi
sebesar 0% tidak akan membebani perbankan lainnya adalah perkembangan nilai tukar dan
untuk melakukan penambahan modal, sehingga utang luar negeri (ULN). Nilai tukar sedikit
perbankan dapat tetap fokus menjalankan fungsi mengalami apresiasi sepanjang semester I 2016.
intermediasinya dalam rangka mendorong Di sisi lain, ULN masih melambat yang terutama
pertumbuhan ekonomi.
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Sektor Keuangan
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Syariah
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 6.13. Pertumbuhan PDB Riil (yoy) Grafik 6.14. Inflasi (yoy)
2001Q2 2002Q1 2002Q4 2003Q3 2004Q2 2005Q1 2005Q4 2006Q3 2007Q2
2011Q4 2011Q3 2013Q2 2014Q1 2014Q4 2015Q3 2016Q2
PDB Riil (yoy)
Krisis
CPI_YOY
Krisis
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 6.15 Nilai Tukar (Rp/USD) Grafik 6.16. ULN Swasta Rp (yoy)
2001Q2 2002Q1 2002Q4 2002Q4 2004Q2 2005Q1 2005Q4 2006Q3 2007Q2
2010Q3 2011Q1 2011Q3 2012Q1 2012Q3 2013Q1 2013Q3 2014Q1 2014Q3 2015Q1 2015Q3 2016Q1 Nilai Tukar (Rp/USD)
2002Q1 2002Q3
2003Q1 2003Q3 2004Q1 2004Q3 2005Q1 2005Q3 2006Q1 2006Q3 2007Q1
2007Q3 2008Q1 2008Q3 2009Q1 2009Q3 2010Q1
Krisis
ULN Swasta (yoy)
Krisis
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
iii. Indikator Perbankan kredit yang berlebihan. Adapun penurunan DPK Perilaku prosiklikalitas kredit perbankan terhadap
juga disebabkan oleh melambatnya perekonomian perekonomian tercermin dari masih melambatnya
yang mempengaruhi kinerja korporasi dan kinerja industri perbankan ditengah-tengah
rumah tangga. Tren perlambatan ekonomi juga perlambatan ekonomi. Fungsi intermediasi mempengaruhi kemampuan beberapa debitur perbankan yang ditunjukkan oleh pertumbuhan
perbankan untuk memenuhi kewajibannya dalam kredit dan DPK masih mengalami perlambatan.
pembayaran angsuran, sehingga rasio (NPL) gross Sementara itu rasio kualitas kredit (NPL) cenderung
menjadi meningkat. Hal ini menyebabkan kinerja meningkat dan rasio profitabilitas (ROA) menurun.
profitabilitas perbankan (ROA) relatif stagnan yakni sebesar 2,26% di sepanjang semester I 2016.
Perlambatan pertumbuhan kredit mengurangi potensi risiko sistemik dari perilaku penyaluran
Grafik 6.17. Pertumbuhan Kredit (yoy) Grafik 6.18. Pertumbuhan DPK (yoy)
2001Q2 2002Q1 2002Q4 2003Q3 2004Q2 2005Q1
2011Q1 2011Q4 2012Q3 2013Q2 2014Q1 2014Q4 2014Q3 2016Q2 Kredit (%yoy)
DPK (yoy)
Krisis
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 6.19. Rasio Non Performing Loan (%) Grafik 6.20. Rasio Return on Asset (%)
2001Q2 2002Q1 2002Q4 2003Q3 2004Q2 2005Q1
2011Q4 2012Q3 2013Q2 2014Q1 2014Q4 2015Q3 2016Q2
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Sektor Keuangan
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Syariah
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Sementara itu rasio kecukupan modal bank (CAR)
iv Indikator Harga Aset
masih relatif tinggi dan stabil. Tingginya rasio Seiring dengan melambatnya perekonomian dan tersebut mengindikasikan rendahnya penyaluran
penyaluran kredit perbankan, volatilitas IHSG kredit sehingga masih terbuka ruang untuk
cenderung stabil pada semester I 2016. Hal ini meningkatkan fungsi intermediasi. Masih tingginya
dapat mencerminkan tekanan pada pasar modal CAR bank untuk menyerap risiko menyebabkan
relatif rendah sehingga penetapan besaran CCB 0% belum diperlukan adanya tambahan buffer
sejalan dengan kondisi tersebut. sehingga CCB ditetapkan 0%.
Grafik 6.21. Rasio CAR (%) Grafik 6.22. Rasio CAR (%)
2003Q3 2004Q2 2005Q1 2005Q4 2006Q3 2007Q2 2008Q1
2011Q1 2011Q4 2012Q3 2013Q2 2014Q1 2014Q4 2015Q3 2016Q2 CAR (%)
Volatilitas IHSG
Krisis
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
mikroprudensial sehingga menciptakan sinergi
6.4. Koordinasi Kebijakan BI dengan
yang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
Otoritas Lainnya
secara sehat sesuai dengan kondisi fundamentalnya.
Guna merespon perkembangan dan tantangan Pentingnya koordinasi dan kerja sama antar yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia baik otoritas dalam sistem keuangan tercermin yang berasal dari kondisi global maupun internal dari pengaturan di Undang-undang yang maka Bank Indonesia secara proaktif melakuan menempatkan salah satu Anggota Dewan koordinasi dengan otoritas terkait. Hal tersebut Gubernur Bank Indonesia sebagai Anggota Dewan dilakukan agar upaya Bank Indonesia dalam menjaga
Komisioner Ex-Officio di Otoritas Jasa Keuangan stabilitas sistem keuangan dan stabilitas moneter (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
dapat berjalan seiring dengan kebijakan fiskal dan
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016
Tugas utama Ex-Officio Bank Indonesia di kedua lembaga tersebut adalah menjembatani koordinasi dan kerja sama antar lembaga. Secara rinci tugas
Ex-Officio Bank Indonesia di OJK dan LPS adalah 3 :
(i) Menyampaikan kebijakan prinsipil dan strategis dan/atau pandangan strategis Bank Indonesia kepada lembaga pelaksanaan penugasan; (ii) Menyampaikan kebijakan lembaga penugasan yang diperkirakan memiliki dampak terhadap tugas, fungsi dan wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Gubernur; dan (iii) Mendukung pelaksanaan koordinasi, kerjasama, dan harmonisasi kebijakan Bank Indonesia dengan lembaga penugasan.
Kerjasama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan OJK meliputi aspek yang cukup luas, mencakup: (i) Kerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-masing; (ii) Pertukaran informasi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) serta pengelolaan sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan oleh Bank Indonesia dan OJK; (iii) Penggunaan kekayaan dan dokumen Bank Indonesia oleh OJK; dan (iv) Pengelolaan pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang dialihkan atau ditugaskan pada OJK, sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Bersama Bank Indonesia-OJK yang ditandatangani pada tanggal 18 Oktober 2013.
Pada semester 1 2016 terutama pada triwulan ke II, koordinasi Bank Indonesia-OJK difokuskan pada penyusunan beberapa petunjuk pelaksanaan
sebagai tindak lanjut Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), antara lain terkait dengan koordinasi dalam penetapan Systemically Important Bank (SIB) dan mekanisme koordinasi dalam penyediaan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP). Sementara itu, kerjasama dan koordinasi antara Bank Indonesia dan LPS yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman Bank Indonesia-LPS meliputi: (i) Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik berupa pencabutan izin usaha; (ii) Pendanaan dalam rangka penanganan solvabilitas bank; (iii) Pertukaran data dan/atau informasi; (iv) Pengembangan kompetensi pegawai; (v) Penelitian, kajian, dan/ atau survei bersama; (vi) Sosialisasi dan/atau edukasi bersama; (vii) Penugasan pegawai; dan/ atau (viii) Penanganan pelaksanaan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain mendukung pelaksanaan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), pendalaman pasar keuangan, dan perluasan akses keuangan.
Terkait dengan UU PPKSK, Bank Indonesia dan LPS juga sedang menyusun Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk mengatur mekanisme penjualan Surat Berharga Negara (SBN) milik LPS kepada Bank Indonesia dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain sistemik dalam kondisi krisis sistem keuangan.
3 Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia No. 17/5/PDG/2015 tanggal 9 Juli 2015 tentang Pelaksanaan Tugas ADG Ex-Officio
Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan
Pasar Keuangan
Rumah Tangga
Sektor Keuangan
dan Korporasi
Perbankan dan IKNB
Syariah
Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Pada lingkup yang lebih luas, pengesahan UU PPKSK Nomor 9 tahun 2016 pada tanggal 15 April 2016 menjadi landasan penting untuk penguatan koordinasi antar empat otoritas anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam pencegahan dan penanganan krisis yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK dan LPS. Koordinasi tersebut meliputi (i) pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK); (ii) penanganan krisis sistem keuangan; serta (iii) penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi SSK normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016