Koordinasi dengan stakeholder internal dan eksternal

4. Koordinasi dengan stakeholder internal dan eksternal

Koordinasi dengan pihak eksternal dapat dilakukan antara lain dengan OJK dan Pemerintah Daerah. Koordinasi dengan OJK dilakukan mengacu pada mekanisme koordinasi BI-OJK sebagaimana Keputusan Bersama BI-OJK tentang Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan koordinasi dengan Pemda mengacu pada Forum Kerjasama Ekonomi dan Keuangan Daerah.

Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan

Pasar Keuangan

Rumah Tangga dan Korporasi

Perbankan dan IKNB

Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan

Survei Neraca Rumah Tangga (SNRT) Bank Indonesia

Boks 3.2

Dalam upaya menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, Bank Indonesia mengimplementasikan beberapa strategi, diantaranya melalui pelaksanaan riset dan surveilans untuk memonitor berbagai risiko yang dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan. Monitoring dilakukan menggunakan berbagai indikator kinerja dari setiap unit dalam perekonomian, yang meliputi sektor keuangan, korporasi, dan rumah tangga.

Sektor rumah tangga merupakan salah satu unit yang memiliki peran penting dalam perekonomian

karena perannya dalam sistem keuangan, yaitu investor/debitur (surplus unit) dan kreditur (defisit

unit). Tekanan yang dihadapi oleh neraca rumah tangga dapat berpotensi mempengaruhi kinerja sektor keuangan dan sebaliknya. Dengan demikian, surveilans terhadap sektor rumah tangga menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka monitoring dan mengukur potensi risikonya terhadap sistem keuangan secara keseluruhan.

Pemantauan terhadap sektor rumah tangga telah dilakukan secara rutin oleh Bank Indonesia,

salah satunya melalui pelaksanaan Survei Neraca Rumah Tangga (SNRT) yang dilaksanakan secara tahunan. SNRT dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai struktur neraca rumah tangga di Indonesia, khususnya rumah tangga yang memiliki akses dan pengaruh terhadap sistem perbankan, membangun data dasar yang

berguna untuk mendesain surveillance system, serta untuk memperoleh data aset dan kewajiban sektor rumah tangga dalam rangka penyusunan National dan Regional Balance Sheets dan indikator financial imbalances.

Pelaksanaan SNRT di Bank Indonesia diawali dengan pelaksanaan pilot project SNRT pada tahun 2007 – 2008 dan sejak tahun 2009 telah dilaksanakan secara rutin dengan cakupan responden dan wilayah yang terus berkembang hingga mencapai 12 wilayah propinsi dan jumlah responden sebanyak 2.170 rumah tangga pada tahun 2015. Tahun 2016 ini, Bank Indonesia kembali melaksanakan SNRT dengan cakupan 14 propinsi, meliputi Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku, dengan target jumlah responden mencapai 3.500 rumah tangga. SNRT 2016 dijadwalkan akan selesai pada akhir tahun 2016.

Kuesioner SNRT 2016 terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: 1) Kuesioner Rumah Tangga, yang

disusun untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik demografi seluruh anggota rumah

tangga, dan kondisi keuangan rumah tangga yang meliputi aset dan kewajiban rumah tangga, dan

2) Kuesioner Pengeluaran Rumah Tangga, yang disusun untuk menggali informasi mengenai jenis pendapatan, pengeluaran dan kerentanan keuangan rumah tangga. Dalam survei ini, rumah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016

tangga didefinisikan sebagai kesatuan keluarga yang memasak di dapur yang sama. Jika dalam satu rumah terdapat lebih dari satu keluarga yang memasak di dapur yang berbeda, maka dalam rumah tersebut terdapat dua rumah tangga.

Kerangka sampel survei disusun berdasarkan SUSENAS triwulan I 2013, yang dirinci lebih lanjut berdasarkan besarnya pengeluaran masyarakat

yang terbagi dalam 3 (tiga) kategori sebagaimana Tabel 1.

Struktur sampel adalah 40% dari kelas ekonomi bawah, 40% dari kelas ekonomi menengah, dan 20% dari kelas ekonomi atas, dengan tujuan agar sampel yang diambil diharapkan dapat mewakili

karakteristik ekonomi masyarakat Indonesia di masing-masing propinsi wilayah survei. Penentuan lokasi survei dari tingkat propinsi hingga enumeration area (wilayah pencacahan setingkat Rukun Tetangga/RT) dilakukan secara multistage

random sampling , sehingga estimasi jumlah dan sebaran sampel SNRT 2016 akan berbeda di setiap propinsi.

Pengumpulan data SNRT 2016 dilakukan dengan menggunakan metode wawancara langsung (tatap

Kelas Ekonomi

Definisi Operasional

Pengeluaran rumah tangga per tahun Bawah

Rumah tangga dengan pengeluaran 40% terendah

< Rp24,5 juta Menengah

Rumah tangga dengan pengeluaran 40% kedua

Rp24,5 juta – Rp56,3 juta

Atas

Rumah tangga dengan pengeluaran 20% tertinggi

> Rp56,3 juta

muka) terhadap Kepala Rumah Tangga (KRT) atau pasangan KRT atau Anggota Rumah Tangga (ART) yang memahami kondisi keuangan rumah tangga. Rumah tangga yang menjadi responden SNRT bersifat panel.

Konsep akuntansi yang diterapkan dalam pencatatan data hasil SNRT 2016 adalah modified cash basis. Berdasarkan pendekatan ini, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dicatat menggunakan basis kas (cash basis),

sementara pencatatan transaksi pembentuk neraca menggunakan basis akrual (acrual basis). Sedangkan pencatatan pendapatan anggota rumah tangga yang disurvei menggunakan pendekatan bruto (gross) untuk memudahkan proses validasi informasi yang diberikan oleh responden dan meningkatkan akurasi data hasil SNRT 2016.

Informasi yang dihasilkan dari SNRT 2016 meliputi profil demografi rumah tangga, laporan keuangan

rumah tangga yang mencakup aset, kewajiban dan net worth, laba rugi dan arus kas rumah tangga nasional tahun 2016, analisa keuangan rumah tangga diantaranya likuiditas, solvensi dan

profitabilitas, serta informasi mengenai kerentanan rumah tangga.

Tabel Boks 3.2.1. Klasifikasi Masyarakat Berdasarkan Pengeluaran

Kondisi Stabilitas Respons Kebijakan Bank Sistem Keuangan

Pasar Keuangan

Rumah Tangga

Penguatan Infrastruktur

dan Korporasi

Perbankan dan IKNB

Sistem Keuangan

Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan

Dalam situasi perlambatan perekonomian global serta belum kuatnya perekonomian domestik, pada semester I 2016 stabilitas industri perbankan relatif terjaga karena ditopang oleh tingginya permodalan perbankan yang berada jauh diatas ketentuan minimum serta meningkatnya likuiditas perbankan. Di tengah pelonggaran suku bunga, pertumbuhan kredit perbankan masih menurun akibat rendahnya permintaan kredit, sehingga menyebabkan turunnya Loan to Deposit Ratio (LDR). Dari sisi risiko kredit, peningkatan rasio Non Performing Loan (NPL) Gross masih berlanjut sejalan dengan pelemahan kinerja korporasi dan masih lambatnya kinerja rumah tangga. Pelemahan kinerja korporasi dan rumah tangga tersebut juga berpengaruh terhadap pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan. Selain itu pertumbuhan DPK yang melambat juga dipengaruhi oleh perpindahan dana IKNB ke SBN, penurunan transaksi ekspor dan impor, serta turunnya dana Pemda di perbankan. Secara musiman, perlambatan pertumbuhan DPK pada akhir semester I 2016 turut disumbang pola penarikan uang kartal yang cukup signifkan pada Ramadhan dan Idul Fitri.

Sejalan dengan perbankan konvensional, pertumbuhan perbankan syariah juga melambat. Perlambatan juga diikuti dengan meningkatnya risiko pembiayaan perbankan syariah yang mulai menekan profitabilitas serta permodalan perbankan syariah. Kendati demikian, likuiditas perbankan syariah tetap terjaga.

Industri Keuangan Nonbank (IKNB) secara umum menunjukkan kinerja yang positif. Pembiayaan pada Perusahaan Pembiayaan (PP) mulai meningkat sejalan dengan peningkatan pendanaan. Sementara itu kinerja industri asuransi membaik sebagaimana tercermin dari aset dan investasi industri asuransi yang mengalami pertumbuhan. Dari sisi risiko, PP mengalami peningkatan NPF sementara risiko usaha asuransi mengalami penurunan yang tercermin dari peningkatan rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim.