Kerangka Berpikir
2.8 Kerangka Berpikir
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat pada abad ke-21 ini menuntut seseorang untuk mampu menguasai informasi dan
71 pengetahuan dengan baik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, diperlukan suatu
sistem pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif.
Kemampuan berpikir kritis harus dikembangkan dalam pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran akan membina manusia yang mampu untuk bersikap selektif dalam menerima dan memahami setiap persoalan serta bersikap lebih berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku. Di Indonesia sendiri hal tersebut ditegaskan kembali dalam KTSP, yang menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, analitis dan kreatif serta mampu bekerja sama.
Menyikapi hal tersebut, banyak model pembelajaran inovatif telah diterapkan dalam pembelajaran matematika. Salah satunya adalah model pembelajaran matematika yang berorientasi pemecahan masalah matematika kontekstual (contextual open-ended problem solving). Tujuan penerapan model pembelajaran ini adalah untuk mengembangkan kemampuan dan aktivitas pemecahan masalah, kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi matematika, serta mengembangkan kreativitas dan produktivitas berpikir kreatif dan kritis tingkat tinggi (Sudiarta, 2008). Model pembelajaran ini tidak semata-mata menuntut siswa untuk menemukan sebuah jawaban benar, tetapi lebih mendorong siswa untuk belajar mengkonstruksi dan mempertahankan solusi-solusi argumentatif yang benar (Schoenfeld; Foong, dalam Sudiarta 2008).
72 Perbedaannya dengan model pembelajaran konvensional tentunya cukup
jelas, mengingat model pembelajaran inovatif berorientasi pemecahan masalah didasarkan pada pemberian masalah, terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa tertantang untuk menyelesaikan masalah tersebut dan memahami kegunaan dari belajar matematika itu sendiri. Sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa hanya dituntut untuk menguasai perhitungan matematika yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang seringkali dinilai tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Model pembelajaran IKRAR merupakan model pembelajaran konstruktivis yang berorientasi pada pemecahan masalah (Sudiarta, 2008). Model ini memiliki empat tahapan dalam pembelajaran yang terdiri dari inisiasi, konstruksi-rekonstruksi, aplikasi, dan refleksi. Model pembelajaran ini mengedepankan siswa sebagai subyek pembelajaran yang aktif memecahkan masalah dengan bantuan guru sebagai fasilitator. Pada saat pembelajaran, siswa diberikan masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dan memberikan siswa kesempatan untuk berdiskusi dengan rekan kelompoknya.
Permasalahan tentang kurangnya pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa menyebabkan lemahnya kemampuan siswa untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan matematika yang diberikan. Hal ini terjadi karena pembelajaran yang dilakukan belum memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Untuk itu perlu dilaksanakan pembelajaran yang mengkondisikan peserta didik sehingga mereka dapat memahami konsep dengan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri yang didukung dengan menggunakan model pembelajaran IKRAR. Dalam
73 pembelajaran ini siswa memiliki kesempatan memahami konsep secara mandiri
melalui proses inisiasi dan konstruksi-rekonstruksi. Siswa dibelajarkan sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka memiliki kesempatan untuk belajar dengan kemampuan yang dimiliki. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat pula meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Kegiatan pembelajaran pada tahapan model IKRAR, khususnya pada tahap konstruksi-rekonstruksi, aplikasi, dan refleksi akan membuka ruang selebar- lebarnya untuk: (a) mengerti konsep, prinsip, dan ide-ide matematika yang berhubungan dengan tugas matematika, (b) memilih dan menyelenggarakan proses dan strategi pemecahan masalah, (c) menjelaskan dan mengkomunikasikan mengapa strategi itu berfungsi, dan (d) mengidentifikasi dan melihat kembali alasan-alasan mengapa solusi dan prosedur menuju solusi itu adalah benar. Melalui tahapan dalam model pembelajaran IKRAR, LKS yang memuat masalah matematika dan bantuan berupa pertanyaan efektif akan mengkondisikan siswa untuk mengembangkan potensinya dalam pemecahan masalah serta membiasakan siswa untuk berpikir secara kritis serta mengungkapkan ide dan gagasan yang dimiliki, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif pada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Lebih lanjut, Ebbut dan Straker (1995) dalam Sudiarta (2007) menyatakan bahwa salah satu karakteristik siswa dalam belajar matematika adalah siswa belajar matematika apabila mereka memiliki motivasi. Becermin dari hal tersebut, guru seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk lebih percaya diri dengan kemampuannya dan menanamkan perilaku pantang menyerah dalam
74 mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan divergen saat menyelesaikan
masalah. Salah satu hal yang dapat dilakukan guru adalah dengan mengoptimalkan potensi kearifan lokal Bali yaitu dengan menyampaikan nasihat-nasihat yang bersumber dari kearifan lokal. Seperti yang diketahui, orang Bali memiliki banyak jenis peribahasa yang biasa digunakan orang tua dalam memberikan nasihat kepada anaknya. Nasihat-nasihat tersebut juga dapat digunakan dalam pembelajaran. Fungsinya pun beragam, tidak sebatas memotivasi siswa tetapi juga menjaga agar siswa yang telah mampu dalam belajar tidak merasa sombong dan justru lengah, membangun pemahaman pentingnya bekerja dalam kelompok dan menjaga agar tidak terjadi kegaduhan dalam pembelajaran. Dengan kehadiran kearifan lokal dalam pembelajaran, siswa akan mempunyai semangat untuk belajar dan tentunya berdampak positif pada pembelajaran.
Kolaborasi model pembelajaran IKRAR dengan kearifan lokal disebut dengan model pembelajaran IKRAR berorientasi kearifan lokal. Dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip pembelajaran yang memang menjadi unsur intrinsik IKRAR, kearifan lokal memberikan tambahan keunggulan dimana proses aksi dan mental yang dibutuhkan dalam IKRAR dapat berjalan dengan baik. Kehadiran kearifan lokal dalam pembelajaran IKRAR diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang selama ini masih menjadi kendala dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian diharapkan siswa akan lebih mampu memahami dan mengkontruksi pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam memecahkan permasalahan yang diberikan.
75 Berdasarkan uraian di atas, dapat diyakini bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran IKRAR berorientasi kearifan lokal terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Pengaruh tersebut dapat dilihat melalui adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional, model pembelajaran IKRAR, dan model pembelajaran IKRAR berorientasi kearifan lokal.