Teks-Teks Perjanjian Baru

Teks-Teks Perjanjian Baru

  Kisah perang di dalam Alkitab bukan hanya terdapat dalam naskah-naskah Perjanjian Lama, namun juga terdapat dalam beberapa bagian di Perjanjian Baru. Kisah- kisah perang Gog Magog, Harmageddon, serta konsep mengenai peperangan rohani menjadi bagian dari pemahaman perang dalam Perjanjian Baru. Dengan memahami bahwa konsep perang juga terdapat dalam Perjanjian Baru, maka penulis juga memasukkan beberapa bagian dalam teks Perjanjian Baru untuk diteliti lebih lanjut. Teks-teks seperti Matius 24:3-14, Efesus 6:10-20, Wahyu 16 dan Wahyu 20 menjadi teks-teks yang dipilih penulis untuk memahami konsep perang dalam Perjanjian Baru.

  Kitab Injil

Injil Matius

  Perjanjian Baru merupakan kumpulan kitab yang memiliki beberapa genre tulisan yang berbeda-beda, salah satu jenis tulisan dalam Perjanjian Baru adalah Injil. Gordon

  Fee menjelaskan bahwa Injil merupakan salah satu jenis sastra yang unik, dimana Injil merupakan gabungan dari biografi, narasi, dan khotbah yang mencoba menyatakan kebenaran sejarah serta pemahaman teologis tertentu yang hendak disampaikan penulis Injil tersebut. 355 Dalam hal ini, pemahaman akan konteks kehidupan Yesus serta konteks kehidupan penulis menjadi sesuatu yang penting untuk dipahami agar dapat menafsirkan berita Injil secara tepat.

  Dengan memahami keunikan Injil sebagai biografi-teologis, penulis memilih Matius 24:3-14 sebagai salah satu dari tiga Injil sinoptik yang memuat konsep perang. Guthrie menyatakan, “berdasarkan kutipan yang terdapat dalam tulisan bapa-bapa gereja mula-mula, Injil Matius terbukti lebih banyak dipakai dibandingkan semua Injil lain. 356

  Beberapa Bapa Gereja seperti Papias, Eusebius, Origen meyakini bahwa Injil ini ditulis oleh Matius dengan dialek Ibrani Aram dan gaya penulisan Ibrani yang kental. 357 Beberapa pandangan menyangsikan kepenulisan Matius dengan argumen bahwa frasa “” baru ditambahkan beberapa tahun kemudian oleh gereja mula-mula. Akan tetapi, argumen ini kurang kuat untuk dapat menggugurkan kepenulisan Matius

  355 Fee dan Stuart, How to Read the Bible for All Its Worth, 124-27. Bdk. Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, jilid 1 (Surabaya: Momentum, 2008), 3. Guthrie menjelaskan bahwa ada

  kemungkinan Injil juga merupakan jenis tulisan aretologi, yaitu kisah perbuatan ajaib yang dilakukan oleh para ilah atau pahlawan. Adapun usulan lebih lanjut juga coba diberikan oleh Goulder, Guilding, dan Carington yang menyamakan Injil dengan bentuk leksionari Yahudi dalam pembacaan di ibadah Kristen mula-mula. Dari beberapa pandangan ini, penulis lebih setuju untuk melihat Injil sebagai sebuah catatan biografi yang memiliki muatan teologis tertentu. Dengan alasan bahwa penekanan akan kehidupan, pengajaran, serta karya keselamatan yang Yesus kerjakan jauh lebih kuat dibandingkan kisah-kisah keajaiban yang Yesus perbuat.

  356 Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, jilid 1, 13.

  357 Leon Morris, The Gospel According to Matthew (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1992),

  yang diterima secara luas dalam tradisi. 358 Sebab frasa “” bukan menunjukkan bahwa kitab ini merupakan kitab pseudonymous namun lebih kepada

  menambahkan keterangan dari kitab anonymous. 359 Oleh karena itu, penulis lebih setuju dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa Injil Matius ditulis oleh rasul Matius yang merupakan murid Yesus.

  Dengan menerima kepenulisan Matius, dapat diperkirakan bahwa Injil ini ditulis sekitar tahun 80-100 M berdasar dugaan bahwa kepenulisan Injil Markus sekitar tahun 55-70 M. 360 Jika menerima pandangan ini, artinya Injil Matius ditulis pada masa setelah kehancuran tembok Yerusalem. Dalam kurun waktu ini, baik orang Kristen maupun orang Yahudi di Yerusalem menyebar luas ke beberapa daerah di kerajaan Roma, dan sebagai kelompok diaspora, nampaknya mereka kerap berkumpul dan saling mempengaruhi. Dengan latar belakang ini, Keener menyatakan bahwa Injil Matius diberikan sebagai sebuah buku pegangan mengenai pengajaran dan kehidupan Yesus kepada orang Kristen Yahudi di beberapa gereja yang Matius kenal, juga sebagai sebuah berita yang relevan bagi misi penginjilan kepada orang non-Yahudi, serta menjawab polemik yang terjadi antara pengajaran Yahudi dan Kristen. 361

  358 Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru. jilid 1, 35-37. Argumentasi yang lain atas keberatan kepenulisan rasul Matius didasarkan pada pandangan bahwa pengutipan Injil Matius terhadap Injil Markus

  dirasa beberapa pihak mengurangi otoritas kerasulan Matius.

  D. A. Carson dan Douglas J. Moo, An Introduction to the New Testament. ed. ke-2 (Grand

  Rapids, Michigan: Zondervan, 2005), 141.

  360 Carson dan Moo, An Introduction to the New Testament, 152.

  361 Craig S. Keener, A Commentary on the Gospel of Matthew (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1999), 45-51.

Eksposisi Matius 24:3-14

  Matius 24:3-14 merupakan bagian dari pengajaran Yesus yang terakhir sebelum Yesus ditangkap dan disalibkan. Stanley Hauerwas melihat bagian ini sebagai bagian pengajaran apokaliptik Yesus, dimana peperangan antar bangsa mendominasi pesan apokaliptis pada akhir zaman, 362 sedangkan Morris melihat bahwa perang ini berkaitan dengan penghakiman Allah di akhir zaman. 363 Keterkaitan antara akhir zaman, penghakiman, dan perang adalah sesuatu yang menarik untuk dibahas lebih mendalam.

  Matius 24:3-14 dimulai dengan pertanyaan akan tanda kedatangan Yesus dan tanda dari akhir zaman (ayat 3). Pertanyaan pertama mengenai kapan hal itu terjadi merujuk kepada perkataan Yesus sebelumnya dalam Matius 23:36, di mana Yesus menubuatkan penghakiman bagi ahli Taurat dan orang Farisi pada generasi tersebut. Bagian ini dikaitkan dengan penekanan para murid terhadap perihal waktu dan peristiwa kehancuran Bait Suci yang kemungkinan besar merujuk pada konsep mengenai kedatangan hari Tuhan. 364 Komunitas Qumran meyakini bahwa kedatangan Mesias akan terjadi dua kali, yang pertama ia akan datang seperti nabi Harun dan yang kedua seperti raja Daud. 365 Kedatangan Mesias ini yang kemudian menandai akhir dari penantian akan pembebasan Israel dan pembalasan Allah pada musuh-musuh Israel. Pengharapan ini

  362 Stanley Hauerwas, Matthew (Grand Rapids, Michigan: Brazos, 2006), 201.

  363 Morris, The Gospel According to Matthew, 594.

  364 Grant R. Osborne, Matthew, ed. Clinton E. Arnold. (Grand Rapids, Michigan: Zondervan 2010), 868-69.

  365 Donald A. Hagner, The New Testament: A Historical and Theological Introduction (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2012), 36.

  berakar dari janji melalui nabi Yoel tentang kedatangan hari Tuhan (Yoel 1:15, Yoel 3:14-21).

  Selain berita kehancuran, Osborne menambahkan bahwa pemahaman mengenai kedatangan Yesus dan kehancuran yang terjadi menunjukkan harapan akan kehadiran

  Mesias yang menaklukkan musuh umat Allah dan membawa pemerintahan yang baru. 366 Pengharapan ini lebih dipahami secara politis oleh murid-murid pada masa itu, sehingga

  pemahaman mengenai Mesias yang menaklukkan disematkan kepada Yesus terkait dengan berita penghukuman yang Yesus sampaikan di bagian sebelumnya.

  Menanggapi pertanyaan para murid mengenai akhir zaman dan kedatangan Yesus yang kedua, Yesus menjawab pertanyaan ini dengan dua tanda, yaitu penyesatan dan penderitaan. Untuk memperjelas bagian ini, Osborne membagi struktur ayat 4-14 menjadi dua bagian besar: 367

  I. Penipuan besar dan penderitaan besar (Matius 24:4-8)

  A. Mesias palsu menipu banyak orang (ayat 4-5)

  1. Nasehat untuk berwaspada (ayat 4) 2. Penipuan Besar (ayat 5)

  B. Penderitaan besar yang mendekat (ayat 6-8)

  1. Perang-perang tidak menandai hari akhir (ayat 6) 2. Perang, kelaparan, dan gempa bumi hanyalah awal (ayat 7-8)

  II. Kemurtadan besar dan misi besar (Mat. 24:9-14)

  A. Kesusahan besar (ayat 9) B. Kemurtadan besar (10-12)

  1. Kemurtadan, penghianatan, dan kebencian (ayat 10) 2. Nabi-nabi palsu datang untuk menyesatkan (ayat 11) 3. Hilangnya kasih (ayat 12)

  C. Yang bertahan mendapat selamat (ayat 13) D. Misi besar pada dunia (ayat 14)

  366 Osborne, Matthew, 869.

  367 Osborne, Matthew, 873.

  Dari bagian ini, kita dapat melihat bagaimana perang yang terjadi dipahami sebagai awal dari tanda-tanda kehadiran hari Tuhan.

  Tanda-tanda kehadiran hari Tuhan sering dilihat sebagai bagian dari tema teks- teks apokaliptik yang berkembang dari abad ke-2 sM hingga abad 2 M. Hagner menjelaskan bahwa

  The essence of the apocalyptic perspective is its temporal dualism of two ages: the present age and the age to come. This is accompanied by a metaphysical or cosmological dualism of light and darkness, God and Satan (or evil), engaged in a cosmic struggle. According to the apocalyptic perspective, this age will end, and the new age will begin only by the direct action of God. 368

  Konsep ini jika dikaitkan dengan nubuatan perang pada teks Matius 24, maka dapat ditafsirkan dalam dua bentuk waktu yaitu masa kini dan masa akan datang.

  Perang dalam pemahaman masa kini, menurut Osborne dan Keneer dipahami oleh pembaca Matius sebagai pemberontakan Yehuda atas Roma yang terjadi sekitar tahun 66-70 M. 369 Hal ini menjadi tanda bagi jemaat mula-mula bahwa kedatangan Yesus kali kedua sudah sangat dekat dan sudah dimulai. Sedangkan Ulrich Luz lebih melihat bahwa dimensi apokaliptik Yahudi yang cenderung dapat melihat dalam rentang waktu yang tidak terperkirakan, membuat perang dalam bagian ini tidak menunjuk pada satu perang saja, namun juga dapat mengarah pada rentang waktu yang lebih jauh (kemungkinan perang Phyrgia 53 M, Asia 61 M, Lembah Likus 61 M, atau Yahudi tahun 66-73 M). 370

  368 Hagner, The New Testament, 39.

  369 Osborne, Matthew,874. Bdk. Keener, A Commentary on the Gospel of Matthew, 569.

  370 Ulrich Luz, Matthew 21-28, ed. Helmut Koester. terj. James E. Crouch (Minneapolis, Mississippi: Fortress, 2005), 192-93.

  Sekalipun waktu perang tidak bisa ditentukan secara pasti, namun bagian ini memberikan peringatan akan bahaya dan penderitaan yang akan datang. Menambahkan hal ini, Keneer melihat nubuatan Yesus mengenai perang, juga kelaparan dan gempa, sebagai gema tradisi Yahudi mengenai akhir zaman dan kemahakuasaan Allah yang

  melampaui sejarah. 371

  Berita mengenai perang jelas menjadi bagian yang cukup penting baik bagi murid-murid Yesus maupun pembaca awal kitab Matius. Bagi murid Yesus yang mengharapkan kehadiran Yesus sebagai Mesias yang menaklukan, berita perang menjadi pengharapan terwujudnya pemerintahan baru , dimana para murid akan memerintah bersama Yesus dalam pemerintahan ini (Matius 20:21). Sedangkan bagi pembaca awal kitab Matius, berita mengenai perang menjadi pertanda bahwa apa yang Yesus sampaikan telah menjadi kenyataan dan bahwa hari Tuhan akan membawa jemaat keluar dari penderitaan akibat penganiayaan dari pihak Yahudi maupun Romawi. Berita perang yang dikaitkan dengan ayat 13 juga berarti bahwa sekalipun kondisi akan semakin sulit dan membahayakan, namun Tuhan tetap memegang kendali atas segala yang terjadi, 372 sehingga usaha untuk bertahan dalam iman kepada Yesus menjadi tidak sia-sia.

  Sekalipun para penafsir melihat nubuatan ini sebagai perang dalam pengertian fisik, namun perang dalam Matius 24:3-14 hanyalah sebuah tanda awal akan dimulainya akhir zaman dan kedatangan hari Tuhan. Baik Yesus maupun penulis Matius, tidak

  371 Keener, A Commentary on the Gospel of Matthew, 568. Nubuatan mengenai peristiwa- peristiwa ajaib dan supranatural juga terdapat dalam teks-teks Arrian, Hesiod, dan tradisi keagamaan Roma

  tentang hadirnya binatang aneh, kelaparan, gempa bumi dan bermacam hal lainnya.

  372 Morris, The Gospel According to Matthew, 598.

  memberikan sebuah aturan jelas apakah orang Kristen harus ikut serta dalam perang atau tidak. Yang Yesus tekankan hanya bahwa perang ini harus terjadi untuk menggenapi kedatangan hari Tuhan (Matius 24:6). Frasa “harus” inilah yang menjadi bukti Allah memegang kendali atas sejarah kehidupan manusia hingga pada akhirnya, 373 sehingga terjadinya perang tetap ada dalam rencana dan jalan Allah untuk kebaikan manusia dan tujuan mulia Allah (Yesaya 29:11).

  Surat Paulus Mayoritas Perjanjian Baru berisi surat; kurang lebih ada 21 surat dari Roma hingga Yudas. Genre ini pada umumnya tidak berbeda dengan bentuk surat pada masa kini. Namun, yang terpenting dalam menafsir dan membaca surat-surat Perjanjian Baru adalah menyadari bahwa surat-surat itu merupakan occasional documents. 374 Dalam hal ini, penekanan terhadap konteks pembaca masa itu sangat penting untuk mengetahui tema utama dan permasalahan penting yang hendak disasar oleh surat tersebut. Dengan memahami ini, setiap surat memiliki keunikan tersendiri karena ditujukan untuk komunitas yang berbeda dan permasalahan yang berbeda.

Surat Efesus

  Salah satu dari sedemikian banyak surat dalam Perjanjian Baru yang hendak dibahas oleh penulis dalam bagian ini adalah surat kepada jemaat di Efesus. Meski secara

  373 Osborne, Matthew, 874.

  374 Fee dan Stuart, How to Read the Bible for All Its Worth, 52.

  umum diterima sebagai tulisan Paulus, baik dalam kalangan orthodoks hingga Marcion,, beberapa kalangan modern, seperti H. J. Cadbury, meragukan kepenulisan Efesus yang dirasa memiliki perbedaan gaya bahasa dengan tulisan Paulus pada umumnya. 375 Guthrie mengatakan, “Bagi banyak orang, Surat Efesus adalah surat Paulus yang paling mengharukan, tetapi bagi sebagian lain, surat ini tidak lebih dari karya seorang yang menulis ulang tema-tema Paulus.” 376

  Ernest Best melihat bahwa surat Efesus ditulis oleh Paulus atau minimal seseorang yang memahami benar tradisi pengajaran Paulus, sebab keterkaitan surat Efesus dan Kolose yang begitu dekat membuat sangat sulit untuk menolak bahwa kedua surat ini ditulis oleh dua orang yang berbeda. 377 Serupa dengan Best, Talbert 378 dan Hoehner 379 juga menyatakan bahwa sangat sulit untuk menyangkali kepenulisan Paulus dalam tulisan Efesus.

  Kepenulisan Paulus dalam surat Efesus sangat penting untuk melihat tujuannya. Secara umum dipahami bahwa surat Efesus merupakan surat edaran yang ditulis oleh Paulus untuk jemaat-jemaat di Asia Kecil sebelum tahun 95 M, dan bukan hanya untuk jemaat Efesus saja. 380 Dengan memahami bahwa surat Efesus merupakan surat edaran, tema surat ini bersifat lebih umum dibandingkan surat-surat Paulus lainnya. Karena

  375 Carson dan Moo, Introduction to the New Testament, 480.

  376 Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, jilid 2 (Surabaya: Momentum, 2009), 87.

  377 Ernest Best, Ephesians, ed. C. E. B. Cranfield. (Edinburg: T. and T. Clark, 1998), 36.

  378 Charles H. Talbert, Ephesians and Colossians, ed. Mikeal Parsons dan Charles Talbert (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2007), 11.

  379 Harold W. Hoehner, Ephesians (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2002), 60-61.

  sifatnya yang umum, surat Efesus menjadi salah satu surat penting dalam gereja mula- mulayang tidak hanya menjadi sapaan pastoral, namun juga menjadi pegangan doktrinal.

  Senada dengan ini, Kitchen menyatakan bahwa sebagai surat edaran, surat Efesus menunjukkan adanya fenomena sejarah dari katolisitas paling sederhana yang ditulis oleh

  Paulus bagi jemaat Kristen mula-mula. 381 Katolisitas paling awal ini dapat dilihat melalui kesamaan pemahaman doktrinal yang dimuat dalam surat Efesus dengan beberapa bagian

  lain dari surat-surat Paulus, terutama kesamaan surat Efesus dan Galatia. Dalam pemahaman katolisitas awal inilah, konsep peperangan rohani menjadi salah satu pokok bahasan yang penting.

  Konsep perang di dalam Efesus 6:10-20 lebih mengarah pada peperangan spiritual. Talbert menyatakan bahwa peperangan rohani berkaitan langsung dengan keseluruhan surat ini, dan dianggap penting oleh jemaat-jemaat yang di beberapa daerah di Asia kecil yang secara langsung berhadapan dengan kuasa-kuasa kegelapan. 382 Tema ini berhubungan erat dengan konsep Divine Warrior dalam beberapa bagian Perjanjian Lama yang kini diadaptasi untuk menekankan komunitas orang percaya sebagai pengejawantahan tubuh Kristus sebagai Divine Warrior yang menaklukan kekuatan kosmik. 383

  381 Canon M. Kitchen, Ephesians (London: Routledge, 1994), 10.

  382 Talbert, Ephesians and Colossians, 158.

  383 Hoehner, Ephesians, 818.

Eksposisi Efesus 6:10-20

  Secara struktur retoris, bagian ini memiliki kemiripan dengan sejumlah sastra Mediterania kuno tentang persiapan menghadapi konflik yang berbahaya. 384 Retorika ini biasanya diucapkan atau dituliskan oleh seorang komandan kepada batalion atau tentara bawahannya untuk mempersiapkan diri dengan sungguh dan waspada untuk menghadapi pertempuran yang akan terjadi. Sikap serupa juga dijumpai dalam paham Stoik Roma dalam melihat kehidupan sebagai pertempuran terus menerus antara keinginan dan rasio. 385 Dalam hal ini, peperangan tidak hanya dilihat dari segi militer atau politik, namun menjadi bagian reflektif kesadaran diri manusia akan adanya tarik menarik antara kekuatan baik dan jahat, rasio dan keinginan, kehidupan dengan kematian.

  Dalam pemahaman inilah, Paulus juga melihat bahwa kehidupan umat percaya juga ada dalam peperangan yaitu peperangan rohani. Peperangan yang dihadapi orang percaya bukan sekedar peristiwa sesekali, namun sebuah intense struggle yang digambarkan sebagai pertandingan gulat (πάλη) dimana musuh hadir begitu dekat dan selalu berusaha menyerang dan menjatuhkan. 386 Dalam kondisi peperangan yang terus menerus inilah orang percaya diminta untuk dapat bertahan dan tetap berdiri teguh dalam iman pada Kristus. Dalam bagian ini, peperangan yang dilakukan tidak bersifat menaklukan, namun mempertahankan. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa

  384 Talbert, Ephesians and Colossians, 159.

  385 Talbert, Ephesians and Colossians, 160.

  386 Frank Thielman, Ephesians, ed. Robert Yarbrough dan Robert Stein (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2010), 420.

  Yesus sudah menang atas kuasa Iblis dan dosa, sehingga orang Kristen tidak dipanggil untuk menaklukan namun untuk bertahan dalam Kristus. 387

  Bertahan tentu bukanlah hal yang mudah terutama sebab musuh yang dihadapi bukanlah musuh secara darah dan daging, namun musuh-musuh spiritual. Pemahaman Yahudi kuno berspekulasi bahwa asal usul kejahatan dapat dilihat dalam tiga aspek: eksistensial (kejahatan hadir dari keberadaan oknum iblis sebagai sumber kejahatan), kesejarahan (kejahatan diturunkan dalam sejarah melalui kesalahan Adam dan Hawa), dan metafisika (Kejahatan atau setan bekerja dan bergulat dalam hati setiap orang untuk menjatuhkan manusia dalam dosa). 388 Dalam bagian ini, nampaknya Paulus menggunakan pemahaman Yahudi kuno untuk merujuk kata “musuh-musuh” ini secara eksistensial dan metafisika. Paulus menyatakan karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah (ἀρχή), melawan penguasa-penguasa(ἐξουσία), melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap (κοσμοκράτορας τοῦ σκότους) ini, melawan roh-roh jahat (τὰ πνευματικὰ τῆς πονηρίας) di udara (Efesus 6:12). Kata pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, dan seterusnya merujuk kepada realitas yang eksistensial. Sedangkan jika kita merujuk pada kata “mengenakankenakan” dan kata “intense struggle” maka peperangan ini dapat dimaknai juga secara metafisika, dimana eksistensi dari musuh-musuh ini hadir dalam hati setiap orang percaya untuk menyerang dan menjatuhkan. 389

  387 Thielman, Ephesians, 419.

  388 Talbert, Ephesians and Colossians, 163-164.

  389 Bdk. Thielman, Ephesians , 418. Frasa “mengenakan” yang digunakan dalam bagian ini memiliki kesamaan dengan Ef. 4: 22-24 yang menunjuk pada kualitas etis yang harus dimiliki. Sehingga

  permasalahan yang terjadi tidak serta merta dari luar diri, namun justru hadir di dalam diri.

  Dengan menyadari kenyataan dari peperangan yang terjadi, maka Paulus memberikan sebuah strategi untuk umat percaya dapat tetap bertahan dalam iman pada Kristus. Dalam bagian ini, penulis melihat bahwa strategi yang Paulus berikan dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama berbicara mengenai berdiri teguh dan mengenakan perlengkapan rohani (ayat 14-17) sebagai senjata rohani, dan pada bagian yang kedua, ia berbicara tentang berjaga-jaga dalam doa (ayat 18-20) agar umat percaya tetap dapat berdiri teguh dalam melalui peperangan kehidupan ini. 390

  Bagian yang pertama merupakan persiapan, dimana secara mendetail Paulus menjelaskan mengenai perlengkapan-perlengkapan rohani yang harus dikenakan dalam menghadapi perang. Pada bagian ini ada lima peralatan rohani yang harus digunakan dalam menghadapi peperangan.

  1. Berikatpinggangkan kebenaran Kata ikat pinggang disini menggunakan kata “girded their waist with truth (περιζωσάμενοι τὴν ὀσφὺν...ἐν ἀληθείᾳ)” atau secara literal berarti mengikatkan pinggangnya dengan kebenaran. Menurut Thielman, frasa ini menggunakan gambaran dari baju tentara Romawi dan Yahudi masa itu, dimana ikat pinggang biasanya digunakan untuk melindungi dan juga membawa sebagai tempat untuk menggantungkan pedang. 391 Dengan demikian dapat diartikan bahwa berikatpinggangkan kebenaran memiliki arti sebagai perlindungan dan pertahanan diri atas kejahatan.

  2. Berbaju-zirahkan keadilan

  390 Peter T. O’Brien, The Letter of Ephesians (Leicester: Apollos, 1999), 472.

  391 Thielman, Ephesians, 424.

  Baju zirah adalah sebuah lempengan besi baja yang menutupi dada untuk melindungi dari serangan dan panah musuh. 392 Gambaran ini dikaitkan dengan kata kebenaran atau keadilan (δικαιοσύνη). Hal ini mengingatkan pada Yesaya 59:17 yang menyatakan kehadiran Allah sebagai pahlawan perang yang berbaju-zirahkan kebenaran dan ketopong keselamatan. Hal ini menunjukkan kesediaan Allah untuk melakukan serangan aktif, sedangkan dalam bagian ini Allah mengijinkan umatNya untuk mengenakan baju perang- Nya untuk menunjukkan perlindungan Allah pada umatNya. 393

  3. Berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera Selain baju zirah, tentara Romawi juga sering menggunakan caliga, semacam sepatu yang digunakan dalam parade panjang. 394 Thielman menambahkan bahwa sepatu semacam ini biasanya dilengkapi dengan lempengan logam di bagian depan yang dapat digunakan bertahan maupun untuk melakukan serangan. Keunikan logam ini dikaitkan dengan pemberitaan Injil damai sejahtera yang sekaligus adalah kekuatan Allah (Roma 1:16). Kekuatan Injil inilah yang dapat menghadirkan damai sejahtera antara Allah dan manusia berdosa, karena melalui Injil manusia menerima keselamatan dari Allah dan berdamai dengan Allah, menjadi satu dengan umat percaya. 395

  4. Perisai iman Peralatan keempat yang Paulus sebutkan adalah perisai iman. Perisai merupakan peralatan khusus yang berfungsi untuk melindungi diri dari serangan musuh, baik untuk

  392 O’Brien, The Letter of Ephesians, 474.

  393 Thielman, Ephesians, 425.

  394 O’Brien, The Letter of Ephesians, 475.

  395 Best, Ephesians, 600.

  serangan jarak dekat maupun jarak jauh. Dalam bagian ini perisai iman dibutuhkan untuk memadamkan panah api dari si jahat (ayat 16). Ini berarti iman merupakan bagian yang penting dan mendasar dalam pemahaman dan keyakinan bahwa Kristus akan melindungi dari setiap pencobaan Iblis, dan membuat umat percaya dapat tetap berdiri teguh dalam

  Dia. 396

  5. Ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah Bagian yang terakhir dari perlengkapan rohani adalah ketopong keselamatan dan pedang Roh. Best melihat kaitan bagian ini dengan nuansa eskatologis tentang pengharapan yang pasti bagi orang percaya dalam Yesaya 59:17. 397 Sedangkan pedang Roh digambarkan sebagai μάχαιραν, yakni sejenis pisau yang biasa digunakan untuk memotong buah namun cukup besar untuk digunakan dalam pertarungan jarak dekat. 398 Gambaran pisau dengan dua kegunaan ini memiliki kemiripan dengan gambaran Ibrani 4:12 tentang firman Allahyang berguna untuk melawan kekuatan jahat dan membawa keselamatan bagi orang yang percaya.

  Bagian pertama ini dikaitkan dengan bagian kedua tentang masalah berdoa dan berjaga-jaga. Menurut O’Brien, doa bagi Paulus adalah “foundational for the deployment of all the other weapons”. 399 Dengan memahami bahwa peperangan ini bukan melawan musuh jasmaniah yang terlihat dan mudah dilawan, namun melawan musuh spiritual yang begitu gigih untuk menyerang dan menjatuhkan, maka mengenakan perlengkapan

  396 Thielman, Ephesians, 427.

  397 Best, Ephesians, 602.

  398 Thielman, Ephesians, 428.

  399 O’Brien, The Letter of Ephesians, 484.

  rohani tidaklah cukup tanpa terus bergantung pada kuasa Allah melalui doa. Frasa “berdoa” dan “berjaga-jaga” juga menggemakan kembali perkataan Yesus kepada tiga muridNya dalam Matius 26:40-41 untuk berjaga-jaga terhadap pencobaan dari si jahat.

  Frasa awal, “dalam segala doa dan permohonan” (Efesus 6:18) merujuk pada keadaan hidup yang berdoa. Kondisi hidup yang berdoa ini bukan sekedar melibatkan sikap tubuh namun arah dari Roh dan keseluruhan kehidupan internal kita. Oleh sebab itu, Paulus menggunakan kata “dalam Roh (ἐν πνεύματι)” dan “dengan sungguh-sungguh (προσκαρτερήσει)” sebagai bentuk devosi internal dari kehidupan doa. 400 Devosi internal inilah yang memberikan kekuatan bagi orang percaya untuk dapat menggunakan kekuatan Allah dan seluruh persenjataan rohani untuk melawan kekuatan si Jahat.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehidupan orang percaya adalah lahan peperangan yang intens antara iman pada Kristus dengan kuasa kegelapan. Peperangan dalam bagian ini dipahami sebagai peperangan secara spiritual, baik dalam aspek eksistensial maupun metafisika. Oleh sebab itu, Paulus menyarankan kepada umat percaya untuk mengenakan perlengkapan rohani dan terus berjaga-jaga dalam doa dan bergantung penuh kepada Allah dalam setiap kehidupan yang berdoa, karena inilah cara yang paling baik untuk dapat bertahan dari gempuran si jahat dan tetap berdiri teguh dalam iman pada Kristus hingga kesudahannya.

  Kitab Apokaliptik

Kitab Wahyu

  Satu-satunya kitab dalam Perjanjian Baru yang menggunakan genre Apokalitik adalah kitab Wahyu. Menurut Fee dan Stuart, genre apokaliptik mulai muncul dan

  berkembang sekitar tahun 200 sM hingga 200 M di kalangan Yahudi dan Kristen 401 untuk menyampaikan konsep teologis serta kritik sosial dengan bahasa simbolis yang dipahami

  oleh kelompok-kelompok minoritas masa tersebut. John J. Collins mendefinisikan genre ini sebagai

  a genre of revelatory literature with a narrative framework, in which a revelation is mediated by an otherworldly being to a human recipient, disclosing a transcendent reality which is both temporal, insofar as it envisages eschatological salvation, and spatial insofar as it involves another, supernatural world.” 402

  Sebagai sebuah penyingkapan, kitab Wahyu memuat makna eskatologis yang menjembatani antara dunia saat ini dan akan datang, serta dunia yang jasmani dan realitas dunia spiritual. Menjelaskan lebih lanjut, Osborne menyatakan bahwa

  Apokalipsis mencakup komunikasi wahyu tentang rahasia-rahasia sorgawi oleh makhluk dunia lain kepada seorang pelihat yang memaparkan penglihatan-penglihatan itu di dalam kerangka kerja narasi; penglihatan-penglihatan itu menuntun para pembaca ke dalam suatu realitas transenden yang harus didahulukan atas situasi-situasi yang sedang berlangsung dan mendorong para pembaca untuk bertahan di tengah penderitaan mereka. Penglihatan-penglihatan itu membalikkan pengalaman normal dengan membuat misteri- misteri sorgawi itu menjadi dunia nyata dan melukiskan krisis masa kini sebagai yang sementara, situasi yang tidak nyata. Ini diperoleh melalui Allah mengubah dunia ini bagi orang-orang yang setia. 403

  401 Fee dan Stuart, How to Read the Bible for All Its Worth, 256.

  402 Brian K. Blount, Revelation (Louisville, Kentucky: Westminster John Knox, 2009), 14.

  403 Osborne, Hermeneutika Spiral, 328.

  Kitab Wahyu ditulis pada masa pemerintahan kaisar Domitian, kurang lebih sekitar tahun 90-95 M. 404 Domitian memperlakukan orang Yahudi dan Kristen secara kejam, serta memaksa rakyat untuk menyembah dia sebagai Tuhan. 405 Dalam kondisi seperti inilah sastra apokaliptik muncul sebagai suara pengharapan yang memberikan

  motivasi untuk setiap pembacanya dapat bertahan di dalam kondisi krisis. 406

  Mengingat bahwa kitab Wahyu juga merupakan kitab yang paling akhir ditulis dari seluruh kitab Perjanjian Baru,, dapat disimpulkan bahwa kitab ini adalah pembawa warisan terakhir dari para rasul Kristus.

  Dalam kitab Wahyu terdapat dua teks peperangan yang cukup terkenal dalam Alkitab, yaitu perang Harmagedon (Wahyu 16) dan perang Gog-Magog (Wahyu 20). Sebagai kitab yang sarat gambaran-gambaran peperangan, penulis mencoba memilih dua bagian teks ini dengan beberapa pertimbangan berikut:

  1. Teks perang Harmagedon merupakan sebuah persiapan akan puncak dari perang Anak Domba Allah melawan si Ular Tua dan pasukan-pasukannya. 407

  2. Perang Harmagedon merupakan titik awal dari peperangan kosmik di dalam kitab Wahyu yang ditandai dengan dikumpulkannya seluruh pasukan si Ular Tua dan Binatang-binatang yang bermunculan sebelumnya. 408

  404 Carson dan Moo, An Introduction to the New Testament, 712

  405 Blount, Revelation, 8-9.

  406 Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru. jilid 3 (Surabaya: Momentum, 2004), 271-272.

  407 Grant R. Osborne, Revelation (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2002), 589. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Blount mengenai perang Harmagedon sebagai “Envisioning the Final

  Battle”. Blount, Revelation, 302-303.

  408 Blount, Revelation, 308.

  3. Teks Perang Gog-Magog merupakan puncak dari eskalasi perang di dalam Kitab Wahyu dimana keseluruhan bangsa yang melawan Allah bersatu padu untuk mengadakan peperangan terakhir. 409

  4. Perang Gog Magog juga merupakan bagian akhir dari hancurnya kuasa Iblis serta penghakiman yang Allah atas seluruh ciptaan. Teks ini juga merupakan titik peralihan untuk menyambut kemuliaan Kristus dalam langit dan Bumi yang baru. 410

Eksposisi Wahyu 16

  Wahyu 16 merupakan kelanjutan dan penggenapan dari berita tentang murka Allah dalam Wahyu 15. Wahyu 15:1 menyatakan “Dan aku melihat suatu tanda lain di langit, besar dan ajaib: tujuh malaikat dengan tujuh malapetaka terakhir, karena dengan itu berakhirlah murka Allah.” Penglihatan ini merujuk pada apa yang terjadi dalam Wahyu 16. Tujuh malaikat dengan tujuh cawan malapetaka menjadi penggenapan bagi murka Allah yang tertumpah atas dosa manusia. Dalam Wahyu 16 malaikat turun dan menumpahkan cawan malapetaka pada tujuh tempat yang berbeda. Sehingga, Wahyu 16 dapat kita susun dalam struktur seperti di bawah ini: 411

  1. Perintah Ilahi

  Wahyu 16:1

  2. Cawan pertama atas bumi

  Wahyu 16:2

  3. Cawan kedua atas laut

  Wahyu 16:3

  4. Cawan ketiga atas sungai-sungai dan mata-mata air Wahyu 16:4-7 5. Cawan keempat atas matahari

  Wahyu 16:8-9

  409 Osborne, Revelation, 712.

  410 Blount, Revelation, 359.

  411 Mitchell G. Reddish, Revelation, ed. Mark K. McElroy (Georgia, Atlanta: Smyth and Helwys, 2001), 303.

  6. Cawan kelima atas takhta binatang

  Wahyu 16:10-11

  7. Cawan keenam atas sungai Efrat - Persiapan perang Wahyu 16:12-16 8. Cawan ketujuh ditumpahkan ke angkasa - Perang

  Wahyu 16:17-21

  Dalam struktur ini, Wilfrid J. Harrington melihat bahwa malapetaka yang pertama hingga keempat berhubungan erat dengan alam ciptaan, tulah kelima berhubungan dengan kerajaan dunia, sedangkan tulah keenam dan ketujuh berbicara mengenai perang eskatologis antara Allah dan kekuatan kosmik yang jahat. 412 Dan letak perang Harmageddon berhubungan erat dengan kehadiran cawan keenam dan ketujuh.

  Kehadiran cawan keenam ditandai dengan mengeringnya sungai Efrat. Pada masa itu, sungai Efrat menandai batas timur dimana tanah Perjanjian diberikan pada Abraham dan keturunannya, serta juga menjadi pembatas antara daerah kekuasaan Roma dan daerah kekuasaan Persia yang menguasai dari sungai Indus hingga Efrat. 413 Dua kerajaan ini merupakan lambang kekuatan dari dua daerah besar di barat dan timur. Jika dihubungkan dengan ayat 16 , hal ini menunjukkan bahwa dua lambang kekuasaan kerajaan-kerajaan dunia bersatu untuk melawan Allah. Kehadiran tiga roh-roh jahat yang mengirimkan tiga roh najis pada bagian ini merujuk pada nubuat Yehezkiel 38-39, Zakharia 14, dan 1 Henokh 56, 90 yang menubuatkan bahwa pada hari-hari akhir semua musuh Israel akan bersekutu untuk melawan Israel namun Allah akan berintervensi dan menyelamatkan umat-Nya. 414 Hal ini jelas merujuk pada perang akhir yang bersifat

  412 Wilfrid J. Harrington, Revelation, ed. Daniel J. Harrington (Collegeville, Minnesota: The Liturgical, 1993), 164-69.

  413 Robert H. Mounce, The Book of Revelation, ed. Ned B. Stonehouse, F. F. Bruce, dan Gordon D. Fee (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1977), 298.

  414 Ben Witherington III, Revelation (Cambridge, England: Cambridge University Press, 2003),

  eskatologis antara kekuatan si jahat yang bermanifestasi melalui kerajaan-kerajaan dunia melawan kekuatan Allah.

  Perang eskatologis ini dinubuatkan terjadi di Harmagedon (ayat 16). Kata Harmagedon berasal dari kata Αρμαγεδών yang oleh beberapa penafsir diartikan sebagai

  Har-Magedo atau gunung Megiddo. 415 Megiddo merupakan kota kuno yang terletak 70 kaki di atas permukaan air laut di sebelah utara Palestina di antara lembah Yasril atau

  Esdraelon. 416 Daerah ini kemungkinan besar merupakan lokasi dari beberapa perang kuno yang signifikan, antara lain perang Thutmose III melawan koalisi kerajaan-kerajaan Kanaan pada tahun 1468 sM. Perang antara Debora dan Barak melawan koalisi Kanaan dan juga beberapa perang penting lainnya.

  Pandangan berbeda disampaikan oleh Fiorenza yang menyatakan bahwa “The multivalence of the author’s mythological-symbolic language cannot be reduced to a single one-dimensional definition! Such multivalence expresses the author’s interest in giving prophetic interpretation rather than geographic-eschatological information.” 417 Harmagedon juga dapat dipahami secara simbolik merujuk pada Gunung Zion atau kota Yerusalem sebagai lambang dari kehadiran kerajaan Allah yang akan menaklukan semua musuhnya dalam perang terakhir. 418

  415 Mounce, The Book of Revelation, 301. Bdk. Jurgen Roloff, Revelation, terj. John E. Alsup dan James S. Currie (Minneapolis, Minnesota: Fortress, 1993), 191.

  416 Osborne, Revelation, 594.

  417 Witherington III, Revelation, 211.

  418 Osborne, Revelation, 595.

  Peperangan di Harmagedon ini berkaitan dengan pemberitaan mengenai cawan ketujuh. Lohmeyer menyatakan bahwa cawan keenam bukanlah benar-benar tulah tapi sebuah persiapan untuk yang berikutnya. 419 Hal ini memberikan kaitan antara berkumpulnya para raja dari timur dan barat (ayat 16) dengan kehancuran dahsyat yang terjadi (ayat 18-21). Penggunaan gambaran akan terjadinya kilat, gempa, dan runtuhnya beberapa kota-kota bahkan hilangnya pulau-pulau merupakan bagian dari penggambaran perang ilahi secara kosmik. Aune membandingkan bagian ini dengan catatan dalam Sibylline Oracles 3.689-92 yang menyatakan bahwa Allah akan menghakimi semua manusia dengan perang dan pedang, dengan api dan hujan yang amat deras dan berbagai macam fenomena alam yang mengerikan sebagai bentuk penghukuman dan murka Allah. 420 Selain itu, rujukan pada turunnya hujan es yang dahsyat menggemakan kembali peristiwa di Mesir dimana Allah berperang bagi Israel melalui tulah-tulah untuk membawa Israel bebas dari perbudakan. 421 Hal ini menunjukkan adanya dua sisi utama dari perang yang kembali digemakan dalam bagian ini, yakni penghakiman dan pembebasan. Yang berbeda, perang sebagai penghakiman dan pembebasan dalam bagian ini merupakan gambaran simbolis dari tindakan Allah secara spiritual.

  419 Osborne, Revelation, 596.

  420 David E. Aune, Revelation 6-16, ed. Ralph P. Martin. (Nashville, Tennessee: Thomas Nelson, 1998), 900.

  421 Osborne, Revelation, 600.

Eksposisi Wahyu 20

  Wahyu 20 merupakan catatan paling akhir yang terdapat dalam Alkitab mengenai perang. Bagian ini menjadi pembuka bagi hadirnya langit dan bumi yang baru, Yerusalem yang baru. Secara struktur, teks Wahyu 20 dapat disusun dalam empat bagian; 422

  A. Iblis di penjara sementara

  ayat 1-3

  B. Kebangkitan yang pertama

  ayat 4-6

  C. Perang Eskatologis

  ayat 7-10

  1. Iblis dilepaskan

  ayat 7

  2. Misi dari Iblis

  ayat 8

  3. Serangan besar-besaran dari tentara Iblis

  ayat 9a

  4. Kehancuran tentara dari Iblis

  ayat 9b

  5. Penghukuman akhir bagi Iblis

  ayat 10

  D. Penghakiman Terakhir

  ayat 11-15

  Dalam struktur seperti ini, perang Gog-Magog hadir sebagai pembuka bagi rentetan penghakiman terakhir yang Allah akan berikan bagi Iblis, tentara-tentara Iblis, dan orang- orang mati.

  Kisah perang Gog-Magog diawali dengan ditangkapnya si Iblis (ayat 1-3) dan hadirnya Kerajaan Seribu Tahun (ayat 4-6). Dalam Wahyu 20:2-3 dikatakan bahwa Iblis akan dibelenggu dan dimasukkan ke dalam jurang ditutup dengan meterai. Bagian ini dimaknai oleh Mounce bukan sebagai hukuman, namun sebuah pencegahan atas kuasa jahat yang berupaya menyesatkan bangsa-bangsa. 423 Osborne menambahkan bahwa bagian ini juga membuktikan bahwa Allah berkuasan untuk mengontrol segala kekuatan

  422 David E. Aune, Revelation 17-22, ed. Ralph P. Martin (Nashville, Tennessee: Thomas Nelson, 1998), 1079-1081.

  423 Mounce, The Book of Revelation, 353.

  jahat. 424 Upaya untuk membatasi dan mengontrol ini dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan kehadiran Kerajaan Seribu tahun.

  Selain dalam kitab Wahyu, ide tentang Kerajaan Seribu Tahun hanya ditemukan dalam dua kitab apokaliptik Yahudi, yaitu 4 Ezra dan kitab Apokaliptik Barukh. 425 Meskipun ketiganya ini memiliki kesamaan ide mengenai Kerajaan yang akan bertahan dalam waktu lama dan peperangan dengan kekuatan jahat, namun catatan mengenai kebangkitan yang pertama hanya dijumpai dalam kitab Wahyu. Selain itu, kehadiran sosok Raja penyelamat yang dipenuhi dalam pemikiran apokaliptik Wahyu, namun nampaknya hal ini tidak bersumber pada tradisi pengharapan Mesianik Yahudi dalam teks intertestamental, akan tetapi pada Yehezkiel 37-48. 426 Munculnya nama Gog-Magog dalam Wahyu 20:8 mengingatkan pada pembalasan murka Allah dan janji restorasi Israel (Yehezkiel 39:21-29).

  Kehadiran kondisi damai selama seribu tahun ini mengalami perubahan ketika Allah sengaja melepaskan si Ular Tua untuk menyesatkan bangsa-bangsa dari empat penjuru, yaitu Gog dan Magog. Kata “Gog” dalam bagian ini mengingatkan pada nama dari raja Mesekh dan Tubal (Yehezkiel 38:2-3), sedangkan kata “Magog” kemungkinan besar adalah nama dari leluhur orang Mesekh dan Tubal (1Tawarikh 1:5) yang merupakan simbol dari bangsa-bangsa asing yang memerangi Allah dan umat-Nya. 427

  424 Osborne, Revelation, 699.

  425 Roloff, Revelation, 224. Kedua kitab ini mencatat bahwa Mesias akan datang dan mendirikan sebuah Kerajaan yang akan bertahan dalam waktu yang lama, namun tidak kekal. Ia akan berperang dan

  mengalahkan dua monster jahat, memerintah, mati bersama dengan seluruh manusia, lalu memulai kembali segala perhitungan waktu.

  426 Roloff, Revelation, 224-225.

  Merujuk pada makna simbolik ini, maka dapat diartikan bahwa pada masa itu Iblis mencari orang-orang yang tidak percaya dan mengumpulkan mereka untuk melawan dan mencobai orang-orang percaya. Hal ini merujuk pada kondisi penderitaan yang dialami pembaca mula-mula kitab Wahyu di bawah pemerintahan kaisar Domitian, namun juga dapat bersifat nubuatan akan penderitaan lain yang terjadi di masa selanjutnya.

  Kehadiran bangsa-bangsa dari empat penjuru untuk memusuhi umat Allah dan mengepung perkemahan orang-orang Kudus (ayat 8b-9a) merupakan gambaran dari strategi penaklukan dalam perang-perang kuno. Gambaran ini merupakan kiasan dari nubuatan Yesus dalam Lukas 21:20 tentang datangnya penghancuran besar. Jika dalam Lukas 21:20 Yesus menubuatkan kehancuran Yerusalem yang terjadi pada tahun 70 M, akan tetapi dalam Wahyu 20 kehancuran besar ini merujuk pada penghakiman terakhir kepada kekuatan Iblis dan kerajaan-kerajaan dunia yang melawan Allah dan umat-Nya. Menambahkan bagian ini, Osborne menyatakan bahwa penggunaan frasa “siang dan malam” memiliki arti kekal. 428 Selain itu, kehadiran Allah sebagai Hakim dan Raja membawa kitab kehidupan (ayat 12) menggambarkan kemenangan penghakiman Allah terhadap Iblis dan para pengikutnya yang bersifat kekal.

  Dengan melihat runtutan kisah ini, maka dapat disimpulkan bahwa perang yang terjadi dalam Wahyu 20 memiliki aspek spiritual dan kosmik. Aspek spiritual dari perang Gog-Magog hadir melalui kehadiran figur Iblis yang berusaha menyesatkan bangsa- bangsa untuk melawan Allah. Sedangkan aspek kosmik dari perang Gog-Magog hadir melalui keikutsertaan bangsa-bangsa untuk melawan Allah dan umat-Nya.