Biaya Lain-lain (Other Costs) Biaya Peluang (Opportunity Costs)

2.5. Biaya Lain-lain (Other Costs) Biaya Peluang (Opportunity Costs)

Analisis ekonomi teknik dalam konteks pengambilan keputusan diarahkan

untuk membandingkan anternatif-alternatif investasi yang dapat dilakukan untuk untuk membandingkan anternatif-alternatif investasi yang dapat dilakukan untuk

akan dipilih satu alternatif investasi dan mengabaikan alternatif investasi lainnya. Dengankata lain, investasi pada suatu proyek yang dipilih akan mengalihkan sumber daya (dana, orang, peralatan) dari proyek lain yang juga potensil dilaksanakan. Potensi pendapatan dari proyek lain tersebut (alternatif terbaik yang diabaikan) merupakan opportunity cost yang harus dipertimbangkan dalam pengambilankeputusan investasi. Nilai financial potensi pendapatan dari alternatif terbaik yang diabaikan merupakan potensi pendapatan yang hilang akibat memilih alternatif lain yang dianggap lebih baik. Potensi pendapatan yang hilang tersebut dikenal dengan istilah opportunity cost.

proses tersebut,

Opportunity costs pada dasarnya merupakan biaya implisit atas sumber daya yang telah dialokasikan pada suatu proses produksi sehingga sumber daya tersebut tidak dapat lagi digunakan untuk aktifitas produktif lainnya. Misalkan lima tahun setelah andalulus dari

pada sebuah instansi/perusahaan dengan gaji Rp 7,5 juta per bulan (Rp 90 juta per tahun) dengan sejumlah bonus yang nilainya Rp 30 juta per tahun. Atas bujukan seorang teman, anda kemudian meninggalkan pekerjaan tersebut dan mendirikan usaha sendiri. Setelah tiga tahun beroperasi,

lkpp

akhir tahun memperlihatkan data sebagai berikut:

A. PENDAPATAN Nilai penjualan produk A

: Rp 360.000.000

Nilai penjualan produk B

: Rp 120.000.000

TOTAL PENDAPATAN

: Rp 480.000.000

unhas

B. BIAYA Biaya produksi produk A

: Rp 224.000.000

Biaya produksi produk B

: Rp 78.000.000

Biaya overhead

: Rp 70.000.000

TOTAL BIAYA

: Rp 372.000.000

Berdasarkan data pendapatan dan biaya, dapat dilihat bahwa perusahaan yang anda dirikan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 108 juta per tahun. Tapi benarkah anda untung?

Apabila anda hanya mempertimbangkan biaya eksplisit (jumlah uang yang secara fisik anda keluarkan untuk membeli bahan baku, membayar tenaga kerja, dan menjalankan perusahaan anda) maka anda akan menyimpulkan bahwa anda untung. Akan tetapi, apabila anda mempertimbangkan biaya implisit berupa opportunity cost yang timbul akibat hilangnya kesempatan andamemperoleh pendapatan dari pekerjaan lama anda, maka sesungguhnya anda rugi karenaopportunity cost dari keputusan anda meninggalkan pekerjaan lama dan mendirikan usahasendiri sebesar Rp 120 juta per tahun (Rp 90 juta gaji + Rp 30 juta bonus). Dengan demikian, penghasilan anda berkurang sebesar Rp 12 juta per tahun atau Rp 1 juta setiap bulan.

Konsep opportunity cost (biaya atas kesempatan yang hilang) sangat penting dalam

mempertimbangkan opportunity costs dalam proses pengambilan keputusan, maka keputusan investasi yang

proses pengambilan keputusan

rasional.

Dengan

lkpp

diambil akan lebih baik. Biaya ini akan selalu ada dan seharusnyatidak diabaikan karena setiap keputusan yang kita ambil akan selalu mengorbankan alternatif lain yang mungkin dilakukan. Misalnya, dengan anda memilih kuliah, kesempatan anda untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan tetap menjadi terbuang. Biaya yang anda keluarkan karena memilih kuliah dibanding bekerja sesungguhnya bukan hanya biaya kuliah, biaya buku, dan biaya-biaya lain yang anda bayar tetapi juga konsekwensi finansial lainnya yang anda telah korbankan seperti potensi

pendapatan dari bekerja di suatu instansi atau perusahaan, dan kesempatan hidup yang lebih baik sekarang ini. Sebalinya, apabila anda memutuskan untuk tidak kuliah dan langsung bekerja setelah tamat SMA maka opportunity cost dari gaji yang anda terima dari pekerjaan tersebut dan kehidupan yang lebih nyaman saat ini adalah hilangnya kesempatan anda menikmati kehidupan kampus yang dinamis, hilangnyakesempatan mendapatkan

Opportunity cost dari suatu unhas keputusan dapat timbul dalam berbagai situasi.

berkurangnya kesempatan mendapatkan posisi dan pendapatan yang lebih tinggi dan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Pada pabrik manufacturing yang sudah lama beroperasi, peralatan yang digunakan Pada pabrik manufacturing yang sudah lama beroperasi, peralatan yang digunakan

Sunk Cost

pada bidang pertambangan, perkebunan, ataupun investasi pada pendirian pabrik baru, salah satu pembiayaan yang cukup besar adalah biaya eksplorasi untuk menemukan deposit bahan tambang (minyak, emas, tembaga, nikel, dll) dan biaya survey untuk menemukan lokasi yang tepat untuk usaha perkebunan atau pabrik. Meskipun jumlahnya sering kali cukup besar, biaya tersebut tidak dapat diperhitungkan dalam analisis ekonomi teknik karena biaya-biaya yang telah dikeluarkan masa lalu tidak boleh mempengaruhi keputusan investasi yang diambil masa sekarang. Misalnya, jumlah biaya yang telah dikeluarkan untuk eksplorasi cadangan minyak tidak boleh diperhitungkan dalam mengambil keputusan apakah perusahaan akan

Dalam perencanaan

lkpp

melanjutkan dengan kegiatan ekspoitasi atau tidak. Apabila biayaeksploitasi (biaya investasi + biaya operasional) lebih rendah dari potensi pendapatan (volume minyak yang dihasilkan dikali harga per unit volume), keputusan rasional yang harus diambil

adalah lakukan kegiatan eksploitasi. Dalam perhitungan biaya di atas, biaya yang telah dikeluarkan untuk kegiatan eksplorasi

tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan. Dalam analisis ekonomi, biaya-biaya yang dikeluarkan dimasa lalu akibat keputusan yang diambil dimasa lalu dikenal dengan nama sunk costs. Biaya untuk iklan dan pembelanjaan dibidang R&D juga dikategorikan sebagai sunk cost.

unhas

Contoh lain dari sunk cost adalah biaya investasi atas mesin atau peralatan yang belum kembali pada saat mesin tersebut diganti sebelum umur ekonomis yang direncanakan dicapai (belum terdepresiasi penuh). Sebagai contoh, apabila sebuah

pabrik manufacturing komponen-komponen mesin menginvestasikan Rp 400 juta untuk sebuah mesin bubut dengan perkiraan umur ekonomis 10 tahun dan nilai akhir (salvage value) Rp 20 juta, maka biaya penyusutan rata-rata mesin tersebut adalah Rp

38 juta per tahun. Apabila mesin tersebut harus diganti setelah 3 tahun pemakaian (karena permintaan konsumen untuk komponen dengan presisi yang lebih tinggi atau karena tuntutan modernisasi sistim produksi), maka nilai buku (book value) mesin tersebut pada saat penggantian adalah Rp 400 juta – (3 x Rp 38 juta) = Rp 286 juta. Apabila ada perusahaan lain yang ingin membeli mesin bubut tersebut sesuai dengan nilai buku, maka sunk cost (nilai investasi yang tidak kembali) sama dengan nol. Akan tetapi, apabila pernawaran tertinggi yang diperoleh hanya sebesar Rp 250 juta, sunk cost yang harus ditanggung atas penggantian mesin tersebut sebesar Rp 36 juta.