DI RU�H HAMID diteri

DI RU�H HAMID diteri

Tetapi kesopanan dan persahabatan tidak mengijinkannya. Dan . ma oleh surat dari Gomanitsar - si pacar

ia tinggal seorang diri, tinggal menjadi pendengar yang patu � .

Baru Ia Ingat bahwa Nl�sar telah mendapat janjinya untuk me­ "Memang banyak pengarang yang berpusing pada satu hal saJa.

nonton di Menteng bersama-sama dengannya. Kembali dadanya terasa Bahkan banyak pengarang besar begitu juga. Turgenyef selalu

� olong. Ia pandangi gambarnya yang terpasang di dinding,

kemudlan merebahkan badan di bale.

menceritakan tentang pertemuan, kemudian salah seorang men­

dongeng sampai habis dan pertemuan bubar. Begitu saja. Stein- "Habis! Habislah semua.Aku mau tidur.Aku mau mengasoh!"

Ia terlampau cape. Dan tidurnya geIisah. Pagi-pagi kepabnYl

82 PRAMOEDYA ANANTA TOER : COOTA DARI JAKAR TA

KEGUGURAN CALON DRAMAWAN

. terasa pusing sehingga ia tak berani masuk kerja. Seba liknya de�

. itu. Karenanya pun tidak mengerti e s muanya ItU. Kembali dadanya menjadi bolong.

muanya

ngan diam-diam ia duduk di meja tuIisnya dan berpulu ��

all tetapl nap

"He, mengapa engkau begitu pucat?"

membaca permulaan dramanya. Ia tak tahu mengapa

"Sakit. Baru aku mau pergi ke dokter."

kali membacanya jantungnya menggigil.

an tetap

"Marilah kita bareng berjalan."

" Kalau aku teruskan:' katanya pada diri sendiri, "d

bis.a m�m­

"Pergilah dahulu. Aku ingin sendirian."

dapat mempertahankan cara demikian, tidak ada yang

Kawan itu merasa tersinggung hatinya dan pergi terlebih bantah, drama ini bakalnya jadi drama besar. Dan

apabtla tldak

dahulu. Dan Hamid merebahkan tubuhnya di bale. Ia tak tahu ada yang mengakui, aku sendiri yang mengakuin

ya kelak:'

apa yang harus dipikirkannya terlebih dahulu. Segala macam Sore itu ia bersiap hendak berjalan-jalan barang seper

empat

kecaman dari �r � dan kanan bergulung dengan dahsyatnya di

jang

jam melihat anak-anak sekolah bermain bola keran

dalam kepala. Kim terasa benar olehnya betapa ia sangat tergan­ lapangan Banteng. Tetapi seorang kawan yang pernah

menamal­

tung pada segala kecaman yang bersilang siur dengan menung­ nya agak tidak beres tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.

Sebe­

lum disilakan ia duduk di kursi. Melihat selembar �ang nama-nama dan kata-kata besar-besar yang belum pernah

permulaan

la kenal .. � embali ia ingat pada lenong yang hanya memperca­ yakan

anya,

drama, timbul kecucukan dalam hatinya dan mulai membac

dengan perhatian seksama. Akhirnya: . dl�1 pada kespontanitasan. Ah, tentu saja bila dramanya

kelak Jadl, tak ��ngkin � "Engkau mulai membuat drama aku lihat." isa dimainkan oleh lenong. Ia ingat

Shakespeare. Dan Ingatan ltu ia sampai kepada Kila yang pernah Dipandangnya Hamid lama-lama dengan mata memancarkan

mengatakan kepadanya:

perasaan hormat.

"Bagaimana pendapatmu?" Hamid bertanya dengan . "Kalau engk�u mau menulis drama, contohlah Shakespeare. Tldak ada tandingnya hingga kini dalam melukiskan manusia " menjolak di dalam dada.

harapan

. blsa dite-

"Men�pa �

u har�s menco�tohnya?" Bantahnya sekar :U:

g "Aku kira cara yang engkau pergunakan 1m ndak

dalam hannya. Aku udak ada mat melukiskan manusia. Kalau rima oleh masyarakat di masa ini. Menteri PPK pun

tidak akan

harus ��lukiskan, a��n kulukiskan keadaan mengerti ." manusia, sekalipun

� � anya dinku seorang dan barangkali juga ditambah dengan Sl Nltsar. Selain itu aku pun tidak pernah membaca

manusla I

"Mengapa?" tanya Hamid bertambah besar harapannya.

"Terlampau berat!" sambil mengisap dan menghembuskan

Shakespeare."

nafas besar. "Berat?"

Matanya me!ayan� pada rak buku. Tidak terdapat selembar pun

� uku ten tang "Engkau terlampau banyak membaca buku psychologi dmu Jlwa. Bahkan uraian-uraian kecil di majalah .

. Teru-

tldak pernah la baca. Kalau ia pernah membaca hanyalah buku tama Meader dan Tourner dan solipsisme itu nampak

berpe­

ini merusa � an engkau.

pengantarnya belaka. Itu pun telah tujuh tahun yang lalu dan ia ngaruh atas dirimu. Psychologi moder�.

e?gka�

sudah lupa semua apa isinya.

Dia terlampau tajam membelah-belah Jlwamu,

Rupa-rupanya, pikirnya kemudian, untuk menjadi dramawan merasa sangat kesepian, dan akhirnya engkau

dl

ora�g � �rus. �engerti dan membaca semua buku yang ada di

seputar dirimu sendiri belaka."

Hamid menggelengkan kepalanya. Ia tak pernah dengar dunla 1m. Plkiran demikian membuat ia merasa sebagai orang

se-

85 PRAMOEDYA ANANTA TOER : C£RITA DARl JAKARTA kerdil yang mengalami pertumbuhan sebelah dan ya?g sebelah

KEGUGURAN CALON DRAMAWAN

kemampusannya. Tapi ingat, saudara, kalau bukuku tentang ke­

lagi tinggal bugil dalam kececadan, kehinaan � n kenlst�an serta

susasteraan ini terbit, saudara harus mempelajarinya.Apalagi bagi

saudara yang mau menciptakan drama. Tahu, saudara? Pengarang­ kebodohannya. Ia merasa celaka di samplng

keseplan dan

pengarang sendiri tidak mengerti kesusasteraan. Itulah yang kekurangan.

.. . dIn dan

menyedihkan."

"Beberapa hari ini aku pun sedang sibuk membuat drama." segala kesempitan itu. Disabarkannya hatinya

Ia mencoba mencari jalan keluar untuk melepaskan

dan akhirnya dida-

"Bagus sekali! Setidak-tidak ada usaha untuk menggagalkan patnya juga:

. orang lagl yang

kemampusan drama."

"Lebih baik aku pergi kelima atau enam

kecaman dan

Besar lagi harapan Hamid.

mengetahui tentang drama, untuk melengkapkan "Tapi awas, pengarang-pengarang drama yang sudah mas uk saran yang pernah kuterima."

. dikunJungl. .

kotak akan melontarkan kecaman membabi buta seperti kuda Ia mulai berpikir-pikir siapa-siapa yang hendak

dapat dipercaya

lumping mabok pada tulisanmu kelak."

Akhirnya ditemuinya juga orang-orang yang

dram a, seorang

"Mengapa?"

pendapatnya tentang drama: seorang pengarang

. . yang ki� seda�g

"Mengapa?" guru kesusasteraan itu tertawa. "Bukankah tiap redaktur, seorang guru kesusastera�n di SMA

orang lebih percaya pada kebesarannya sendiri daripada kemung­ menyusun buku pelajaran kesusasteraan, seorang

pemaln sandi­

kinan kebesaran bagi orang lain? Arnnya saudara diajaknya ma­ wara yang kini menjadi pemain film dan merangkap

pengarang

suk ke dalam kotaknya. Dan saudara akan mendapat sumpahan scenario, dan seorang redaktur seni di radio.

kalau ketahuan ada mengetahui sedikit tentang Sartre dan Ca­ Ia bangkit dan hari itu, detik itu juga, hendak memulai: Penga-

mus, dan saudara akan dianggap termasuk mereka yang menya­ rang drama itu tak ditemuinya di rumah. Dan

setelah belJalan tak

menemui guru kesu-

nyikan keruntuhan jiwa Eropa.

kurang dari lima kilometer barulah ia bisa Sekarang tak tertahankanlah lagi bagi Hamid. Ia keluarkan sasteraan.

permulaan dramanya dan disodorkannya kepada guru itu. "Saudara, sekarang aku baru menyusun buku

kesusasteraan:'

"lni drama saudara?" sambutnya sambil memandangi kertas itu katanya. "Aku dan kawanku, tetapi selalu tidak

bisa bersesuaian

pembelahan drama

melalui sebelah hidung.

faham di soal drama. Si kawan menuntut

Ia membaca sebentar kemudian menyodorkan kertas itu dalam prosa dan puisi.Aku berpendapa� drama memp��yai ,

� elas

atau PUISI ....

kembali kepada Hanlid.

sendiri, yaitu kelas drama, terlepas dan prosa

"Ah saudara, mengapa baru permulaan sudah saudara bacakan? Perhatian Hamid tertarik. Se1embar kertas

permulaan drama

kalau guru itu

Selesaikanlah dahulu."

itu hampir-hampir saja ia keluarkan dari kantong, Hamid telah kehabisan perkataan. la pulang dengan perasaan tidak segera meneruskan kata-katanya:

kocar-kacir. Kakinya capai' dan tubuhnya seluruhnya kaku-kaku "Prosa dan puisi adalah menerangkan atau menterj

emahkan.

dan perasaan.

pegal.

Drama adalah melakukan, mengetjakan pikiran

Malam itu ia mencoba untuk meneruskan dramanya. Tetapi Beda bukan? Ah, aku menyesal sudah bersedia

bekerjasama de­

ada nunat pa �

untuk itu tenaganya telah habis. Kembali ditelentangkan tubuh­ ngan orang setolol itu. Rupa-rupanya saudara

nya di ranjangnya, dan kemudian tidur yang juga gelisah me- drama? Baik sekali - terutama di masa dunia

drama menghadapl

KEGUGURAN CALON DRAMAWAN

86 PRAMOEDYA ANANTA TOER : CooTA DARI dua. Memang indah, saudara, memang benar - tapi tidak perlu

JAKARTA

kepalanya dengan air di­

nyusul. Malam itu ia lupa mengguyuri saudara pergunakan sebagai pegangan. Saudara bisa mencari

an tara sebentar menga­

ngin sehingga mimpi yang jahat-jahat sendiri! Saudara bisa menjadi besar dengan cara saudara sendiri!"

dan menggu � ur ke­

getinya.Akhirnya ia mengalahjuga, bangkit Hamid meninggalkan rumah dramawan itu dengan semangat

tidur dengan damatnya.

pala di kamar mandi. Hingga pagi ia

� ang kocar-kacir berantakan lagi. Apabila dalam kehidupannya

tetapi makan di warung

la membutuhkan cinta, sedang ia tidak dapat mencintai, dalam dan kemudian terus mencari orang-orang

Setelah bekerja ia tidak terus pulang,

yang masuk dalam

penciptaan ini ia membutuhkan pupuk, membutuhkan keper­ daftarnya sebagai penasihat yang diharapkann

ya. Akhirnya dite­

cayaan - orang belum mau memberinya baik pupuk maupun

tu ia memperkenalkan

muinya seorang pengarang drama. Wak kepercayaan, dan ia sendiri talc mampu menyediakan untuk di­

drama dan ingin mem­

diri sebagai seorang yang berminat pada

ya dengan pandang

rinya sendiri.

buat sendiri, dramawan itu merenungin

Dal � m berjalan itu ia selalu bertanya pada hatinya sendiri,

ia membuka serangan:

mengecilkan.Antara berbisik dan berpikir kapan la pernah mendengar nama Dante dan kapan ia membaca

akan datang ini belum

"Saudara, untuk dua puluh tahun yang karangannya de Monarchia. Ia pun tak dapat menjawab apa

Indonesia yang ber-

ada kesempatan untuk lahirnya satu drama hubungannya dengan drama. Ia talc pernah dengar bahwa ada harga." •

seorang drama wan bernama Dante.

Hamid bertanya.

"Dan drama-drama saudara sendiri?"

De�gan ti � k setahunya kakinya telah membawanya ke rumah

"Ya, kadang-kadang memang dimainkan." Mardi. Lama la talc dapat menjawab segala pertanyaan yang dilon­ "Dan pendapat saudara?"

tarkan kepadanya. Ia menggulingkan tubuhnya yang layu dan

ciptaannya sendiri?

"Ah, siapa pula bisa mengeritik hasil cape di tikar Mardi, kemudian mencoba tidur.

ada yang datang menon­

Bagiku sendiri sudah senanglah kalau "Engkau terlampau cape," Mardi menuduh. "Mau minum es?"

tangan sekadarnya."

ton, apa lagi bila disambut dengan tepuk

Hamid menggelengkan kepala. Dan setelah hatinya agak reda "Bukankah tepuk tangan itu sudah suatu

pengakuan?"

Tidak berarti apa-

la bersendeku sambil memijiti kakinya.

"Tepuk tangan hanya kebiasaan saja, saudara!

"Siapa Dante?" akhirnya ia bertanya.

apa?" "Engkau tidak tahu Dante? Itu pencipta bahasa Italia?"

Hamid mengeluar-

Waktu percakapan sudah kendur, barulah

"Apa hubungannya dengan drama?"

menyodorkannya

kan permulaan dramanya dan dengan hormat

air mukanya.

"Tidak ada tentu."

kepada dramawan itu sambil memperhatikan Dan sekarang Hamid tak bisa berpikir sarna sekali.

drama?" tanyanya de­

�'Saudara sudah mulai dengan menulis

"Mengapa engkau tanyakan Dante?"

tak senang hati ia mulai

ngan pandang mengecilkan. Dan dengan

Ha� � tak menjawab. Dikeluarkan lagi permulaan dramanya

Akhirnya tersemburkan

membaca, lambat-lambat, hingga tamat.

� "Aku pernah membaca terjemahan Dante : Aku talc tahu ap� gunanya ini buku harian! Tiap hari . � � �

� ang kinl te1ah kumal dan' dibacanya kembali ucapan tokohnya

juga kata-katanya:

da � � �

de Monarchia, ka-

SJ

dust. Dust. Toh tetap aku tldak tahu. Diambilnya podot dari tanya pelahan-lahan." Kemudian menderum:

"Memang indah -

kantong. Kata tahu dicoretnya dan digantinya dengan mengerti. Apalagi manusia ini makhluk pertengahan

antara keabadian dan

"Engkau menderita, kawan," Mardi memulai lagi. "Apa yang kefanaan

va, tentu saja ia bermuka dua, berjiwa

dua, berlaku

88 PRAMOEDYA ANANTA TOER : CERITA DARI JAKARTA

89 bisa kukerjakan untukmu? Aku tak bisa melihat engkau begitu

KEGUGURAN CALON DRAMAWAN

Akhirnya tetjadi perdebatan seru antara Mardi dan tamu itu. kuyu dan remuk hari."

Puluhan nama-nama dan aliran-aliran menderu-deru, yang mana "Ceritakan padaku, apa sebabnya permulaan drama ini diang­

s � mua itu tak ada yang dikenalnya. Ia hanya kenal Utuy, Idrus,

gapnya berpegangan pada ucapan Dante dalam karangan de

St � or, I � sen � an Strindberg. Lain tak ada yang diketahuinya.

Monarchia?" Dtam-dtam ta meninggalkan kamar Mardi dengan membawa "Siapa si gila yang bercerita itu? 0, si drama wan koplo itu.Aku

sepotong dramanya. Di rumah ia baca kembali Bunga Rumah­ tahu, dia baru mencoba-coba membaca Dante. Mengapa dia

� a � an Utuy. Hatinya terpikat. Tetapi tidak ada mengisi ke­

tidak bilang dari pokoknya saja? Mengapa dia tidak bilang eng­ tngtnannya. Memanglah tidak mungkin bisa mengisi! Ia butuh kau kena pengaruh si Aquino tukang omong kosong itu?"

mencipta, menjadikan masalahnya menjadi bentuk yang nyata, Mendengar Aquino, semangat Hamid yang mulai merangkak

dan bukan menerima ciptaan orang lain. Karena itu Bunga bangun, terpukul lagi dan terbirit-birit sembunyi ke dalam gua­

Rumahmakan itu dikembalikan ke dalam rak dan ia ulang-ulang nya kembali.

membaca karangannya sendiri.

"Mengapa banyak benar nama yang harus kudengar? Menga­ Setidak-tidaknya, ia berbisik pada dirinya, sepotong karangan pa banyak amat tuduhan yang harus kuterima? Apakah suatu

. . tnt telah melakukan perasaan dan pikiranku, anggapan dan pe­

kejahatan menulis drama tanpa mengetahui semua itu?" mandanganku. Diambilnya lern dan ditempelkan selembar ker­ Dan semen tara itu datang seorang kawan masuk ke dalam

tas kwarto itu di buku hariannya, kemudian lembaran-Iembaran kamar Mardi. Ia melihat permulaan drama itu, mernbaca dengan

y ang � enjepit drama itu dilemnya pula, sehingga hasil ciptaan

penuh perhatian, kemudian: ltu terslmpan dalam sampul lembaran buku harian. "Sayang, drama ini sebenarnya bisa jadi baik, tetapi masih

Setelah itu ia pun tidur. Nyenyak. Karena, sebelumnya ia telah mernbirnbangkan apakah orang bisa menerima tokoh-tokoh

berbisik pada hatinya sendiri:

yang rnemainkan belahan satu tokoh. lni perjuangan manusia "Biarlah drama ini kukerjakan dengan tubuh dan jiwaku melawan dirinya sendiri. lni pemberontakan. Tapi orang belum

sendiri saja."

bisa menerima, atau setidak-tidaknya ia akan jadi drama terkepung - tidak bisa dimainkan. Dan musiknya? Mengapa

X- 1 953. harus menderum? Apakah harus dipergunakan orkes .... "

Amsterdam,

Mardi dan Hamid mengikuti bibir kawan yang bergerak be­ gitu cepat dan penuh keyakinan itu. "Aku pernah nonton Anouilh waktu dirnainkan di Paris. Dramanya Pesta Para Pencopet. Tahu engkau apa yang mengi­ ringi? Hanya satu fagot! Tapi toh nyaman."

"Aku tak mengerti ten tang musik," Hamid membuka mata­ nya dengan irama minta maaf. "0, saudarakah yang menulis? Maaf aku bra bukan saudara pengarangnya," kata orang itu kemalu-maluan. "Tapi saudara tak merasa terhina, bukan?"

91 "Aku kenal tuan dokter hewan Suharko. Anaknya riga orang

NYONYA DOKTER HEWAN SUHARKO