J mengeluh sebentar, duduk, mengocok mata - masih tetap dalam

J mengeluh sebentar, duduk, mengocok mata - masih tetap dalam

pelukan kegelapan - terbatuk -batuk, dan meninggalkan tempat tidurnya masing-masing. Satu dua di antaranya berjalan ter­ huyung-huyung meninggalkan gerbong, menjauh, memasuki temp at yang Iebih gelap.

Kalau lender di tenggorokan telah tersemburkan habis, sam­ pailah keduanya di pagar setasiun, menerobos eli an tara kawat­ kawat berduri dan sampai di jalanan sepeda. Suling 10k langsir mulai sering - menjerit-jerit tidak mempedulikan keIiIing. Dan Iampu kantor setasiun mulai menyala satu persatu. Juga lampu­ Iampu sepanjang ban langsiran.

Di pelataran setasiun, }Gan lama kian banyak pelita menyala: pedagang makanan dan rokok dan kopi yang mencegat keun­ tungan pagi dari kaum pekerja, kuli dan si bakal penumpang

ekspres Jakarta - Surabaya dan Jakarta -Yogya. "Gua kagak tau Iu tidur eli mana," suara rendah serak masih mengandung lender di tenggorokan.

1 70 PRAMOEDYA ANANTA TOER : CERITA DARI JAKARTA

171 "Di bawah gerbong kapur."

GAMBIR

"Ya, mari sarapan duIu."

"Kurang ajar! Gua cari-cari Iu " "Keduanya menuju ke tempat tukang pancong langganan "Emangnya takut?"

mereka. Duduk sebentar sambil mengorek mata, membuang "Ya, gua takut semalam. Terus-terusan mimpi dicekik setan."

lender kerongkongan yang datang lagi, batuk-batuk dan kadang­ "Salah Iu sendiri. Kemarin kalah juga, terns mau main aja. Baju

kadang bergaruk-garuk dari pantat hingga leher. ilang, sekarang masuk angin."

"Duduk aja dekat api. Anget."Tukang pancong menawarkan. Dan sambil mengorek kotoran mata mereka menuju ke peIa­

"Udah ngrokok?"

taran setasiun. Terompet dan suling di ban Iangsiran kian meribut

"Kopinya dulu, ah."

bersambut-sambutan. Dan tambah sering 10k meraung-raung Dan keduanya minum seteguk dua teguk, kemudian meletak- tambah banyak orang meninggalkan temp at tidurnya. Juga

kan cangkir lagi.

pengembara-pengembara yang tidur di beranda setasiun mulai "Hari baik sekarang, ya? Pagi-pagi langganan udah datang." bangun seorang demi seorang. Dan di waktu lampu beranda

Dan ketiga-tiganya mulai bicara, ramah dan dari hati ke hati. dinyalakan, semua mereka bangun dan pergi ke tempat gelap.

"San, gua dengar si Incup sudah ketangkap." Kadang-kadang mereka mengasoh seb�ntar di pinggir selokan

"Incup? Apa artinya dia? Cuma buntut, bukan kepala." atau belakang pohon atau di pojok-pojok setasiun dan mem­

"Sejaya-jaya orang, kalo miring akhirnya terguling juga," tu- buang setupak air. Sebentar kemudian bau pesing dari beberapa

kang pancong meneruskan "Tapi Iu betah amat jadi beginian, liter air pagi, yang terserak di mana-mana, mengembara ke se­

Tong!"

luas beberapa puluh meter persegi "Apa lagi sih! Dibuat baik nasib kagak jadi mendingan, dibuat Sinar Iampu dan pelita ditambah dengan puIuhan kelap-kelip

begini juga sarna aja. Apa lagi yang dipilih?" Otong membalas. rokok kretek dan kaung.

"Kan lu punya bini?"

Permainan cahaya yang tidak minta perhatian dalam dingin " Biarin punya bini kalau duit kagak masuk, ya disumpahin subuh hari yang lembab itu.

orang juga. Mendingan begini, kagak ada yang nyumpahin." "San, Hasan, enak tidurlu semalam?"

"Kan lu tiap ari dapat duit?"

"Cape gua,Tong. Begitu banyak muatan kemarin."

"Cuman cukup buat gua sendiri."

"Ah, Iu kagak main dadu, kagak nggerayang. Duit terus ma­ "Begitu serakah. Kan banyakan nguli dapatnya daripada da­ suk. Wah setahun lagi Iu mesti kaya."

gang kaya gua ni? Tapi gua kagak ngerti. Lu lebih senang kedi­ "Masa kalo mau kaya aja mesti jual idup begini? Lari pontang­

nginan. Gua dapat dikitan tapi kagak kedinginan dan saban ari panting dari Pal Merah! Garong-garong itu memang pejajaran.

bengkelai sarna orang yang punya barang." Barang diambil, bini diambil, nyawa gua mau diambil juga. Pe­

"Abis, orang-orang udah mulai pelit semua sekarang. Dulu jajaran! Sekarang, tidur di kolong gerbong.Anget juga kalau bisa

waktu gua misih kecil semua orang mau kasih gua duit kalo gua masuk ke dalam. Tapi kalo ada kontrolan - mati lu. Masa begini

minta. Sekarang? Minta duit dapatnya ludah. Bengkelai dulu baru cara cari kekayaan?"

dapat."

"Lu inget-inget aja ama yang udah-udah, San!" Di jalanan sepeda, lampu mulai banyak: sepeda dan becak. Bel "Sarapan kita?"

berderingan bersambutan antara sebentar. Sebuah pick-up nle­ luncur di jalan raya dan masuk ke halaman setasiun.

1 72 PRAMOEDYA ANANTA TOER : CERITA DARI JAKARTA

GAMBIR

"Buman pancongnya. Tu ada kulian." Setelah mehhat bekas pedang, orang itu menambalu upahnya Dan Hasan dan Otong menggigit sepotong, bangkit berdiri,

Keduanya turun dan lambat-Iambat terdengar oleh mereka: menelan cepat, dan kemudian berlari-Iarian berlumba dengan