Hubungan Suhu Permukaan dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Lahan Terbuka dan Area Terbangun

5.6 Hubungan Suhu Permukaan dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Lahan Terbuka dan Area Terbangun

Dalam pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang, salah satu fungsi yang ingin diciptakan yaitu fungsi klimatologis. Fungsi klimatologis yang diciptakan dengan dibangunnya ruang terbuka hijau yaitu sebagai pencipta iklim mikro efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman (ameliorasi iklim). Hal ini dapat dicapai dengan syarat Ruang Terbuka Hijau memiliki cukup banyak pohon tahunan dan luasan yang proporsional 30% dari keseluruhan luas wilayahnya. Dengan banyak pohon tahunan pada ruang terbuka hijau, sehingga dapat melindungi dari gangguan angin, bunyi, dan panas terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.

Pada daerah pemukiman, keberadaan Ruang Terbuka Hijau tersebar merata diseluruh Kecamatan di Kota Semarang. Ruang Terbuka Hijau merupakan prasarana penting yang berperan sebagai pengatur iklim lingkungan dengan memperkecil amplitudo perbedaan udara panas ke kondisi sejuk dan dari kondisi lembab normal.

Menurut Nurisjah et al.(2005) dalam Effendi (2007) bahwa RTH perkotaan diartikan sebagai bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik,introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Selain itu diungkapkan juga fungsi RTH baik RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi utama (intrinsik), yaitu fungsi ekologis, dan fungís tambahan (ekstrinsik), yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi.

Tabel 13. Rata-rata suhu permukaan pada penggunaan lahan di Kota Semarang

No. Penggunaan Lahan Rata-rata Suhu Permukaan ( o C)

2006 Ruang Terbuka Hijau a. Ladang

30–31 o C 30–31 o C 1. b. Sawah

28–29 o C 28–29 o C c. Vegetasi Jarang

27–28 o C 27–28 o C d. Vegetasi Rapat

28–29 o C 28–29 o C 2. Lahan Terbuka

31–32 o C 33-34 o C 3. Area Terbangun

≥ 34 o C ≥ 34 o C

Berdasarkan data pada Tabel 13 diatas, terlihat perbedaan selang suhu pada tahun 2001 dan 2006 dalam tipe penggunaan lahan yang sama. Perbedaan tersebut kemungkinan terjadi akibat factor iklim dan waktu perekaman citra landsat 7 ETM di Kota Semarang serta akibat terjadinya perubahan penutupan

lahan. Untuk lahan terbuka pada tahun 2001 nilai suhu permukaannya 31–32 o C dan terjadi peningkatan pada tahun 2006 menjadi 33-34 o

C, hal ini disebabkan semakin bertambahnya luas wilayah pada lahan terbuka di Kota Semarang. Pada tahun 2001 untuk lahan terbuka luasannya masih sempit dan dikelilingi dengan vegetasasi jarang dan jaraknya dekat, tetapi pada tahun 2006 luasnya bertambah dan jauh dari vegetasi jarang yang mengelilinginya. Menurut Purnomo (2003) bahwa ada pengaruh yang signifikan bayangan pohon dan bangunan pada suhu udara.

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2006 Kota Semarang bahwa luas Ruang Terbuka Hijau mengalami

pengurangan. Selain itu, nilai suhu permukaan tertinggi yaitu ≥34 o

C terjadi penambahan luasan distribusi spasial. Pada tahun 2001 dengan luas RTH sebesar 55,18% diketahui luasan distribusi spasial nilai suhu permukaan tertinggi mencapai 16,80% dari luas wilayah Kota Semarang. Sedangkan pada tahun 2006 dengan luas RTH sebesar 45,81% diketahui luasan distribusi spasial nilai suhu permukaan tertinggi mengalami penambahan menjadi 25,68% dari luas wilayah Kota Semarang. Pada Tabel 13, juga terlihat bahwa nilai suhu permukaan pada RTH lebih rendah dibandingkan dengan nilai suhu permukaan pada lahan terbuka dan area terbangun. Hal ini menunjukkan bahwa RTH mempunyai peran dalam pencegahan dampak dari fenomena alam seperti pemanasan global, urban heat island (UHI), dan efek rumah kaca. Menurut Effendi (2007) menyatakan bahwa

keberadaan RTH di suatu kota sangat penting untuk dipertahankan karena setiap pengurangan RTH berakibat naiknya suhu udara dengan nilai relatif besar di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah kabupaten. Menurut Agrissantika, et al. (2007) dalam Effendi (2007) menyatakan bahwa secara proporsi luasan RTH masih mempunyai potensi besar dalam hal mengurangi peningkatan suhu udara dan meredam fenomena UHI (Urban Heat Island). Potensi meredam UHI karena luasan RTH yang dimiliki suatu wilayah masih cukup luas.