Perubahan luasan distribusi spasial suhu permukaan di Kota Semarang.

5.4.2 Perubahan luasan distribusi spasial suhu permukaan di Kota Semarang.

Kota berpengaruh terhadap hampir setiap unsur-unsur cuaca. Kadar pencemaran, baik berupa zarah maupun gas, besarnya berlipat-lipat dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Akibatnya intensitas sinar matahari terutama sinar ultraviolet berkurang. Unsur lainnya yang terpengaruh adalah suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan serta terjadinya sebaran keawanan. Pengaruh kota yang paling jelas adalah suhu.

Bahang (heat), merupakan suatu energi yang berhubungan dengan kemampuan suatu benda untuk menaikkan suhu suatu benda yang lebih dingin. Ketika sinar matahari yang melalui atmosfer menerpa daratan, bagian yang tidak dipantulkan diubah menjadi bahang (heat) tepat pada permukaan itu, dan bahang ini menaikkan suhu suatu lapisan yang sangat tipis dari tanah atau batuan; akibatnya kenaikan suhunya besar. Pada tempat-tempat di permukaan bumi yang terdiri dari air (laut atau danau), sinar dapat menembus dan diserap melalui ketebalan yang cukup besar, sehingga jumlah bahang yang sama disebarkan melalui massa yang lebih besar. Akibatnya kenaikan suhu lebih kecil. Terdapat pula faktor-faktor lain yang ikut menyebabkan berkurangnya kenaikan suhu ketika sinar matahari diserap oleh permukaan air, penguapan menggunakan sebagian bahang, dan gerakan air dapat menyebarkannnya melalui lapisan yang bahkan lebih dalam daripada yang ditembus sinar.

Selama periode tahun 2001-2006, distribusi spasial suhu permukaan Kota Semarang berdasarkan perhitungan luasannya telah mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada distribusi spasial suhu permukaan adalah penurunan dan peningkatan dari luasan wilayah distribusinya. Untuk perubahan luasan wilayah distribusi spasial suhu permukaan disajikan pada Gambar 16, yang merupakan grafik perubahan luasan distribusi spasial suhu permukaan dengan hitungan persentase di Kota Semarang pada tahun 2001-2006.

s a 15.00 u

S uhu Permukaan ( C)

Gambar 16. Perubahan luasan (%) suhu permukaan Kota Semarang periode 2001-2006 Berdasarkan grafik pada Gambar 16 diatas,terlihat nilai suhu mengalami

peningkatan dan penurunan luasan distribusi. Untuk luasan distribusi spasial suhu permukaan yang mengalami peningkatan diantaranya nilai suhu 27,0 – 27,9 o C; 28,0 – 28,9 o C; 29,0 – 29,9 o C; 33,0 – 33,9 o C; ≥34,0 o

C. Untuk nilai suhu dengan peningkatan luasan distribusi terbesar yaitu suhu ≥34,0 o

C dengan luas peningkatan sebesar 3439,35 Ha atau 8,88% dari luas keseluruhan Kota Semarang. Sedangkan untuk luasan distribusi spasial suhu permukaan yang mengalami penurunan diantaranya nilai suhu <20,0 o C; 20,0-20,9 o C; 21,0–21,9 o C;

22,0-22,9 o C; 23,0-23,9 C; 24,0-24,9 C; 25,0-25,9 C; 26,0-26,9 C; 30,0-30,9 C;

31,0-31,9 o C, dan 32,0-32,9

C. Nilai suhu permukaan yang mengalami penurunan dengan luasan terbesar adalah suhu 31,0-31,9 o

C dengan luas 2809,98 Ha atau 7,26% dari luas keseluruhan Kota Semarang. Selain di Kota Semarang, perubahan luas wilayah distribusi spasial suhu permukaan juga terjadi pada kecamatan. Hasil perhitungan dan analisis untuk luasan distribusi spasial suhu permukaan pada wilayah kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Perubahan tersebut juga dapat diketahui secara visual dari peta perbandingan distribusi spasial suhu permukaan di Kota Semarang selama periode 2001-2006 yang disajikan pada Gambar 17.

C. Selama periode 2001-2006, nilai suhu ini mengalami perubahan luas distribusinya. Untuk suhu ≥34,0 o

Nilai suhu permukaan tertinggi di Kota Semarang adalah ≥34,0 o

C mengalami perubahan yaitu peningkatan luas distribusinya yang terjadi dari tahun 2001 seluas 6.505,47 Ha atau 16,80% sampai tahun 2006 menjadi 9.944,82 Ha atau 25,68% dari luas wilayah kota Semarang.

Berdasarkan data perubahan luasan distribusi suhu permukaan pada Gambar 16, pada tahun 2001 dan 2006 untuk luasan distribusi nilai suhu

permukaan yang mendominasi adalah selang 30,0-≥34,0 o

C. Hal ini dapat diindikasikan bahwa Kota Semarang telah terjadi fenomena Urban Heat Island (UHI) selama periode 2001-2006 dengan melihat nilai suhu tinggi dan distribusi suhu permukaan (Gambar 17). Heat island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun di pinggir kota (Adiningsih et al, 2001 dalam Wardhana, 2003). Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai desa.

Menurut Tursilowati (2006) menyatakan bahwa Kota Semarang merupakan daerah penyebaran Urban Heat Island (UHI) dengan suhu tinggi antara 30,0-35,0 o

C. Urban Heat Island (UHI) menyebabkan trend pemanasan yang makin tinggi yang akan berkontribusi pada pemanasan global. Hal ini disebabkan oleh tingginya laju urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya lahan terbangun (pemukiman dan industri) sehingga menyebabkan meluasnya Urban Heat Island (UHI) yaitu bertambahnya luasnya area yang bersuhu tinggi (diatas 30,0 o C).

Pada Gambar 17, terlihat bahwa distribusi nilai suhu permukaan yang tinggi (≥ 30,0 o

C) mengelompok pada pusat Kota Semarang. Distribusi nilai suhu permukaan yang tinggi dari tahun 2001 mengalami peningkatan luas dan berkembang ke arah barat, timur dan selatan Kota Semarang pada tahun 2006. Perkembangan distribusi suhu permukaan Kota Semarang memiliki kesamaan dengan perkembangan perubahan penutupan lahan untuk tipe penutupan lahan berupa area terbangun. Perkembangan area terbangun juga terdistribusi ke arah barat, timur dan selatan Kota Semarang (Gambar 13). Menurut Martono (1996) menyatakan bahwa perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh berarti (significance) terhadap iklim mikro. Pada daerah terbangun (kering) radiasi matahari akan diubah menjadi panas terindra yang meningkatkan suhu, sedangkan pada daerah bervegetasi radiasi matahari akan diserap oleh permukaan daun yang digunakan untuk proses fotosintesis sehingga akan menurunkan suhu radiasi.

Gambar 17. Peta distribusi suhu permukaan Kota Semarang tahun 2001 dan 2006