Gambaran Klinis Prokalsitonin sebagai marker sepsis pada neonatus

5. Bayi dengan galaktosemia predisposisi untuk sepsis oleh E. coli, defek imun, atau asplenia. Faktor risiko lain: Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di ruang perawatan bayi. 27 Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

2.4. Gambaran Klinis

27,28 Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. 27 Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. 28 Gambaran klinik yang bervariasi tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.2 22 pada anak dan dewasa infeksi biasanya disertai dengan demam namun pada bayi baru lahir demam bukan merupakan tanda yang khas Universitas Sumatera Utara untuk infeksi. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10 bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih banyak yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipohipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang, kelainan kardiovaskular hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi. 28 29-32 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis neonatorum. 22

2.5. Prokalsitonin sebagai marker sepsis pada neonatus

Dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus dapat digunakan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya proses inflamasi seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reaktif protein CRP, tumor nekrosis α dan Interleukin 1 dan 6. 33-35 Akan tetapi pemeriksaan tersebut tidak terlalu spesifik, karena sulit membedakan sepsis pada neonatus dengan systemic inflamatory respons syndrome SIRS pada bayi neonatus yang dirawat diruang Perinatologi atau diruang Neonatal Intensif Care Unit NICU dalam waktu yang cepat, karena harus menunggu hasil kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan yang tepat Universitas Sumatera Utara dalam waktu yang segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur darah negatif belum tentu menyingkirkan sepsis. Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium yang kurang sensitif dan spesifik, diperlukan tes yang dapat membedakan antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi. 36-39 40 Akhir akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu prokalsitonin. Tes ini banyak dipakai untuk membedakan antara SIRS dan sepsis. Prokalsitonin merupakan pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Selain itu pemeriksaan ini dapat pula digunakan untuk memantau hasil pengobatan. Prokalsitonin dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh inflamasi ditemukan sejak tahun 1993. 41-43 14 Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan septic shock. Prokalsitonin juga dapat membantu dalam diagnosa banding penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan. 44-45 Prokalsitonin PCT adalah prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116 asam amino yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid, struktur prokalsitonin secara skematis terlihat seperti pada Gambar 2.1. Prokalsitonin mempunyai berat molekul 13 kDa protein yang disandi oleh gen CALC-1 di lengan pendek kromosom 11. Secara normal semua prokalsitonin dipecah dalam tiroid menjadi calsitonin. 46 Universitas Sumatera Utara 49 Gambar 2.1 Struktur Prokalsitonin 46 Pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih dan sangat sensitif sebagai penanda infaksi bakteri. Pelepasan prokalsitonin ke dalam sirkulasi dalam kepekatan besar dalam berbagai keadaan penyakit tidak disertai dengan peningkatan kadar calcitonin secara bermakna. 46 Pemeriksaan prokalsitonin sangat bermanfaat dan lebih baik dari marker inflamasi lainnya, seperti Tumor nekrosis fak tor α, Interleukin 6, Interleukin 1 dan CRP dalam hal memprediksi prognosis pada pasien penyakit kritis. 41,45 untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut monitoring dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan Pengukuran prokalsitonin secara berkala dapat digunakan Universitas Sumatera Utara nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi. 44 Pada keadaan fisiologis, kadar prokalsitonin rendah bahkan tidak dijumpai, tetapi akan meningkat bila terjadi bakterimia dan fungimia yang timbul sesuai dengan beratnya infeksi. Tetapi pada temuan beberapa peneliti peningkatan prokalsitonin terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga prokalsitonin merupakan pengukuran yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain, misalnya laju endap darah LED, perhitungan leukosit dan C reaktif protein sebagai sarana bantu diagnosis sepsis bakteri pada anak. 47 Gambar 2.2 Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin dibanding dengan beberapa petanda sepsis lain Prokalsitonin diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi non- 46 Universitas Sumatera Utara bakteri virus dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam, seperti terlihat pada Gambar 2.2 diatas. Prokalsitonin juga dapat digunakan untuk pemantauan pengobatan disamping sebagai penanda sepsis awal, hal ini sesuai dengan penelitian di Jerman tahun 2010 yang melakukan pemantauan pengobatan terhadap pasien neonatus sepsis dan menjadi rujukan untuk pemakaian dan penghentian terapi antibiotika pada neonatus sepsis. 46 Pemeriksaan prokalsitonin merupakan suatu tes imunologi yang pada mulanya pengukuran prokalsitonin hanya dimungkinkan di laboratorium khusus, dimana hasil tes diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini sebuah alat tes Cobas 601 Cobas 6000 merupakan suatu alat tes untuk mendeteksi kadar prokalsitonin. Prokalsitonin dapat diukur secara cepat dan tepat, dengan menggunakan serum yang diperoleh dari sampel darah yang telah disentrifugasi. 18 Universitas Sumatera Utara 2.6.KerangkaKonseptual Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian = yang diteliti Faktor organisme: Jenis kuman Virulensi Faktor lingkungan: Infeksi nosokomial Higiene, Pemasangan kateter,OGT,infus Pembuatan susu formula Faktor penjamu: Lahir prematur Jenis kelamin BBLR Rendahnya SEPSIS Prokalsitonin Kultur darah CRP Jumlah leukosit Faktor organisme: Jenis kuman Virulensi Faktor lingkungan: Infeksi nosokomial Higiene Pemasangan kateter,OGT,infus Pembuatan susu Faktor penjamu: Lahir prematur Jenis kelamin BBLR Rendahnya imunitas SEPSIS Prokalsitonin Kultur darah Universitas Sumatera Utara

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN