Etiologi Faktor risiko TINJAUAN PUSTAKA

neonatorum awitan dini SAD dan sepsis neonatorum awitan lambat SAL. 2 Sepsis awitan dini SAD merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal kurang dari 72 jam dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. 19 Sepsis awitan lambat SAL terjadi lebih dari 72 jam biasa berasal dari lingkungan sekitar dan yang paling sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi dirawat inap di rumah sakit. 20 Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah berasal dari jalan lahir atau diperoleh dari lingkungan sekitar. 21,22

2.2. Etiologi

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus 23, Streptococcus pyogenes 20 dan E. coli 18. 23,24 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum 22 Berdasarkan databased perinatologi RSHAM Rumah Sakit H.Adam Malik tahun 2008 sampai tahun 2010 didapatkan pola kuman berdasarkan hasil kultur darah Staphylococus sp 33, Klebsiela 23, Pseudomonas 28 untuk tahun 2008, tahun 2009 staphylococus 27, enterobacter 18, pseudomonas 16 dan tahun 2010 staphylococus 34, pseudomonas 20, enterobacter 14. Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita di daerah pedesaan. 25 20,26 Sementara Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus. 23,24 Universitas Sumatera Utara

2.3. Faktor risiko

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain. Faktor risiko ibu: 1,2 1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1 dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya. 2. Infeksi dan demam lebih dari 38°C pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B SGB, kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya. 3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau. 4. Kehamilan multipel. 5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan. 6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu. Faktor risiko pada bayi: 1. Prematuritas dan berat lahir rendah 1,2,22 2. Asfiksia neonatorum 3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan. 4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal. Universitas Sumatera Utara 5. Bayi dengan galaktosemia predisposisi untuk sepsis oleh E. coli, defek imun, atau asplenia. Faktor risiko lain: Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di ruang perawatan bayi. 27 Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

2.4. Gambaran Klinis