Teori Belajar Konstruktivisme Tinjauan Pustaka 1. Belajar

pengajaran yang baik. Umpan balik dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting dalam perkembangan penampilan ketrampilan yang diajar. 4. Fase Motivasi Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi. Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa bahwa berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforsemen. Dalam kelas, fase motivasi dari observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru. c. Belajar Vicarious Sebagaian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”. d. Pengaturan Sendiri konsep penting dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri atau “self-regulation”. Dalam teori belajar sosial mengemukakan, Bahwa sebagaian besar dari kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita pelajari, banyak hal-hal yang lain, dari model-model dari dunia sosial kita Ratna Wilis Dahar, 1989: 28-31. Apabila kita memperhatikan perilaku model dan menciptakan kode-kode verbal atau kode-kode imagery bagi apa yang kita amati. Kita akan belajar dari model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan sebelum fase reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat terhadap perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku yang baru itu akan ditampilkan.

c. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut paradigma konstruktivistik, belajar adalah menginternalisasi dan membentuk kembali, atau mentransformasi pengetahuan baru. Transformasi terjadi melalui penciptaan pengertian baru yang menghasilkan suatu struktur kognitif Pengertian yang mendalam terjadi bila kehadiran informasi baru memicu timbulnya atau menimbulkan struktur kognitif yang menyebabkan seseorang berfikir kembali tentang ide-idenya terdahulu. Paradigma konstruktivistik lebih memperhatikan bagaimana manusia membentuk pengetahuan dari pengalaman-pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek- objek serta peristiwa-peristiwa duffi Jonassen, 1993. Paradigma konstruktivistik memusatkan perhatian analisisnya pada proses pembentukan pengetahuan dan kesadaran reflektif proses tersebut, kemungkinan sistem tanda alternatif, aspek-aspek imaginatif pebelajar misalnya: metaforis, pengetahuan pebelajar, pengembangan kesadaran diri pada proses pembentukan, dsb. Pebelajar dipandang sebagai pemikir-pemikir yang memunculkan teori-teori tentang dunia. Fase desain pada proses rancangan pembelajaran hal yang penting adalah pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dengan perspektif ganda.

2. Kemampuan Kognitif

Dalam mempelajari setiap pelajaran memerlukan kemampuan berfikir. Kemampuan berfikir termasuk pada ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghafal, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, kemampuan mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan yang penting pada ranah kognitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah yang ada di lapangan. Kemampuan ini sering disebut dengan kemampuan menstranfer pengetahuan ke berbagai situasi sesuai dengan konteksnya. Hal ini berkaitan dengan pembelajaran kontekstual. Hampir semua mata pelajaran berkaitan dengan kemampuan kognitif, karena di dalamnya diperlukan kemampuan berfikir untuk memahaminya.