Hasil Optimasi komposisi TAG

51 kondisi suhu sangat penting diperhatikan dalam rangka memaksimalkan perolehan DAG dalam produk MDAG.

4. Hasil Optimasi komposisi TAG

Berbeda dengan hasil uji RSM ketiga proses di atas, hasil uji RSM untuk fraksi TAG ini berkecenderungan memiliki nilai minimum. Reaksi gliserolisis akan mengubah TAG dalam minyak menjadi MAG dan DAG. Hsil yang diharapkan dalam percobaan ini adalah terbentuknya MAG dengan komposisi tinggi dan TAG dengan komposisi sangat rendah. Dengan bertambahnya jumlah MAG dan DAG yang terbentuk maka komposisi TAG yang ada akan semakin berkurang. Faktor suhu dan waktu reaksi akan berpengaruh dalam mengurangi kadar TAG dalam minyak setelah reaksi gliserolisis berjalan. Visualisasi permukaan respon dari data komposisi TAG dalam produk yang dihasilkan dari optimasi proses gliserolisis dapat dilihat pada Gambar 16, dimana optimasi terhadap komposisi TAG menunjukkan adanya penurunan dengan semakin bertambahnya waktu dan suhu reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi kedua variabel ini berpengaruh dalam menurunkan nilai komposisi TAG. Persamaan RSM dari proses gliserolisis RBDPO untuk komposisi TAG adalah : TAG = 2060,53 – 41,23X 1 – 54,94X 2 + 1,32 X 1 2 - 0,19 X 1 X 2 + 0,49 X 2 2 dimana, X 1 adalah waktu dan X 2 adalah suhu reaksi gliserolisis Pada uji signifikansi model, model kuadratik memiliki nilai p paling kecil yaitu ProbF = 0,0021 maka model yang tepat untuk data- data ini adalah model kuadratik karena berbeda nyata secara signifikan pada nilai α 1 0,01. Nilai R 2 dari persamaan RSM untuk komposisi TAG cukup besar yaitu 0,8325, hal ini menunjukkan variabilitas data dapat dijelaskan oleh model, sehingga model persamaan ini dapat digunakan sebagai model untuk menentukan optimasi komposisi TAG dalam produk MDAG. Hasil analisa statistik untuk data komposisi TAG dapat dilihat pada Lampiran 7. 52 Berdasarkan analisa kanonik canonical analysis untuk menentukan kondisi optimum respon yaitu komposisi MAG, diperoleh nilai kritis untuk waktu reaksi adalah 19,84 jam dan suhu 60,22°C. Pada titik kritis ini diperkirakan nilai MAG yang akan diperoleh adalah sebesar 4,07. Bentuk kontur yang memusat mengindikasikan bahwa titik stasioner merupakan respon maksimum dan minimum. Hasil analisa kanonikal menyatakan bahwa pada model ini titik stasionernya adalah minimum. Gambar 16 Pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar TAG hasil sintesis pada proses gliserolisis Pada Gambar 16 dapat dilihat pengaruh suhu terhadap komposisi TAG, dimana semakin tinggi suhu jumlah TAG semakin menurun sampai pada suatu titik dan jika suhu terus dinaikkan maka jumlah TAG akan mengalami peningkatan. Pengaruh suhu terhadap komposisi TAG lebih besar dibandingkan pengaruh waktu reaksi Gambar 16. Hal ini terlihat dari gambar kurva respon permukaan dimana respon kenaikan suhu terlihat lebih curam dibandingkan respon kenaikan waktu reaksi. Nilai TAG lebih responsif terhadap perubahan suhu daripada waktu reaksi. 53 Perubahan nilai TAG lebih besar dengan berubahnya tingkatan suhu pada reaksi gliserolisis dengan waktu reaksi yang sama, sedangkan nilai TAG relatif tidak banyak berubah dengan berubahnya lama proses pada kondisi suhu yang sama. Dengan demikian untuk menetapkan kondisi proses gliserolisis penentuan kondisi suhu sangat penting diperhatikan dalam rangka meminimalkan kadar TAG dalam produk MDAG. Hasil analisa RSM kemudian ditabulasi dalam Tabel 8 dimana perkiraan kondisi optimum proses gliserolisis untuk masing-masing parameter telah diketahui. Kondisi-kondisi optimum proses ini kemudian diverifikasi untuk melihat konsistensi proses terhadap produk yang dihasilkan. Kondisi optimum yang digunakan pada tahap verifikasi adalah kondisi yang menghasilkan rendemen tertinggi dan komposisi MAG tertinggi. Pemilihan kondisi ini didasari oleh tujuan utama penelitian yaitu menghasilkan produk MDAG dengan komposisi MAG dan DAG tinggi serta komposisi TAG rendah. . Apabila dilakukan pemurnian produk dengan cara memisahkannya menjadi komponen MAG dan DAG, komponen MAG memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Kondisi optimum dari penelitian sintesis MDAG dengan cara gliserolisis ini adalah kondisi yang dapat menghasilkan komposisi MAG tertinggi yaitu waktu reaksi selama 19,86 jam dan suhu 60,3 ˚C. Kondisi ini kemudian diverifikasi untuk mengetahui apakah model persamaan dari hasil optimasi diatas dapat digunakan dengan konsistensi yang baik. 54 Tabel 8 Hasil analisa RSM untuk optimasi proses gliserolisis Faktor Parameter Persamaan Model Nilai maksmin yang memungkinkan Waktu jam Suhu ˚C R 2 Rendemen MAG DAG TAG Rendemen = -952,52 + 10,94 X 1 + 28,80 X 2 – 0,36 X 1 2 + 0,08 X 1 X 2 – 0,24 X 2 2 MAG = -1035,07 + 25,69X 1 + 26,92 X 2 –0,83X 1 2 + 0,12X 1 X 2 – 0,24 X 2 2 DAG = -963,03 + 15,54X 1 + 28,02X 2 – 0,50X 1 2 + 0,07X 1 X 2 - 0,24 X 2 2 TAG = 2060,53 – 41,23 X 1 – 54,94X 2 +1,32 X 1 2 - 0,19X 1 X 2 + 0,49 X 2 2 86,64 42,92 53,01 4,07 22,38 19,86 19,82 19,84 63,02 60,30 60,15 60,22 0,8863 0,7775 0,8489 0,8325 Keterangan : X 1 adalah waktu reaksi dan X 2 adalah suhu reaksi 55 Verifikasi Proses Gliserolisis pada Kondisi Optimum Verifikasi kondisi optimum proses gliserolisis dilakukan sebanyak lima kali ulangan terhadap kondisi optimum untuk menghasilkan MDAG dengan komposisi MAG tinggi. Verfikasi ini dilakukan pada kondisi waktu reaksi selama 19,86 jam 19 jam 52 menit dan suhu 60,3 o C. Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG produk hasil sintesis pada verifikasi kondisi untuk mendapatkan kadar MAG tinggi dapat dilhat pada Tabel 9. Keseluruhan hasil ini akan diuji konsistensinya berdasarkan nilai coefficient of variation CV. Armore 1973 menyatakan bahwa nilai CV menunjukkan tingkat variabilitas data berdasarkan banyak sampel yang dihitung. Suatu kondisi dinyatakan konsisiten jika nilai CV kurang dari 15 0,15. Nilai CV = Standar deviasi x 100 Rata-rata Hasil perhitungan rendemen dan analisa komposisi produk pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rendemen, komposisi MAG, DAG dan TAG hasil verifikasi tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai yang diperkirakan oleh model. Perbandingan nilai rata-rata masing-masing parameter dengan nilai dari hasil perhitungan model dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG yang dihasilkan pada kondisi optimum proses gliserolisis untuk menghasilkan kadar MAG tinggi No Rendemen MAG DAG TAG 1 80,87 44,23 47,84 7,93 2 83,82 42,68 48,51 8,81 3 82,29 43,8 47,78 8,42 4 82,15 43,47 47,69 8,84 5 83,12 42,14 48,11 9,75 Rata-rata 82,45 43,26 47,99 8,75 SD 1,11 0,85 0,33 0,67 CV 0,01 0,02 0,01 0,08 Hasil perhitungan dengan model 83,06 42,08 49,16 9,6 penyimpangan 0,73 2,81 2,39 8,85 56 Pada Tabel 9 terlihat bahwa hasil perhitungan menunjukkan nilai CV untuk masing-masing parameter cukup rendah yaitu 0,02, 0,05, 0,05 dan 0,09 untuk rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG. Konsistensi pada uji verifikasi dievaluasi berdasarkan nilai koefisien variasi CV, yang diperoleh dari pembagian antara nilai standar deviasi dengan rata-rata parameter yang diuji. Nilai CV menunjukkan tingkat variabilitas data berdasarkan banyaknya sampel yang dihitung. Konsistensi data ditunjukkan oleh nilai CV yang lebih kecil dari 15 dan semakin kecil nilai CV maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi Armore 1973. Hasil perhitungan pada Tabel 9 menunjukkan nilai CV pada seluruh parameter lebih kecil dari 15, berarti pada masing-masing parameter kondisi optimasi ini sudah konsisten. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa data hasil verifikasi sudah mendekati nilai yang diperkirakan oleh model pada parameter rendemen, MAG dan DAG. Nilai rata-rata hasil verifikasi untuk kadar TAG agak jauh berbeda dengan nilai yang diperkirakan oleh model, tetapi perbedaan ini masih dapat diterima karena nilai CV dari parameter ini 0,08 15. Karakterisasi Produk MDAG Karakterisasi produk dilakukan untuk mengetahui beberapa sifat fisik dan kimia dari produk MDAG yang dihasilkan dari hasil sintesis RBDPO dengan proses gliserolisis. MDAG yang digunakan untuk uji karakterisasi ini adalah MDAG yang dihasilkan dengan menggunakan kondisi optimum proses untuk memperoleh MAG tinggi. Karakterisasi produk meliputi komposisi, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, titik leleh dan nilai HLB. Gambar 17 Produk MDAG hasil sintesis pada kondisi optimum proses gliserolisis 57 Tabel 10 Karakterisasi produk dilakukan pada hasil optimasi dari penelitian utama dibandingkan dengan MDAG komersial. Karakterisasi Bahan baku RBDPO MDAG verifikasi MDAG referensi Kadar MAG DAG TAG Kadar ALB Bilangan iod Nilai HLB Melting Point o C 100 0,12 54,14 - 28,5 - 32 43,26 47,98 8,75 0,15 46,82 9,15 49,0 -51,5 100 0,44 40,34 4,32 60 - 64,5 a. Komposisi produk Thin Layer Chromatography Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan salah satu teknik kromatografi sederhana yang dapat memisahkan campuran minyak dan lemak yang memiliki perbedaan polaritas dalam sekali elusi. TLC mempunyai beberapa keunggulan dalam kemudahan pengoperasian, sensitivitas, kecepatan, dan kemampuan untuk mendeteksi semua komponen organik Zaelani 2007. Campuran pelarut yang digunakan untuk mengelusi hasil kristalisasi M-DAG adalah petroleum eter, dietil eter, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 70:30:0,2 vvv. Campuran ini merupakan modifikasi dari Gunstone et al. 1994 yang menggunakan campuran pelarut yang sama namun dengan rasio 70:30:1 vvv petroleum eter:dietil eter:asam asetat glasial Dengan menggunakan campuran pelarut tersebut, masing-masing fraksi dapat dipisahkan berdasarkan derajat polaritasnya. Fraksi yang bersifat lebih nonpolar akan terelusi terlebih dahulu, sedangkan fraksi yang bersifat lebih polar akan tertahan lebih lama oleh adsorben. Triasilgliserol adalah fraksi yang bersifat lebih nonpolar dibandingkan fraksi lainnya DAG, dan MAG sehingga 58 triasilgliserol akan terelusi pada bagian atas lempeng TLC. Hasil elusi produk MDAG pada lempeng TLC dapat dilihat pada Lampiran 9. Kandungan MAG dalam emulsifier MDAG komersial dapat bervariasi, yaitu 40, 50, dan 90 tergantung proses produksinya O’Brien 1998. Emulsifier dengan komposisi MAG tinggi lebih ideal karena Monogliserida dapat larut dengan sempurna dalam lemak dan minyak dan terdispersi dalam air pada kondisi tertentu Gunstone et al. 1994. Pada Tabel 10 terlihat bahwa MDAG hasil sintesis pada penelitan ini termasuk pada klasifikasi MDAG dengan komposisi MAG 40 sedangkan produk MDAG referensi termasuk pada klasifikasi MDAG dengan komposisi MAG 90. Analisa komposisi produk menggunakan metode TLC memiliki kelemahan diantaranya hasil perhitungan komposisi yang relatif kasar dibandingkan metode lain misalnya gas chromatograpy GC. Pada MDAG referensi komposisi MAG mencapai 100 padahal seharusnya suatu campuran MDAG tidak hanya terdiri dari komponen MAG tetapi ada juga komponen DAG dan TAG. Hal ini disebabkan oleh akurasi yang masih kurang dari metode TLC, sehingga senyawa yang terdeteksi hanya senyawa MAG saja, sedangkan senyawa lainnya tidak terlalu terlihat pada permukaan plate. b. Kadar Asam lemak bebas Suatu produk emulsifier diharapkan memiliki kadar ALB yang kecil. Hal ini berhubungan dengan kualitas produk. Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam suatu produk emulsifier harus diminimalisasi dikarenakan dapat mempengaruhi sifat sensori dari produk tersebut. Kadar asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan produk bersifat sangat mudah rusak dan memungkinkan timbulnya bau yang tidak disukai off odor. Selain itu, tingginya asam lemak bebas dapat mempengaruhi daya emulsifikasi. Secara visual, emulsifier yang banyak mengandung asam lemak bebas akan berminyak, lengket, kurang menarik dan berwarna agak gelap Mulyana 2007. Oleh karena itu, produk 59 emulsifier diharapkan memiliki kadar ALB yang serendah mungkin karena kadar ALB tinggi dapat mengurangi kualitas produk dan mengurangi penerimaan produk di tingkat konsumen. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan kadar ALB yang terkandung dalam bahan baku sebesar 0,13 dan produk MDAG hasil sitesis sebesar 0,11 Tabel 10. Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai ALB yang dimiliki oleh MDAG referensi yaitu sebesar 0,44. Kadar ALB pada produk MDAG hasil sintesis adalah sebesar 0,11. Hal ini menunjukkan bahwa produk MDAG hasil sintesis memenuhi kriteria untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena kandungan asam lemak bebas pada produk pangan maksimal adalah sebesar 0,2. Kadar asam lemak bebas yang tinggi pada produk akan mempermudah pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton dan polimer. Oksidasi berantai menyebabkan penguraian konstituen flavor dan aroma. Pembentukan senyawa seperti peroksida, aldehida dan keton mengakibatkan bau tengik, pencoklatan minyak dan dapat menimbulkan keracunan Ketaren 2005. c. Bilangan iod Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram lipid. Nilai yang didapat menunjukan derajat ketidakjenuhan lipid. Gliserida tak jenuh lemak atau minyak mempunyai kemampuan mengabsorbsi sejumlah Iod, khususnya apabila dibantu dengan suatu carrier seperti iodin klorida atau iodin bromida, membentuk suatu senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang diabsorbsi menunjukan derajat ketidakjenuhan lemakminyak, semakin banyak iod yang diserap maka semakin banyak ikatan rangkap atau semakin tidak jenuh lemakminyak tersebut. Pada Tabel 10 terlihat bahwa nilai bilangan iod pada bahan baku masih sangat tinggi sedangkan nilai bilangan iod pada produk MDAG hasil sintesis lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi gliserolisis telah mengubah karakter fisik pada minyak. 60 Emulsifier MDAG dapat berupa ester yang padat dan mempunyai titik leleh tinggi, ester yang berbentuk cair pada suhu ruang, maupun ester berbentuk plastis yang bersifat antara bentuk padat dan cair O’Brien 1998. Ketiga jenis emulsifier tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusunnya. Semakin banyak banyak asam lemak yang yang mengandung ikatan rangkap dan semakin tidak jenuhnya asam lemak penyusunnya, maka bentuk emulsifier akan semakin lunak. Tabel 10 menunjukkan bahwa produk MDAG hasil penelitian memiliki nilai bilangan iod lebih tinggi daripada MDAG referensi berarti tekstur dari produk hasil penelitian lebih lunak daripada MDAG referensi. Tabel 11 Kegunaan MDAG berdasarkan bentuk fisik dan nilai bilangan iod Bentuk Emulsifier Kegunaan Produk Pangan Keras Bilangan iod 5 Menjaga kelembaban Pelembut crumb Pengembang volume Meningkatkan keempukan Memperbaiki tekstur Aerasi adonan Memperbaiki palatabilitas Mengurangi kelengkatan Antilengket Stabilisasi minyak Rehidrasi Emulsi kuat Stabilitas pembekuan Semua produk bakeri Semua produk bakeri Semua produk bakeri Semua produk bakeri Kue Kue Roti Permen dan permen karet Pasta Mentega kacang Kentang goreng Margarin dan produk beku Plastis Bilangan iod 60-80 Perantara antara bentuk keras dan lunak Semua produk Lunak Bilangan iod 90 atau lebih Aerasi Absorpsi air Perbaikan tekstur Emulsi lemah Pelapis dan pengisi es Pelapis dan pengisi es Saus Margarin Sumber : O’Brien 1998. . Trigliserida yang telah diubah menjadi MDAG akan mengalami perubahan pada karakteristik fisiknya. Berdasarkan bentuk fisiknya, MDAG dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu keras, plastis dan lunak. Bentuk fisik ini ditentukan oleh jenis asam lemak yang menyusunnya. 61 Tabel 11 menunjukkan hubungan nilai iodin dengan bentuk fisik dan kegunaan MDAG. Produk MDAG hasil sintesis penelitian mempunyai bilangan iod sebesar 46,81 Tabel 9. Berdasarkan ketentuan dalam Tabel 11, emulsifier MDAG produk ini termasuk dalam jenis emulsifier yang mempunyai bentuk keras sehingga cocok digunakan untuk semua produk bakeri, permen, pasta, peanut butter, margarin dan produk makanan beku. Hal yang sama juga dimiliki oleh emulsifier referensi, karena MDAG standar ini memiliki nilai bilangan iod sebesar 40,34. d. Nilai HLB Nilai HLB suatu emulsifier adalah angka yang menunjukkan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik menyukai air atau polar dan gugus lipofilik menyukai minyak atau non polar, yang merupakan sistem dua fase yang diemulsikan. HLB berdasarkan pada persentase relatif dari hidrofilik kedalam grup lipofilik dalam molekul emulsifier. Nilai tersebut menunjukkan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik menyukai air atau polar dan gugus lipofilik menyukai minyak atau non-polar dari dua fase yang diemulsikan. Emulsifier yang mempunyai nilai HLB rendah biasanya diaplikasikan ke dalam produk emulsi water in oil wo, sedangkan emulsifier dengan nilai HLB tinggi sering digunakan dalam produk emulsi oil in water ow. Pemilihan jenis emulsifier yang tepat untuk suatu sistem emulsi dapat dilakukan antara lain dengan melihat nilai HLB-nya. Selain itu, dengan diketahuinya nilai HLB emulsifier juga dimungkinkan untuk mencampurkan dua atau lebih emulsifier yang berbeda untuk memperoleh karakteristik pengemulsi yang diinginkan. Menurut Stauffer 1996 MAG diklasifikasikan sebagai emulsifier lipofilik dengan kisaran nilai HLB antara 4 – 9. Emulsifier dengan nilai HLB 2 sampai 6,5 cocok digunakan pada sistem emulsi wo, sedangkan emulsifier dengan nilai HLB 8,5 sampai 16,5 cocok untuk emulsi ow. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai HLB produk M-DAG hasil sintesis adalah 9,15 sedangkan nilai HLB 62 MDAG referensi adalah 4,32. Jika mengacu pada ketentuan Stauffer 1996, M-DAG hasil sintesis pada penelitian ini termasuk dalam emulsifier oil in water ow sedangkan dan MDAG referensi termasuk dalam emulsifier water in oil wo. Nilai HLB pada MDAG referensi lebih rendah dibandingkan MDAG hasil sintesis, berarti semakin tinggi kandungan MAG dalam produk maka nilai HLB semakin rendah. Menurut Atmaja 2000, nilai HLB pada emulsifier MDAG menurun dengan semakin meningkatnya kemurnian atau semakin banyaknya kandungan MAG dalam emulsifier. e. Titik Leleh Melting Point Titik leleh termasuk sifat fisik emulsifier yang kritis pada penggunaan emulsifier dan mempengaruhi penerimaan konsumen. Suhu pada waktu emulsifier mencair mempunyai pengaruh besar pada proses pengolahan pangan, karena titik leleh maupun kondisi proses pembuatan produk harus sesuai dengan titik leleh emulsifier. Menurut O’Brien 1998, titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair sempurna. Tabel 10 menunjukan bahwa produk MDAG hasil sintesis mempunyai kisaran titik leleh yang berkisar 49-51,5 O C dan nilai titik leleh MDAG referensi 60-64,5 O C. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi komposisi MAG maka titik leleh produk tersebut semakin meningkat. Menurut Gunstone and Padley 1997, monogliserida memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan dengan digliserida maupun trigliseridanya. Monogliserida terdestilasi memiliki peningkatan titik leleh hingga 10 O C di atas titik leleh trigliseridanya yang digunakan pada proses gliserolisis. Titik leleh MDAG hasil penelitian lebih rendah daripada titik leleh MDAG referensi. Hal ini disebabkan oleh kandungan MAG dalam MDAG referensi lebih tinggi daripada hasil penelitian karena MAG memiliki titik leleh lebih tinggi dibandingkan DAG dan TAG. MDAG 63 referensi juga biasanya telah mengalami pemurnian sehingga komponen TAG bisa hilang seluruhnya Tabel 10. Titik leleh lemak dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti bentuk kristal dan sifat asam lemak penyusunnya. Pembentukan kristal lemak polimorfisme sendiri dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar radikal asam lamak dalam kristal. Makin kuat ikatan antar molekul asam lemak, makin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan kristal. Gaya tarik antar asam lamak yang berdekatan dalam kristal ditentukan oleh panjang rantai atom C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai atom C, titik leleh akan semakin tinggi. Sebaliknya titik leleh akan semakin menurun dengan semakin banyaknya jumlah ikatan rangkap. Asam lemak jenuh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh, sebab ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat. Bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik leleh lebih tinggi daripada asam lamak bentuk cis Winarno 1992. Titik leleh suatu emulsifier harus diketahui nilainya agar dapat digunakan pada sistem emulsi yang sesuai. Menurut O’Brien 1998, suatu emulsifier baru akan bekerja apabila kelarutannya dalam suatu emulsi pada suhu tertentu sudah mencapai konsentrasi yang cukup untuk membentuk formasi pada interfasenya. Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari emulsifier, terutama dalam kaitanya dengan mengaplikasikannya pada suatu produk. Titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair sempurna. Sama halnya dengan minyak dan lemak, emulsifier MDAG tidak meleleh dengan tepat pada suatu nilai suhu tertentu. Sehingga pengukuran titik lelehnya sering kali di lakukan dengan menetapkan kisaran suhu pada saat emulsifier mulai melunak hingga cair dengan sempurna. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisa bahan baku RBDPO Refined Bleached Deodorized Palm Oil yang digunakan dalam penelitian ini menunjukan bahwa bahan baku tersebut memiliki kadar air 0,12, nilai ALB sebesar 0,12, bilangan peroksida 4,49 MeqKg, dan nilai bilangan iod sebesar 54,14. Seluruh nilai ini telah memenuhi standar bahan baku RBDPO untuk menghasilkan produk MDAG. Sintesis MDAG berbahan baku RBDPO melalui proses gliserolisis dengan katalis lipase dan menggunakan rancangan percobaan RSM memberikan hasil bahwa kondisi optimum untuk menghasilkan MDAG adalah waktu reaksi selama 19,86 jam dan suhu reaksi 60,3 o C. Uji verifikasi pada kondisi optimum menunjukkan bahwa kondisi yang didapatkan dari model perhitungan analisa RSM sudah cukup konsisten. Hal ini dibuktikan oleh nilai CV yang lebih kecil dari 15 pada masing-masing parameter. Verifikasi kondisi optimum ini menghasilkan rendemen sebesar 82,45, komposisi MAG sebesar 43,26, komposisi DAG sebesar 47,98 dan komposisi TAG sebesar 8,75. Nilai-nilai ini mendekati nilai hasil perhitungan oleh model dari analisa RSM dimana rendemen, komposisi MAG, DAG dan TAG yang mungkin terbentuk adalah 83,06, 42,08, 49,16 dan 3,60. Uji karakterisasi produk MDAG kemudian dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia produk ini. Hasil pengujian menunjukkan bahwa produk MDAG dari kondisi optimum memiliki kadar ALB 0,15 , nilai bilangan iod 46,82, nilai HLB 9,15 dan titik leleh yang berkisar antara 49,0 -51,5 o C. 65 Saran 1. Penelitian lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah penentuan profil mono dan digliserida yang terdapat pada produk MDAG hasil sintesis untuk melengkapi data yang telah diperoleh. 2. Penggunaan pelarut heksan dalam proses fraksinasi pada penelitian ini jumlahnya cukup besar. Penelitian lebih lanjut pada metode fraksinasi mungkin dibutuhkan untuk penggunaan heksan yang lebih efisien. DAFTAR PUSTAKA An, S. G. K. 2008. Prospek industri sawit sebagai bahan baku industri : tarik menarik antara pangan dan energi. Seminar Tahunan MAKSI. Penelitian dan Pengembangan untuk Mendukung Agribisnis Kelapa Sawit Nasional Bogor, 31 Januari 2008. Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia MAKSI dan SEAFAST Center IPB. [AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis. Washington: Vol IIA. AOAC Inc, 4: 17-19. Armore, S.J. 1973. Elementary Statistic and Decision Making. Charles E. Meril Publishing Co.A. BellHowell Company. Atmaja, A.A.A.M. Ratna. 2000. Studi pemurnian dan karakterisasi emulsifaier campuran mono dan diasilgliserol yang diproduksi dari distilat asam lemak minyak sawit dengan teknik esterifikasi enzimatis menggunakan lipase Rhizomucor miehei [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. August, E.G. 2000. kajian penggunaan lipase amobil dari Aspergillus niger pada pembuatan monoasilgliserol yang bersifat antibakteri dari minyak kelapa [tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Babali, B., H. A. Aksoy, M. Tuter, G. Ustun. 2001. Enzymatic esterification of -- menthol with lauric acid in isooctane by sorbitan monostearate-coated lipase from Candida rugosa. J. Am. Oil Chem. Soc. 782: 173-175. Becker, P. 1983. Encyclopedia of Emultion Technology. Volume 1 : Basic Theory. Marcel Dekker Inc., New York Berger M., K. Laumen, 1993. Regioisomerically pure mono- and diacylglycerol as synthetic building blocks. Di dalam: Watanabe, T., M.Shimizu, M., Sugiura, M. Sato, J. Kohori, N. Yamada, and K.Nakanishi. 2003. Optimation of reaction condition for the production of using immobilized 1,3 regiospecific lipase lipozyme RM IM. J. Am. Oil Chem. Soc. 80 12: 1201-1207. Bornscheuer, U.T. 1995. Lipase-catalyzed synthesis of monoacylglycerol. Enzyme. Microbial Technology. Vol.17.July : 679-586. Budijanto, S., N. Andarwulan, D. Herawati. 2001. Kimia dan Teknologi Lipida. Teori dan praktek. Teknologi Pangan dan Gizi-IPB. Chin, A.H.G. 1979. Palm oil standards in relation to marketing and revening behavior. Magazine of The Incorporated Society of Palters. Vol.55: 414-439. Christina, D. 1999. Karakterisasi dan aplikasi emulsifier campuran mono- dan diasilgliserol hasil reaksi enzimatis antara distilat asam lemak minyak sawit dan gliserol menggunakan lipase Rhizomucor miehei [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Cohran, W.G., G. M. Cox. 1962. Experimental Design. John Wiley Sons, Inc., New York Damstrup, M.L, T. Jensen, F.V. Spars, S.Z. Kiil, A.D. Jensen, X. Xu. 2006. Production of heat-sensitive monoacylglycerols by enzymatic glycerolysis in 67 tert-pentanol: process optimization by response surface methodology. J. Am. Oil Chem. Soc. 83 1: 27-33. Darnoko, H. Tjahyono, P. Guritno. 2001. Teknologi produksi biodiesel dan produksi pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS 2001, Vol.91: 17-27 Dziezak, J.D. 1988. Emulsifiers : The Interfacial Key to Emultion Stability. Journal of Food Technology Oct 1988. p. 172-186 Eckey, S. W. 1995. Vegetable fat and oil. Di dalam: Handbook of Food Agriculture. Reinhold Publishing Corporation. New York. Elisabeth J. 1997. Studi inkorporasi enzimatik eicosapentanoic acid EPA dan docosahexaenoic acid DHA pada trigliserida minyak ikan tuna dan crude palm oil [disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Elizabeth and Boyle, 1997. Monoglycerides in Food System : Current and Future Uses. Food Technology. Vol 51 no 8. Fischer, W. 1998. Production of high concentrated monoglyceride. Lecture given on occasion of the DGF-Symposium in Magdeburg Germany in October 1998. www.uic-gmbh.de . 24 September 2006 Gaspersz, V. 1995. Teknik analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito. Gunstone, F.D., J.L. Harwood, F.B. Padley. 1994. The Lipid Handbook. Chapman and Hall. London. Gunstone, F.D., F.B. Padley. 1997. Lipid Technologies and Applications. Marcel Dekker Inc. New York-Basel-Hongkong. Gupta, R.K., K. James, F.J. Smith. 1983. Sucrose ester glyceride blends as emulsifiers. J. Am. Oil Chem. Soc. 60: 862-869. Hui, Y.H. 1996. Emulsifiers For The Food Industry. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Volume 3. Edible Oil and Fat Products: Products and Application Technology. John Wiley Sons, Inc. New York. Igoe, R.S. and Y.H. Hui. 1996. Dictionary of Food Ingredients. Champman and Hall. New York Irimescu. R., K. Furihata, K. Hata, Y. Iwasaki, T. Yamane. 2001. Two step enzymatic synthesis of docosahexaenoic acid-rich symmetrically structured triacylglycerol via 2-monoacylglycerols. J. Am. Oil Chem. Soc. 78:743- 748. Jensen R. G., D. R. Galluzzo, V. J. Bush. 1990. Selectivity is an important characteristic of lipase acylglycerol hydrolase. Biocatalysis 3:307-316.` Kaewthong, W., S. Sirisansaneeyakul, P. Prasertsan, A. H-Kittikun. 2005. Continuous production of monoacylglycerols by glycerolysis of palm olein with immobilized lipase. Process Biochemistry 40 : 1532-1530 Kamel, B.S. 1991. Emulsifiers. Di dalam: J. Smith, editor. Food Additive User’s Handbook.. Blackie Academic Professional, Glasgow, UK. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia UI Press. Jakarta 68 Krog, N.J. 1990. Food emulsifiers and their chemical and physical properties. Di dalam: K.Larsson and S.E. Friberg, editor. Food Emulsions. Marcel Dekker, New York. 127-180. Lindsay, R. C. 1985. Food Additives. Di dalam: Fennema O. R., editor. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York. Linko, Y.Y., M. Lamsa, A. Huhtala, O. Rantanen. 1995. Lipase biocatalysis in the production of esters. J. Am. Oil Chem. Soc. 7211:1293-1299. Listyorini, W. 2003. Mempelajari spesifitas enzim lipase terhadap asam lemak dan aktivitas hidrolisis enzim lipase terhadap berbagai jenis minyak dengan menggunakan lipase ekstraseluler dari kapang Aspergillus sp. dan Mucor javanicus M26 II2 [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta IPB. Bogor. Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Mappiratu. 1999. Penggunaan biokatalis dedak padi dalam biosintesis antimikroba monoasilglierol dari minyak kelapa [disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Maulida, D. 2007. Kebijakan ekspor impor untuk mendukung pengembangan industri minyak kelapa sawit. Seminar Nasional Teknologi Industri Kelapa Sawit. Gelar Teknologi Industri Kelapa Sawit Dari Hulu Hingga Hilir Jakarta 18- 19 Juli 2007. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT. Mc Neill, P.G., R.R. Berger. 1993. Enzymatic glycerolysis of palm oil fractions and a palm oil based models mixture : relation ship between fatty acid compotition and monoglyceride yield. Food Biotechnology, 7 1:75-87. Mettler, E., W. Seibel. 1995. Optimizing of rye bread recipes containing monodigliyceride, guar gum, and carboxymethylcellulose using a maturograph and an ovenrise recorder. Cereal Chem. 721: 109-115. Mori, T., S. Kishimoto, K. Ijiro, A. Kobayashi, Y. Okahata. 2001. A lipid coated lipase as an efficient hydrolytic catalyst in the two-phase aqueous-organic system. Biotechnology and Bioengineering. 76 2: 157-163. Mulyana, R. 2007. Sintesis mono dan diasilgliserol dari minyak kelapa dengan cara gliserolisis kimia [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta IPB. Bogor. Myrnes, B., H. Barstad, R.L. Olsen, E.O. Elvevoll. 1995. Solvent-free enzymatic glycerolysis of marine oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 72 11: 1339-1344. Noureddini, H., D.W. Harkey, M.R. Gutsman. 2004. A continuous process for the glycerolysis of soybean oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 811:1-5 O’Brien, R.D. 1998. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications. Technomic, Publishing Co., Inc., Lancaster-Basel, p. 122-127. Pecnik, S. dan Z. Knez. 1992. Enzymatic fatty ester synthesis. J. Am. Oil Chem. Soc. 69 3:261-265. Plou, J.F., M. Barandiarn, V.M, Calvo, A. Ballesteros, E. Faster. 1996. High-yield production of mono-and di-oleylglycerol by lipase-catalyzed hydrolysis of triolein. Enzyme Microb.Technol. 18: 66-71. 69 Quinlan, P. dan S. Moore. 1993. Modification of triglycerides by lipases: process technology and its application to the production of nutritionally improved fats. INFORM 4:580-585. Rahman, N. 1997. Mempelajari pengaruh substitusi tepung singkong, tepung kedele dan penambahan gliseril monostearat terhadap sifat-sifat roti tepung terigu [skripsi]. Fateta IPB. Bogor. Rendon, X., A. Lopez-Munguia, E. Castillo. 2001. Solvent engineering applied to lipase-catalyzed glycerolysis of triolein. J. Am. Oil Chem. Soc. 78 10:1061-1066. Rousseau, D., A.G. Marangoni. 2002. Chemical interesterification of food lipids: theory and practice. Di dalam: Akoh, C.C., D.B. Min, editor. 2002. Food Lipids : Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Marcel Dekker,Inc. NewYork. Sanches, C., C.F. Klopfenstein, C.E. Walker. 1995. Use of carbohydrate-based fat shotbread cookies. Cereal Chem. 721: 25-29. Satiawiharja, B., Mappiratu, Herman. 1999. Penggunaan lipase dedak padi dan lypozime dalam biohidrolisis olein minyak sawit dan interesterifikasi enzimatik untuk menghasilkan bahan baku cocoa butter equivalent. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan PATPI. 494-507. Standar Nasional Indonesia. 1987. Refined Bleached Deodorized Palm Oil. SNI 01- 0014. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Stauffer, C. E. 1996. Di dalam : Hui, Y.H. 1996. Emulsifiers For The Food Industry. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Volume 3. Edible Oil and Fat Products: Products and Application Technology. John Wiley Sons, Inc. New York. Van Camp, J., A. Huyghebaert, P. Goeman. 1998. Enzymatic synthesis of modified fats. Di dalam: Christope, A.B., editor. Structural Modified Food Fats : Synthesis, Biochemistry and Use. AOCS Press Champaign Illinois. p.20-45. Watanabe, T., M. Shimizu, M. Sugiura, M. Sato, J. Kohori, N. Yamada, K. Nakanishi. 2003. Optimization of reaction conditions for the production of DAG using immobilized 1,3-regiospecific lipase lipozyme RM IM. J. Am. Oil Chem. Soc. 8012:1201-1208. Wachyudi, B. 2007. Strategi pengembangan industri turunan kelapa sawit. Seminar Nasional Teknologi Industri Kelapa Sawit. Gelar Teknologi Industri Kelapa Sawit Dari Hulu Hingga Hilir Jakarta 18-19 Juli 2007. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT. Willis, W. M., A.G. Marangoni. 2002. Enzymatic Interesterification. Di dalam: Akoh, C.C., D.B. Min, editor. Food Lipid : Chemistry, Nutrition and Biotechnology. Marcell Deckker. New York. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Xu, X., T. Porsgaard, H. Zhang, J. Adler-Nissen, C.E. Hoy. 2002. Production of structured lipids in a packed-bed reactor with Thermomyces lanuginosa lipase. J. Am. Oil Chem. Soc. 796:561-565. 70 Zaelani, A. 2006. sintesis mono dan diasilgliserol dari rbdpo dengan cara gliserolisis menggunakan katalis natrium metoksida [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta IPB. Bogor. Zuyi, L., Ward O.P. 1993. Lipase-catalyzed alcoholysis to concentrate the n-3 polyunsaturated fatty acid of cod liver oil. Enzyme Microb Technol. 15:601-606. LAMPIRAN 72 Lampiran 1 Penimbangan bahan baku Rantai asam lemak yang paling dominan terkandung dalam minyak RBDPO adalah asam lemak dengan 16 rantai karbon C 16 atau asam Palmitat serta asam lemak dengan 18 rantai karbon dengan satu buah ikatan rangkap C 16:1 atau oleat. Struktur molekul dari minyak RBDPO berdasarkan komponen asam lemak yang paling dominan adalah sebagai berikut dalam bentuk trigliserida : Dengan demikian, berat molekul BM dari RBDPO dalam bentuk trigliserida dapat dihitung. Perhitungan BM trigliserida TG dari RBDPO dapat dilihat di bawah ini : BM TG = BM gliserol + 2 x BM asam palmitat + BM asam oleat – 3 x BM air = 92 + 2 x 256 + 282 – 3 x 18 = 832 Contoh perhitungan jumlah masing-masing substrat RBDPO:gliserol pada rasio 1:3 untuk 5 g campuran RBDPO dan gliserol adalah sebagai berikut : BM Ttrigliserida RBDPO = 832 BM gliserol = 92 BM total = 1 x BM trigliserida + 3 x BM gliserol = 1 x 832 + 3 x 92 = 832 + 276 = 1108 O O H 2 C—OC—C 15 H 31 HC—OC—C 15 H 31 H 2 C—OC—CH 2 7 —CH—CH—CH 2 7 —CH 3 O 73 Berat RBDPO yang digunakan = g x BM BM total RBDPO 5 = g x 5 1108 832 = 3.7544 g Berat gliserol yang digunakan = g x BM BM total total gliserol 5 = g x 5 1108 276 = 1.2456 g Jadi berat masing-masing substrat untuk rasio 1:3 adalah 3.7544 g minyak dan 1.2456 g gliserol Gliserol yang telah ditimbang kemudian dicampur dengan silika gel dengan perbandingan 1:1 ww. Untuk mencampur 1.2456 g gliserol, bobot silika gel yang digunakan adalah sebanyak 1.2456 g. Campuran ini kemudian diaduk sampai homogen. Campuran yang telah homogen ini baru dapat direaksikan bersama-sama dengan minyak. Penentuan jumlah katalis yang digunakan berdasarkan konsentrasi yang akan ditambahkan pada setiap reaksi. Contoh perhitungan : Konsentrasi katalis yang digunakan pada campuran substrat adalah sebanyak 10 dari berat minyak. Berat minyak RBDPO pada rasio 1:3 = 3.7544 g Jadi jumlah katalis yang digunakan = 10 x 3.7544 g = 0.3754 g 74 Lampiran 2 Penentuan berat total MDAG secara teoritis Reaksi esterifikasi yang terjadi pada RBDPO dan gliserol menghasilkan empat kemungkinan MAG dan DAG dengan struktur molekul yang berbeda berdasarkan letak ikatan rantai asam lemaknya. Reaksi esterifikasi yang terjadi adalah sebagai berikut : + H 2 C—OH + H 2 C—OH HC—OC—palmitat H 2 C—OH O MAG 2 + H 2 C—OC—oleat O O H 2 C—OC—palmitat HC—OH DAG 2 H 2 C—OC—palmitat HC—OH O MAG 1 O O H 2 C—OC—palmitat HC—OC—palmitat H 2 C—OH DAG 1 H 2 C—OH HC—OH H 2 C—OH gliserol 3 O O O H 2 C—OC—Palmitat HC—OC—Palmitat H 2 C—OC—Oleat Trigliserida RBDPO 3 katalis + + H 2 C—OH O MAG 3 + O O H 2 C—OC—palmitat HC—OH DAG 3 HC—O—oleat HC—OH H 2 C—OC—oleat 75 Perhitungan masing-masing berat produk : mol Trigliserida RBDPO untuk sampel 5 g = BM massa = 832 7544 . 3 g = 0.0045125 mol massa MAG 1 = 13 x 0.0045125 mol x BM MAG1 = 13 x 0.0045125 mol x 330 = 1.4892 g massa MAG 2 = 13 x 0.0045125 mol x 330 = 1.4892 g massa MAG 3 = 13 x 0.0045125 mol x 356 = 1.5186 g massa DAG 1 = 13 x 0.0045125 mol x 568 = 2.5674 g massa DAG 2 = 13 x 0.0045125 mol x 594 = 2.6848 g massa DAG 3 = 13 x 0.0045125 mol x 594 = 2.6848 g massa total MDAG teoritis = 13 massa MAG 1 + massa MAG 2 + massa MAG 3 + massa DAG 1 + massa DAG 2 + massa DAG 3 massa total MDAG teoritis = 13 1.4892 g + 1.4892 g + 1.5186 g + 2.5674 g + 2.6848 g + 2.6848 g = 4.1447 g 76 Lampiran 3 Tabulasi hasil analisa sifat kimia bahan baku Analisis bahan baku Referensi Hasil analisis Kadar air Kadar ALB Bilangan Peroksida Meqkg Bilangan iod 0.10 SNI, 1987 0.15 SNI, 1987 5.00 Willis et al., 2002 50-55 SNI, 1987 0.12 0.12 4.49 54.14 Lampiran 3a.Hasil analisa kadar air bahan baku RBDPO ulangan bobot wadah g bobot wadah+sampel g bobot wadah+sampel setelah pengeringan g Kadar air 1 64.6381 69.6381 69.6331 0.10 2 64.7645 69.7645 69.7575 0.14 Rata-rata 0.12 Lampiran 3b.Hasil analisa kadar asam lemak bebas bahan baku RBDPO ulangan volme titrasi NaOH ml molaritas NaOH bobot sampel g ALB 1 0.8 0.01 5.0184 0.13 2 0.6 0.01 5.0213 0.10 rata-rata 0.12 Lampiran 3c.Hasil analisa bilangan peroksida bahan baku RBDPO ulangan berat sampel g titrasi minyak ml titrasi blanko ml normalitas natrium tiosulfat bilangan peroksida Meqkg 1 5.0349 7.2 6.95 0.1 4.97 2 4.9725 7.15 6.95 0.1 4.02 rata-rata 4.49 Lampiran 3d.Hasil analisa bilangan iod bahan baku RBDPO ulangan Normalitas Natrium tiosulfat titrasi blanko ml titrasi contoh ml bobot sampel g Bilangan iod 1 0.1 45.25 23.7 0.5049 54.17 2 0.1 45.25 23.7 0.5055 54.10 rata-rata 54.14 77 Lampiran 4 Data pengaruh penambahan pelarut heksan, suhu dan waktu reaksi terhadap hasil sintesis proses gliserolisis 1. Data pengaruh penambahan pelarut heksan Suhu 62°C Waktu Reaksi 23 jam Bobot substrat 5 g Perbandingan substrat 1 : 3 RBDPO : Gly Perhitungan Rendemen perlakuan Ulangan Produk g P. Teoritis g Rendemen H0 1 1.9311 4.1395 46.65 2 2.8269 4.1395 68.29 3 2.1070 4.1395 50.90 Rata-rata 55.28 H5 1 3.0402 4.1395 73.44 2 3.0545 4.1395 73.79 3 3.0121 4.1395 72.76 Rata-rata 73.33 H10 1 2.9340 4.1395 70.88 2 2.9686 4.1395 71.71 3 2.9104 4.1395 70.31 Rata-rata 70.97 Komposisi Produk perlakuan Ulangan MAG DAG TAG H0 1 22.98 58.90 18.12 2 35.10 47.44 17.46 3 27.94 59.58 12.47 Rata-rata 28.67 55.31 16.02 H5 1 38.44 55.23 6.33 2 38.69 57.66 3.64 3 39.18 56.24 4.58 Rata-rata 38.77 56.38 4.85 H10 1 37.42 57.76 4.81 2 37.50 56.96 5.54 3 35.68 61.29 3.02 Rata-rata 36.87 58.67 4.46 78 Hasil Analisa TLC pengaruh penambahan pelarut heksan terhadap komposisi produk MDAG H0 1 H0 2 H0 3 H5 1 H5 2 H5 3 H10 1 H10 2 H10 79 2. Data penentuan suhu reaksi terbaik Waktu reaksi 23 jam suhu 55, 60, 62, 65 dan 70 ˚C bobot substrat 5 g substrat ditambah heksan 5 ml sampel diulang 2 ulangan fraksinasi 48 jam 7˚C suhu ulangan rendemen MAG DAG TAG 55˚C 1 70.44 36.29 55.49 8.22 2 68.29 30.79 56.41 12.8 rata-rata 69.37 33.54 55.95 10.51 60˚C 1 79.18 39.18 55.23 5.59 2 79.23 39.92 50.49 10.45 rata-rata 79.21 39.55 52.86 8.02 62˚C 1 78.24 37.86 55.16 6.98 2 77.24 38.12 52.96 8.92 rata-rata 77.74 37.99 54.06 7.95 65˚C 1 76.49 37.86 58.29 14.32 2 75.62 38.12 55.12 20.76 rata-rata 76.06 37.99 56.71 17.54 70˚C 1 57.27 18.91 55.27 25.82 2 61.29 21.44 59.21 19.35 rata-rata 59.28 20.175 57.24 22.585 80 55 1 55 2 601 60 2 62 1 62 2 65 1 65 2 70 1 70 2 Hasil Analisa TLC pengaruh suhu terhadap komposisi produk MDAG 81 3. Data penentuan waktu reaksi terbaik Waktu reaksi 2, 4, 6, 8, 10, 16, 18, 20, 22, dan 24 jam suhu 60 ˚C bobot substrat 5 g substrat ditambah heksan 5 ml sampel diulang 2 ulangan fraksinasi 48 jam 7˚C waktu reaksi ulangan Rendemen MAG DAG TAG 2 jam 1 40.36 18.23 26.75 55.02 2 38.22 12.06 47.65 40.29 rata-rata 39.29 15.15 37.20 47.66 4 jam 1 51.73 18.54 35.23 46.23 2 54.27 16.98 38.69 44.33 rata-rata 53.00 17.76 36.96 45.28 6 jam 1 60.55 22.39 37.95 39.66 2 58.24 24.12 38.96 36.92 rata-rata 59.40 23.255 38.455 38.29 8 jam 1 61.49 27.34 42.11 30.55 2 61.75 25.98 38.96 35.06 rata-rata 61.62 26.66 40.535 32.81 10 jam 1 62.34 25.91 42.08 32.01 2 62.96 28.03 42 29.97 rata-rata 62.65 26.97 42.04 30.99 16 jam 1 68.99 30.04 47.18 22.78 2 70.27 29.79 41.44 28.77 rata-rata 69.63 29.915 44.31 25.775 18 jam 1 73.26 39.88 45.68 14.44 2 73.01 37.97 43.54 18.49 rata-rata 73.135 38.925 44.61 16.465 20 jam 1 80.95 43.11 56.89 2 84.03 45.06 42.96 11.98 rata-rata 82.49 44.085 49.925 5.99 22 jam 1 80.56 39.76 50.21 10.03 2 77.93 38.02 49.55 12.43 rata-rata 79.245 38.89 49.88 11.23 24 jam 1 71.42 32.99 52.95 14.06 2 72.67 30.85 56.81 12.34 rata-rata 72.045 31.92 54.88 13.2 82 Hasil Analisa TLC pengaruh waktu reaksi terhadap komposisi produk MDAG 83 Lampiran 5 Nilai variabel yang digunakan dalam penelitian utama berdasarkan sistem pengkodean No kode waktu kode suhu waktu suhu 1 -1 -1 17.17 56.5 2 1 -1 22.83 56.5 3 -1 1 17.17 63.5 4 1 1 22.83 63.5 5 -1.414 16 60 6 1.414 24 60 7 0 -1.414 20 55 8 0 1.414 20 65 9 0 0 20 60 10 0 0 20 60 11 0 0 20 60 12 0 0 20 60 13 0 0 20 60 84 Lampiran 6a. Nilai Rendemen dan Komposisi Produk Hasil optimasi No waktu suhu Rendemen MAG DAG TAG 1 17.17 56.5 67.53 29.8 44.96 25.24 2 22.83 56.5 74.45 28.21 43.06 28.73 3 17.17 63.5 79.56 29.78 44.45 25.77 4 22.83 63.5 89.69 32.85 45.34 21.81 5 16 60 70.83 35.45 47.72 16.83 6 24 60 82.26 30.16 45.39 24.45 7 20 55 73.16 39.88 48.14 11.98 8 20 65 79.28 39.88 48.64 11.48 9 20 60 82.93 43.5 52.37 4.13 10 20 60 82.28 45.11 50.9 3.99 11 20 60 83.41 41.75 53.4 4.85 12 20 60 81.76 42.78 53.43 3.79 13 20 60 84.42 41.35 54.9 3.75 85 Lampiran 6b Gambar plate hasil analisa TLC pada optimasi proses gliserolisis 86 Lampiran 7 Hasil olah data statistik pada optimasi proses gliserolisis menggunakan software SAS.62

1. Nilai Rendemen