Penentuan Perkiraan Suhu Reaksi Terbaik untuk Gliserolisis Penentuan Perkiraan Waktu Reaksi Terbaik untuk Gliserolisis

26 merupakan produk MDAG yang kemudian dianalisa untuk memperoleh nilai bagi parameter-parameter yang diuji. Penentuan Titik Tengah pada Optimasi Proses gliserolisis untuk Sintesis MDAG

1. Penentuan Perkiraan Suhu Reaksi Terbaik untuk Gliserolisis

Penentuan perkiraan suhu proses gliserolisis dilakukan untuk menentukan perkiraan suhu yang dapat menghasilkan produk MDAG yang relatif terbaik. Kriteria produk MDAG terbaik adalah produk dari proses yang menghasilkan rendemen yang tinggi, dimana kadar MAG dan DAG tinggi serta kadar TAG rendah. Hasil yang diperoleh kemudian digunakan dalam menentukan titik tengah dalam rancangan percobaan optimasi reaksi gliserolisis untuk sintesis MDAG. Penentuan perkiraan suhu dilakukan dengan menguji lima level suhu yaitu 55, 60, 62, 65 dan 70 ˚C Gambar 6. Perlakuan diulang sebanyak dua ulangan sehingga diperlukan 10 sampel percobaan. Reaksi pada tahap ini dilakukan selama 23 jam. 27 Gambar 6 Diagram alir penentuan suhu reaksi terbaik pada proses gliserolisis untuk sintesis MDAG Agitasi dengan rotary shaker selama 23 jam dan suhu 55,60,62,65 dan 70 ˚C Heksan 5 ml Lipase 10 Pengenceran produk dengan pelarut heksan sebanyak 50 ml Pemisahan produk dari enzim dan silika gel menggunakan sentrifuse 1000 rpm selama 5 menit Fraksinasi produk pada suhu 7 ˚C selama 16-18 jam Pemisahan produk dari heksan dengan penyaringan MDAG Analisis MDAG + heksan Heksan Lipase +silika gel RBDPO + Gliserol telah dicampur silika gel 1:3 molmol 28

2. Penentuan Perkiraan Waktu Reaksi Terbaik untuk Gliserolisis

Penentuan perkiraan lama proses atau waktu reaksi gliserolisis yang relatif terbaik dilakukan untuk menghasilkan MDAG mono- diasilgliserol dengan rendemen yang tinggi, kadar MAG tinggi dan kadar TAG yang rendah. Hasil yang diperoleh kemudian digunakan dalam menentukan titik tengah perancangan optimasi reaksi gliserolisis. Gambar 7 Diagram alir penentuan waktu reaksi terbaik pada proses gliserolisis untuk sintesis MDAG Agitasi dengan rotary shaker selama 2,4,8,10,16,18,20,22 dan 24 jam dan suhu 60 ˚C Heksan 5 ml Lipase 10 Pengenceran produk dengan pelarut heksan sebanyak 50 ml Pemisahan produk dari enzim dan silika gel menggunakan sentrifuse 1000 rpm selama 5 menit Fraksinasi produk pada suhu 7 ˚C selama 16-18 jam Pemisahan produk dari heksan dengan penyaringan MDAG Analisis MDAG + heksan Heksan Lipase +silika gel RBDPO + Gliserol telah dicampur silika gel 1:3 molmol 29 Proses gliserolisis dilakukan pada substrat RBDPO dan gliserol sebanyak 5 g yang diagitasi dan dipanaskan sampai suhu 60 ˚C kemudian ditambahkan enzim lipase 10 ww oil dan pelarut heksan 5 ml. Lama proses gliserolisis yang dicobakan adalah 2, 4, 8, 10, 16, 18, 20, 22, dan 24 jam Gambar 7, seluruh perlakuan diulang 2 kali sehingga diperlukan 18 sampel perlakuan. Lama proses yang relatif terbaik digunakan sebagai titik tengah dalam mencari kondisi optimum untuk sintesis MDAG. Optimasi Reaksi Gliserolisis untuk Sintesis MDAG Optimasi dilakukan untuk mencari kondisi optimum proses gliserolisis yang dapat menghasilkan MDAG dengan komposisi MAG dan DAG tinggi serta komposisi TAG rendah. Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap ini mengikuti rancangan Central Composite Design CCD dari Respon Surface Methodology RSM dengan dua variabel yaitu waktu dan suhu reaksi gliserolisis. Interval variabel berupa perlakuan dan kode perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 5 Cochran and Cox 1962. Tabel 4 Perlakuan dan kode perlakuan untuk optimasi proses gliserolisis Kode Perlakuan Perlakuan -1,414 -1 0 1 1,414 Waktu jam 16 17,17 20 22,83 24 Suhu °C 55 56,5 60 63,5 65 Contoh perhitungan penentuan nilai pada kode 1. Nilai suhu pada kode 1 = 60 o C + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − 60 65 414 , 1 1 x o C = 63,5 o C 30 Tabel 5 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean No. Suhu °C Waktu Reaksi jam 1 -1 -1 2 1 -1 3 -1 1 4 1 1 5 -1,414 6 1,414 7 0 -1,414 8 0 1,414 9 0 10 0 11 0 12 0 13 0 Sumber : Cochran and Cox 1962 contoh kondisi suhu dan waktu reaksi pada perlakuan nomor 1 : waktu reaksi -1 = 17,17 jam suhu reaksi -1 = 56,5 o C Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Central Composite design. Model Respon surface digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan waktu dan suhu reaksi terhadap redemen produk, serta komposisi MAG, DAG dan TAG dalam produk. Titik tengah perancangan penelitian diambil dari suhu dan waktu reaksi terpilih pada penelitian sebelumnya. Seluruh perlakuan terdiri dari 13 set percobaan, dimana model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah : ε β β β β + + + + = ∑ ∑ ∑ − = = = = k k j i k i i ii k i i i X X X Y , 1 2 j 1, i j i, 1 2 1 X Keterangan : Y = Respon pengamatan β0 = Intercept βi = Pengaruh linier βii = Pengaruh kuadratik βij = Pengaruh interaksi perlakuan Xi = Kode untuk faktor ke-i 31 Xj = Kode untuk faktor ke-j k = Jumlah faktor yang dicobakan Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan software SAS v6.12 dan bentuk permukaan tanggap diperoleh dengan menggunakan software Surfer 32 Verifikasi Kondisi Optimum Proses Gliserolisis untuk Sintesis MDAG Setelah diperoleh kondisi optimum dengan parameter-parameter diatas, kemudian dilakukan verifikasi dengan 5 ulangan dan dilakukan analisa sifat fisikokimia produk meliputi komposisi analisa TLC, kadar asam lemak bebas AOAC, 1995, bilangan iod dengan metode Wijs AOAC, 1995, Titik leleh AOAC, 1995 dan nilai HLB AOAC, 1995. Pengamatan Rendemen Rendemen dihitung dari persentase bobot produk MDAG yang diperoleh dari hasil percobaan g dibandingkan dengan bobot produk secara teoritis yang diperoleh dari hasil perhitungan reaksi kimia pada lampiran 2. Rendemen = Bobot produk MDAG percobaan x 100 Bobot produk MDAG teoritis Komposisi Gliserida Metode TLC Sebanyak 0,05 g produk MDAG dilarutkan dalam 1 ml kloroform. Kemudian sebanyak 1 µl larutan diaplikasikan pada TLC plate dalam bentuk spot bulat ditotol dengan jarak antar spot antar sampel 2 cm. TLC plate kemudian dielusi menggunakan campuran pelarut petroleum eter : dietil eter : asam asetat glasial 70:30:0,2 vvv yang telah dijenuhkan dalam chamber glass. Setelah elusi selesai dilakukan sampai tanda batas atas pada TLC plate, plate dikeluarkan dari chamber kemudian didiamkan beberapa menit sampai uap dari pelarut hilang. Identifikasi kemudian dilakukan dengan menyemprotkan larutan fluoresens seperti Rhodamine 6G atau 2’,7’-dichlorofluorescein pada TLC plate, sehingga fraksi-fraksi hasil pemisahan produk MAG, DAG dan TAG dapat dilihat dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 256 nm. Spot – spot yang 32 terbentuk kemudian diberi tanda dengan menggunakan pensil untuk memperjelas area fraksi-fraksi yang telah terpisah. Gambar 8 TLC Plate Pengukuran kadar MAG dilakukan secara kuantitatif dengan membandingkan luas area fraksi MAG dengan total fraksi yang terbentuk dari hasil elusi produk MDAG dalam TLC plate. Hal ini dilakukan dengan cara menggambar ulang fraksi-fraksi spot yang terbentuk dalam TLC plate diatas kertas kalkir, kemudian kertas-kertas ini digunting sesuai dengan area-area fraksi yang terbentuk, sehingga masing-masing guntingan ini bisa ditimbang. Hasil timbangan menunjukkan kuantitas masing-masing fraksi yang terkandung dalam produk MDAG. Nilai fraksi MAG yang tebentuk dalam produk dihitung berdasarkan berat potongan kertas fraksi MAG dibagi berat potongan kertas total fraksi MAG, DAG dan TAG dikali 100. Perhitungan nilai fraksi DAG dan TAG sama dengan perhitungan komposisi untuk fraksi MAG. Kadar MAG = Bobot kertas fraksi MAG g x 100 Bobot kertas seluruh fraksi g Kadar DAG = Bobot kertas fraksi DAG g x 100 Bobot kertas seluruh fraksi g Fraksi MAG Fraksi DAG Fraksi TAG 33 Kadar TAG = Bobot kertas fraksi TAG g x 100 Bobot kertas seluruh fraksi g Bilangan Peroksida AOAC 1995 Contoh minyak ditimbang seberat 5 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer tertutup dan diisi dengan gas N 2 . sampel ditambah dengan 10 ml kloform dan distirer kemudian ditambah asam asetat glasial sebanyak 15 ml. Larutan KI jenuh ditambahkan sebanyak 1 ml kemudian ditutup dengan cepat, digoyang selama 1 menit. Sampel disimpan di tempat yang gelap selama 5 menit pada suhu 15 o C sampai 25 o C. Setelah itu, sampel ditambahkan 75 ml air destilata. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0,002N dan digoyang dengan kuat. Larutan pati yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan hingga warna biru menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap blangko. BP = 1000 x m xT Vb Vs − Keterangan : BP = bilangan peroksida meq O 2 kg Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel ml Vb = volume sodium thiosulfat untuk titrasi blangko ml T = konsentrasi sodium thiosulfat yang distandarisasi m = massa sampel g Kadar Asam Lemak Bebas ALB AOAC 1995 Sampel ditimbang sebanyak 5,6 g kemudian dilarutkan ke dalam 50 ml etanol alkohol 95. Larutan ini kemudian ditrasi dengan NaOH 0,01N dengan indikator fenoftalein hingga terlihat warna merah muda selama 10 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan : Kadar Asam = m x M x T x V 10 Keterangan : V = volume ml KOH untuk titrasi T = normalitas larutan KOH 34 M = berat molekul sampel m = jumlah sampel yang digunakan Kadar Air dalam Minyak RBDPO AOAC 1995 Sampel RBDPO ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan alumunium yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven bersuhu 105 ˚C dandiketahui beratnya. Sampel dimasukka kedalam oven selama 6 jam kemudian dipindahkan dalam desikator dan didinginkan. Setelah dingin kemudin cawan ditimbang kembali dan proses diulang sampai bobot cawan tetap. Kadar air dihitung dengan menggunakan perhitungan berikut Kadar air KA = c- a-b x 100 c dimana : a = berat cawan dan sampel b = berat cawan dan sampel akhir c = berat sampel awal Bilangan Iod, Metode Wijs AOAC 1995 Sampel minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 g dalam labu erlenmenyer 500 ml, ditambahkan 20 ml larutan kloroform, 25 ml larutan Wijs kemudian dicampur merata dan disimpan dalam ruang tertutup selama 30 menit pada suhu 25 O C. Selanjutnya ditambahkan 20 ml larutan KI 15 dan 100 ml aquades yang sudah dididihkan lalu dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 Normal sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambah indikator pati dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram iod yang diserap per 100 gram sampel, dihitung sampai dua desimal. Bilangan Iod = m V V xTx 4 3 69 , 12 − Dimana: T = Normalitas larutan standard Na 2 S 2 O 3 0.1 Normal V3 = Volume larutan titrasi untuk blanko ml V4 = Volume larutan titrasi untuk sampel ml 12,69 = Bobot atom iod m = Bobot sampel g 35 Titik Leleh Melting Point AOAC 1995 Padatan MDAG dimasukkan ke dalam pipa kapiler setinggi 1 cm. Pipa kapiler tersebut dimasukkan dalam freezer selama 16 jam. Pipa kapiler dan termometer dicelupkan ke dalam 600 ml gelas piala yang berisi air destilata. Gelas piala dipanaskan dengan kenaikan suhu 0,5-1.0 Cmenit. Bila contoh mulai naik, termometer dibaca dan bila telah naik 4 cm dari semula suhu juga dibaca. Titik cair adalah rata-rata pembagian dari kedua pembacaan suhu tersebut. Nilai HLB AOAC 1995 Penentuan nilai HLB produk M-DAG hasil pemisahan dilakukan dengan menggunakan metode kurva baku HLB melalui pengukuran nilai air. Pengemulsi yang telah diketahui nilai HLB-nya diambil sebanyak 1 g dan dilarutkan ke dalam 25 ml pelarut dari campuran DMF dimetil formamida dan benzena dengan perbandingan 20 : 1 vv. Larutan dititrasi dengan air destilata pada suhu larutan 20±1 o C. Titrasi diakhiri setelah campuran menjadi keruh permanen. Hal yang sama juga dilakukan terhadap sampel M-DAG. Nilai air dihitung menggunakan persamaan : Nilai air = gram pengemulsi contoh bobot ml penitrasi air volume Nilai air yang diperoleh dialurkan terhadap HLB pengemulsi, sehingga terbentuk kurva baku HLB yang digunakan untuk menentukan nilai HLB produk M-DAG. Penentuan nilai HLB pada penelitian ini menggunakan kurva baku Tabel 6 dan grafik persamaan untuk memperoleh kurva standar nilai HLB Gambar 9 yang dihasilkan dari penelitian Atmaja 2000. Kurva baku pada Gambar 9 menunjukan persamaan y = 0,1325 x - 0,0455 dimana y adalah nilai air dan x adalah nilai HLB. 36 Tabel 6 Kurva standard nilai air vs HLB HLB standar Berat g volume air ml nilai air 3 1,005 0,35 0,35 5 1,006 0,65 0,65 7 1,008 0,90 0,89 9 1,005 1,05 1,04 11 1,012 1,50 1,48 Sumber : Atmadja 2000 y = 0.1325x - 0.0455 R 2 = 0.9761 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 2 4 6 8 10 12 Nilai HLB N ila i A ir Persamaan Kurva standard y = 0.1325x – 0.0455 Gambar 9 Grafik persamaan untuk memperoleh kurva standar nilai HLB HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Kimia Bahan baku Analisis bahan baku dilakukan untuk mengetahui mutu minyak yang digunakan dan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak akibat proses penyimpanan atau pada saat pengolahan. Beberapa parameter yang diamati pada analisa bahan baku adalah kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan bilangan iod. 1. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter mutu minyak sawit yang dapat mempengaruhi kadar asam lemak bebas dalam produk. Kandungan air yang tinggi pada minyak akan mempercepat kerusakan akibat reaksi hidrolisa dalam minyak dan meningkatkan kadar asam lemak bebas didalamnya sehingga dapat mempengaruhi reaksi gliserolisis yang akan dilakukan. Kadar air bahan baku RBDPO yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0.12. Dalam SNI tahun 1987 tentang minyak RBDPO disebutkan bahwa persyaratan kadar air yang terkandung dalam RBDPO maksimal adalah sebesar 0,1 . Hal ini menunjukkan bahwa mutu RBDPO yang digunakan mendekati standar yang disyaratkan. 2. Kadar Asam Lemak Bebas ALB Nilai ALB hasil analisis bahan baku RBDPO pada penelitian ini adalah 0.12. Berdasarkan standarisasi dalam SNI 1987 mengenai RBDPO, kadar asam lemak bebas dalam minyak maksimal adalah sebesar 0.15, berarti nilai asam lemak bebas dalam bahan baku masih dapat ditoleransi. Kadar asam lemak bebas merupakan faktor penentu dalam efektifitas reaksi transesterifikasi. Tingginya kadar asam lemak bebas dalam produk akan menurunkan pH. Willis et al. 2002 menyatakan bahwa pH rendah akibat keberadaan asam lemak bebas dapat menurunkan aktivitas lipase. 38 3. Bilangan Peroksida Nilai bilangan peroksida pada RBDPO yang digunakan adalah 4.49 Meqkg. Menurut Willis dan Marangoni 2002, senyawa peroksida dapat mempengaruhi reaksi interesterifikasi karena proses oksidasi yang terjadi dalam substrat akan menghambat dan menurunkan aktivitas enzim lipase. Penghambatan aktivitas enzim lipase akan terjadi pada kadar peroksida diatas 5 Meqkg. 4. Bilangan iod Bilangan iod menyatakan tingkat kejenuhan asam-asam lemak penyusun minyak. Semakin banyak senyawa iod yang diserap oleh minyak maka semakin banyak ikatan rangkap atau semakin tidak jenuh lemakminyak tersebut. Penentuan bilangan iod dalam penelitian ini menggunakan metode Wijs. Penelitian menunjukan bahan baku RBDPO mempunyai bilangan iod sebesar 54.14. Nilai ini telah memenuhi ketentuan yang berlaku karena berdasarkan SNI tahun 1987 minyak RBDPO mempunyai standar bilangan iod sebesar 50 – 55. Gliserolisis untuk Sintesis MDAG Penelitian sintesis MDAG dari RBDPO dengan cara gliserolisis menggunakan enzim lipase meliputi beberapa tahap yaitu tahap penentuan kondisi sebagai titik tengah pada rancangan percobaan, kemudian dilakukan penentuan model rancangan untuk memperoleh hasil maksimum dan tahap verifikasi kondisi yang dihasilkan dari model rancangan percobaan. Model rancangan percobaan yang memberikan hasil maksimum pada penelitian tahap awal diperoleh dengan kondisi waktu reaksi selama 23 jam dan suhu 62 ˚C. Namun pada saat kondisi tersebut diverifikasi terdapat penyimpangan yang cukup besar terhadap model rancangan percobaan. Data-data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil verifikasi pada penelitian diatas kurang konsisten dan terjadi penyimpangan yang cukup signifikan terhadap nilai yang diperkirakan oleh model. Hasil verifikasi yang tidak konsisten kemungkinan disebabkan oleh terbatasnya transfer masa pada saat 39 substrat direaksikan. Untuk mengatasi hal tersebut kemudian model rancangan percobaan dievaluasi kembali dengan dilakukannya percobaan penambahan pelarut heksan kedalam sistem reaksi gliserolisis. Tabel 7 Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG yang dihasilkan pada kondisi optimum proses gliserolisis penelitian pendahuluan No Rendemen MAG DAG TAG 1 68,87 29,23 62,84 7,93 2 63,82 34,68 58,51 6,81 3 64,29 37,80 54,78 7,42 4 66,15 29,47 61,69 8,84 5 59,12 33,14 55,11 11,75 Rata-rata 64,45 32,86 58,59 8,55 SD 3,58 3,62 3,68 1,94 CV 5,56 11,02 6,29 22,68 Hasil perhitungan dengan model 75,94 23,74 59,74 16,52 Penyimpangan 15,13 27,75 1,91 93,21 Tahapan penelitian untuk menguji penambahan pelarut heksan dilakukan dengan mereaksikan 5 gram campuran substrat yaitu RBDPO dan gliserol dengan perbandingan 1:3 molmol. Penggunaan gliserol berlebih bertujuan agar reaksi terus berjalan ke arah kanan dan komposisi MAG yang terbentuk lebih banyak. Sebelum dimasukkan dalam erlenmeyer gliserol terlebih dahulu dicampur dengan silika gel sampai homogen dengan perbandingan 1:1ww Rendon et al. 2001. Pencampuran gliserol dengan silika gel ini bertujan untuk mencegah kontak langsung antara gliserol dengan permukaan enzim lipase yang akan dipergunakan. Enzim yang dipergunakan adalah enzim lipase TLIM yang merupakan lipase amobil yang diikat dalam fraksi silika, hal ini menyebabkan enzim bersifat hidrofilik. Jika tidak dicampur silika gel, gliserol bebas yang juga bersifat hidrofilik akan langsung menutupi seluruh permukaan enzim sehingga molekul minyak sulit untuk masuk dan bereaksi dengan enzim, akibatnya reaksi gliserolisis akan terhambat. Pencampuran gliserol dengan silika gel menyebabkan campuran ini menjadi padat dan pada saat direaksikan dengan RBDPO larutan memiliki viskositas yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan enzim yang diaplikasikan tidak 40 bisa menyebar dengan merata ke seluruh bagian substrat. Untuk mengatasi hal ini maka dilakuan penambahan pelarut heksan untuk menurunkan viskositas campuran substrat dan mempermudah transfer massa sehingga partikel enzim dapat menyebar lebih merata ke seluruh sistem. Rendon et al. 2001 telah menguji teknik rekayasa pelarut untuk melakukan gliserolisis triolein dengan katalis lipase untuk menghasilkan MAG. Dalam penelitiannya dibandingkan tiga sistem reaksi yaitu gliserol diserap dalam silika gel pada pelarut heksan, gliserol bebas pada heksan dan gliserol bebas pada sistem tanpa pelarut 0,1g enzim, 0,25 mmol triolein dan 0,5 mol gliserol pada suhu 40 o C. Heksan dipilih sebagai pelarut karena kelarutannya yang tinggi pada hampir semua trigliserida dan minyak. Dilaporkan reaksi yang dilakukan dengan penambahan pelarut heksan dengan gliserol yang terserap pada silika gel menunjukkan transformasi yang lebih cepat dibandingkan sistem reaksi yang lainnya, dimana kondisi kesetimbangan dicapai setelah 10 jam. Sebaliknya pada gliserol yang tak diserap mencapai kesetimbangan setelah 48 jam untuk reaksi dengan pelarut dan untuk reaksi tanpa pelarut setelah 72 jam. Rendahnya kecepatan reaksi pada sistem tanpa pelarut diduga disebabkan terbatasnya transfer masa. Penelitian tahap ini menguji pengaruh penambahan tiga level volume heksan yang dimasukkan dalam sistem yaitu 0, 5 dan 10 ml. Reaksi berjalan selama 23 jam pada kondisi suhu 62 ˚C, dan seluruh perlakuan diulang sebanyak tiga ulangan. Hasil penelitian tahap ini dapat dilihat pada Gambar 10, dimana nilai standar deviasi bagi masing-masing parameter yang sangat tinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan pelarut heksan 0 ml. Gambar 10 menunjukkan bahwa dalam tiga kali ulangan perlakuan tanpa penambahan pelarut, rendemen dan komposisi gliserida yang dihasilkan sangat bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi dalam masing-masing ulangan tidak seragam akibat terbatasnya transfer massa dan enzim tidak bisa bereaksi sempurna dengan substrat. Pada Gambar 10 juga terlihat bahwa dengan penambahan pelarut heksan 5 ml nilai rendemen dan komposisi gliserida pada perlakuan ini paling seragam, ditunjukkan oleh standar deviasi terkecil. 41 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 5 10 pelarut heksan ml rendemen MAG DAG TAG Gambar 10 menunjukkan bahwa penambahan pelarut heksan 5 ml memberikan rata-rata hasil rendemen yang lebih tinggi daripada penambahan pelarut 10 ml yaitu 73,33. Pada Gambar 10 terlihat bahwa komposisi MAG tertinggi juga terbentuk pada perlakuan penambahan 5 ml heksan yaitu sebesar 38,77. Dapat disimpulkan bahwa reaksi berjalan lebih baik dengan kondisi penambahan heksan 5 ml, sehingga kondisi ini dipilih untuk diaplikasikan pada seluruh tahapan percobaan selanjutnya. Gambar 10 Pengaruh penambahan pelarut heksan terhadap rendemen dan komposisi gliserida produk MDAG Penentuan Titik Tengah untuk Optimasi Proses Gliserolisis 1. Penentuan Perkiraan Suhu Reaksi Terbaik Suhu optimum pada reaksi interesterifikasi menggunakan katalis enzim penting diketahui karena beberapa lemak atau asam lemak memiliki titik leleh yang tinggi, sehingga diperlukan pula lipase yang tidak terdenaturasi pada titik leleh substrat yang diperlukan. Semakin tinggi suhu juga akan menurunkan viskositas campuran sehingga dapat meningkatkan kebutuhan pelarut untuk menambah kelarutan enzim terutama untuk reaksi esterifikasi yang perlu sedikit air Van Camp et al. 42 Rendemen = -0.2524x 2 + 3.6263x + 65.993 R 2 = 0.9924 DAG = 0.0395x 2 - 0.516x + 55.922 R 2 = 0.6068 MAG = -0.2184x 2 + 2.8853x + 30.487 R 2 = 0.9685 TAG = 0.1051x 2 - 0.8615x + 10.514 R 2 = 0.8636 10 20 30 40 50 60 70 80 90 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 suhu reaksi °C rendemen DAG MAG TAG 1998. Peningkatan suhu pada enzim tertentu dapat meningkatkan kecepatan reaksi, sebaliknya sampai batas tertentu peningkatan suhu reaksi dapat menurunkan kecepatan reaksi bahkan dapat menginaktifkan enzim Watanabe et al. 2003. Gambar 11 Pengaruh suhu reaksi terhadap rendemen dan komposisi gliserida produk MDAG Pada tahap ini penelitian dilakukan dengan mereaksikan substrat dan enzim pada suhu 55, 60, 62, 65 dan 70°C selama 23 jam. Suhu reaksi sangat mempengaruhi jalannya reaksi sehingga menjadi faktor utama dalam penelitian ini. Dari hasil percobaan Gambar 11, terlihat bahwa dengan waktu reaksi yang sama rendemen tertinggi sebesar 79,21 diperoleh dengan kondisi suhu reaksi 60°C. Hasil analisa komposisi gliserida pada Gambar 11 menunjukkan bahwa setelah reaksi berjalan selama 23 jam, komposisi MAG tertinggi 39.55 terbentuk pada suhu 60 ˚C. Pada tahap ini suhu 60˚C dianggap sebagai suhu terbaik dalam reaksi gliserolisis sehingga pada penelitian utama suhu ini akan digunakan sebagai titik tengah rancangan percobaan. Kondisi ini juga akan dipergunakan pada tahap penelitian selanjutnya yaitu tahap penentuan waktu reaksi terbaik. 43 Rendemen = -0.3714x 2 + 7.7636x + 35.769 R 2 = 0.9122 TAG = 0.1477x 2 - 5.4596x + 53.912 R 2 = 0.9365 DAG = 0.0994x 2 + 0.1752x + 37.124 R 2 = 0.9579 MAG = -0.2471x 2 + 5.2843x + 8.9634 R 2 = 0.8496 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 waktu reaksi jam rendemen TAG DAG MAG

2. Penentuan Perkiraan Waktu Reaksi Terbaik