PEMANASAN EMPULUR SAGU MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO MICROWAVE

20

B. KARAKTERISTIK ENZIM

Enzim sebagai katalis proses hidrolisis pati memiliki beberapa kelebihan dibandingkan katalis asam, diantaranya adalah reaksi hidrolisis yang terjadi beragam, kondisi proses yang digunakan tidak ekstrim, tingkat konversi tinggi, polutan rendah, dan diperoleh reaksi yang spesifik Judoamidjojo 1989. Melalui karakterisasi enzim, dapat diketahui suhu dan pH optimum pada saat enzim bekerja sehingga hidrolisis berlangsung pada kondisi optimum enzim. Akitivitas enzim umumnya dinyatakan dengan satuan unit U. Satu unit menyatakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk mengkatalis substrat dan menghasilkan satu µmol produk per satuan waktu menit pada kondisi standar. Kondisi standar adalah dimana enzim bekerja secara optimal, yaitu meliputi pH dan suhu Chaplin dan Buckle 1990. Karakterisasi dilakukan pada enzim-enzim yang digunakan baik pada tahap likuifikasi maupun sakarifikasi. Aktivitas enzim alfa amilase yang diperoleh yaitu 6.74 x 10 2 Uml pada pH 6 dengan suhu optimum 95 o C. Aktivitas enzim dextrozyme, selulase, dan xilanase selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Enzim Amilolitik dan Holoselulolitik Enzim pH optimum Suhu Optimum Aktivitas Uml Alfa amilase 6 95 o C 6.74 x 10 2 Dextrozyme AMG dan Pullulanase a 4.5 60 o C 1.45 x 10 2 Selulase 5 60 o C 4.4 x 10 2 Xilanase 6 50 o C 1.82 x 10 2 Sumber : a Akyuni 2004 Berdasarkan hasil uji aktivitas enzim, enzim yang akan digunakan pada tahap likuifikasi ialah enzim α-amilase yang dikondisikan pada pH 6 dan suhu 95 o C. Pada tahap sakarifikasi digunakan konsorsium enzim yang terdiri dari dextrozyme, selulase, dan xilanase. Kondisi pH masing-masing enzim berbeda sehingga dikondisikan sesuai pH optimum masing-masing enzim. Dikarenakan suhu optimum kerja masing-masing enzim berada pada suhu 50 o C dan 60 o C maka suhu optimum kerja konsorsium enzim untuk tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 o C. Hal ini dilakukan karena suhu sangat mempengaruhi kerja enzim, apabila suhu optimum enzim diturunkan maka aktivitasnya akan menurun. Namun, penurunan aktivitas enzim akibat suhunya yang diturunkan tidak sebesar penurunan aktivitas enzim yang kondisi suhunya dinaikkan melebihi suhu optimumnya Derosya 2010. Makin tinggi suhu maka makin cepat jalannya reaksi. Namun, harus diperhatikan jika katalisator yang dipakai adalah enzim, karena enzim sensitif terhadap suhu tinggi maka jika suhu terlalu tinggi aktivitas enzim akan menurun bahkan enzim dapat rusak Griffin dan Brooks 1989.

C. PEMANASAN EMPULUR SAGU MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO MICROWAVE

Secara teknis, hidrolisis enzimatis merupakan reaksi penguraian dengan air melalui bantuan enzim. Sarah 2001 menjelaskan bahwa proses dan analisa yang melibatkan enzim, umumnya menggunakan cara batch yaitu mereaksikan substrat dengan enzim yang sudah dilarutkan dalam air, 21 sehingga enzim bercampur dengan substrat. Dengan demikian, agar enzim dapat bercampur dengan substrat maka substrat terlebih dahulu harus dilarutkan dalam air. Substrat empulur sagu merupakan substrat yang heterogen dimana di dalamnya mengandung pati dan serat selulosa dan hemiselulosa. Pati dan serat merupakan komponen polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh enzim menjadi monosakarida. Namun hidrolisis enzim tidak dapat langsung dilakukan tanpa pemanasan sebab granula pati tidak larut dalam air dingin Wirakartakusumah 1981 dalam Widiyanto 1984. Selain itu, penggabungan molekul linier pati amilosa dengan molekul bercabang pati amilopektin melalui ikatan hidrogen akan membentuk struktur kristalin. Adanya struktur kristalin menghambat penetrasi enzim ke dalam substrat sehingga secara umum pati tidak dapat dicerna oleh enzim. Volume granula pati akan mengembang jika suspensi pati dan air dipanaskan. Pengembangan volume granula akan meregangkan misella sehingga air akan terperangkap ke dalam granula, granula akan semakin membesar sampai pada suatu keadaan dimana pati kehilangan struktur kristalinnya. Dengan adanya pemanasan maka granula pati yang semula resisten terhadap aktivitas enzim, setelah digelatinisasi maka akan mengembang sehingga mudah dipengaruhi oleh kerja enzim. Pada umumnya pengembangan granula pati terjadi pada suhu 60-70 o C Hodge dan Osman 1976 dan pada suhu yang lebih tinggi maka pati akan mengalami gelatinisasi membentuk pasta atau sol yang tergantung asal dan konsentrasi pati. Selulosa mengandung ikatan hidrogen intra molekuler yang mempertahankan kekuatan rantai selulosa dan ikatan inter molekul yang menyebabkan rantai selulosa saling berikatan membentuk mikrofibril Tsao 1978. Bila dibandingkan dengan selulosa, hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis menjadi monomer gula serta lebih siap untuk dicerna oleh enzim Crowder dan Chheda 1982. Komponen hemiselulosa dan selulosa berikatan kuat dengan lignin yang merupakan fraksi yang sukar dicerna oleh enzim. Lignin merupakan polimer aromatik polifenolat yang terdiri atas unit-unit oksifenilpropana yang tergabung dalam ikatan silang yang kompleks dan memiliki rantai karbon yang panjang sehingga sukar dihidrolisis McDonnald dan Roderick 1999. Struktur lignin harus dirusak terlebih dahulu agar selulosa dan hemiselulosa dapat diakses oleh enzim. Menurut Deepak et al. 2010 pemanasan dengan gelombang mikro microwave mampu merusak struktur lignin pada empulur sagu dalam paparan waktu yang singkat. Selulosa membutuhkan suhu di atas 100 o C untuk dapat tergelatinisasi Safitri et al. 2009. Akan tetapi pada pemanasan dengan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit belum dapat dipastikan mampu merusak struktur selulosa sementara dengan pemanasan di atas 150 o C warna sampel akan mulai gelap dan terus meningkat dengan naiknya suhu hingga pada suhu 200 o C akan terbentuk furfural Derosya 2010. Tujuan dari pemanasan sebelum tahap hidrolisis ialah perlakuan yang tidak hanya dapat membuat pati di dalam tepung empulur sagu tergelatinisasi, akan tetapi juga untuk menghilangkan lignin, menghilangkan kristalinitas dan meningkatkan porositas selulosa dan hemiselulosa dalam biomassa. Pemanasan dengan gelombang mikro sebagai perlakuan pendahuluan memiliki keunggulan dibandingkan pemanasan secara konvensional maupun menggunakan otoklaf. Secara fisik, radiasi gelombang mikro memberikan energi berupa pasokan panas internal ke biomassa dengan air sebagai media perpindahan panas sehingga pemanasan akan berlangsung secara merata. Pemanasan yang merata menyebabkan proses gelatinisasi pati berlangsung bersamaan dengan degradasi lignin dan peningkatan porositas selulosa dan hemiselulosa. Laju reaksi pemanasan gelombang mikro 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan konvensional. Kunlan et al. 2001. Hal ini bermanfaat untuk menghindari pembentukan produk samping seperti furfural yang merupakan inhibitor dalam proses fermentasi alkohol. 22 Metode pemanasan menggunakan gelombang mikro melibatkan penerapan radiasi gelombang mikro untuk biomassa pada lingkungan yang berair slurry. Slurry yang digunakan pada penelitian ini ialah slurry 8. Pada konsentrasi slurry yang lebih tinggi, energi pemanasan yang dipasok tidak merata sehingga terdapat komponen pati dan serat yang tidak terkena perlakuan pemanasan gelombang mikro sementara pada konsentrasi yang lebih rendah, jumlah air bebas di sekitar lingkungan slurry lebih tinggi dibandingkan pada slurry 8 sehingga akan mengurangi efisiensi penggunaan air Derosya 2010. Pemanasan dengan gelombang mikro dilakukan pada aras daya power level 50 dan 30 sesuai dengan penelitian Derosya 2010 bahwa derajat polimerisasi DP dan dextrose equivalent DE terbaik diperoleh dari pemanasan dengan gelombang mikro pada aras daya 30 3 menit dan 50 2 menit. Perbandingan sebelum dan sesudah bahan dikenai perlakuan pemanasan dengan gelombang mikro disajikan pada Gambar 8. Berdasarkan pengamatan secara visual, tampak bahwa pemanasan dengan menggunakan aras daya 30 menyisakan fraksi air bebas yang lebih banyak dibandingkan dengan aras daya 50. Fraksi air yang tersisa tersebut menandakan bahwa ada sejumlah bagian air di lingkungan slurry yang tidak larut bersama dengan substrat empulur sagu. Pemanasan dengan aras daya 50 memiliki output energi yang lebih besar daripada aras daya 30 sehingga energi pemanasan yang diberikan terhadap substrat empulur sagu lebih tinggi. Jumlah fraksi air bebas yang lebih tinggi menandakan energi pemanasan yang diterima oleh substrat pada pemanasan dengan aras daya 30 lebih rendah daripada pemanasan pada aras daya 50. Konversi aras daya power level gelombang mikro microwave disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Konversi Aras Daya Power Level pada Gelombang Mikro Microwave Output Energi Aras Daya 850-800 watts Tinggi 100 650 watts Medium Tinggi 70 500 watts Medium 50-60 350 watts Medium-RendahDefrost 30 160 watts Rendah 20 90 watts Sangat Rendah 10 Sumber : Mauritus 2008 Pengembangan granula pati disebabkan oleh energi kinetik molekul-molekul air setelah terkena perlakuan pemanasan menjadi lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula. Semakin tinggi energi yang diberikan maka energi kinetik molekul air akan semakin kuat untuk melawan daya tarik menarik molekul pati sehingga air bebas dapat infiltrasi ke dalam granula pati. Secara visual, hal ini ditandai dengan pengembangan granula pati atau meningkatnya kekentalan larutan slurry. Berdasarkan pengamatan pada kondisi slurry yang telah dikenai pemanasan gelombang mikro, slurry pada pemanasan aras daya 50 memiliki kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemanasan pada aras daya 30. Kekentalan menunjukkan komponen pati yang tergelatinisasi dimana struktur kristalin pati rusak oleh pemanasan dan gugus hidrofilik pati menyerap air bebas pada lingkungan slurry, akibatnya granula pati mengembang. Pengembangan granula pati inilah yang menyebabkan timbulnya kekentalan pada slurry . Semakin tinggi energi yang diberikan pada slurry maka semakin besar jumlah air bebas yang dapat terabsorpsi dan menyebabkan pembengkakan swelling pada granula pati. Hal ini menjadikan produk 23 tergelatinisasi lebih baik pada pemanasan dengan menggunakan aras daya 50. Pengamatan visual slurry sebelum dan sesudah pemanasan yang disajikan pada Gambar 8. a. Aras daya 30 sebelum sesudah b. Aras daya 50 sebelum sesudah c. Otoklaf sebelum sesudah Gambar 8. Penampakan visual empulur sagu sebelum dan sesudah pemanasan gelombang mikro pada a aras daya 50, b aras daya 30, dan c otoklaf Sebagai pembanding, slurry 8 dipanaskan dengan menggunakan otoklaf, yaitu pada suhu 121 o C selama 15 menit. Pemanasan dengan menggunakan otoklaf tidak menyisakan air bebas seperti pada pemanasan dengan gelombang mikro, selain itu juga mencipatakan kondisi slurry yang sangat kental sehingga tidak diperoleh filtrat. Pemanasan dengan otoklaf berlangsung pada suhu 121 o C selama 15 menit sedangkan menurut Knight 1969, suhu gelatinisasi pati sagu adalah 60-72 o C sehingga pemanasan yang menggunakan otoklaf menyebabkan kondisi pati empulur sagu mengalami gelatinisasi pati berlangsung dengan sempurna, ditandai dengan kekentalan dan tidak adanya air bebas pada slurry. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi pada perbesaran 100x. Granula pati sagu memiliki ukuran yang besar 20-60 µm sehingga dengan perbesaran 100x sudah terlihat komponen granula pati dan serat. Pada hasil pengamatan secara mikroskopis yang 24 disajikan pada Gambar 9, terlihat pembengkakan granula yang ditandai dengan bagian bulat utuh maupun tidak beraturan yang lebih transparan akibat penetrasi air dan panas yang bersamaan ke dalam granula pati. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi energi pemanasan yang digunakan maka semakin besar energi yang diterima oleh substrat empulur sagu.sehingga air yang diserap oleh pati juga semakin meningkat. Penetrasi air dan panas yang bersamaan menyebabkan granula membengkak. Dengan membengkaknya granula pati maka akan kehilangan pola birefringence dan kejernihan campuran meningkat. Peningkatan kejernihan campuran inilah yang menyebabkan terbentuknya bagian yang transparan pada campuran empulur sagu Hodge dan Osman 1976. Pada Gambar 9 tampak bagian serat yang berwarna biru keunguan semakin memudar dari hasil pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 ke aras daya 50. Adanya bagian yang lebih transparan pada penampakan secara mikroskopik juga menandakan terdapat komponen serat yang juga mengalami pembengkakan. Pembengkakan tersebut disebabkan oleh pembesaran pori pada komponen serat akibat iradiasi gelombang mikro sebagaimana pada granula pati Magara dan Kojima 1990 dalam Derosya 2010. Adanya pembesaran pori ini juga menandakan bahwa struktur lignin telah rusak sehingga selulosa dan hemiselulosa juga mendapatkan radiasi gelombang mikro. Pembesaran pori pada serat akan memudahkan infiltrasi enzim selulase dan xilanase pada tahap sakarifikasi. a. Aras daya 30 b. Aras daya 50 Keterangan: 1. Biru-keunguan : komponen pati dan serat yang telah rusak struktur kristalinnya 2. Biru : struktur kristalin pati dan serat 3. Bulat transparan : granula pati 4. Susunan biru : komponen ujung serat 5. Bulat hitam : struktur serat yang masih utuh 6. Kekuningan : struktur serat yang telah rusak Gambar 9. Penampakan mikroskopik cahaya terpolarisasi perbesaran 100x empulur sagu setelah pemanasan gelombang mikro pada aras daya a 30 dan b 50 Slurry hasil pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro menyisakan air bebas baik pada aras daya 30 maupun aras daya 50 sehingga dapat dilakukan penyaringan pada slurry untuk 3 4 5 6 1 1 25 memperoleh filtratnya.Volume filtrat lebih tinggi diperoleh dari pemanasan gelombang mikro dengan tingkat daya 30, disebabkan air bebas yang terdapat di lingkungan slurry lebih tinggi dibandingkan slurry hasil pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50. Tidak tersedianya air bebas pada slurry menandakan bahwa pemanasan berlangsung pada suhu di atas 120 o C sehingga terjadi pemekatan substrat menjadi gel Safitri et al. 2009. Menurut Kunlan et al. 2001, pemanasan menggunakan gelombang mikro secara langsung dapat mengonversi pati menjadi gula dalam waktu yang singkat. Pemanasan bahan dengan paparan waktu yang singkat juga menghindari terbentuknya produk samping yang tidak diinginkan. Hal ini dapat ditemui pada hasil pemanasan menggunakan gelombang mikro, baik pada aras daya 50 dan 30, sudah terbentuk gula-gula sederhana seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Bobot Residu dan Karakteristik Filtrat Hasil Pemanasan Menggunakan Gelombang Mikro dan Otoklaf Slurry Hasil Pemanasan Volume Filtrat ml Bobot Residu g Total Gula gl Gula Pereduksi gl DP Aras Daya 50 11.5 82.03 6.31 0.10 61.00 Aras Daya 30 35 79.68 10.04 0.10 97.91 Otoklaf - 86.58 - - - Pemanasan dengan aras daya 30 membentuk gula-gula sederhana dengan jumlah yang lebih besar daripada aras daya 50. Bobot residu terendah diperoleh dari pemanasan dengan gelombang mikro pada aras daya 30. Azuma et al. 1986 menjelaskan bahwa penurunan bobot residu pada pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro mengindikasikan terdapat sejumlah karbohidrat yang terlarutkan di dalam air dan setelah bahan terlarut, dengan pemanasan yang sama karbohidrat akan terdegradasi menjadi gula-gula sederhana autohidrolisis. Melalui data di atas, terlihat bahwa empulur sagu yang terdegradasi secara langsung lebih banyak diperoleh dari pemanasan dengan aras daya 30 meskipun energi yang diterima oleh substrat lebih rendah dibandingkan dengan aras daya 50. Dapat dipahami bahwa pada pemanasan gelombang mikrodengan aras daya 50, jumlah energi yang diberikan pada substrat lebih besar sehingga pemanasan terhadap substrat lebih merata namun reaksi autohidrolisis lebih banyak berlangsung pada pemanasan dengan aras daya 30 sehingga dapat dikatakan bahwa mekanisme pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 cenderung untuk autohidrolisis daripada pemerataan pemanasan untuk gelatinisasi dan perusakan struktur serat serta lignin yang terdapat di dalam substrat. Hal ini terlihat dari kondisi substrat setelah dipanaskan yang lebih kental pada aras daya 50 namun bobot residu lebih besar dan gula yang terbentuk lebih sedikit daripada pemanasan dengan aras daya 30. Secara umum terbukti bahwa pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro mampu langsung menghidrolisis pati menjadi komponen gula yang lebih sederhana meskipun dalam jumlah yang terbatas. Rusaknya komponen serat terutama lignin dari hasil pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro akan terlihat dari hasil tahap sakarifikasi menggunakan konsorsium enzim, yaitu dextrozyme AMG dan pullulanase, xilanase menghidrolisis hemiselulosa, dan selulase menghidrolisis selulosa. Apabila lignin rusak maka struktur selulosa dan hemiselulosa juga akan mendapat kesempatan terkena perlakuan pemanasan gelombang mikro. 26

D. PENGARUH PEMANASAN GELOMBANG MIKRO MICROWAVE PADA