Likuifikasi PENGARUH PEMANASAN GELOMBANG MIKRO MICROWAVE PADA

26

D. PENGARUH PEMANASAN GELOMBANG MIKRO MICROWAVE PADA

SIFAT PENERIMAAN ENZIM AMILOLITIK DAN HOLOSELULOLITIK UNTUK PRODUKSI GULA TERFERMENTASIKAN

1. Likuifikasi

Pemanasan substrat empulur sagu menggunakan gelombang mikro bertujuan untuk menciptakan kondisi bahan yang sesuai agar enzim dapat mudah menghidrolisis substrat pati, selulosa, dan hemiselulosa empulur sagu. Hal ini merupakan hubungan antara sifat penerimaan enzim dan daya cerna substrat. Kinerja enzim yang tinggi mengindikasikan daya cerna substrat yang baik. Daya cerna substrat pati dan serat merupakan tingkat kemudahan suatu jenis substrat untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati dan serat menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Pemanasan gelombang mikro merupakan faktor utama yang mempengaruhi sifat penerimaan enzim terhadap kondisi substrat setelah dipanaskan. dengan aspek aras daya power level dan lama pemanasan. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa aras daya merupakan sejumlah energi yang dihantarkan ke substrat melalui media air sebagai molekul polar. Perbedaan aras daya dan waktu paparan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan struktur empulur sagu terutama dari segi jumlah pati yang tergelatinisasi dan jumlah pori pada serat yang terbentuk. Fenomena ini membuat enzim dapat dengan mudah menghidrolisis substrat karena enzim dapat bekerja dengan kondisi substrat yang telah dikenai perlakuan pemanasan tertentu. Sebaliknya, apabila pemanasan tidak menciptakan kondisi substrat yang tepat untuk kerja enzim maka akan mengakibatkan daya cerna substrat terbatas atau dengan kata lain terbentuk substrat yang bersifat resisten. Agar pemanasan dapat merata ke seluruh bagian substrat maka substrat yang digunakan harus pada ukuran partikel yang tepat. Perbedaan ukuran partikel mesh berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanis dari slurry, ukuran mesh yang besar menghasilkan permukaan kasar dan ikatan antar partikelnya sangat kuat sehingga akan sukar dihidrolisis oleh enzim. Ukuran partikel yang kecil menghasilkan permukaan yang halus dan ikatan antar partikel yang cenderung lemah. Ukuran partikel substrat empulur sagu yang digunakan pada penelitian ini adalah 35 mesh. Menurut Zhongli et al. 2007, partikel dengan mesh 10-20 masih terlalu besar untuk dijadikan suatu larutan slurry dan mengakibatkan kontak yang lemah antara partikel dengan air sehingga pori di antara partikel-partikel bisa dengan mudah dilihat. Ukuran partikel yang berbeda akan memberikan perbedaan yang signifikan dalam penyerapan air dan thickness swelling . Partikel dengan mesh 20-40 memiliki penyerapan air dan thickness swelling terbaik yang konsisten dengan hasil sifat mekanis dan fisik terhadap perlakuan pemanasan. Pati dan serat yang terdapat di dalam empulur sagu terletak di bagian paling dalam batang sagu yang juga diselubungi oleh komponen lignin. Adanya komponen lignin ini dapat mencegah kerusakan fisik dan biologis pada pati dan serat dengan cara mempertahankan struktur kekakuannya, namun hal ini berdampak pada kesukaran bahan untuk dapat dihidrolisis oleh enzim. Karena pati dan serat dilindungi oleh permukaan lignin yang kaku dan keras maka dengan semakin kecilnya ukuran partikel akan menyebabkan semakin tinggi jumlah pati dan serat yang terlepas dari lignin sehingga selain dapat langsung kontak dengan pemanasan gelombang mikro, juga akan memudahkan enzim infiltrasi ke dalamnya sebab sebagaimana diketahui lignin tidak dapat terdegradasi oleh enzim. Memasuki tahap likuifikasi, slurry 8 yang telah dikenai pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro aras daya 30 dan 50 serta otoklaf 121 o C ditambahkan dengan enzim α-amilase. 27 Pada penelitian sebelumnya, Derosya 2010 menggunakan konsentrasi enzim α-amilase sebesar 1.75 Ug terhadap semua level pemanasan. Pemanasan terbaik yaitu 50 dan 30 menghasilkan nilai DP Derajat Polimerisasi sebesar 3.9 aras daya 50 dan 5.5 aras daya 30. Derajat polimerisasi merupakan rasio atau perbandingan berat molekul polisakarida dengan berat molekul monosakarida. Semakin kecil nilai DP artinya semakin banyak jumlah monosakarida glukosa, xilosa, pentosa yang terdapat di dalam bahan. Nilai DP yang diinginkan disini ialah nilai DP yang mendekati 1 namun dari hasil penelitian Derosya 2010, dengan konsentrasi enzim α-amilase 1.75 Ug diperoleh nilai DP yang masih di atas 3. Hal ini menandakan di dalam slurry masih terdapat sejumlah oligosakarida yang belum terhidrolisis sehingga jumlah gula-gula pereduksi yang terbentuk masih sedikit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akyuni 2004, DP yang diperoleh dari tahap likuifikasi pati sagu berkisar 2.85-3.31. Dengan demikian dapat diduga adanya kemungkinan konsentrasi enzim α-amilase yang ditambahkan pada likuifikasi empulur sagu masih dapat ditingkatkan sehingga pada penelitian ini konsentrasi enzim α-amilase yang digunakan untuk tahap likuifikasi empulur sagu yaitu 3.5 Ug dan 7 Ug, sebagai pembanding yaitu 1.75 Ug Derosya 2010. Peningkatan konsentrasi enzim bertujuan untuk meningkatkan kinetika enzim sehingga dalam paparan waktu pemanasan yang sama akan meningkatkan jumlah pembentukan gula-gula sederhana. Apabila jumlah gula-gula sederhana semakin meningkat sehingga nilai DP mencapai 1 maka dapat dikatakan bahwa tahap sakarifikasi tidak diperlukan lagi. Namun apabila dengan peningkatan konsentrasi enzim tidak memberi dampak penurunan nilai DP atau peningkatan perolehan jumlah gula pereduksi maka hal ini memperlihatkan adanya kecenderungan sifat resisten yang terbentuk dan diduga diakibatkan oleh mekanisme tertentu pada iradiasi menggunakan gelombang mikro sehingga pati sukar dicerna oleh enzim α-amilase. Tahap likuifikasi terdiri dari 9 perlakuan yaitu masing-masing pemanasan : otoklaf, gelombang mikro dengan aras daya 30 dan 50 dengan masing-masing konsentrasi enzim : 1.75 Ug sebagai pembanding, 3.5 Ug, dan 7 Ug. Likuifikasi dilakukan dengan shaker waterbath pada suhu 95 o C selama 3 jam. Pada akhir likuifikasi, sampel dipisahkan untuk diambil filtratnya. Filtrat sampel digunakan untuk menganalisis total gula, gula pereduksi, derajat polimerisasi DP, dan dextrose equivalent DE. Bagian ampas sampel dikeringkan untuk dihitung bobot residu yang diperoleh. Selain untuk analisa gula, filtrat juga akan diukur volume dan kejernihannya. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 8. Nilai DP terkecil diperoleh dari perlakuan yang menggunakan pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50 dan konsentrasi enzim tertinggi yaitu 7 Ug. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi enzim α- amilase yang lebih tinggi memungkinkan hidrolisis pati menjadi lebih cepat, sehingga pelarutan lebih tinggi dan rendemen gula yang terbentuk meningkat. Seperti yang disajikan pada Gambar 10, nilai DP pada pemanasan dengan aras daya 50 semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi enzim yang diberikan. Hal ini membuktikan bahwa substrat empulur sagu yang dikenai pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50 sesuai untuk kontak enzim dan substrat sehingga konsentrasi enzim berpengaruh terhadap hidrolisis empulur sagu dimana semakin tinggi konsentrasi enzim yang diberikan maka jumlah gula-gula sederhana yang diperoleh semakin meningkat. Hal ini juga disebabkan oleh karakteristik pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50 itu sendiri, bahwa pemanasan tersebut tidak hanya merusak struktur serat, akan tetapi juga gelatinisasi yang membuat keadaan granula pati mudah diakses oleh enzim α-amilase. 28 Tabel 8. Karakteristik Filtrat dan Residu Hasil Likuifikasi Perlakuan Total Gula gl Gula Pereduksi gl Derajat Polimerisasi Dextrose Ekuivalent Volume Filtrat ml Bobot Residu g Kejernihan Filtrat T P 5 U 1 82.6 b 27.6 c 3.00 cde 33.4 cd 55.4 3.7 60.1 P 5 U 3 81.6 b 29.6 c 2.77 cde 36.3 bcd 51.1 3.5 49.9 P 5 U 7 79.7 b 35.4 b 2.25 e 44.4 a 52.4 3.6 43.9 P 3 U 1 84.5 b 25.0 cd 3.40 bc 29.6 de 51.5 3.7 69.6 P 3 U 3 93.7 b 35.0 b 2.68 cde 37.4 bc 52.0 3.4 63.9 P 3 U 7 99.1 b 40.9 a 2.42 de 41.4 ab 53.8 3.8 60.5 AU 1 85.9 b 27.2 c 3.18 bcd 31.7 cde 55.6 3.6 73.7 AU 3 96.3 b 24.1 cd 3.99 b 25.1 e 56.8 3.6 65.0 AU 7 157.6 a 19.9 d 7.02 a 12.9 f 58.8 3.7 59.9 Keterangan: P Pemanasan dengan Gelombang Mikro; P 5 = Aras Daya 50, P 3 = Aras Daya 30, A = Otoklaf U Konsentrasi Enzim α-amilase; U 1 = 1.75 Ug, U 3 = 3.5 Ug, U 7 = 7 Ug 29 a. b. c. Gambar 10. Pengaruh pemanasan gelombang mikro terhadap a Total Gula dan Gula Pereduksi, b nilai DP, serta c nilai DE dari filtrat hasil likuifikasi 30 Pada pemanasan gelombang mikro dengan aras daya 30, perlakuan terbaik juga diperoleh dari konsentrasi enzim tertinggi yaitu 7 Ug. Sama halnya pada pemanasan dengan aras daya 50, enzim dapat menerima kondisi substrat yang telah dikenai perlakuan pemanasan sehingga substrat yang telah dikenai pemanasan dapat membuat aksestibilitas enzim menjadi lebih mudah. Itu sebabnya, dengan semakin tinggi konsentrasi enzim maka jumlah enzim yang mengakses substrat semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi enzim memberikan nilai DP yang semakin kecil namun pada konsentrasi enzim 7 Ug, nilai DP tidak berbeda jauh dengan konsentrasi enzim 3 Ug, artinya peningkatan konsentrasi enzim α-amilase setelah konsentrasi 3.5 Ug tidak terlalu berpengaruh pada peningkatan jumlah gula yang terbentuk. Sesuai dengan yang dituliskan oleh Wulansari 2004, pada konsentrasi tertentu aktivitas enzim tidak akan meningkat lagi karena jumlah enzim dalam substrat sudah mengalami kejenuhan. Jika hal ini terjadi maka penambahan dosis enzim ke dalam substrat tidak akan meningkatkan aktivitas enzim Wulansari 2004. Dextrose equivalent DE menyatakan persentase hidrolisis banyaknya pati terkonversi menjadi monomer-monomernya terutama glukosa. Nilai DE mengindikasikan banyaknya polimer pati yang telah terpotong menjadi molekul-molekul glukosa yang lebih sederhana Wulansari 2004. Seperti pada nilai DP, nilai DE terbaik yakni nilai DE tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan pemanasan gelombang mikro dengan aras daya 50 dan konsentrasi enzim 7 Ug. Substrat yang belum terhidrolisis sama sekali akan memiliki nilai DE = 0, berarti belum adanya pembentukan gula-gula sederhana dan dengan DE = 44.4, maka sudah ada pembentukan gula-gula sederhana sebesar 44.4 dari total keseluruhan pati dan komponen serat yang terdapat di dalam substrat. Pemanasan dengan menggunakan otoklaf mengubah slurry menjadi gel yang menandakan terjadinya pemekatan. Dengan kondisi tergelatinisasi yang sempurna maka akan semakin mempermudah akses dan kontak enzim α-amilase terhadap slurry. Dapat dikatakan bahwa jumlah bagian yang tergelatinisasi pada pemanasan menggunakan gelombang mikro aras daya 50 dan 30 lebih terbatas dibandingkan dengan pemanasan menggunakan otoklaf. Dengan adanya peningkatan konsentrasi enzim maka tahap awal dari likuifikasi yaitu degradasi amilosa berlangsung lebih cepat dan sempurna karena dengan meningkatnya jumlah enzim yang diberikan maka kontak enzim dengan bahan berlangsung lebih baik. Kecenderungan hidrolisis pada slurry dengan pemanasan menggunakan otoklaf ialah degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa sedangkan pada slurry yang dipanaskan dengan menggunakan gelombang mikro,dikarenakan jumlah bahan yang tergelatinisasinya tidak sebesar pada pemanasan dengan otoklaf maka kecenderungan hidrolisis ialah pembentukan gula-gula sederhana yang merupakan tahap lanjutan setelah degradasi amilosa. Artinya, dengan jumlah bahan yang tergelatinisasi lebih sedikit dibandingkan dengan pemanasan menggunakan otoklaf maka tahap degradasi amilosa berlangsung lebih singkat. Setelah tahap degradasi amilosa berakhir, maka enzim α-amilase terus melakukan pemotongan secara acak pada maltosa dan maltotriosa yang sudah terbentuk lebih dulu sehingga akhirnya juga membentuk gula-gula sederhana. Itulah sebabnya pada pemanasan menggunakan gelombang mikro dengan semakin ditingkatnya konsentrasi enzim, jumlah gula pereduksi yang terbentuk semakin meningkat. Nilai DP pada pemanasan menggunakan otoklaf semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi enzim dan sebaliknya nilai DE semakin menurun. Hal ini dapat diakibatkan oleh reaksi repolimerisasi Howling 1979. Dosis enzim yang tinggi dan waktu konversi yang terlalu panjang untuk substrat dari hasil pemanasan menggunakan otoklaf mengakibatkan repolimerisasi membentuk maltosa, isomaltosa yang dapat juga terbentuk karena konversi non ideal Howling 1979. 31 Jika dosis enzim terlalu tinggi atau hidrolisis berlangsung terlalu lama maka sebagian glukosa dapat berpolimerisasi kembali sedangkan menurut Berghmans 1981, keadaan ini disebut over-conversion. Jumlah total gula dan gula pereduksi yang diperoleh dari pemanasan menggunakan gelombang mikro, lebih tinggi diperoleh dari pemanasan pada aras daya 30 meskipun selisih pada aras daya 50 dan 30 tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan oleh adanya komponen bahan yang mengalami autohidrolisis pada aras daya 30 hingga membentuk gula-gula sederhana. Adanya mekanisme autohidrolisis ini menyebabkan jumlah total gula dan gula pereduksi lebih tinggi diperoleh pada pemanasan dengan menggunakan aras daya 30. Pemanasan menggunakan gelombang mikro tidak semata-mata hanya untuk gelatinisasi pati dan perusakan struktur serat akan tetapi juga autohidrolisis substrat. Diduga mekanisme kecenderungan pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50 ialah perusakan struktur lignin dan serat daripada autohidrolisis seperti pada aras daya 30. Pada pemanasan yang menggunakan otoklaf, jumlah gula yang terbentuk lebih besar dibandingkan dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro karena hidrolisis yang terjadi cenderung memotong rantai pada pati untuk membentuk maltosa dan maltotriosa. Kenaikan dosis α-amilase selanjutnya tidak menghasilkan kenaikan rendemen gula pereduksi sehingga meskipun total gulanya tinggi akan tetapi gula pereduksi yang terbentuk lebih rendah . Dengan demikian nilai DP pemanasan dengan menggunakan otoklaf lebih tinggi dibandingkan pemanasan dengan gelombang mikro. Berdasarkan nilai total gula, gula pereduksi, DP, dan DE, perlakuan yang terbaik diperoleh dari pemanasan menggunakan aras daya 30 dengan konsentrasi enzim 7 Ug P 3 U 7 dan pemanasan menggunakan gelombang mikro pada aras daya 50 dengan konsentrasi enzim 7 Ug P 5 U 7 . Nilai total gula dan gula pereduksi terbaik diperoleh dari perlakuan P 3 U 7 namun untuk nilai DP terendah dan DE tertinggi diperoleh dari perlakuan P 5 U 7 . Nilai DP terendah diperoleh dari perlakuan P 5 U 7 yaitu 2.42. Hal ini menandakan dari tahap likuifikasi belum tercapai dekstrosa murni karena pemutusan rantai amilosa dan amilopektin masih menyisakan oligosakarida dan α-limit dekstrin sehingga selanjutnya slurry disakarifikasi menggunakan konsorsium enzim Winarno 1986. Nilai total gula, gula pereduksi, DP, dan DE diuji homogenitasnya menggunakan SAS. Dari hasil uji homogenitas, perlakuan pemanasan gelombang mikro dan otoklaf terhadap konsentrasi enzim berbeda nyata untuk semua parameter total gula, gula pereduksi, DP, dan DE. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa total gula dan gula pereduksi lebih banyak terbentuk dari perlakuan dengan pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 namun nilai DP dan DE terbaik DP terendah dan DE tertinggi diperoleh dari pemanasan menggunakan aras daya 50. Peningkatan pembentukan gula pada aras daya 50 cenderung lebih linier daripada pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 sehingga dapat diduga jumlah gula yang lebih tinggi pada aras daya 30 berasal dari hasil autohidrolisis dan hidrolisis enzimatis. Selain analisa gula yang meliputi total gula, gula pereduksi, derajat polimerisasi DP, dan dextrose equivalent DE, sampel juga dianalisa secara fisik yang terdiri atas volume filtrat, bobot residu, dan kejernihan filtrat. Melalui analisa ini, dapat diketahui karakteristik hasil pemanasan terhadap substrat sehingga sifat penerimaan enzim tidak hanya dilihat dari faktor pembentukan gula saja. Volume filtrat menunjukkan jumlah sirup yang dihasilkan dari proses hidrolisis, sedangkan kejernihan menandakan total padatan gula terlarut yang terdapat di dalam sirup dari proses hidrolisis. Residu menunjukkan adanya sejumlah substrat yang tidak terhidrolisis oleh enzim. Pada tahap likuifikasi, volume filtrat tertinggi diperoleh dari perlakuan pembanding AU 7 yaitu pemanasan menggunakan otoklaf dengan penambahan enzim 7 Ug. Hal ini disebabkan pemanasan dengan menggunakan otoklaf mengakibatkan kondisi pati tergelatinisasi sempurna. Wujud sampel yang semula terpisah, menjadi gel 32 karena air sepenuhnya telah terperangkap di dalam substrat. Hal ini yang memudahkan enzim untuk kontak dengan substrat. Secara umum untuk pemanasan menggunakan otoklaf, peningkatan konsentrasi enzim menyebabkan peningkatan jumlah filtrat. Namun, untuk perlakuan pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 peningkatan volume juga dapat diakibatkan dari air bebas yang sejak semula berada pada slurry . Pada pemanasan gelombang mikro dengan aras daya 50, volume filtrat tertinggi diperoleh dari konsentrasi enzim terendah yaitu 1.75 Ug atau perlakuan pembanding. Dalam hal ini, dapat diduga bahwa peningkatan konsentrasi enzim tidak meningkatkan degradasi amilosa secara acak akan tetapi enzim α- amilase terus memotong hasil degradasi amilosa untuk membentuk glukosa dan maltosa. Sebagai mana diketahui bahwa degradasi amilosa menyebabkan penurunan viskositas dengan cepat. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisa gula yang meliputi nilai DP dan DE dimana meskipun total gula dan gula pereduksi yang dihasilkan lebih rendah dari perlakuan lainnya akan tetapi nilai DP dan DE perlakuan P 5 U 7 merupakan nilai terbaik yaitu DP terkecil 2.42 dan DE tertinggi yang menandakan pembentukan gula- gula pereduksi meningkat dari konsentrasi enzim sebelumnya. Hasil likuifikasi memperlihatkan bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi enzim menyebabkan bobot residu pada sampel semakin berkurang. Bobot residu terkecil pada tahap likuifikasi diperoleh pada pemanasan dengan gelombang mikro pada aras daya 30 P 3 U 7 . Idealnya hal ini menandakan bahwa jumlah pati yang terhidrolisis paling besar diperoleh dari pemanasan dengan gelombang mikro pada aras daya 30 sehingga total gula yang diperoleh paling tinggi diantara perlakuan lainnya, namun total gula terbesar diperoleh dari pemanasan dengan otoklaf. Menurut Azuma 1986, perbedaan diantara bobot residu dan gula yang terbentuk berasal dari komponen yang bukan gula namun larut akibat pemanasan dengan gelombang mikro. Selain itu juga disebabkan oleh autohidrolisis pada komponen serat yang menyebabkan bobot residu oleh pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 berkurang. Kejernihan filtrat dinyatakan dengan nilai transmitan T. Semakin rendah nilai kejernihan, menandakan jumlah padatan gula terlarut dalam filtrat semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya. Dari hasil likuifikasi, peningkatan konsentrasi enzim pada semua perlakuan pemanasan menyebabkan peningkatan pembentukan padatan gula dalam filtrat sehingga kejernihan filtrat semakin berkurang. Kejernihan filtrat terendah atau filtrat dengan padatan gula terlarut tertinggi diperoleh pada pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50 dan konsentrasi enzim 7 Ug. Struktur pati dan serat residu dari likuifikasi empulur sagu diamati menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi. Warna biru keunguan menandakan komponen pati dan serat yang telah rusak struktur kristalinnya. Warna biru mengindikasikan komponen pati dan serat yang masih memiliki struktur kristalin. Susunan lurus berwarna biru yang kompak merupakan komponen ujung serat. Bulatan transparan merupakan granula pati yang telah membengkak, bulatan berwarna hitam memperlihatkan struktur serat yang masih utuh sedangkan bulatan kekuningan merupakan struktur serat yang telah rusak Derosya 2010. Hasil pengamatan mikroskopik empulur sagu disajikan pada Gambar 11. Pada Gambar 11 terlihat untuk semua perlakuan, masih menyisakan struktur serat ditandai dengan bulatan berwarna hitam, area yang berwarna kekuningan, dan susunan lurus berwarna biru yang kompak. Hal ini memperlihatkan bahwa dari tahap likuifikasi tersisa komponen serat yang telah rusak maupun belum rusak sempurna oleh perlakuan pemanasan. Keberadaan struktur serat yang belum rusak dapat dikaitkan dengan adanya struktur lignin 6.86 yang menghalangi serat untuk mendapatkan 33 iradiasi gelombang mikro sehingga iradiasi cenderung hanya sampai merusak lignin dan ujung dari struktur serat. P 5 U 1 P 5 U 3 P 5 U 7 P 3 U 1 P 3 U 3 P 3 U 7 A 3 U 1 A 3 U 3 A 3 U 7 Keterangan: 1. Biru-keunguan : komponen pati dan serat yang telah rusak struktur kristalinnya 2. Biru : struktur kristalin pati dan serat 3. Bulat transparan : granula pati 4. Susunan biru : komponen ujung serat 5. Bulat hitam : struktur serat yang masih utuh 6. Kekuningan : struktur serat yang telah rusak Gambar 11. Penampakan mikroskopik cahaya terpolarisasi perbesaran 100x empulur sagu setelah proses likuifikasi Pemanasan dengan otoklaf mampu merusak struktur kristalin serat yang ditandai dengan tidak adanya susunan lurus berwarna biru sebagaimana terdapat pada residu hasil pemanasan gelombang mikro namun struktur serat yang dihasilkan sebagian besar masih utuh. Hal ini terlihat dari adanya susunan lurus dan bulatan berwarna hitam yang bentuknya masih utuh pada hasil pemanasan menggunakan otoklaf. 2 3 1 3 6 2 6 1 6 3 2 4 4 3 3 5 5 6 6 3 5 3 5 5 3 5 5 3 6 6 6 5 3 6 34 Pemanasan menggunakan gelombang mikro dengan aras daya 50 memberikan energi pemanasan yang lebih besar daripada aras daya 30 sehingga lebih banyak struktur kristalin seratnya yang menjadi rusak, ditandai dengan susunan lurus yang berwarna biru pada aras daya 50 lebih sedikit dibandingkan pada aras daya 30. Selain itu dengan energi pemanasan yang lebih tinggi, pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50 menghasilkan jumlah struktur serat yang telah rusak lebih besar dibandingkan dengan pemanasan pada aras daya 30, terlihat dari bagian yang berwarna biru keunguan dan kekuningan yang lebih banyak ditemukan pada residu pemanasan gelombang mikro dengan aras daya 50. Pada pengamatan struktur granula pati, terlihat bahwa pada pemanasan menggunakan gelombang mikro, granula pati telah banyak yang terhidrolisis dibandingkan dengan pemanasan otoklaf. Hal ini terlihat pada bulatan-bulatan granula pati sagu yang semakin memudar. Bulatan granula pati sagu semakin memudar dengan semakin meningkatnya konsentrasi enzim. Hal ini diakibatkan dari hidrolisis oleh enzim terhadap substrat yang semakin meningkat sehingga semakin sedikit menyisakan komponen granula pati. Adanya bulatan-bulatan pati tidak beraturan menandakan struktur kristalin pati yang telah dirusak oleh pemanasan gelombang mikro namun belum sepenuhnya terhidrolisis oleh enzim. Penampakan bulatan-bulatan granula pati yang telah rusak dan memudar lebih banyak dijumpai pada pemanasan dengan gelombang mikro pada aras daya 50 daripada aras daya 30, namun pada konsentrasi enzim α-amilase terendah 1.75 Ug komponen transparan pada pemanasan dengan aras daya 50 lebih utuh dibandingkan dengan pemanasan aras daya 30. Hal ini mengindikasikan bahwa pemanasan pada aras daya 30 menyebabkan autohidrolisis granula pati menjadi gula-gula sederhana sehingga menyisakan struktur granula yang lebih sedikit daripada residu dari hasil pemanasan dengan aras daya 50 untuk likuifikasi pada konsentrasi enzim α-amilase terendah 1.75 Ug. Walaupun dalam jumlah yang sedikit namun dapat meningkatkan rendemen gula akan tetapi menyebabkan pemanasan menjadi tidak merata. Jumlah struktur granula pati yang rusak lebih banyak ditemukan pada pemanasan dengan menggunakan otoklaf dibandingkan dengan pemanasan gelombang mikro, hal ini dikarenakan pemanasan menggunakan otoklaf pada suhu 121 o C yaitu suhu di atas suhu gelatinisasi untuk pati sagu sehingga menyebabkan hampir seluruh granula pati mengembang dan pecah. Selain itu, granula pati semakin memudar dengan semakin ditingkatkannya konsentrasi enzim sehingga secara mikroskopik, granula pati tampak rusak dan semakin memudar dengan semakin ditingkatkannya konsentrasi enzim. Pada beberapa parameter, perlakuan P 3 U 7 merupakan perlakuan terbaik dimana pembentukan total gula dan gula pereduksinya lebih tinggi dibandingkan perlakuan P 5 U 7 . Namun, nilai DP dan DE terbaik diperoleh dari perlakuan P 5 U 7 yang menandakan pemanasan dengan gelombang mikro pada aras daya 50 menciptakan kondisi yang sesuai untuk hidrolisis enzim dalam rangka meningkatkan perolehan gula pereduksi. Perbedaan konsentrasi menyebabkan perolehan total gula dan gula pereduksi berbeda. Hal ini dipengaruhi perbedaan metode pemanasan sebab masing-masing metode pemanasan memberikan karakteristik substrat yang berbeda-beda pada ukuran partikel yang seragam 35 mesh. Pada pemanasan dengan otoklaf, jumlah total gula yang terbentuk lebih tinggi namun terjadi reaksi repolimerisasi sehingga gula pereduksi yang diperoleh sedikit. Pada pemanasan dengan gelombang mikro dengan aras daya 30, pemanasan disertai dengan autohidrolisis sehingga transfer energi panas menjadi tidak merata sedangkan pada aras daya 50 pemanasan lebih merata sehingga minim akan reaksi autohidrolisis. Perbedaan total gula dan gula pereduksi yang diperoleh dari pemanasan gelombang mikro pada aras daya 30 dan 50 disebabkan sejumlah oligomer dan monomer gula yang terbentuk dari reaksi 35 autohidrolisis. Oleh sebab itu, total gula dan gula pereduksi bukan merupakan indikasi utama bahwa kondisi substrat telah sesuai untuk keseluruhan hidrolisis enzimatis sifat penerimaan enzim dan daya cerna pati dan serat baik untuk tahap likuifikasi maupun sakarifikasi. Kriteria pemilihan perlakuan pemanasan terbaik juga ditinjau dari jumlah energi panas yang dalam hal ini terkait dengan asumsi suhu yang diterima substrat. Suhu gelatinisasi sagu adalah 72-90 o C sedangkan untuk selulosa di atas 100 o C. Menurut Runkel and Wilke 1951, hemiselulosa terdegradasi pada suhu antara 130°C sampai 194°C, sedangkan lignin terdegradasi pada suhu di atas 170°C. Pemanasan pada suhu 259-452 o C menyebabkan rantai makromolekul selulosa terputus dan pada suhu 452-500 o C material menjadi stabil Sergeeva dan Vaivads 1954, namun warna sampel mulai gelap akibat pemekatan pada suhu 150 o C dan pada suhu 200 o C, reaksi pencoklatan akan menghasilkan furfural. Pada Tabel 6, telah diketahui bahwa pemanasan pada aras daya 50 memberikan energi sebesar 500 watt sedangkan energi yang diterima bahan dengan aras daya 30 ialah 350 watt. Demand Media 2011, menyetarakan aras daya 100 pada oven gelombang mikro dengan suhu 425 o F sedangkan aras daya 50 setara dengan suhu 350 o F. Suhu 350 o F setara dengan 177 o C sehingga pemanasan dengan aras daya 50 lebih baik untuk pemutusan rantai molekul lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Pemanasan pada aras daya 30 berada di bawah suhu 350 o F atau dibawah 177 o C sehingga pada kondisi pemanasan tersebut, ada kemungkinan hanya ujung-ujung rantai selulosa yang terdegradasi atau sebagian serat saja yang telah rusak. Autohidrolisis secara langsung dapat membentuk gula-gula sederhana namun sejumlah bagian lignin dan komponen serat lainnya belum terkena perlakuan pemanasan. Itulah sebabnya jumlah air bebas yang tersisa pada pemanasan aras daya 30 lebih banyak dibandingkan aras daya 50, bobot residunya lebih rendah, dan jumlah gula yang dihasilkan lebih banyak untuk tahap likuifikasi. Dengan adanya kemungkinan ini, maka diduga akan menyulitkan penetrasi enzim selulase dan hemiselulase untuk dapat infiltrasi ke dalam substrat sehingga pada akhirnya akan mengurangi rendemen gula-gula pereduksi. Atas dasar penjelasan tersebut, maka perlakuan P 5 U 7 dianggap lebih baik daripada perlakuan P 3 U 7 sehingga perlakuan P 5 U 7 yang dipilih untuk memasuki tahap sakarifikasi.

2. Sakarifikasi