29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMBUATAN PATI SAGU TERMODIFIKASI HMT HEAT
MOISTURE TREATMENT
Pati Sagu Termodifikasi HMT merupakan bahan baku utama dalam pembuatan bihun sagu kering selain pati sagu alami. Pati sagu yang digunakan
yaitu sagu Metroxylon sp. yang berasal dari Sukabumi. Pati sagu ini memiliki pH yang netral sehingga tidak perlu dilakukan pencucian terlebih dahulu
untuk menghasilkan pati sagu termodifikasi HMT tipe C. Dalam pembuatan Pati sagu termodifikasi HMT digunakan metode pembuatan pati termodifikasi
HMT oleh Herawati 2009. Skala pembuatan pati sagu termodifikasi HMT ini yaitu 4,8 kg pati sagu. Berbeda dengan pembuatan pati sagu termodifikasi
HMTdi skala yang lebih kecil, dalam proses pengaturan kadar air tidak digunakan proses penyemprotan air pada pati sagu, melainkan dengan
menuangkan air secara perlahan-lahan pada pati sagu di dalam mixer untuk memperoleh pati sagu dengan kadar air yang merata. Dalam proses pemanasan
pati juga menggunakan jumlah loyang yang lebih banyak dibandingkan dengan pembuatan pati sagu termodifikasi HMT skala kecil. Pati sagu
termodifikasi HMT dibuat dengan menggunakan akuades dan juga dengan AMDK Air Minum Dalam Kemasan sebagai media cair untuk mengatur
kadar air pati. Pengukuran profil gelatinisasi pati sagu alami, pati sagu termodifikasi
HMT dengan akuades dan AMDK dilakukan dengan menggunakan Brabender Amilograf. Ketiga profil gelatinisasi tersebut dibandingkan untuk melihat
pengaruh proses HMT dan pengaruh perbedaan jenis air yang digunakan dalam pengaturan kadar air pati terhadap perubahan profil pati sagu. Profil
gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 3.
Berdasarkan penggolongan pati berdasarkan sifat amilografi menurut Schoch dan Maywald 1968, pati sagu alami menunjukan sifat amilografi pati
tipe A dan pati sagu termodifikasi HMT memiliki sifat amilografi pati mendekati tipe C. Nilai viskositas puncak dan viskositas breakdown pati sagu
30 alami memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu
termodifikasi HMT. Sedangkan nilai viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, dan viskositas setback pati sagu termodifikasi HMT lebih tinggi
dibandingkan dengan pati sagu alami.
Gambar 11. Profil gelatinisasi pati sagu alami, termodifikasi HMT yang dibuat dengan akuades dan yang dibuat dengan AMDK
Tabel 3. Profil gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT Parameter profil gelatinisasi
Alami HMT dengan
akuades HMT dengan
AMDK Suhu awal gelatinisasi
o
C 71 80 79
Suhu puncak gelatinisasi
o
C 79 Ttd 95
Viskositas puncak BU 345
310 275
Viskositas pasta panas BU 195
285 228
Viksositas breakdown BU 150
25 47
Viskositas pasta dingin BU 240
360 265
Viskositas setback BU 45
75 37
Tipe A C
B
Keterangan: tidak terdeteksi
Profil gelatinisasi pati sagu alami menunjukkan adanya penurunan viskositas yang drastis pada saat pemanasan pada suhu 95
o
C selama 20 menit dan hanya sedikit kenaikan viskositas pada saat pendinginan viskositas
setback . Lain halnya dengan pati sagu termodifikasi HMT dengan yang hanya
mengalami sedikit penurunan viskositas pada saat pemanasan, bahkan pada
20 40
60 80
100
‐50 50
150 250
350 450
20 40
60 80
100 120
140
S uhu
o
C Viskositas
BU
Waktu Menit
Pati sagu native
Pati sagu HMT aquades
Pati sagu HMT aquades
Pati sagu HMT AMDK
31 saat pendinginan terjadi peningkatan nilai viskositas yang cukup besar. Hal ini
menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT lebih stabil terhadap pemanasan dan pengadukan. Selain itu pati sagu termodifikasi HMT juga
memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu alami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stute 1992 yaitu perlakuan HMT
dapat mengakibatkan profil pasta pati mengalami penurunaan viskositas puncak dan breakdown, serta peningkatan viskositas pasta dingin.
Proses HMT dengan akuades dapat mengubah sifat amilografi pati sagu, yaitu dari tipe A menjadi tipe C. Perubahan ini terjadi akibat adanya panas
yang tinggi lebih tinggi dari suhu gelatinisasi pati dikenakan pada pati sagu yang memiliki kandungan air yang sedikit di bawah kandungan air yang
dibutuhkan dalam proses gelatinisasi sehingga sebagian kristal granula pati meleleh, dan setelah proses pendinginan kembali bentuk pati menjadi lebih
stabil dibandingkan bentuk pati alami French, 1984. Pada penelitian skala kecil, pembuatan pati sagu termodifikasi HMT ini
menggunakan akuades dalam proses pembuatannya. Penggunaan akuades ini sangat tidak dianjurkan karena harga akuades yang relatif mahal sehingga
sangat tidak ekonomis apabila digunakan pada skala produksi yang lebih besar. Pembuatan pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan air minum
dalam kemasan dilakukan dengan tujuan untuk melihat profil gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT dengan menggunakan AMDK dan
membandingkannya dengan pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan akuades. Perbandingan profil gelatinisasi dari kedua pati ini dapat dilihat pada
Gambar 11 dan Tabel 3. Berdasarkan penggolongan pati menurut Schoch dan Maywald 1968,
pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan AMDK merupakan pati tipe B karena masih memiliki viskositas puncak dan nilai viskositas setback yang
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penggantian akuades dengan AMDK dalam pembuatan pati termodifikasi HMT dapat merubah sifat amilografi pati
tipe A menjadi tipe B. Kandungan mineral di dalam AMDK atau akuades yang digunakan
dalam proses HMT berpengaruh terhadap profil gelatinisasi pati sagu yang
32 dihasilkan. Pati sagu termodifikasi HMT yang diproses dengan AMDK
memiliki viskositas breakdown yang lebih tinggi serta viskositas puncak dan viskositas setback yang lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu
termodifikasi HMT yang menggunakan akuades. Selain itu, nilai viskositas pasta panas dan dingin dari pati ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
pati termodifikasi HMT yang diproses dengan akuades. Noda et al. 2009 melakukan penelitian pada pati kentang dan hasilnya
menunjukkan bahwa pati kentang yang diekstraksi dengan air keran tap water
memiliki nilai viskositas puncak yang lebih rendah dibandingkan dengan viskositas puncak pati kentang yang menggunakan akuades dalam
proses ekstraksinya. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan kandungan kation antara air yang tidak didestilasi dengan air destilasi.
Menurut Wiesenborn et al. 1994, Md Zaidul et al. 2007, dan Kainuma et al. 1976, yang ketiganya dikutip dari Noda et al. 2009, kation
memberi pengaruh terhadap karakteristik pasta pati. Sebagai contoh, kandungan kalium yang lebih tinggi meningkatkan viskositas puncak dan
viskositas breakdown. Kandungan kalsium yang lebih tinggi menyebabkan penurunan viskositas puncak dan meningkatkan viskositas breakdown.
Dalam pembuatan bihun sagu kering diperlukan pati sagu termodifikasi yang memiliki profil gelatinisasi tipe C untuk menghasilkan karakteristik
bihun sagu yang lebih tegar dan kenyal serta berkurang kelengketannya. Oleh karena itu untuk pembuatan pati sagu termodifikasi HMT yang akan
digunakan sebagai bahan baku bihun sagu menggunakan akuades dalam pengaturan kadar air pati sagu pada pembuatan pati sagu HMT.
B. PENGARUH JUMLAH BINDER DAN WAKTU PENGUKUSAN