PENGARUH JUMLAH BINDER DAN WAKTU PENGUKUSAN

32 dihasilkan. Pati sagu termodifikasi HMT yang diproses dengan AMDK memiliki viskositas breakdown yang lebih tinggi serta viskositas puncak dan viskositas setback yang lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan akuades. Selain itu, nilai viskositas pasta panas dan dingin dari pati ini juga lebih rendah dibandingkan dengan pati termodifikasi HMT yang diproses dengan akuades. Noda et al. 2009 melakukan penelitian pada pati kentang dan hasilnya menunjukkan bahwa pati kentang yang diekstraksi dengan air keran tap water memiliki nilai viskositas puncak yang lebih rendah dibandingkan dengan viskositas puncak pati kentang yang menggunakan akuades dalam proses ekstraksinya. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan kandungan kation antara air yang tidak didestilasi dengan air destilasi. Menurut Wiesenborn et al. 1994, Md Zaidul et al. 2007, dan Kainuma et al. 1976, yang ketiganya dikutip dari Noda et al. 2009, kation memberi pengaruh terhadap karakteristik pasta pati. Sebagai contoh, kandungan kalium yang lebih tinggi meningkatkan viskositas puncak dan viskositas breakdown. Kandungan kalsium yang lebih tinggi menyebabkan penurunan viskositas puncak dan meningkatkan viskositas breakdown. Dalam pembuatan bihun sagu kering diperlukan pati sagu termodifikasi yang memiliki profil gelatinisasi tipe C untuk menghasilkan karakteristik bihun sagu yang lebih tegar dan kenyal serta berkurang kelengketannya. Oleh karena itu untuk pembuatan pati sagu termodifikasi HMT yang akan digunakan sebagai bahan baku bihun sagu menggunakan akuades dalam pengaturan kadar air pati sagu pada pembuatan pati sagu HMT.

B. PENGARUH JUMLAH BINDER DAN WAKTU PENGUKUSAN

TERHADAP KARAKTERISTIK BIHUN SAGU Penggunaan Pati sagu termodifikasi HMT yang memiliki karakteristik gelatinisasi mendekati tipe C dapat memperbaiki karakteristik bihun sagu yang dihasilkan. Hal ini telah dibuktikan oleh Herawati 2009 dan Ramadhan 2009 yang menyatakan bahwa substitusi pati sagu termodifikasi HMT dalam produksi bihun sagu dapat memperbaiki kualitas adonan maupun kualitas 33 bihun sagu dengan tingkat substitusi terbaik yaitu sebesar 50. Substitusi pati sagu termodifikasi HMT dilakukan pada skala 2,5 kg pati kering. Pada penelitian ini, diproduksi bihun sagu kering dengan kombinasi perlakuan jumlah binder 20 dan 30 serta lama waktu pengukusan 1, 2, dan 3 menit. Penentuan variasi jumlah binder dan waktu pengukusan merupakan hasil pengembangan dari penelitian aplikasi pati termodifikasi HMT pada bihun sagu skala kecil yang dilakukan oleh Herawati 2009 dan Ramadhan 2009. Pembuatan binder adonan menggunakan pati sagu alami sebanyak 20 dan 30 dari total pati. Jumlah air yang digunakan dalam pembuatan binder tetap sebanyak 40 dari total pati. STPP dilarutkan ke dalam air sebanyak 0,2 dari total pati. Total pati yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 2,5 kg. Larutan STPP dicampurkan dengan pati sagu alami sehingga membentuk suspensi. Suspensi pati sagu dipanaskan sampai tergelatinisasi sempurna dengan penampakan yang transparan. Binder merupakan pati yang digelatinisasi terlebih dahulu sehingga dapat digunakan sebagai bahan perekat dalam adonan. Menurut Harper 1990, pemanasan pada pati menyebabkan melemahnya ikatan hidrogen yang menyusun struktur pati sehingga molekul air dapat masuk dengan mudah ke dalam granula pati. Hal ini menyebabkan granula pati pecah dan mengeluarkan amilosa yang membentuk matriks sehingga terbentuk gel. Pati sagu termodifikasi HMT sebanyak 50 dicampur kering dengan pati sagu alami yang tidak digunakan sebagai binder dan guar gum sebanyak 1. Bahan-bahan kering kemudian dicampur dengan binder dengan menggunakan mixer selama 5 menit. Kemudian adonan bihun langsung dicetak dengan menggunakan multifunction noodle machine membentuk untaian bihun. Untaian bihun dengan binder 20 lebih kering dan banyak bubuk pati yang menempel pada untaian bihun Gambar 12a, sedangkan untaian bihun dengan binder 30 lebih mudah dicetak namun lebih lunak Gambar 12b. 34 a b Gambar 12. Pencetakan adonan bihun a binder 20 dan b binder 30 Untaian bihun dikukus dalam steamer pada suhu 95 o C selama 1, 2, atau 3 menit, dan dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu 60 o C selama 1 jam dalam oven pengering. Proses pengukusan menyebabkan masuknya air ke dalam untaian bihun dan proses pengeringan menyebabkan keluarnya air dari untaian bihun sehingga matriks untaian bihun kering yang dihasilkan lebih berongga atau berpori. Bihun kemudian dikemas dengan plastik PP polyprophylene sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih panjang. 1. Waktu Rehidrasi Pengukuran waktu rehidrasi bihun sagu kering bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memasak bihun sagu sehingga dapat dikonsumsi. Bihun direbus di dalam air mendidih hingga matang. Bihun yang matang memiliki penampakan dominan transparan dan tidak keras saat digigit atau ditekan. Hasil pengukuran waktu rehidrasi bihun sagu kering dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 7. Perubahan jumlah binder tidak memengaruhi waktu rehidrasi secara signifikan berdasarkan pengujian dengan metode general linerar model univariate P0,05 pada SPSS. Perubahan waktu pengukusan juga tidak memengaruhi waktu rehidrasi secara signifikan P0,05 berdasarkan pengujian statistik yang sama pada SPSS. Namun interaksi antara jumlah 35 binder dan waktu pengukusan memengaruhi waktu rehidrasi secara signifikan P0,05. Waktu rehidrasi bihun yang paling singkat yaitu pada bihun dengan jumlah binder – waktu pengukusan 20 - 1 menit, 20 - 2 menit, 30 - 2 menit, dan 30 - 3 menit. Sedangkan waktu rehidrasi bihun yang paling lama adalah bihun dengan jumlah binder – waktu pengukusan 20 - 3 menit. Tabel 4. Waktu rehidrasi bihun sagu kering Binder Waktu pengukusan menit Waktu rehidrasi menit 20 1 3,8 ± 0,4 a 2 4,3 ± 0,4 ab 3 5,0 ± 0,0 c 30 1 4,5 ± 0,0 b 2 4,0 ± 0,0 ab 3 4,0 ± 0,0 ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan P0,05 Waktu pengukusan yang lebih lama akan meningkatkan derajat swelling starch di dalam bihun. Jumlah binder yang lebih banyak dapat meningkatkan jumlah pati tergelatinisasi di dalam bihun. Kedua hal ini dapat mempersingkat waktu rehidrasi bihun. 2. Rasio Rehidrasi Rasio rehidrasi yang tinggi menunjukkan kemampuan penyerapan air yang baik ke dalam produk pada proses rehidrasi. Bihun yang memiliki rasio rehidrasi yang lebih tinggi akan memiliki kecenderungan untuk membengkak selama dan setelah direhidrasi. Peningkatan rasio rehidrasi juga berbanding lurus terhadap penurunan waktu rehidrasi. Hasil pengukuran waktu rehidrasi bihun dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 8. 36 Berdasarkan pengujian dengan metode general linerar model univariate ; jumlah binder, waktu pengukusan, maupun interaksi antara keduanya memengaruhi rasio rehidrasi bihun sagu secara signifikan P0,05. Peningkatan jumlah binder menyebabkan peningkatan rasio rehidrasi pada uji lanjut t-test Lampiran 8c. Peningkatan waktu pengukusan juga menyebabkan peningkatan rasio rehidrasi pada uji lanjut Duncan Lampiran 8b. Rasio rehidrasi dari bihun yang dikukus selama 1, 2, dan 3 menit dengan binder 30 tidak berbeda nyata, sedangkan pada bihun dengan binder 20, peningkatan waktu pengukusan menyebabkan peningkatan rasio rehidrasi bihun secara signifikan pada uji lanjut Duncan P0,05. Tabel 5. Rasio rehidrasi bihun sagu kering Binder Waktu pengukusan menit Rasio Rehidrasi 20 1 233,60 ± 2,27 a 2 255,22 ± 6,11 b 3 275,90 ± 13,63 c 30 1 287,70 ± 1,83 c 2 283,02 ± 4,06 c 3 287,00 ± 9,21 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan P0,05 Semakin lama waktu pengukusan, maka semakin banyak pula air yang masuk ke dalam adonan bihun sehingga pada saat dikeringkan untaian bihun sagu menjadi lebih berpori. Untaian bihun yang memiliki banyak pori-pori akan lebih mudah dimasuki air pada saat proses rehidrasi, sehingga kemampuan penyerapan airnya lebih tinggi dan nilai rasio rehidrasinya lebih tinggi. Peningkatan jumlah binder juga diikuti dengan peningkatan rasio rehidrasi bihun. Bihun dengan binder yang lebih tinggi akan lebih banyak mengandung pati tergelatinisasi. Banyaknya amilosa dan amilopektin bebas 37 akan mempermudah air untuk terikat dan masuk ke dalam matriks bihun. Bihun yang telah direhidrasi dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Bihun sagu kering yang telah direhidrasi 3. Analisis KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Nilai KPAP menunjukkan persen jumlah padatan yang larut terbawa air pada saat direhidrasi. Semakin besar nilai KPAP bihun menunjukkan semakin banyaknya padatan yang terlepas dari permukaan bihun selama pemasakan atau rehidrasi. Produk bihun yang baik memiliki nilai KPAP yang kecil. Nilai KPAP dari produk bihun dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran 9. Tabel 6. Nilai kehilangan padatan akibat pemasakan bihun sagu kering Binder Waktu pengukusan menit KPAP 20 1 9,59 ± 0,43 a 2 8,15 ± 1,00 b 3 7,44 ± 1,29 b 30 1 5,67 ± 0,38 c 2 5,41 ± 0,62 c 3 6,11 ± 1,24 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan P0,05 38 Berdasarkan pengujian dengan metode general linerar model univariate pada SPSS, perubahan jumlah binder memengaruhi nilai KPAP bihun sagu secara signifikan P0,05. Nilai KPAP bihun dengan binder 30 lebih kecil dibandingkan dengan nilai KPAP bihun dengan binder 20 Lampiran 9b. Semakin banyak jumlah binder sebagai bahan perekat di dalam adonan bihun maka semakin kuat ikatan matriks bihun dan padatan tidak mudah terlepas dari matriks bihun pada saat direhidrasi.Namun nilai KPAP tidak terpengaruh secara nyata P0,05 oleh perubahan waktu pengukusan bihun. Interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan memengaruhi nilai KPAP bihun sagu secara signifikan P0,05. Nilai KPAP menurun seiring penambahan waktu pengukusan pada bihun dengan binder 20 Lampiran 9c. Semakin lama waktu pengukusan maka semakin banyak pula untaian bihun yang tergelatinisasi. Bihun yang tergelatinisasi cenderung memiliki daya rekat yang lebih tinggi sehingga pada saat direhidrasi padatan tidak mudah terlepas dari matriks bihun. Interaksi antara variabel binder 30 dengan waktu pengukusan 1, 2, dan 3 menit memiliki nilai KPAP yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut Duncan Lampiran 9c. 4. Analisis Profil Tekstur Kombinasi jumlah binder dan waktu pengukusan dilakukan untuk memperoleh bihun sagu dengan tekstur terbaik. Analisis profil tekstur dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Bihun yang digunakan dalam pengukuran profil tekstur merupakan bihun yang sudah direhidrasi sesuai dengan waktu rehidrasi yang telah ditentukan. Profil tekstur bihun yang diukur adalah kekerasan, elastisitas, daya kohesif, dan kelengketan. Hasil pengukuran profil tekstur bihun sagu dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 10-13. 39 Tabel 7. Profil tekstur bihun sagu Binder Waktu pengukusan menit Kekerasan gf Elastisitas Daya Kohesif Kelengketan gf 20 1 582,64 ± 80,57 a 0,92 ± 0,00 a 0,71 ± 0,01 ab -18,01 ± 3,17 a 2 567,36 ± 29,20 a 0,92 ± 0,03 a 0,67 ± 0,05 a -16,96 ± 3,17 ab 3 364,30 ± 93,18 b 0,95 ± 0,01 b 0,79 ± 0,00 bc -10,35 ± 1,92 c 30 1 254,50 ± 32,31 b 0,97 ± 0,01 b 0,82 ± 0,03 c -11,03 ± 0,32 c 2 569,40 ± 34,66 a 0,95 ± 0,01 b 0,73 ± 0,02 ab -16,49 ± 0,93 ab 3 590,50 ± 10,66 a 0,95 ± 0,01 b 0,72 ± 0,07 ab -12,64 ± 4,75 bc Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan P0,05 Menurut Purwani et al. 2006 dan Collado et al. 2001, pati termodifikasi HMT dapat meningkatkan kekerasan bihun. Hal ini disebabkan kekuatan gel pati yang lebih kuat yang dapat dilihat dari viskositas setback pati termodifikasi HMT yang lebih tinggi dibandingkan pati alami. Herawati 2009 juga menyatakan bahwa substitusi pati termodifikasi HMT 50 pada pembuatan bihun sagu menyebabkan penurunan elastisitas bihun karena kecenderungan pati termodifikasi HMT yang bersifat short spoonable. Pengujian dengan metode general linerar model univariate menunjukkan bahwa jumlah binder tidak memengaruhi tingkat kekerasan secara signifikan P0,05. Namun waktu pengukusan serta interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan bihun sagu P0,05 Lampiran 10a. Uji lanjut Duncan P0,05 menunjukkan tingkat kekerasan tertinggi diperoleh pada waktu pengukusan 2 dan 3 menit Lampiran 10b. Tingkat kekerasan bihun sagu dengan kombinasi jumlah binder-waktu pengukusan 20 - 1 menit, 20 - 2 menit, 30 - 2 menit, dan 30 - 3 menit lebih besar dibandingkan dengan bihun sagu 20 - 3 menit dan 30 - 1 menit Lampiran 10c. Pengujian dengan metode general linerar model univariate menunjukkan bahwa waktu pengukusan tidak memengaruhi elastisitas 40 bihun sagu secara signifikan P0,05, sedangkan jumlah binder serta interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan berpengaruh nyata P0,05 terhadap elastisitas bihun sagu Lampiran 11a. Elastisitas untaian bihun meningkat seiring peningkatan jumlah binder Lampiran 11b. Elastisitas bihun sagu dengan kombinasi jumlah binder-waktu pengukusan 20 - 1 menit dan 20 - 2 menit lebih kecil dibandingkan dengan bihun sagu lainnya Lampiran 11c. Perubahan waktu pengukusan tidak terlalu mempengarui elastisitas untaian bihun, namun jumlah binder terlihat memengaruhi elastisitas bihun sagu secara nyata. Jumlah binder yang lebih banyak menyebabkan daya rekat yang lebih kuat dalam matriks bihun sehingga elastisitasnya lebih besar. Jumlah binder tidak memengaruhi daya kohesif secara signifikan P0,05, sedangkan waktu pengukusan serta interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan berpengaruh nyata terhadap daya kohesif bihun sagu P0,05 pada pengujian dengan metode general linerar model univariate lampiran 12a. Daya kohesif tertinggi dimiliki oleh bihun sagu yang dikukus selama 1 dan 3 menit Lampiran 12b. Semakin besar daya kohesif bihun maka kerapatan molekul pati di dalam matriks bihun semakin meningkat sehingga untaian bihun menjadi lebih padat dan kompak. Menurut Ramadhan 2009, penggunaan pati sagu termodifikasi HMT dapat menurunkan kelengketan tekstur bihun. Berdasarkan pengujian dengan metode general linerar model univariate, jumlah binder tidak memengaruhi tingkat kelengketan secara signifikan P0,05, sedangkan waktu pengukusan dan interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan berpengaruh nyata P0,05 terhadap kelengketan bihun sagu Lampiran 13a. Bihun yang memiliki kelengketan terendah adalah bihun sagu yang dikukus selama 1 dan 3 menit pada uji lanjut Duncan Lampiran 13b. Bihun yang terlalu lengket akan menyulitkan selama proses pengolahan atau saat dikonsumsi, sehingga produk yang lebih baik yaitu produk yang memiliki angka kelengketan yang lebih besar tingkat kelengketan lebih kecil. 41 5. Penilaian Organoleptik Bihun Sagu Pengujian organoleptik dengan metode rating hedonik digunakan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap keenam sampel bihun sagu yang diujikan. Panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik ini adalah panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang. Penggunaan metode BIB Balanced Incomplete Block bertujuan untuk mencegah terjadinya kejenuhan pada indra pengecap panelis karena jumlah sampel yang terlalu banyak sehingga menyebabkan menurunnya tingkat keakuratan penilaian yang diberikan oleh panelis. Dengan menggunakan metode ini, jumlah sampel yang disajikan kepada panelis dapat dikurangi menjadi 4 sampel. Hasil analisis dari uji rating hedonik BIB yang menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada SPSS terdapat pada Tabel 8 dan Lampiran 14-18. Tabel 8. Penilaian organoleptik bihun sagu Parameter Rasa Kekerasan Elastisitas Kelengketan Kesan keseluruhan 20 - 1’ 2,8 a 3,5 a 3,1 ab 4,0 a 3,3 a 20 - 2’ 2,9 a 3,2 ab 2,9 a 3,4 a 3,1 a 20 - 3’ 2,9 a 3,5 a 3,1 ab 3,2 a 3,3 a 30 - 1’ 3,1 a 3,6 a 3,6 b 3,6 a 3,5 a 30 - 2’ 3,2 a 3,4 a 3,3 ab 3,5 a 3,4 a 30 - 3’ 2,5 a 2,8 b 2,8 a 3,4 a 2,9 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan P0,05 Pengujian dengan metode general linerar model univariate menunjukkan bahwa jumlah binder, waktu pengukusan, serta interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan tidak memengaruhi penilaian tingkat kesukaan panelis secara signifikan P0,05 terhadap sensori rasa bihun sagu Lampiran 14a. Jumlah binder juga tidak memberi pengaruh nyata terhadap penilaian panelis baik untuk sensori rasa, kekerasan, elastisitas, kelengketan, maupun secara keseluruhan P0,05. 42 Berdasarkan pengujian statistik dengan metode general linerar model univariate menunjukkan bahwa waktu pengukusan memengaruhi penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap bihun sagu baik dari sensori kekerasan, kelengketan, maupun secara keseluruhan. Waktu pengukusan bihun sagu yang lebih singkat 1 dan 2 menit memiliki sensori kekerasan yang paling disukai oleh panelis Lampiran15b. Waktu pengukusan yang paling singkat 1 menit dinilai paling disukai panelis dari segi sensori kelengketan untaian bihun sagu Lampiran 17b. Bihun sagu dengan waktu pengukusan yang paling singkat, yaitu 1 menit, paling disukai oleh panelis untuk sensori secara keseluruhan Lampiran 18b. Interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan memberi pengaruh yang signifikan P0,05 pada tingkat kesukaan panelis terhadap nilai sensori kekerasan dan elastisitas bihun sagu Lampiran 15a dan 16a. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan terhadap interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan menunjukan bahwa bihun sagu yang menggunakan binder sebanyak 30 dengan pengukusan selama 1 menit dan 2 menit memiliki penilaian organoleptik yang paling disukai oleh panelis dari segi kekerasan, elastisitas, dimana nilai keduanya tidak berbeda nyata P0,05 Lampiran 15c dan 16b.

C. PENENTUAN BIHUN SAGU TERPILIH