17
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan baku utama dalam pembuatan bihun dari sagu dengan substitusi pati sagu termodifikasi yaitu pati sagu dan pati sagu termodifikasi
HMT Heat Moisture Treatment Metroxylon sagu yang berasal dari Sukabumi Metroxylon sp.. Bahan tambahan lain yang digunakan adalah
air, sodium tripolyphosphate STPP dan guar gum. Berdasarkan Ramadhan 2009, penggunaan bahan tambahan pangan yang menghasilkan kualitas
bihun sagu terbaik adalah STPP 0.2 dan guar gum 1. Bahan analisis yang digunakan yaitu larutan iodin, KOH, HCl, air minum dalam kemasan
dan akuades. 2.
Alat Alat yang digunakan dalam proses pembuatan bihun dari sagu adalah
loyang bertutup, oven pengering, refrigerator, disc mill, pengayak 100 mesh, timbangan digital, wadah, panci, mixer, multifunctional noodle
machine , loyang, steam blancher, tray dryer, wadah, dan kompor. Alat
yang digunakan dalam analisis antara lain timbangan analitik, cawan aluminium, oven kadar air, texture analyzer, alat gelas, sendok, warring
blender , spektrofotometer, dan sentrifuse.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Persiapan bahan baku yang perlu dilakukan adalah pembuatan pati sagu termodifikasi HMT Heat Moisture Treatment. Pati sagu dianalisis
kadar airnya terlebih dahulu. Sejumlah pati sagu yang diberi perlakuan HMT diatur kadar airnya sampai 28 dengan cara menyemprotkan air.
Pada proses pengaturan kadar air digunakan dua jenis air yang berbeda yaitu akuades dan AMDK Air minum dalam kemasan untuk melihat
18 pengaruh air yang digunakan terhadap profil gelatinisasi pati sagu HMT
yang dihasilkan. Jumlah air ditentukan berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa dengan rumus:
100 - KA
1
x BP
1
= 100 - KA
2
x BP
2
Jumlah air yang ditambahkan = BP
1
- BP
2
Keterangan: KA
1
= Kadar air pati kondisi awal KA
2
= Kadar air pati yang diinginkan BP
1
= Bobot pati pada kondisi awal BP
2
= Bobot pati setelah mencapai KA
2
Pati basah yang telah mencapai kadar air 28 ditempatkan di dalam loyang bertutup dan diaduk. Pati didiamkan dalam refrigerator selama satu
malam untuk penyeragaman kadar air. Pati basah dalam loyang dipanaskan dalam oven bersuhu 110
o
C selama 4 jam. Pati diaduk setiap 2 jam untuk menyeragamkan distribusi panas. Setelah didinginkan, pati termodifikasi
dikeringkan selama 4 jam pada suhu 50
o
C. Diagram alir proses pembuatan pati sagu termodifikasi HMT dapat dilihat pada Gambar 8.
2. Penelitian Utama
Pada penelitian utama dilakukan peningkatan skala produksi bihun dari sagu tersubstitusi pati sagu termodifikasi HMT dari skala 100 gram
menjadi 2,5 kg disertai dengan optimalisasi formulasi dan identifikasi tahap kritis proses produksi bihun pada skala 2,5 kg. Diagram alir pembuatan
bihun dari sagu tersubstitusi pati sagu termodifikasi HMT skala 100 gram dapat dilihat pada Gambar 9.
Pembuatan binder dilakukan dengan mencampurkan pati sagu alami dengan 1 liter air dengan 5 gram STPP terlarut di dalamnya dalam panci
besar dan dipanaskan di atas kompor hingga pati tergelatinisasi sempurna. Komposisi binder dalam adonan untuk menghasilkan bihun dengan kualitas
terbaik mengacu pada Ramadhan 2009. Dalam hal ini dilakukan dua
19 perlakuan komposisi binder dalam adonan yaitu menggunakan binder
sebanyak 20 dan 30 dari total pati untuk adonan. Berdasarkan Herawati 2009, jumlah air yang digunakan dalam pembuatan binder sebanyak 40
dari total pati untuk adonan.
Pengaturan kadar air sampai ± 28
Penyimpanan pati di dalam refrigerator 4-5
o
C selama satu malam Pemanasan loyang bertutup berisi pati pada suhu 110
o
C selama 4 jam dengan pengadukan setiap 2 jam
Pendinginan di suhu ruang selama ±1 jam Pengeringan pada suhu 50
o
C selama 4 jam Pendinginan
Penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 100 mesh
Gambar 8. Diagram alir pembuatan pati sagu termodifikasi dengan metode HMT Collado et al.2001; Purwani et al. 2006
Adonan dibuat dengan mencampurkan binder dengan pati kering dan guar gum yang telah dicampur kering terlebih dahulu di dalam mixer dan
terjadi proses pencampuran secara otomatis sampai tercampur merata dan dapat menyatu saat digenggam.
Proses berikutnya adalah pencetakan adonan menjadi bihun dengan menggunakan multifunctional noodle machine. Lubang cetakan die yang
digunakan berukuran kecil sehingga ukuran untaian bihun yang dihasilkan menyerupai produk bihun yang umum beredar di pasaran. Hasil cetakan
diusahakan keluar secara vertikal untuk mencegah menempelnya antar Pati sagu alami 600 g
Pati basah
Pati sagu termodifikasi HMT
20 untaian bihun. Proses pencetakan bihun ini bersifat kontinyu. Adonan yang
keluar dari die diletakkan di atas tray.
Pemanasan
Pencampuran Pengadonan sampai homogen
Pencetakan
Pengukusan pada suhu 95
o
C selama 2 x 1 menit Pengeringan selama 1 jam
Gambar 9. Diagram alir pembuatan bihun bihun dari sagu tersubstitusi pati sagu termodifikasi HMT skala 100 gram Ramadhan, 2009
Adonan yang telah menjadi untaian bihun dikukus dengan menggunakan steam blancher. Bihun dengan alas tray yang berlubang
dimasukkan ke dalam steam blancher. Menurut Ramadhan 2009, waktu pengukusan yang paling baik adalah selama 2 menit. Pada penelitian ini
dilakukan tiga perlakuan waktu pengukusan bihun, masing-masing yaitu waktu pengukusan 1, 2 dan 3 menit.
Bihun kemudian dikeringkan dalam tray dryer selama 1 jam. Setelah kering, bihun didiamkan beberapa saat di suhu ruang untuk menurunkan
suhunya. Setelah suhu mendekati suhu ruang, bihun dapat dikemas di dalam 20 gram pati + 40 ml air
Binder adonan
Untaian bihun
Bihun sagu 30 gram pati alami
+ 50 gram pati HMT STPP 0.2 g
+ guar gum 1 g
21 kemasan plastik. Diagram alir pembuatan bihun sagu dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan bihun sagu yang disubstitusi pati sagu termodifikasi skala 2,5 kg Herawati, 2009
3. Karakterisasi Bihun Sagu Terpilih dan Perbandingannya dengan Bihun
Beras Komersial Untuk melihat apa dan seberapa besar perbedaan antara karakteristik
bihun sagu dan bihun beras, maka dilakukan pembandingan karakteristik bihun sagu dengan karakteristik bihun beras. Karakteristik yang
dibandingkan dalam penelitian ini adalah komposisi kimia dan profil tekstur dari bihun sagu terpilih dan bihun beras komersial.
Komposisi kimia bihun sagu dianalisis dengan analisis proksimat yang meliputi anaisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan
Bihun sagu Pembentukan untaian bihun
Pengukusan Pengadonan
Pengeringan 1.
0.5 kg pati sagu alami 20, atau
2. 0.75 kg pati sagu alami 30
Binder Adonan
1 liter air Pencampuran
Pelarutan Pemanasan
5 gram STPP
1. 0,75 kg pati sagu alami,
atau 2. 0,5 kg pati sagu alami
25 gram Guar Gum 1,25 kg pati sagu HMT
Pencampuran kering
22 kadar karbohidrat by difference. Komposisi kimia bihun sagu terpilih
kemudian dibandingkan dengan komposisi kimia bihun beras komersial dan SNI 01-2975-1992. Hasil pengukuran profil tekstur bihun sagu terpilih juga
dibandingkan dengan hasil pengukuran profil tekstur bihun beras komersial. Pengukuran profil tekstur ini menggunakan Texture Analyzer TAXT-2.
4. Rancangan Percobaan
Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor A adalah persentase binder dalam adonan 20 A1, dan 30 A2, dan
faktor B adalah derajat gelatinisasi produk dengan lama pengukusan selama 1 menit B1, 2 menit B2, dan 3 menit B3. Setiap kombinasi perlakuan
mempunyai dua kali ulangan sehingga jumlah unit percobaan dalam penelitian ini adalah 2 x 3 x 2 ulangan = 12 unit percobaan untuk setiap
jenis bihun dari sagu. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Pengujian statistik menggunakan metode general linerar model univariate. Uji lanjut
yang digunakan adalah uji Duncan dengan model matematik sebagai berikut:
Keterangan: Y
ijk
= peubah yang diukur µ
= rata-rata yang sebenarnya A
i
= pengaruh persentase binder dalam adonan B
j
= pengaruh lama pengukusan AB
ij
= pengaruh interaksi antara persentase binder dalam adonan dan lama pengukusan
ε
kij
= kekeliruan karena anggota ke-k dari persentase binder dalam adonan ke-i dan lama pengukusan ke-j
Y
ijk
= µ + A
i
+ B
j
+ AB
ij
+
ε
kij
23 Rasio rehidrasi =
5. Prosedur Analisis Karakteristik Bihun
a. Waktu Rehidrasi Purwani, et al., 2006
Air sebanyak 300 ml dipanaskan sampai mendidih, kemudian beberapa untai bihun dimasukkan dalam air mendidih. Setelah dua
menit direbus, untaian bihun diambil dan diamati tingkat kematangannya. Pengamatan dilakukan setiap 30 detik dengan melihat
penampakan bihun yang semakin transparan dan kekerasan bihun dengan cara ditekan. Bihun yang matang adalah bihun yang transparan
dan tidak keras saat ditekan. Penentuan waktu rehidrasi dihitung dari mulai bihun dimasukkan ke dalam air mendidih sampai bihun matang
dan siap untuk dikonsumsi. b.
Rasio Rehidrasi Eliason, 2004 Rasio rehidrasi dihitung dengan memasukkan contoh sebanyak 10
g ke dalam gelas piala dan ditambah dengan 100 ml akuades. Contoh kemudian dimasukkan ke dalam waterbath bersuhu 80
C selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar,
kemudian sampel yang telah mengalami rehidrasi ditimbang. Rasio rehidrasi dihitung dengan rumus :
Berat sampel setelah rehidrasi g Berat sampel sebelum rehidrasi g
c. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Purwani et al., 2006
Sebanyak 5 gram bihun yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam air mendidih 100
o
C dengan lamanya waktu sesuai dengan waktu rehidrasi, kemudian ditiriskan. Segera setelah itu
dipindahkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang A. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven 105
o
C selama 3-5 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang B. Kehilangan padatan akibat
24 pemasakan dihitung dengan rumus:
Kehilangan padatan akibat pemasakan = 1 – A – B x 100 BS
m
1 – KA
m
keterangan: A
= Berat cawan + sampel setelah dikeringkan B
= Berat cawan KA
m
= Kadar air mula-mula BS
m
= Berat sampel mula-mula d.
Analisis Profil Tekstur dengan Texture Analyzer TAXT-2 Probe
yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Pengaturan TAXT-2 yang digunakan adalah pre test speed 2,0
mms, test speed 0,1 mms, rupture test distance 75, mode TPA Texture Profile Analysis untuk pengukuran profil tekstur bihun.
Sebanyak empat untai bihun yang telah direhidrasi dengan ukuran panjang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan, kemudian
ditekan oleh probe sebanyak dua kali. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu.
TPA dihitung berdasarkan dua siklus kompresi probe terhadap sampel. Dari data tersebut dapat diketahui nilai kekerasan, kelengketan dan
kekenyalan. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute + peak yaitu gaya maksimal. Kekerasan adalah gaya maksimum yang terjadi selama
proses kompresi pada siklus pertama Clark, 1992. Nilai kelengketan ditunjukan dengan absolute - peak. Keduanya menggunakan satuan
gram force gf. Sedangkan nilai kekenyalan merupakan perbandingan
luas area peak kedua dengan peak pertama dan daya kohesif merupakan perbandingan waktu pada peak kedua dengan peak pertama.
25 e.
Uji Organoleptik Meilgaard et al., 2007 Uji yang digunakan dalam analisis organoleptik adalah uji
hedonik rating BIB Balanced Incomplete Block. Uji ini dilakukan untuk menganalisis tingkat kesukaan panelis terhadap produk bihun
sagu dengan kriteria rasa, kekerasan, kekenyalan, kelengketan, dan secara keseluruhan overall. Sampel yang disajikan kepada panelis
sebanyak 4 formula dari total 6 formula bihun sagu yang diujikan organoleptiknya.
Dalam uji organoleptik digunakan panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang. Panelis memberikan penilaian terhadap masing-masing
sampel dengan nilai 1 untuk yang paling tidak disukai sampai dengan 5 untuk yang paling disukai. Data yang diperoleh kemudian dianalisis
dengan menggunakan ANOVA Analysis ov Variance untuk melihat adanya perbedaan rating kesukaan antar sampel. Apabila terdapat
perbedaan yang nyata antar sampel, maka dilanjutkan dengan uji Duncan P0,05 sehingga dapat diketahui sampel yang memiliki rating
paling tinggi. f.
Kadar Air AOAC,2006 Kadar air dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan
metode oven pada suhu 105
o
C. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan
sebelumnya dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 6 jam. Cawan kemudian didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air bb = a-b-c x 100 a
Kadar air bk = a-b-c x 100 b-c
26 Keterangan:
a = berat sampel awal g b = berat sampel akhir dan cawan g
c = berat cawan g g.
Kadar Abu AOAC, 2006 Kadar abu bahan pangan dapat ditetapkan dengan menimbang sisa
mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550
o
C di dalam tanur. Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam
cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Cawan dan sampel tersebut kemudian dibakar dengan pembakar bunsen dalam
ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550
o
C sampai dihasilkan abu yang berwarna abu- abu terang atau hingga bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Kadar abu diperoleh dengan menggunakan rumus:
Kadar abu = bobot abu g x 100 bobot sampel g
h. Kadar Protein AOAC 984.13 A-D , 2006 yang dimodifikasi
Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro- Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl, ditambahkan 2 ml K
2
SO
4
kemudian ditambahkan 1 g CuSO
4
, 2 mg K
2
SO
4
, batu didih, dan didihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan
akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH- Na
2
S
2
O
3
. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2 dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2 dalam alkohol.
Destilat yang diperoleh kemudian ditritasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang
27 sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah
dalam total N, yang kemudian dinyatakan dengan faktor konversi 6,25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:
ml HCl - ml Blanko x N HCl x 14,007 x 6.25 x 100 mg sampel
i. Kadar Lemak SNI 01-2891-1992
Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang
dihasilkan adalah lemak kasar. Sejumlah 2 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam gelas piala. Setelah itu, tambahkan 30 ml HCl 25
dan 20 ml air. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit. Saring hasil pemanasan dengan kertas saring dalam keadaan
panas dan cuci dengan air panas hingga tidak asam lagi. Lalu lakukan pengeringan kertas saring berikut isinya pada suhu 105
o
C. Kemudian kertas saring yang telah kering dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet
bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.
Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105
C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut
ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus :
Kadar lemak = Bobot lemak g x 100 Bobot sampel g
j. Kadar Karbohidrat by difference AOAC, 2006
Kadar karbohidrat sampel dihitung dengan mengurangi 100 kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein,
Kadar protein =
28 kadar serat dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut :
Kadar karbohidrat = 100 - Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN