42 Berdasarkan pengujian statistik dengan metode general linerar model
univariate menunjukkan bahwa waktu pengukusan memengaruhi penilaian
tingkat kesukaan panelis terhadap bihun sagu baik dari sensori kekerasan, kelengketan, maupun secara keseluruhan. Waktu pengukusan bihun sagu
yang lebih singkat 1 dan 2 menit memiliki sensori kekerasan yang paling disukai oleh panelis Lampiran15b. Waktu pengukusan yang paling singkat
1 menit dinilai paling disukai panelis dari segi sensori kelengketan untaian bihun sagu Lampiran 17b. Bihun sagu dengan waktu pengukusan yang
paling singkat, yaitu 1 menit, paling disukai oleh panelis untuk sensori secara keseluruhan Lampiran 18b.
Interaksi antara jumlah binder dengan waktu pengukusan memberi pengaruh yang signifikan P0,05 pada tingkat kesukaan panelis terhadap
nilai sensori kekerasan dan elastisitas bihun sagu Lampiran 15a dan 16a. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan terhadap interaksi antara jumlah binder
dengan waktu pengukusan menunjukan bahwa bihun sagu yang menggunakan binder sebanyak 30 dengan pengukusan selama 1 menit
dan 2 menit memiliki penilaian organoleptik yang paling disukai oleh panelis dari segi kekerasan, elastisitas, dimana nilai keduanya tidak berbeda
nyata P0,05 Lampiran 15c dan 16b.
C. PENENTUAN BIHUN SAGU TERPILIH
Untuk menentukan jumlah binder dan waktu rehidrasi yang paling tepat dalam proses pembuatan bihun sagu, maka dibuat table frekuensi untuk
menentukan bihun sagu terpilih dimana bihun sagu tersebut yang paling banyak memiliki nilai terbaik dalam hasil analisis yang telah dilakukan. Tabel
frekuensi hasil analisis terbaik dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil analisis waktu rehidrasi, rasio rehidrasi, KPAP,
analisis profil tekstur, dan uji sensori hedonik, dapat disimpulkan bahwa bihun sagu terpilih yaitu bihun sagu yang dibuat dengan binder sebanyak 30 dan
waktu pengukusan selama 1 menit, dimana bihun sagu ini yang paling banyak memiliki angka hasil analisis terbaik, yaitu pada analisis KPAP, analisis profil
43 tekstur elastisitas, daya kohesif, dan kelengketan, serta uji organoleptik
hedonik. Tabel 9. Frekuensi hasil analisis terbaik
Bihun sagu
20 - 1’ 20 - 2’ 20 - 3’ 30 - 1’ 30 - 2’ 30 - 3’ Waktu
rehidrasi √
√ √
√ Rasio rehidrasi
√ KPAP
√ √
√ TPA
kekerasan √
√ √
√ TPA elastisitas
√ √
√ √
TPA daya kohesif
√ √
TPA kelengketan
√ √
√ Hedonik rasa
Hedonik Kekerasan
√ √
Hedonik elastisitas
√ √
Hedonik kelengketan
√ √
Hedonik overall
√ √
Total 5 2 3 8 6 5
D. KARAKTERISASI BIHUN SAGU TERPILIH DAN
PERBANDINGANNYA DENGAN BIHUN BERAS KOMERSIAL 1.
Analisis Komposisi Kimia Sampel bihun sagu terpilih yaitu bihun sagu dengan binder 30 dan
waktu pengukusan selama 1 menit dianalisis proksimat untuk mengetahui secara kasar mengenai komposisi kimia di dalamnya, yang meliputi kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil
44 analisis proksimat dari bihun kering sagu terpilih dapat dilihat pada Tabel
10.
Tabel 10. Hasil analisis proksimat bihun kering sagu terpilih dan bihun
beras komersial
Komponen Bihun sagu kering 30-1’
Bihun beras komersial bb Anonim, 2009
SNI 01-2975- 1992 bb
bb bk
Kadar air
12,05 13,70 11,10
Maks 13
Kadar abu
0,35 0,39 0,40
Maks 1
Kadar protein
0,54 0,61 7,00
Min 4
Kadar lemak
1,17 1,32 1,60
Kadar karbohidrat by difference
85,91 98,58 79,90
Kadar air sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan produk, baik dari segi mikrobiologis, kimiawi, maupun enzimatis. Semakin besar
kandungan air maka semakin mudah rusak pula produk pangan tersebut. Kadar air
bihun kering sagu terpilih yaitu sebesar 12,05 bb atau 13,70 bk. Kadar air bihun kering sagu sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar air bihun beras komersial, namun tidak melewati standar SNI 01- 2975-1992 yaitu
maksimal 13 bb . Hal ini menunjukkan kadar air bihun
kering sagu memenuhi standar produk bihun yang berlaku. Kadar abu bihun kering terpilih yaitu sebesar 0,35 bb atau 0,39
bk. Kadar abu bihun sagu lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar abu bihun beras yaitu sebesar 0,40 bb.
Di dalam SNI 01-2975-1992
, kadar abu maksimal untuk produk bihun kering yaitu sebesar 1 bb.
Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu bihun kering sagu lebih rendah
dibandingkan dengan standar SNI 01-2975-1992. Hal ini menunjukkan kadar abu bihun kering sagu memenuhi standar produk bihun yang berlaku.
Kadar protein bihun kering sagu terpilih yaitu sebesar 0,54 bb atau 0,61 bk. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai
minimal kandungan protein yang ditentukan SNI 01-2975-1992 yaitu
sebesar 4 bb . Kadar protein bihun sagu ini sangat rendah jika
dibandingkan dengan bihun beras komersial yaitu sebesar 7 bb. Kadar
45 protein bihun kering sagu tidak mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan
bihun beras karena bahan baku produk ini yaitu pati sagu memiliki kandungan protein yang sangat kecil jika dibandingkan dengan kandungan
protein di dalam tepung beras. Kadar lemak bihun kering sagu terpilih sebesar 1,17 bb atau
1,32 bk. Kandungan lemak bihun kering sagu ini sangat kecil karena tidak ada tahapan dalam proses produksi yang menggunakan minyak.
Kandungan lemak di dalam bihun sagu tidak terlalu berbeda jauh dengan bihun beras komersial.
Kadar karbohidrat bihun kering sagu yang ditentukan secara by difference
yaitu sebesar 85,91
bb atau 98,58 bk. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kandungan karbohidrat pada bihun beras komersial
yaitu sebesar 79,90 bb. Kandungan karbohidrat yang sangat tinggi ini berasal dari bahan baku utama yaitu pati sagu yang kandungan karbohidrat
di dalamnya lebih banyak dibandingkan dengan tepung beras yang masih mengandung sedikit protein di dalamnya.
Kadar karbohidrat bihun sagu yang sangat tinggi ini terdiri dari bagian yang dapat dicerna dan yang tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan dalam usus halus, biasa dikenal dengan istilah serat pangan. Granula pati sagu yang diproses dengan HMT mengalami retrogradasi
sehingga diduga dapat meningkatkan kadar pati resisten di dalam pati sagu HMT. Pati resisten pada pati sagu HMT termasuk ke dalam kategori pati
resisten tipe 3, yaitu pati resisten yang terbentuk akibat pati yang mengalami retrogradasi. Pati resisten tipe 3 ini merupakan fraksi pati yang
paling resisten terhadap proses pencernaan, namun dapat dimanfaatkan oleh mikroflora usus besar sehingga meningkatkan kesehatan manusia terutama
di bagian usus besar Bird, et al., 2000. Pati resisten tiga memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifatnya selama proses pengolahan
pangan, yang berperan penting dalam pembentukkan untaian bihun sehingga untaian bihun yang dihasilkan lebih stabil selama proses
pemanasan dan untaian bihun yang dihasilkan lebih padat, tegar dan tidak lengket.
46 2.
Profil Tekstur Karena pembuatan bihun sagu ini bertujuan untuk meningkatkan
diversifikasi pangan dan mengurangi tingkat konsumsi bihun beras di Indonesia, maka karakteristik tekstur bihun sagu diharapkan mendekati
karakteristik tekstur bihun beras. Perbandingan profil tekstur antara bihun sagu terpilih dengan bihun beras komersial dapat dilihat pada Tabel 11,
Gambar 14 dan Lampiran 19. Tabel 11. Profil tekstur bihun sagu terpilih dan bihun beras komersial
Nama produk Kekerasan gf
Elastisitas Daya Kohesif
Kelengketan gf
Bihun Sagu Terpilih
254,50 ± 32,31
a
0,97 ± 0,01
a
0,82 ± 0,03
a
-11,03 ±
0,32
a
Bihun beras komersial
846,92 ± 112,79
b
1,00 ±0,01
a
0,71 ±0,03
b
-8,64 ±
0,67
b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji t-test P0,05
Tingkat kekerasan bihun sagu secara keseluruhan berbeda nyata terhadap bihun beras. Bihun beras memiliki tingkat kekerasan yang lebih
besar dibandingkan dengan bihun sagu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan protein yang tinggi pada tepung beras menyebabkan
terbentuknya kompleks amilosa-protein yang dapat menyebabkan peningkatan kekerasan matriks produk yang dihasilkan Martin et al.,
2005. Berdasarkan data profil tekstur yang telah dianalisis, nilai elastisitas
bihun beras tidak berbeda nyata dengan bihun sagu terpilih dengan kombinasi jumlah binder-waktu pengukusan 30 - 1 menit. Daya kohesif
bihun sagu terpilih dengan kombinasi jumlah binder-waktu pengukusan 30 - 1 menit lebih tinggi dibandingkan dengan daya kohesif bihun beras.
Namun bihun sagu terpilih memiliki tingkat kelengketan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bihun beras komersial.
47 a
b Gambar 14. Kurva profil tekstur a bihun sagu kering terpilih dan b bihun
beras komersial Kualitas tekstur bihun sagu terpilih masih memiliki kekurangan pada
tingkat kekerasan dan kelengketan dibandingkan dengan bihun beras komersial. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik antara pati sagu
dengan tepung beras sebagai bahan baku. Namun tingkat elastisitas dan Daya kohesif bihun sagu terpilih sudah mendekati bahkan menyaingi bihun
beras komersial.
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN