Putih Telur Putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu Sosis dan Sistem Emulsi Sosis

2.3. Putih Telur Putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu

lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam, dan lapisan kental dalam Powrie,1977. Selanjutnya, Powrie 1977 menerangkan bahwa putih telur merupakan sistem protein yng tersusun oleh serabut-serabut ovomusin di dalam larutan aquoeus dari sejumlah protein globular. Komposisi kimia putih telur disajikan dalam Tabel 3. Tabel 4. Komposisi kimia putih telur Komponen Persentase Protein 9,7 – 10,6 Lipid 0,03 Karbohidrat 0,4 – 0,9 Abu 0,5 – 0,6 Sumber : Powrie 1977 Baldwin 1977 melaporkan bahwa koagulasi protein disebabkan karena molekul-molekul protein mengalami agregasi dan terbentuknya ikatan-ikatan antar molekul, seperti ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida. Adanya ikatan-ikatan antar molekul tersebut menyebabkan protein menjadi tidak larut. Koagulasi putih telur oleh panas dipengaruhi oleh beberapa kondisi pemanasan. Koagulasi putih telur dimulai pada suhu 62 o C dan putih telur tidak bersifat mengalir lagi pada suhu 65 o C. pada suhu 70 o C gumpalannya teguh tetapi lunak dan menjadi sangat teguh pada suhu yang lebih tinggi. Pengenceran menaikkan suhu koagulasi telur. Jika cairan yang ditambahkan berlebihan maka konsistensinya akan menyerupai bubur yang mungkin terpisah selama pemasakan. Jika cairan ditambahkan terlalu sedikit dan telur dimasak terlalu lama maka akan menghasilkan konsistensi yang kenyal. Tabel 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi telur. Faktor Pengaruh Suhu Putih telur mulai terkoagulasi pada suhu 62 o C Pengenceran Menaikkan temperatur koagulasi Garam Secara alami, garam penting untuk koagulasi. Penambahan garam mempercepat koagulasi Gula Menaikkan temperatur koagulasi Asam Menurunkan temperatur awal koagulasi Basa Membentuk gel jernih pada pH di atas 11,9 Sumber : Baldwin 1977

2.4. Sosis dan Sistem Emulsi Sosis

Sosis berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang secara harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman, karena pada awal pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging Rust, 1987. Proses pembuatan sosis saat ini tidak lagi sebatas memberikan garam dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat dari daging yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi bentuk yang simetris Tauber, 1985 Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan, dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak, dimasukkan, dan dipadatkan di dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setengah masak Soeparno, 1994 Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke dalam enam kelas yaitu : sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis kering dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis daging masak Kramlich, 1971. Tabel 6. Jenis-jenis sosis Jenis Karakteristik Contoh Sosis segar Dari daging segar, tidak dikuring, digiling, berbumbu, dibungkus, dimasak sebelum dihidangkan. Sosis babi segar, Bratwurst, Bockwurst Sosis kering, semi kering Daging kuring, mengalami proses pengeringan, dapat diasap sebelum pengeringan atau dapat pula dihidangkan langsung. Genoa salami, Pepperoni, Lebanon bologna Sosis masak Dikuring atau tidak, digiling, berbumbu, dibungkus, dimasak dan kadang-kadang diasap, dapat langsung dihidangkan. Sosis hati, Braunchweiger Sosis masak, dan diasap Daging kuring, digiling, berbumbu, dibungkus, dimasak, dapat langsung dihidangkan Frankfurters, Bologna, Cotto salami Sosis tidak masak, tetapi diasap Daging segar, dikuringtidak, dibungkus, diasap, harus dimasak sebelum dihidangkan. Mettwurst, Kielbasa Bola daging cooked meat specialities Daging mutu tinggi, dikuringtidak, dimasak, jarang diasap, dapat langsung dihidangkan Loaves, Scrapple, Meat balls. Sumber : Kramlich 1971 Tabel 7. Syarat mutu sosis daging No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - 2 Air bb Maks 67,0 3 Abu bb Maks 3,0 4 Protein bb Min 13,0 5 Lemak bb Maks 25,0 6 Karbohidrat bb Maks 8 7 Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SIN 01-0222-1995 7.1 Pewarna 7.2 Pengawet 8 Cemaran logam 8.1 Timbal Pb mgkg Maks 2,0 8.2 Tembaga cu mgkg Maks 20,0 8.3 Seng Zn mgkg Maks 40,0 8.4 Timah Sn mgkg Maks 40,0 250,0 8.5 Raksa Hg mgkg Maks 0,03 9 Cemaran arsen As mgkg Maks 0,1 10 Cemaran mikroba 10.1 Angka total lempeng Kolonig Maks 10 5 10.2 Bakteri bentuk koi APMg Maks 10 10.3 Eccherichia coli APMg 3 10.4 Enterococci Kolonig 10 2 10.5 Clostridium perfringens - Negatif 10.6 Salmonella - Negatif 10.7 Staphilococcus aureus Kolonig Maks 10 2 Sumber : SNI-01-3820-1995 Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik. Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur tetapi saling ingin terpisah karena memiliki berat jenis yang berbeda. Suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian terdispersi yang terdiri dari butir- butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai fase kontinyu, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air Winarno, 1997. Jika air sebagai fase pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi, emulsi ini disebut sebagai emulsi minyak dalam air OW, sebaliknya jika minyak sebagai fase pendispersi dan air sebagai fase terdirperasi maka emulsi ini disebut emulsi air dalam minyak WO deMan, 1997 Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan dalam sistem emulsi atau terdapat keseragaman molekul fase pendispersi dan fase terdispersi dalam kondisi baik. Kestabilan emulsi terjadi apabila suatu partikel terdispersi yang terdapat dalam bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lain dan membentuk lapisan yang terpisah. Untuk mendapatkan emulsi yang pekat dan stabil dari kedua cairan, baik sistem minyak dalam air ow maupun air dalam minyak wo, maka diperlukan komponen ketiga yaitu bahan pengemulsi. Fungsi dari komponen ketiga adalah untuk mempercepat atau mempermudah terjadinya proses emulsi dan memberikan atau meningkatkan kestabilan emulsi. Pengemulsi merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar permukaan, antara permukaan udara-cairan dan cairan-cairan. Kemampuan ini merupakan akibat dari struktur molekul pengemulsi yang mengandung dua bagian yang jelas, satu bagian mempunyai sifat polar atau sifat hidrofil, bagian yang lain bersifat non polar atau hidrofob. Jumlah pengemulsi yang dibutuhkan tergantung dari besarnya ukuran partikel emulsi. Semakin kecil ukuran partikel emulsi maka jumlah pengemulsi yang dibutuhkan akan meningkat deMan, 1997. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel lemak, pH, viskositas emulsi, jumlah dan tipe protein yang larut. Penggilingan dan pemanasan yang berlebihan serta terlalu cepat akan mengakibatkan terjadinya perpecahan emulsi. Hal ini disebabkan oleh diameter pertikel lemak yang semakin kecil dan luas permukaan lemak semakin besar, sehingga protein tidak cukup untuk menyelubungi semua partikel lemak. Lemak yang tidak terselubungi akan keluar dari emulsi sehingga akan terpisah dan keluar dari sosis Kramlich, 1971.

2.5. Pembuatan Sosis

Dokumen yang terkait

Pembuatan Tempe Jamur Merang (Volvariella volvaceae) dengan Inokulum Murni Rhizopus oligosporus

0 4 9

Pengemasan Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Menggunakan Retort Pouch

0 8 110

PENGARUH PENAMBAHAN KARDUS DAN AIR LERI TERHADAP PRODUKTIVITAS JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) YANG Pengaruh Penambahan Kardus Dan Air Leri Terhadap Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Yang Ditanam Pada BAGLOG.

0 5 15

PENGARUH PENAMBAHAN KARDUS DAN AIR LERI TERHADAP PRODUKTIVITAS JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) YANG Pengaruh Penambahan Kardus Dan Air Leri Terhadap Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Yang Ditanam Pada BAGLOG.

0 2 15

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP HASIL JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Hasil Jamur Merang (Volvariella volvaceae).

0 0 16

PENDAHULUAN Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Hasil Jamur Merang (Volvariella volvaceae).

0 1 4

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP HASIL JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Hasil Jamur Merang (Volvariella volvaceae).

0 0 14

PEMANFAATAN JERAMI DAN BLOTONG KERING SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PEMANFAATAN JERAMI DAN BLOTONG KERING SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae).

0 0 13

PENGARUH VARIASI KADAR KASCING TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae).

0 0 2

PERTUMBUHAN F1 JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PADA MEDIA TUMBUH ALTERNATIF SKRIPSI

1 2 16