Pembuatan Sosis 1. Jamur Merang

pertikel lemak yang semakin kecil dan luas permukaan lemak semakin besar, sehingga protein tidak cukup untuk menyelubungi semua partikel lemak. Lemak yang tidak terselubungi akan keluar dari emulsi sehingga akan terpisah dan keluar dari sosis Kramlich, 1971.

2.5. Pembuatan Sosis

2.5.1. Bahan-bahan utama pembuatan sosis Sosis merupakan salah satu produk daging giling yang diberi bumbu dan dapat mengalami proses kuring, pemanasan, dan pengasapan Forrest et al., 1975. Sosis umumnya dibuat dari daging, lemak, bahan pengisi dan pengisi, air, garam dapur, dan bahan tambahan lain, seperti bumbu-bumbu dan zat aditif. Bahan pengikat dan bahan pengisi adalah bahan bukan daging yang ditambahkan ke dalam sosis dengan tujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi, mengurangi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan, memperbaiki citarasa serta mengurangi biaya produksi Kramlich, 1971. Bahan pengikat dan bahan pengisi ditambahkan ke dalam formulasi pembuatan sosis dengan tujuan untuk : 1 Mengurangi harga formulasi, 2 Memperbaiki hasil masakan, 3 Memperbaiki karakteristik irisan, 4 Memperbaiki aroma, 5 menambah kandungan protein, 6 Memperbaiki stabilitas emulsi, 7 Memperbaiki proses pengikatan lemak, dan 8 Meningkatkan pengikatan air Tauber, 1985. Bahan pengisi yang ditambahkan ke dalam pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang memiliki kandungan pati yang tinggi, namun kandungan proteinnya rendah. Bahan pengisi mempunyai kemampuan untuk mengikat sejumlah besar air, namun kemampuan emulsifikasinya rendah Albert, 2001. Bahan pengisi yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis adalah tepung serealia, ekstrak pati, dan sirup jagung atau padatannya. Kandungan pati dalam bahan tersebut tinggi tetapi kadar proteinnya rendah, sehingga mempunyai kemampuan untuk mengikat air, tetapi tidak berperan dalam mengemulsi lemak Wilson, 1981 Bahan pengikat merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan ke dalam pembuatan sosis yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan mengemulsi lemak. Bahan pengikat menurut asalnya dibedakan menjadi bahan pengikat hewani dan bahan pengikat nabati. Bahan pengikat hewani merupakan produk susu yang meliputi susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak rendah kalsium, dadih susu, dan sodium kaseinat. Bahan pengikat nabati yang sering digunakan dalam pembuatan sosis adalah produk kedelai Kramlich, 1971. Untuk menghasilkan sosis masak yang stabil, lemak dipreemulsikan dalam air dengan penambahan protein seperti isolat protein kedelai. Metode ini menghasilkan daya ikat air dan minyak yang lebih tinggi, stabilitas emulsi yang lebih tinggi, dan hilangnya rasa berminyak dalam produk akhir Cross dan Overby, 1988. Isolat protein kedelai adalah produk dari protein kedelai bebas lemak atau berlemak rendah bisa dibuat dari kedelai utuh yang diolah sedemikan rupa sehingga kandungan proteinnya tinggi. Menurut definisinya, kandungan protein pada isolat protein kedelai minimum 95. Isolat protein kedelai sangat dibutuhkan dalam industri pangan, karena banyak sekali digunakan untuk formulasi berbagai jenis makanan. Yang diinginkan dari isolat protein kedelai adalah sifat fungsional proteinnya. Sifat ini menentukan pemakaian atau fungsi produk tersebut dalam berbagai produk makanan Koswara, 2005. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni karena kadar proteinnya minimum 95 dalam berat kering. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya lebih baik dibandingkan dengan konsentrat dan tepung kedelai Koswara, 2005. Isolat protein kedelai biasanya digunakan sebagai bahan campuran dalam makanan olahan daging dan susu. Isolat protein kedelai baik sekali digunakan dalam formulasi berbagai produk makanan, juga sebagai bahan pengikat dan pengemulsi dalam produk-produk daging Koswara, 2005. 2.5.2. Bahan tambahan Bahan tambahan atau bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam suatu adonan dengan maksud atau tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, citarasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa Winarno et al, 1988. 1. Garam Garam bisa terdapat secara alami dalam makanan atau ditambahkan dalam pengolahan dan penyajian makanan. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk menjadi terlalu asin Buckle et al , 1987. Secara umum pada pembuatan sosis, jumlah garam yang ditambahkan adalam 2-3 Rust, 1987. Nilai penting dalam keberhasilan pembuatan sosis adalah kemampuan dari garam untuk melarutkan protein. Kelarutan protein ini menjalankan fungsi sebagai emulsifier di mana akan menyelubungi partikel lemak dan mengikat air serta dalam menjaga kestabilan emulsi sosis. Dalam menjalankan fungsi membantu mengikat air, garam juga membantu mempertahankan produk yang dihasilkan Kramlich, 1971. 2. Gula Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu Buckle et al, 1987. Pemberian gula akan mempengaruhi citarasa yaitu meningkatkan rasa manis, kelezatan, aroma, tekstur daging, dan mampu menetralisir garam yang berlebihan serta menambah energi. Selain itu gula memiliki daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif ERH dan mengikat air sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet. Adanya glukosa, sukrosa, pati, dan lain-lain dapat menigkatkan citarasa pada makanan serta menimbulkan rasa khusus pada makanan Buckle et al., 1987. Gula jika dipanaskan akan bereaksi dengan asam amino sehingga terbentuk warna coklat yang membuat bahan lebih menarik Winarno, 1997. Gula berfungsi untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi gula yang tinggi dalam curring berfungsi sebagai bahan pengawet Soeparno, 1994. 3. Bawang putih. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan. Bawang putih mengandung senyawa pembentuk aroma dan juga senyawa-senyawa berkhasiat lainnya. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasanya ditambahkan ke dalam makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bau khas pada bawang putih berasal dari senyawa allisin. 4. Air atau es Air merupakan salah satu bahan yang umumnya ditambahkan dalam adonan sosis. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan sosis adalah 20-30 dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es Forrest et al. 1975. Penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk 1 melarutkan garam dan mendistribusikan secara merata ke seluruh bagian massa daging, 2 memudahkan ekstraksi protein serabut otot, 3 membantu pembentukan emulsi, 4 mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan Kramlich, 1971. Penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur sosis menjadi lunak, demikian pula sebaliknya. Morisson et al., 1971 5. Lemak Penambahan lemak pada pembuatan sosis bertujuan untuk memperoleh produk sosis yang kompak, tekstur empuk, serta rasa dan adonan yang lebih baik. Jumlah penambahan lemak dalam penambahan pembuatan sosis berkisar antara 5-25 Amano, 1965. Menurut Kramlich 1971, jika jumlah lemak tidak tepat maka akan dihasilkan emulsi yang tidak kuat. Lemak berfungsi sebagai fase diskontinyu dari emulsi sosis, oleh karena itu lemak merupakan salah satu komponen yang penting. Keempukan dan kebasahan juiceness sosis juga dipengaruhi oleh kandungan lemak. Jumlah lemak yang ditambahkan harus seimbang dengan jumlah air dan protein. Apabila jumlah yang ditambahkan terlalu sedikit, maka akan menghasilkan sosis keras dan kering, sebaliknya apabila penambahan lemak berlebihan, maka akan menghasilkan sosis yang keriput dan lunak, karena selama pemasakan terjadi kehilangan lemak cooking loss yang tinggi sehingga sebagian lemak akan terpisah Wilson et al., 1981. Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan teksur selama pengolahan dan penanganan. Jumlah yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30 dari bobot daging Kramlich, 1971. Jenis lemak juga mempengaruhi kestabilan emulsi. Lemak dengan asam lemak jenuh dan trigliserida berantai pendek lebih mudah membentuk emulsi dibandingkan dengan yang berantai panjang. Sedangkan pada rantai karbon yang sama, asam lemak dengan satu ikatan rangkap lebih mudah teremulsi dibandingkan dengan asam lemak dengan dua ikatan rangkap Cristian dan Suffle, 1967 6. Bumbu Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis dimaksudkan untuk menambah citarasa sesuai selera konsumen. Bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah merica, bawang putih, bawang merah, pala, jahe, dan MSG. Menurut Soeparno 1994, penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan rasa, karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour yang berbeda. Beberapa bumbu ini bersifat antioksidan sehingga dapat menghambat ketengikan serta memiliki akivitas antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba merugikan. 2.5.3. Selongsong Selongsong atau casing adalah sarung pembungkus yang digunakan untuk membungkus dan membentuk sosis. Karakteristik casing akan berpengaruh terhadap kualitas sosis yang dihasilkan. Casing yang umumnya digunakan dalam industri adalah casing sintetis dan casing kolagen. Penggunaan casing ini menggantikan casing alami dari usus hewan yang bersifat kurang awet dan keseragaman ukuran yang rendah. Casing kolagen terbuat dari agar-agar atau kulit hewan sehingga dapat dimakan. Sedangkan casing sintetis umumnya terbuat dari plastik polyamide sehingga tidak dapat dimakan. Ada juga casing sintetis yang terbuat dari film vinylidene chloride dan rubber hidrochloride yang bisa tahan pada suhu pemasakan 100 o C selama 1-2 jam. Film vinylidene kloroda bersifat kurang permeable, transparan, dan tidak bereaksi secara kimia tetapi kurang tahan terhadap kerusakan mekanik. Film rubber hidroklorida lebih elastis dan kuat, tetapi tidak transparan dan kurang permeable terhadap gas Suzuki, 1981. Penggunaan casing sintetis ini lebih menguntungkan karena karakteristiknya pori, ketahanan panas, dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, dapat diprinting atau diwarnai, dan keseragaman ukurannya yang tinggi. 2.5.4. Proses Pembuatan Sosis Menurut Tauber 1985, tahap-tahap pengolahan secara lengkap untuk membuat sosis adalah pemilihan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sosis, penggilingan, pencampuran termasuk ke dalamnya adalah pencacahan dan pengemulsian, pemasukan dalam selongsong, pengikatan, penggantungan, pemasakan pengasapan danatau perebusan, pendinginan penyemprotan dengan air dingin atau penyimpanan dingin, pengupasan atau pemotongan, dan pengemasan. Pembuatan sosis dimulai dengan penggilingan daging sehingga diperoleh daging yang halus dan seragam ukurannya. Menurut Tauber 1985, tujuan penggilingan adalah untuk menghasilkan daging yang mempunyai komposisi daging dan lemak merata. Umumnya daging yang akan digiling telah didinginkan terlebih dahulu sampai temperatur -2 o C. Menurut Wilson 1960, kondisi tersebut diupayakan agar temperatur penggilingan dapat dipertahankan tetap di bawah 22 o C untuk mencegah terdenaturasinya protein sebagai emulsifier utama. Kemudian dilanjutkan dengan tahap pengadukan atau pencampuran. Pada tahap ini diharapkan butiran lemak yang ditambahkan akan terdistribusi secara merata, biasanya digunakan mesin pencacah dan atau mesin penggiling yang merupakan gabungan dari sistem penggilingan dan pencacah Tauber, 1985. Pada tahapan ini bahan kuring seperti serpihan es atau air dingin, garam dapur, bahan pengikat, dan bahan- bahan tambahan lainnya juga ditambahkan sehingga dapat terdistribusi merata dan temperatur adonan yang terbentuk dipertahankan serendah mungkin sekitar 3 o C sampai 11 o C Kramlich, 1971 agar diperoleh stabilitas emulsi yang maksimum. Tahap berikutnya adalah pemasukan adonan ke dalam mesin pengisi filler dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis casing. Pemasukan adonan sosis ke dalam selongsong menggunakan alat khusus Tauber, 1985 dan bertujuan untuk membentuk dan mempertahankan kestabilan emulsi Kramlich, 1971 serta mengurangi terbentuknya kantong-kantong udara yang akan mempengaruhi mutu sosis. Pemasakan bertujuan untuk mengkoagulasikan protein sehingga menghasilkan sosis dengan tekstur yang kompak, pembentukkan flavor, pengawetan, dan pembentukan warna. Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan sosis tergantung pada temperatur, lama pemasakan, dan jenis daging Lawrie, 1974 Pemasakan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti perebusan, pengukusan, pengasapan, atau kombinasi dari cara-cara tersebut Effie, 1980. Pengasapan dapat memberikan flavor spesifik terhadap daging. Menurut Desrosier dan Desrosier 1977, pengasapan atau penggunaan asap pada pemasakan terutama bertujuan untuk memberikan flavor yang khas, mengawetkan, menghasilkan produk khas, memberikan warna khas, dan mencegah oksidasi. Berbagai senyawa berperanan dalam pembentukan flavor tersebut, namun yang paling penting adalah senyawa fenolik. Mountney, 1976. Pendinginan sosis setelah pemasakan dengan cara penyemprotan dengan air dingin selain untuk menurunkan temperatur internal sosis secara cepat, juga untuk menghilangkan resin dan residu asap yang menempel pada permukaan selongsong dan mempermudah pengelupasan selongsong pasca produk sosis yang tidak dapat dimakan.

2.6. Sosis Sehat Non Daging Sosis Tempe dan Sosis Tahu

Dokumen yang terkait

Pembuatan Tempe Jamur Merang (Volvariella volvaceae) dengan Inokulum Murni Rhizopus oligosporus

0 4 9

Pengemasan Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Menggunakan Retort Pouch

0 8 110

PENGARUH PENAMBAHAN KARDUS DAN AIR LERI TERHADAP PRODUKTIVITAS JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) YANG Pengaruh Penambahan Kardus Dan Air Leri Terhadap Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Yang Ditanam Pada BAGLOG.

0 5 15

PENGARUH PENAMBAHAN KARDUS DAN AIR LERI TERHADAP PRODUKTIVITAS JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) YANG Pengaruh Penambahan Kardus Dan Air Leri Terhadap Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Yang Ditanam Pada BAGLOG.

0 2 15

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP HASIL JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Hasil Jamur Merang (Volvariella volvaceae).

0 0 16

PENDAHULUAN Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Hasil Jamur Merang (Volvariella volvaceae).

0 1 4

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP HASIL JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Hasil Jamur Merang (Volvariella volvaceae).

0 0 14

PEMANFAATAN JERAMI DAN BLOTONG KERING SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PEMANFAATAN JERAMI DAN BLOTONG KERING SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae).

0 0 13

PENGARUH VARIASI KADAR KASCING TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae).

0 0 2

PERTUMBUHAN F1 JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PADA MEDIA TUMBUH ALTERNATIF SKRIPSI

1 2 16