Aliran Permukaan dan Erosi

32 Pada pengukuran infiltrasi lapang, tanah pada petak T2 dengan tekstur dominan berpasir membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai infiltrasi konstan dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan pada tanah petak T3 dengan tekstur dominan debu Tabel Lampiran 4. Menurut Wuest et al. 2006 bahwa infiltrasi tanah berkorelasi positif dengan peningkatan partikel kasar tanah dan berkorelasi negatif dengan pertambahan partikel baik tanah. Tanah berpasir memiliki makropori lebih banyak daripada tanah berliat dan makropori menghantarkan air lebih cepat daripada mikropori. Disamping itu, menurut Musgrave dan Holtan 1964, tanah-tanah yang didominasi oleh liat umumnya banyak mengandung bahan koloid dan apabila tanah tersebut mengalami pembasahan, maka ikatan antar butir akan semakin lemah sehingga butir-butir tanah dengan mudah lepas satu sama lain dan akan menutup pori-pori di permukaan tanah. Hal inilah yang menyebabkan laju infiltrasi tanah bertekstur liat lebih rendah dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir. Menurut klasifikasi kapasitas infiltrasi yang telah dikemukakan oleh Kohnke 1968 Tabel Lampiran 5, nilai kapasitas infiltrasi tanah pada ketiga petak pengukuran masuk kedalam kategori klasifikasi sangat cepat.

4.6. Aliran Permukaan dan Erosi

Hasil pengukuran rata-rata aliran permukaan ketiga petak ukur di perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII periode bulan Desember 2010 – Desember 2011 menunjukkan bahwa puncak aliran permukaan terjadi pada bulan Januari, Oktober, November, dan Desember Gambar 7. Bulan terjadinya puncak aliran permukaan, rata rata bersamaan dengan bulan terjadinya puncak musim hujan yakni pada bulan Januari – Mei, November, dan Desember. Hal demikian menunjukkan bahwa secara umum, peningkatan curah hujan akan meningkatkan risiko aliran permukaan. Sedangkan nilai aliran permukaan harian pada ketiga petak pengukuran tertera pada Tabel Lampiran 6, 7, 8. Gambar 7 juga menunjukkan pada bulan Juli, Agustus, dan September tidak ditemukaannya aliran permukaan di ketiga pengamatan karena curah hujan bulanan pada ketiga bulan tersebut berjumlah kecil dengan nilai berturut-turut sebesar 19,3; 9,9; dan 64,2 mm Tabel 2. Curah hujan yang sedikit tidak mampu 33 membuat aliran permukaan karena jumlahnya belum melebihi dari rata-rata kapasitas infiltrasi tanah. Gambar 7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Tingginya jumlah curah hujan hujan yang jatuh pada lokasi penelitian tidak berkorelasi positif terhadap tingginya nilai aliran permukaan yang terjadi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari – Mei hanya menghasilkan rata-rata aliran permukaan yang terbilang sangat kecil yakni sebesar ≤ 5 mm Gambar 7. Hal demikian disebabkan oleh pengaruh kanopi tanaman teh yang rapat sehingga sebagian besar curah hujan tertahan oleh kanopi tajuk tanaman teh. Menurut Arsyad 2006 keberadaan kanopi tanaman mempengaruhi kejadian aliran permukaan melalui mekanisme intersepsi dan mengurangi energi tumbuk hujan. Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan aliran permukaan bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, pada Gambar 7 juga terlihat bahwa peningkatan curah hujan total tidak selalu seiring dengan peningkatan aliran permukaan yang dihasilkan. Hal demikian terlihat pada bulan Januari 2011 dimana nilai curah hujan yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan bulan lainnya ternyata tidak sejalan dengan tingginya aliran permukaan yang dihasilkan. Aliran permukaan bulanan tertinggi justru terjadi pada bulan November 2011. Hal 50 100 150 200 250 300 350 400 450 5 10 15 20 25 30 Des Ja n Feb Mar A p r Mei Ju n Ju l A g st Sep t Ok t No v Des Alira n P er m uk a a n m m Aliran Permukaan mm Curah Hujan mm Cura h H uja n mm 34 demikian disebabkan oleh perbedaan lama hujan per kejadian hujan pada kedua bulan tersebut. Bulan Januari merupakan puncak musim hujan yang terjadi pada lokasi penelitian. Kejadian hujan harian pada bulan Januari sering terjadi dalam waktu yang lama pagi hingga malam sehingga intensitas hujannya relatif kecil. Kondisi demikian menyebabkan air hujan yang jatuh lebih banyak terserap masuk ke dalam tanah dan tidak menghasilkan aliran permukan sekalipun jumlah curah hujan totalnya tinggi. Sedangkan pada bulan November kejadian hujan sering terjadi dengan intensitas tinggi sehingga menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi. Menurut Baver 1959 bahwa curah hujan total yang besar mungkin tidak menyebabkan erosi tanah jika intensitasnya rendah misalnya hujan intensif terjadi dalam waktu sangat singkat mungkin tidak menyebabkan banyak tanah hilang karena curah hujan tidak cukup untuk membuat aliran permukaan. Selain aliran permukaan, hasil pengukuran rata-rata erosi tanah ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII periode bulan Desember 2010 – Desember 2011 juga menunjukkan bahwa puncak erosi tanah terjadi pada bulan Januari, April, Oktober, November, dan Desember Gambar 8. Puncak erosi tanah rata-rata terjadi bersamaan dengan puncak musim hujan yang berada pada bulan Januari-Mei dan November, dan Desember. Hal demikian terjadi karena curah hujan yang tinggi akan memperbesar risiko terjadinya aliran permukaan sehingga akan semakin meningkatkan erosi tanah pada petak pengamatan. Pada periode bulan kering seperti bulan Juli, Agustus, dan September tidak ditemukannya erosi tanah pada ketiga petak ukur Gambar 8. Hal demikian disebabkan oleh tidak terjadinya aliran permukaan pada ketiga bulan tersebut sehingga tidak menimbulkan erosi tanah. Selain itu, tingkat erosi tanah harian pada ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII. 35 Gambar 8. Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan erosi tanah bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, Gambar 8 juga menunjukkan peningkatan curah hujan tidak selalu seiring dengan erosi tanah yang dihasilkan. Seperti terlihat pada bulan Januari 2011 dimana dengan nilai curah hujan tertinggi dibandingkan pada bulan lainnya namun ternyata erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November 2011. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan aliran permukaan yang terjadi dimana bulan November menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bulan Januari. Aliran permukaan yang tinggi pada bulan November disebabkan oleh rata-rata intensitas per kejadian hujan yang tinggi pada bulan November. Menurut Blanco dan Lal 2008 bahwa intensitas per kejadian hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah. Selain jumlah aliran permukaan, nilai erosi tanah yang terjadi pada ketiga petak ukur juga dipengaruhi oleh lokasi penelitian yang berada pada kawasan pegunungan. Letaknya yang berada pada kawasan pegunungan membuat pola hujan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh fenomena hujan orografis pegunungan. Kondisi demikian mempengaruhi distribusi hujan menjadi tidak merata menurut ruang dan waktu akibat distribusi arah angin yang tak menentu dan mudah 100 200 300 400 500 600 5 10 15 20 25 30 Des Jan Feb Mar A p r Mei Ju n Ju l A g st Sep t Ok t No v Des E ro si Ta na h k g Erosi Tanah mm Curah Hujan mm Cura h H uja n mm 36 100 200 300 400 500 600 5 10 15 20 25 30 Des Ja n Feb Mar A p r Mei Ju n Ju l A g st Sep t Ok t No v Des E I3 to n -m h a -1 , cm j a m -1 EI30 Erosi Tanah berubah pada lokasi penelitian. Distribusi hujan yang yang tidak merata tersebut mempengaruhi daerah luasan erosi dan erosi total pada lokasi penelitian Menurut Blanco dan Lal 2008 bahwa hujan lebih erosif dibandingkan aliran permukaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis perbandingan antara erosivitas hujan dan erosi tanah untuk membandingkan nilai erosivitas hujan hasil olahan data pias hujan terhadap erosi tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hasil analisis perbandingan erosivitas hujan EI 30 bulanan terhadap rata-rata erosi bulanan ketiga petak pengamatan periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII tertera pada Gambar 9. Gambar 9. Perbandingan Erosivitas Hujan EI 30 Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII periode Desember 2010 – Desember 2011. Gambar 9 menunjukkan bahwa erosivitas hujan bulanan di lokasi penelitian terbilang tinggi dengan nilai mencapai 50 – 200 ton-m ha -1 . Namun tingginya hasil analisis erosivitas hujan pada lokasi penelitian tidak sejalan dengan erosi tanah yang terjadi sebenarnya. Hasil menunjukkan bahwa erosi tanah bulanan ketiga petak ukur bernilai jauh lebih kecil dibawah hasil analisis erosivitas hujan yakni hanya berkisar 2 – 10 kg ha -1 Gambar 9. Kecilnya nilai erosi tanah ketiga petak ukur, dipengaruhi oleh keberadaan tajuk tanaman teh yang rapat sehingga mengakibatkan sedikitnya air hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh dan lebih banyak yang tertahan melalui intersepsi E ro si Ta na h kg 37 tajuk. Berkurangnya jumlah hujan yang berhasil sampai mengenai permukaan tanah juga sekaligus mengurangi daya rusak hujan langsung erosivitas terhadap tanah sehingga mengurangi risiko kejadian aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi kejadian erosi tanah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1979, ditemukan bahwa nilai erosivitas hujan pada perkebunan teh hanya berkisar pada angka 25 . Peningkatan erosivitas hujan terhadap risiko kejadian erosi tanah tidak selalu berjalan linear terhadap hasil erosi sebenarnya di lapangan seperti yang ditunjukkan Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan nilai erosivitas hujan tertinggi pada Januari ternyata tidak sejalan dengan erosi tanah yang dihasilkan pada lokasi penelitian. Erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November. Ketidakselarasan tersebut disebabkan karena pada bulan Januari merupakan puncak musim hujan pada lokasi penelitian sehingga kejadian hujan harian sering terjadi dalam waktu yang lama pagi hingga malam namun dengan intensitas yang kecil. Hal demikian membuat nilai E analisis erosivitas menjadi lebih tinggi dibandingkan nilai I 30 nya. Sedangkan pada bulan November, hujan sering terjadi dalam intensitas tinggi dan membuat hasil analisis I 30 nya menjadi tinggi sehingga menghasilkan erosi tanah yang lebih tinggi. Selain itu, menurut Dariah et al. 2003 beberapa karateristik hujan seperti intensitas dan distribusi hujan dapat menjadi penyebab kecilnya aliran permukaan dan erosi tanah. Distribusi terhadap orientasi arah angin yang tak menentu dan mudah berubah pada daerah pegunungan, berimplikasi secara langsung dalam mempengaruhi distribusi curah hujan sehingga distribusi hujan menjadi tidak merata. Hasil analisis aliran permukaan dan erosi tanah pada masing-masing petak ukur tertera pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa walaupun petak ukur T3 tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan berada pada lahan yang memiliki persen tutupan tajuk tanaman teh paling rapat dibandingkan dengan petak lainnya yakni sebesar 70 , namun ternyata petak T3 menghasilkan jumlah aliran permukaan dan erosi tanah tertinggi dibandingkan petak lainnya yakni berturut-turut sebesar 325,57 m 3 ha -1 th -1 dan 55,36 kg ha -1 th -1 . Tingginya aliran permukaan yang terjadi pada petak T3 disebabkan oleh struktur tanah yang lebih padat dan tekstur tanah lapisan atas yang didominasi 38 oleh fraksi debu dibandingkan dengan tanah pada petak T2 dan T1 yang didominasi oleh fraksi pasir Tabel 3. Selain itu, tingginya aliran permukaan pada petak T3 juga disebabkan oleh kecilnya kapasitas meloloskan air pada tanah petak T1. Berdasarkan hasil analisis ruang pori drainase tanah di ketiga petak ukur didapatkan hasil bahwa tanah pada petak T3 memiliki pori drainase hanya sebesar 16,8 Tabel 3. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pori drainase pada petak T2 dengan tekstur tanah berpasir yakni diatas 20 . Kecilnya pori drainase pada petak T3 menyebabkan curah hujan yang jatuh menjadi lebih sedikit yang terdrainase kedalam tanah dan lebih banyak hilang sebagai aliran permukaan. Selain tanah, faktor penting lain yang paling mempengaruhi tingginya aliran permukaan pada petak T3 adalah kondisi tajuk tanaman teh yang rapat. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Madhu et al. 2011 tentang efisiensi tanaman teh terhadap penggunanaan air hujan pada beberapa perlakuan konservasi di dataran tinggi India Selatan bahwa nilai aliran permukaan dan erosi akan menurun seiring dengan penambahan persen tutupan tajuk teh, lalu mulai terjadi peningkatan kembali terhadap aliran permukaan dan erosi saat tutupan tajuk semakin rapat yakni pada tutupan 68 hingga 80 . Peningkatan kembali aliran permukaan dan erosi tanah pada lahan dengan tutupan yang lebih rapat disebabkan oleh terjadinya peningkatan erosivitas butir hujan akibat akumulasi butir hujan pada tajuk tanaman. Kondisi demikian menimbulkan erosi percik yang dominan dan menghasilkan lapisan kedap air pada permukaan tanah akibat pori-pori tanah terisi oleh partikel tanah yang terlepas akibat erosi percik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1980 bahwa erosivitas tetesan tajuk meningkat dengan ketinggian tajuk yang besarnya bergantung pada jenis tumbuhan. Peristiwa demikian mungkin dapat diterangkan karena terjadinya konsentrasi butir-butir hujan pada daun yang menyebabkan meningkatnya ukuran butir hujan dan intensitas lokal yang dapat mencapai 1000 intensitas hujan sebelum menimpa tajuk tumbuhan Amstrong dan Mitcell, 1989. 39 Selain itu, besarnya erosi tanah yang terjadi pada tanah petak T3 juga disebabkan oleh tekstur tanah yang dominan berdebu sehingga meningkatkan kejadian erosi akibat mudahnya fraksi debu terlepas. Menurut Dariah et al. 2003 debu merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi, karena selain mempunyai ukuran yang lebih halus, fraksi ini juga tidak memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan tanpa adanya bantuan bahan perekatpengikat karena tidak memiliki muatan. Oleh karena itu, fraksi debu akan mudah terdispersi saat terkena pukulan butir hujan dan menutup pori-pori tanah dan membentuk lapisan kedap pada permukaan tanah sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi tanah dan memperbesar risiko aliran permukaan. Hasil pengukuran terhadap infiltrasi tanah di ketiga petak pengukuran menunjukkan tanah petak T3 menghasilkan nilai infiltrasi tanah yakni sebesar 34 cm jam -1 . Pada petak T2, hasil pengukuran menunjukkan bahwa aliran permukaan dan erosi tanah yang ditemukan yakni berturut-turut sebesar 208,89 m 3 dan 32,06 kg ha -1 th -1 Tabel 6. Hasil tersebut ternyata lebih rendah jika dibandingkan dengan yang ditemukan pada petak pengamatan T3 sekalipun petak T2 memiliki persen tutupan tajuk yang lebih rendah 57 dibandingkan petak T3 Tabel 6. Tabel 6. Aliran Permukaan, Erosi Tanah, dan Tutupan Tajuk pada Ketiga Petak Pengukuran Erosi Petak Aliran Permukaan Erosi kg ha -1 th -1 Tutupan Tajuk m 3 ha -1 th -1 hujan T1 146,19 0,92 25,80 41,5 T2 208,89 1,31 32,06 57,0 T3 325,57 2,05 55,36 70,0 Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun Lebih kecilnya aliran permukaan yang terjadi pada petak T2 dibandingkan petak T3 disebabkan oleh curah hujan yang lebih banyak terdrainase masuk kedalam tanah akibat tingginya ruang pori drainase -volume pada petak T2 yakni sebesar 20,48 Tabel 3. Nilai demikian juga dipengaruhi oleh tekstur tanah pada petak T2 yang berpasir. Tekstur tanah berpasir pada petak T2 40 menghasilkan nilai kapasitas infiltrasi tanah lebih tinggi dibandingkan petak lainnya yakni sebesar 40 cm jam -1 Tabel 5. Menurut Blanco dan Lal 2008 bahwa tanah berpasir memiliki lebih banyak pori makro dibandingkan pori mikro sehingga dapat meloloskan air lebih cepat daripada tanah berliat dan berdebu. Hal demikian menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah meningkat dan mengurangi tingkat aliran permukaan dan erosi. Pada petak ukur T1, sekalipun tutupan lahan pada petak T1 umur teh tahun ke-1 setelah pemangkasan memiliki nilai persen tutupan tajuk terendah dibanding petak lainnya yakni sebesar 41,50 Tabel 6, namun ternyata petak T1 menghasilkan aliran permukaan dan erosi tanah terendah dibandingkan dengan yang ditemukan pada petak ukur T1 dan T2 yakni sebesar 146,19 m 3 dan 25,8 kg ha -1 th -1 Tabel 6. Selain disebabkan oleh tektur tanah lapisan atas yang dominan berpasir, kecilnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah yang terjadi pada petak T1 disebabkan oleh keberadaan bahan organik sisa pemangkasan berupa daun, ranting, cabang di sekeliling tanaman teh Gambar 10. Sisa pemangksan tanaman teh berupa daun, ranting, dan cabang meningkatkan basal cover pada tanah di petak T1. Basal cover merupakan area permukaan tanah yang tertutup oleh bagian tanaman NARSC, 1996. Keberadaan basal cover yang luas dan rapat pada permukaaan tanah mampu mengurangi pengaruh dari energi tumbuk hujan dalam melepaskan detach tanah dan menurunkan laju aliran permukaan sehingga menurunkan erosi tanah. Menurut Sukasman 1991 hasil pangkas tanaman teh berupa daun dan kayu volumenya dapat mencapai 4-5 ton ha -1 . Selain jumlahnya yang besar, sisa pemangkasan tanaman teh paling banyak ditemukan yakni berupa ranting dan cabang yang berukuran mencapai panjang 20 - 30 cm dan diameter 2 - 4 cm. Menurut Mannering dan Meyer 1961 bahwa sisa-sisa tanaman yang paling baik untuk mencegah erosi adalah yang dipotong-potong sepanjang 25 – 30 cm yang kemudian disebarkan secara merata diatas permukaan tanah. Alberts dan Nielbling 1994 juga menyatakan bahwa keberadaan residu tanaman di sekitar permukaan tanah meningkatkan intersepsi hujan, mengurangi 41 penutupan pori tanah, aliran permukaan dan konsentrasi sedimen erosi serta meningkatkan waktu permulaan aliran permukaan. Gambar 10. Tanaman Teh Setelah Pangkas dan Sisa Pemangkasan Hasil penelitian mengenai pengaruh residu tanaman terhadap penurunan tingkat erosi tanah telah banyak ditemukan. Seperti penelitian sebelumnya oleh Mostaghimi et al. 1987 yang menggunakan plot erosi pada lahan dengan pengelolaan dan tanpa pengelolaan dengan perlakuan jumlah residu tanaman, bahwa pada lahan tanpa pengelolaan dengan pemberian residu tanaman hingga 1500 kg ha -1 menghasilkan pengurangan level erosi tanah hingga 95,6 . Selain itu, keberadaan sisa pemangkasan disekitar tanaman teh pada perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan juga memberikan input bahan organik secara besar- besaran ke dalam lahan perkebunan. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahan organik sisa pangkasan pada petak T1 memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi terjadinya aliran permukaan dan erosi tanah. Ditandai dengan nilai aliran permukaan dan erosi tanah terendah dibandingkan petak lainnya Tabel 6. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa aliran permukaan yang terjadi pada ketiga petak ukur bernilai sangat kecil terhadap curah hujan. Hal demikian menyebabkan koefisien aliran permukaan yang didapatkan pada ketiga petak ukur terbilang sangat kecil yakni berkisar 0,009 – 0,02. Kecilnya koefisien aliran permukaan yang dihasilkan pada ketiga petak ukur disebabkan oleh kecilnya curah hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh yakni hanya berkisar antara 4 – 5 Tabel Lampiran 10. 42 Berdasarkan pedoman penetapan nilai T konsep kedalaman ekivalen oleh Hammer 1981, tanah lokasi penelitian memiliki kedalaman efektif ± 80 cm dan faktor kedalaman sebesar 1. Kedalaman ekivalen didapatkan dari perkalian antara nilai kedalaman efektif dan faktor kedalaman. Pada penelitian kali ini didapatkan hasil kedalaman ekivalen yakni sebesar 80 cm. Dengan rata-rata bobot isi tanah pada lokasi penelitian sebesar 0,9 gr cm -3 dan umur guna tahun lahan penelitian yakni 400 tahun, didapatkan hasil bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki nilai TSL Tolerable Soil Loss sebesar 18 ton ha -1 th -1 . Sedangkan hasil rata-rata erosi ketiga petak ukur sebesar 0,03774 ton ha -1 th -1 dan nilai tersebut jauh lebih kecil dari nilai TSL sehingga erosi tanah yang terjadi pada petak masih dapat ditoleransi. Hasil pengukuran erosi tanah skala petak di perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan tidak dapat di scale up untuk menunjukkan kejadian erosi tanah sebenarnya pada skala perkebunan karena tidak memperhitungan erosi parit dan tebing yang nilai sebenarnya justru paling tinggi berkontribusi dalam kejadian aliran permukaan dan erosi tanah di perkebunan teh. Erosi parit pada perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan diduga sebagian besar berasal dari sisa-sisa bangunan saluran drainase ataupun jalan akses kebunjalan setapak yang tidak terawat dengan baik sehingga mengakibatkan tingginya aliran permukaan saat terjadi hujan. Untuk itu perlu adanya tindakan perbaikan infrastruktur dan perbaikan konservasi pada lahan perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan agar erosi parit menjadi berkurang. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tanaman teh dewasa berumur 40 – 45 tahun, sehingga efek tutupan tajuk vegetasi sudah efektif dalam mengendalikan aliran permukan dan erosi. Namun demikian apabila penelitian dilakukan pada tanaman yang masih kecil atau baru ditanam, maka hasil erosi yang diperoleh dapat jauh berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan konservasi untuk meminimalkan erosi pada lahan perkebunan teh muda. 43

V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan