9 perubahan pemanasan global, C organik dalam jumlah besar akan mudah
teroksidasi selama terjadi erosi, memperburuk pelepasan CO
2
dan CH
4
ke atmosfer Lal, 2003.
2.5. Petak Erosi Standar
Petak kecil yang banyak dilakukan merupakan salah satu metode pengukuran erosi menggunakan petak standar Wischmeier dan Smith 1978 yang
bertujuan untuk membandingkan erosi yang terjadi pada berbagai penggunaan lahan Sa’ad, 2004. Erosi dan aliran permukaan yang terukur hanya
menggambarkan skala petak. Menurut Van Noordwijk et al. 1998, hasil pengukuran erosi pada skala petak belum dapat menggambarkan keadaan yang
sebenarnya terjadi pada skala DAS. Demikian juga pendapat Dickinson dan Collins 1998 bahwa hasil pengukuran erosi dan aliran permukaan pada skala
petak tidak dapat di scale up untuk mengevaluasi erosi seluruh daerah tangkapan catchment yang luas karena terdapat faktor-faktor yang tidak dapat ditentukan
pada petak kecil seperti erosi parit, erosi tebing sungai dan pengendapan sementara pada lahan.
2.6. Teh Camelia sinensis L
Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang telah sejak lama dikenal di Indonesia. Teh memiliki nama latin Camelia sinensis L. Tanaman teh
termasuk dalam marga genus Camelia dari suku famili Theaceae. Agar dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman teh menghendaki persyaratan iklim dan
tanah yang sesuai dengan keperluan pertumbuhannya. Daerah pertanaman teh yang lebih cocok di Indonesia adalah daerah pegunungan Setyamidjaja, 2000.
2.6.1. Syarat Tumbuh Tanaman Teh
Secara umum, lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah keadaan iklim dan tanah. Faktor iklim yang
berpengaruh terhadap pertanaman teh adalah curah hujan, suhu udara, tinggi tempat, sinar matahari, dan angin Setyamidjaja, 2000.
Iklim. Tanaman teh menghendaki daerah pertanaman yang lembab dan sejuk. Tanaman teh tidak akan tahan terhadap kekeringan, oleh karena itu
memerlukan daerah yang mempunyai ciri hujan yang cukup tinggi dan merata
10 sepanjang tahun. Curah hujan tahunan yang diperlukan adalah 2000 - 2500 mm
tahun
-1
, dengan jumlah hujan pada musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm tahun
-1
Setyamidjaja, 2000. Selain curah hujan, tanaman teh juga memerlukan daerah pertanaman dengan suhu udara berkisar antara 13 - 25
C dan cahaya matahari yang cerah serta kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang
dari 70 Ditjenbun, 2007. Tanah. Tanaman teh cocok hidup pada tanah dengan derajat kemasaman
pH antara 4,5 - 5,6. Jenis tanah yang cocok yaitu Latosol dan Podsolik. Kedalaman efektif struktur remah tanah lebih dari 40 cm PPTK, 2006.
Tinggi tempat. Tanaman teh di Indonesia hanya ditanam di dataran tinggi. Daerah pertanaman ini umumnya terletak pada ketinggian lebih dari 400 meter di
atas permukaan laut. Ada kaitan erat antara elevasi dan suhu, yaitu semakin rendah elevasi, suhu udara makin tinggi. Di Indonesia pertanaman teh dilakukan
pada ketinggian antara 400 m - 1200 m dari permukaan laut Setyamidjaja, 2000. Menurut Schoorel et al. 2000 terdapat tiga kategori perkebunan teh berdasarkan
ketinggian tempat yaitu : 1.
Daerah dataran rendah : elevasi dibawah 800 mdpl, dengan suhu rata-rata 23,86
C 2.
Daerah dataran sedang : 800 - 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 21,42 C
3. Daerah dataran tinggi : di atas 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 18,98
C.
2.6.2. Pemangkasan Teh
Dalam perjalanan pertumbuhan tahunan tanaman teh terdapat aktifitas pembuangan salah satu organ vegetatif tanaman. Pada jangka waktu pendek
dilakukan dengan proses pencabutan dan waktu panjang dengan proses pemangkasan. Proses pemangkasan dilakukan pada semua daun dan sebagian
batang muda pada pucuk tanaman teh Eden, 1958. Pemangkasan dilakukan dalam siklus setiap 4 tahun dimana pada saat itu
hasil teh mulai mengalami penurunan dan pencabutan yang terlalu tinggi McDonald dan Low, 1984. McDonald dan Low 1984 telah menyebutkan
bahwa pada masing-masing pemangkasan, seharusnya ketinggian tanaman teh akan bertambah tinggi sekitar 5 cm tiap tahunnya setelah pemangkasan
sebelumnya. Setelah beberapa kali pemangkasan semakkanopi teh dipotong
11 kembali hingga menjadi 45 cm yakni pada tahun ke-5 setelah pemangkasan
sebelumnya McDonald dan Low, 1984.
Gambar 1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Tanaman Teh Eden 1958 telah mengemukakan bahwa terdapat beberapa tujuan
dilakukannya pemangkasan, yaitu untuk : 1.
Menjaga tumbuhan secara permanen agar tetap berada pada fase vegetatif 2.
Merangsang, khususnya tunas muda yang merupakan bagian terpotong dari semak
3. Tetap menjaga ketinggian semak pada batas yang mudah dan efisien
dalam proses pemetikan 4.
Pertumbuhan tunas muda flush akan semakin cepat dan regenerasi secara terus menerus
5. Memperbarui pertumbuhan aktif cabang sehingga dapat menggantikan
kayu dan dedaunan sehat yang segera mati atau rusak; tetap menjaga kecukupan volume dedaunan dewasa agar seimbang dengan kebutuhan
fisiologi tanaman, dan mempercepat proses pembaharuan “flush” yang
cocok untuk meningkatkan kualitas teh.
2.7. Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah
Erosi tanah adalah permasalahan yang timbul pada awal mendirikan perkebunan dalam hal ini perkebunan kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh dimana
sebagian besar dari wilayah tersebut mendapati curah hujan berlebih dari iklim tropis Hartemink, 2003. Pada lahan pertanaman teh dewasa, kejadian erosi
hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh
Hartemink, 2006. Erosi tanah mungkin akan menjadi permasalahan yang serius a.
b. c.
12 ketika terjadi penurunan tutupan yang sempurna pada perkebunan teh Hartemink,
2006. Pemangkasan
akan menurunkanmenghilangkan
kerapatan kanopi
sempurna teh untuk beberapa waktu. Penurunan kerapatan kanopi pada suatu tanaman akan memperbesar berkurangnya air hujan tertahan akibat intersepsi
Arsyad, 2006. Erosi tanah pada pertanaman teh dapat menjadi sebuah masalah ketika
perkebunan berkurang. Hal tersebut telah ditemukan di Sri Lanka dimana perkebunan teh telah diabaikan sejak pertengahan tahun 1970 dan menyebabkan
erosi tanah terberakan Botschek et al., 1998. Menurut Salim 2000 berdasarkan penelitiannya mengenai tingkat erosi pada kebun teh di tanah Andosol setelah
pemangkasan, disebutkan bahwa lahan kontrol lahan sehabis pangkas tanpa pengendalian erosi menghasilkan erosi sebesar 5.961 ton ha
-1
th
-1
. Pemberian mulsa daun teh sisa pemangkasan memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah
erosi tanah dan laju aliran permukaan karena lahan lebih terlindung dari daya tumbuk butir-butir hujan dan daya kikis aliran permukaan dengan adanya penutup
permukaan tanah oleh mulsa yang lebih rapat Salim, 2000.
13
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan
penelitian lapang berlokasi di Afdeling Cikopo Selatan Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas Gambar 2, sedangkan kegiatan analisis laboratorium
dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2. Lokasi Penelitian: a Lokasi Lahan Penelitian di PTPN VIII Gn.Mas Afdeling Cikopo Selatan, b Letak Desa Citeko, Kecamatan Cisarua
Lokasi penelitian berada pada DAS Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu Gambar 2 dengan topografi berbukit hingga bergunung dan berada pada
ketinggian 900 - 1200 mdpl. Secara administratif, lahan kebun teh Afdeling Cikopo Selatan berada di wilayah Desa Citeko, Kecamatan Cisarua. Menurut Peta
Tanah Semi Detail skala 1 : 50.000, tanah di Desa Citeko Kecamatan Cisarua tergolong jenis tanah Andosol Puslittanak, 1992.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah lahan perkebunan teh berumur 40
– 45 tahun yang berada pada ketinggian ± 1000 - 1100 mdpl dengan lereng antara 16
– 18. Bahan lain yang digunakan adalah data pias hujan harian selama 1 tahun yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko. Peralatan
yang digunakan berupa seng, bonet, paku, drum kaleng, drum plastik, pipa pralon,
a b
Desa Citeko