sebgai pengkaji sastra berarti harus menyajikan karyanya sessuai dengan kaidah-kaidah yang ada.
C. Mengklasifikasikan kesan-kesan pembacaan Setelah menginventarisasikan seian banyak kesan dalam pembacaan sebuah karya sastra,
selanjutnya harus mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan setiap kesan menurut kedekatannya pada unsur-unsr narasi tersebut. Dengan pengelomokan seperti itu maka bisa
membandingkan unsur-unsur manakah yang menampilkan kesan yang paling menonjol, kuat, dan menantang atau menimbulkan rasa keingintahuan dalam penelitian. Dari sinilah peneliti
dapat enentukan mana yg menjadi fokus penelitian.
Bab 6 LANGKAH-LANGKAH PENAFSIRAN
Proses penafsiran merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan sukar untuk dijelaskan, tetapi bukan berarti penjelas demikian musahil. Sejauh menyngkut struktualisme,
penulis memandang bahwa proses penafsiran dapat dimulai dengan langkah menemukan pertentangan relasional antarunsur yang sejenis dan sebanding dalam strukturnya. Misal dalam
struktur narasi, maka proses penafsirn dimulai dengan upya menemukan perbedaan-perbedaan antar pelaku, tindakan, seting, dan sebagainya.
Jika struktualisme mengansumsikan bahwa makna ditemukan dalam prinsip-prinsip perbedaan antartanda, maka sangatlah masuk akal bahwa menafsirkan sebuah karya sastra
dimulai dengan mecari relasi perbedaan antartanda. Prinsip perbedaan yang memunculkan makna itu bukan hanya dikenal dalam
struktualisme saja. Sebagai common sense, prinsip itu merupakan sesuatu yang eksis dalam masyarakat.
A. Identifikasi Pasangan-pasangan Oposisi Biner dalam Narasi Dari linguistik Saussure kita tahu bahwa sebuah tanda memiliki makna, arti, atau nilai
karena ia dibedakan dari tanda lainnya didalam sebuah sistem baca. Upaya untuk enemukan makna tidak lain dari upaya mencari relasi-relasi perbedaan seperti itu dan menginferensikan
suatu nalaar atau ogika yang bekerja di dalam relasi-relasi tersebut. Sebagaimana bahasa, narasi sastra pun mengandung makna tertentu karena strukturnya di asumsikan memiliki “aturan-
aturan” atau sebuah formasi yang menempatkan berbagaai konstituen narasina dalam relasi-relasi pertentangan atau yang biasa disebut pasangan oposisi biner. Dalam linguistik Saussure, kita pun
dapat melhat tanda-tanda atau konstituen narasi itu sebagai tanda-tanda yang terhubung dalam proses sintagmatik dan paradigmati. Dengan demikian, perburuan makna narasi sastra harus
dilakukan dengan menelusuri kedua poros tersebut. 1. Penelusuran Sintagmatik
Cara mengidentifikasi pasangan oposisi biner ini cukup jelas dan mudah, yaitu dengan membaca karya sastra secara urut dari awal hingga akhir sambil menginventarisasi pertentangan
gagasan yang dimunculkan oleh teks sastra selama proses membaca. Namun ada masalah yang timbul jika kita membagi-bagi seluruh rentangan atau linearitas narasi sastra menjadi satuan-
satuan analisis. Ini karena satuan-satuan narasi tidak mempunyai batasan yang jelas. Bisa jadi sebuah satuan narasi secara kuantitatif berupa satu kata, kalimat, atau paragraf. Pembagian
tersebut bisa dibagi berdasarkan fungsi dan kedudukan tiap satuan-satuan atau ruas-ruas yang membangun poros sintagmatik tersebut. Sehingga menghasilkan varian teori tentang alur yang
sangat kompleks dan teknis, seperti sujet, fabula, motif, kernel, dan lain sebagainya. Ada juga usaha untuk memformulasikan struktur narasi suatu model yang kurang lebih
mencakup semua unsur struktur narasi. Model ini diperkenalkan oleh Vladimir Propp yang kemudian mempengaruhi A. J. Greimas untuk membuat model yang lebih abstrak, yang disebut
struktur aktan. Untuk pembagian rentangan sintagmatik narasi menjadi satuan-satuan yang bisa
dianalisis, ada cara yang lebih mudah yang mengambil ilham dari metode hermeneutika. Pertama-tama, perlakukan sebuah fragmen narasi sebagai satu unit analisis ketika setidaknya
fragmen tersebut mengandung sebuah pasangan tanda yang berelasi secara oposisional atau yang disebut oposisi biner – sepasang tanda yang mengandung gagasan yang berlawanan dalam
fragmen narasi tersebut. Analisis ini sifatnya sementara. Artinya, kita masih bisa menemukan oposisi biner yang lain. Sehingga unit analisis akan bertambah besar dan luas, sampai
menemukan oposisi biner yang terakhir. Setelah fragmen tersebut ditemukan, perlakukan fragmen tersebut sebagai unit narasi yang memadai sebagai satu unit analisis. Selanjutnya, kita
bisa berlanjut untuk menemukan satuan analisis berikutnya hingga sampai pada analisis dan penafsiran makna yang mencakup seluruh narasi.
2. Penelusuran Paradigmatik Hubungan paradigmatik tidak dapat dilihat secara jelas karena hubungan ini bersifat tidak
hadir secara fisik dalam narasi. Hubungan ini adalah serial yang terangkai, misal, seorang tokoh dengan tokoh yang lainnya melalui serangkaian kemungkinan asosiasi dalam benak pembaca.
Kualitas ini juga ditentukan dari seberapa besar pemahaman pembaca. Semakin banyak buku yang sering ia baca, semakin baik juga rangkaian asosiasi yang ditimbulkan.
Sulit dipahami jika ada yang mengatakan bahwa analisis struktural telah mengasingkan karya sastra dari konteks sosialnya. Karena dengan penelusuran ini, orang dapat melihat
hubungan antara tanda-tanda di dalam dunia yang dibentuk oleh narasi sastra dengan tanda yang tersebar dalam sistem pemahaman sosial. Yang harus menjadi catatan, hubungan asosiatif
tersebut harus memperlihatkan runutan asosiasinya secara jelas dan mampu menunjukkan mengapa sebuah tindakan yang ada dalam suatu narasi dapat diasosiasikandengan tindakan lain.
B. Menemukan Pandangan Dunia di Balik Relasi Oposisi Biner Setelah pasangan-pasangan tersebut ditemukan, langkah selanjutnya yaitu mencari suatu
pandangan dunia dibalik relasi-relasi oposisi biner tersebut. Konsep ini berasal dari Goldman yang mendefinisikannya sebagai suatu kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-
aspirasi, dan perasaan-perasaan yang terhubung bersama-sama antara anggota kelompok sosial tertentu dan yang bertentangan dengan kelompok sosial lain. Konsep pandangan dunia ini sama
dengan ideologi. Dalam kaitannya dengan teori linguistik Saussure, pengertian pandangan dunia
menempati tataran yang sama dengan aspek langue, dimana keduanya merupakan struktur atau aturan yang hanya ada dalam tataran kesadaran kolektif manusia. Perbedaannya adalah jika
langue merupakan struktur tentang bentuk-bentuk kebahasaan, maka pandangan dunia adalah struktur tentang gagasan, konsep-konsep yang ada di balik bentuk itu.
Untuk menemukan pandangan dunia tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah: a. Kita harus mencari dan menempatkan bermacam-macam pasangan oposisi biner itu sesuai
dengan kesejajaran dan polarisasi yang ada. Tanda atau unsur itu kita bagi ke dalam kutub tertentu menurut kesesuaian maknanya.
b. Setelah semua homologi dari semua pasangan oposisi biner tersebut ditemukan, langkah kedua adalah menemukan berbagai macam formasi gagasan dalam tingkatan yang lebih abstrak.
c. Jika formasi gagasan itu juga sudah bisa ditemukan, langkah ketiga adalah kita harus menyimpulkan atau menginferensikan nalar atau logika yang mengatur hubungan antar formasi
gagasan tersebut. Setelah proses ini ditemukan, berarti kita telah menafsirkan sesuatu yang menjadi prinsip
penyusun dan penggerak narasi. Dengan kata lain kita telah dapat menemukan pandangan dunia secara utuh. Nalar ini disebut sbagai nalar narasi.
Pengertian nalar narasi mirip dengan pengertian tema, yaitu sesuatu yang menjiwai keseluruhan karya. Tetapi, tema memiliki jangkauan pengertian yang lebih umum dan luas,
sedangkan nalar narasi bersifat spesifik, operatif, dan mudah untuk dilihat. C. Meninjau Keseluruhan Unsur-unsur Struktur Narasi dengan Nalar Narasi
Setelah menemukan pandangan dunia dan nalar yang menyusun dan menggerakkan narasi ini, maka kita baru melakukan tinjauan dan menafsirkan signifikansi unsur-unsur pembangun narasi
secara keseluruhan. Ini berbeda dengan metode yang selama ini sering digunakan. Biasanya seorang peneliti lebih dulu mengidentifikasi dan mendaftar berbagai kasus yang ditemukan
dalam anasir-anasir bangunan narasi, baru selanjutnya mencari hubungan kasus tersebut dengan makna secara keseluruhan. Cara ini kurang memperlihatkan secara khas bagaimana penalaran
struktural bekerja. Sehingga cara yang lebih mudah yaitu dengan menemukan formasi gagasan dan nalar narasi. Dengan tahap ini, kita akan mempunyai kerangka bernalar untuk bisa
menemukan signifikansi mengapa, misalnya, tokoh digambarkan memiliki watak tertentu. Selain itu, kita dapat menganalisis secara bertanggung jawab tentang cara-cara dan sarana yang
digunakan untuk membangun narasi. Apapun variasi tinjauan tentang struktur narasi itu seharusnya tetap memperlihatkan ciri
dan konsistensi penalaran struktural apabila ia diklaim sebagai pendekatan struktural.
D. Melihat Kemungkinan Rujukan pada Sumber-sumber Makna Sosio-Kultural Begitu nalar narasi dan pandangan dunia itu kita simpulkan, kita dapat mencari rujukan
nalar narasi tersebut melalui argumentasi semiologis ke dalam sistem kemaknaan tertentu yang ada dalam lingkungan sosio kultural tempat karya tersebut hidup. Argumentasi semiologis disini
adalah cara bernalar yang bisa dipertanggungjawabkan untuk melihat kaitan antara nalar narasi dengan sumber makna. Argumentasi semiologis yang paling kuat adalah jika tanda tekstual yang
mengacu pada sumber makna dapat ditemukan. Namun jika tanda tersebut tidak dapat
ditemukan, argumentasi dapat dibentuk secara paradigmatik mencari asosiasi, kesejajaran, homologi-homologi formasi gagasan serta nalar narasi dengan sistem kemaknaan di lingkungan
semiologis karya tersebut hidup. Hal ini diperlukan untuk menempatkan karya sastra dalam konteks sistem-sistem kemaknaan yang melingkupinya.
BAB 7 KARYA SASTRA SEBAGAI SISTEM TANDA KEDUA DAN MASALAH PENAFSIRAN