Penumpangtindihan tanda-tanda dalam sistem tanda primer. Pembelokan dan pembalikan sistem tanda primer Pengacauan atau “penghancuran” sistem tanda

Pembendaharaan pengetahuan simbolik sang penafsir juga sangat berperan. Dalam penafsiran mitos berlangsung tiga hal berikut: 1 Meninjau Paparan Sintagmatik Mitos dan Menemukan Prosedur Pemitosan. Paparan sintagmatik mitos berarti apa dan bagaimana berbagai hal ditampilkan dalam mitos. Untuk mitos yang berbentuk narasi, paparan sintagmatik menyangkut masalah tentang bagaimana jalan ceritanya, tokoh-tokohnya, setingnya, dan waktu kejadian. Prosedur pemitosan ini mempunyai banyak kemungkinan. Prosedur tersebut antara lain:

a. Penumpangtindihan tanda-tanda dalam sistem tanda primer.

Prosedur ini berjalan dengan memanfaatkan berbagai tanda yang mempunyai homologi- homologi makna atau bentuk. Dengan saling menumpangtindihkan atau memutarbalikkan tanda itu, mitos akan menghasilkan makna tertentu. Dalam gaya bahasa, prosedur ini terwujud dalam alegori, metafora, dan simile. Dalam narasi, prosedur ini memperlihatkan paparan sintagmatik yang memiliki makna kiasan yang kaya dan mendalam.

b. Pembelokan dan pembalikan sistem tanda primer

Pada prosedur ini, aturan paparan sintagmatik dan juga makna dalam sistem tanda primer disimpangkan dan dibalikkan. Tetapi makna mistisnya bukanlah sekedar pembalikan seperti itu. ada efek makna yang muncul ketika mitos melakukan pembalikan. Sebuah cerita parodi, sinisme, ironi tidak semat-mata membelokkan pakem demi kebelokan itu sendiri, tapi ada makna yang bisa dicapai dengan pilihan genre atau gaya bercerita seperti itu.

c. Pengacauan atau “penghancuran” sistem tanda

Sebuah mitos memperlakukan sistem tanda primer dengan menjungkirbalikkan, mengacaukan, atau sama sekali tidak mematuhi aturan. Sistem tanda primer “dihancurkan”. Penghancuran tersebut mustahil jika mitos masih mengandaikan suatu makna. 2 Meninjau Implikasi-implikasi Kemaknaan Setelah proses tersebut kita harus menemukan implikasi kemaknaannya. Setelah semua kemungkinan efek kemaknaan itu dieksplorasi, perlahan-lahan kita menginferensikan sesuatu dari sana, yaitu petanda mitos. Tahap ini sangat rumit, karena terjadi penjelajahan imajinatif dan logis di atas sengkarut dunia makna yang ditampilkan oleh sebuah mitos. Pembendaharaan sistem pengetahuan dan kemaknaan seorang penafsir sangat berperan. 3 Menarik Inferensi Disebutkan di atas menarik inferensi di atas sengkarut makna itu merupakan proses yang rumit.Langkah ini bukanlah rangka yang terpisahkan dari langkah sebelumnya, tetapi keduanya bisa dibedakan. Langkah ini terkait dengan kemampuan kita untuk menemukan dan menstrukturasikan asosiasi makna. Langkah inferensi ini berhubungan dengan struktur paradigmatik karya sastra. Kita harus lebih banyak memanfaatkan poros paradigmatik untuk membantu menarik inferensi atau menemukan petanda mitos ini. Implikasi makna sebuah paparan sintagmatik yang berupa sengkarut itu harus dilihat dari jurusan paradigmatiknya. Lihat juga kemungkinan hubungan asosiatif antara serpihan makna itu dengan berbagai sistem kemaknaan yang tidak muncul secara eksprisit dalam teks sastra. Untuk menggunaka suatu sistem pemaknaan seperti itu untuk mempertajam pemaknaan kita harus benar-benar dapat mempertanggungjawabkannya. Misalnya sebuah judul novel JAZZ, PARFUM, Insiden.Secara sintagmatis novel ini berupa uraian tentang suatu jenis musik, parfum, dan pembantaian manusia disebuah provinsi. Secara denotatif kita akan menemukan cerita tentang peristiwa pembantaian, uraian tentang dunia parfum,dan juga sejarah musik jazz. Jika novel tersebut hanya bercerita tentang tiga hal tersebut secara berganti-ganti, maka tumbuh miskinnya novel itu. Tetapi, kita berhadapan dengan sebuah karya sastra, sebuah mitos. Makna novel itu tidak sekedar uraian informatif atas ke-tiga hal tersebut. Penyejajaran ke-tiga masalah tersebut adalah bentuk pengacauan cara kategoria bahasa biasa. Jazz adalah musik. Parfum adalah sarana penampilan. Insiden adalah sebuah peristiwa. Ada makna kesejajaran diantara ke-tiga nya. Ketiga hal tersebut dibahas dengan nada keseriusan yang sama. Artinya secara denotatif, parfum, jazz, dan insiden pembantaian manusia sama-sama merupakan masalah serius. Menurut akal sehat, ini kurang diterima. Nyawa ribuan orang yang terbantai tidak sama dengan masalah tentang improvisasi yang dilakukan oleh seorang pemusik, atau pesan tertentu yang dibayangkan ketika seorang perempuan menggunakan parfum. Dalam dunia yang dialaminya, sang narator bisa berhadapan dengan ke-tiga masalah tersebut. Di dunia mode, pembahasan tentang parfum bukan masalah sepele. Di dunia musik, pembahasan tentang jazz juga tidak kalah serius. Dalam dinamika sosial politik dan kemanusiaan, masalah pembantaian manusia tentu merupakan masalah besar. Fenomena itulah yang dihadapi narator. Secara asosiatif kita bisa menghubungkan fenomena tersebut dengan fenomena mutakhir, yaitu apa yang disebut sebagai fenomena post modernitas, yang salah satu serpih pemikirannya yakni berakhirnya narasi besar.

BAB 8 DON JUAN, DON QUIXOTE ADALAH AKU: ANALISIS STRUKTURAL ROMAN