pilinan kedua tali ini juga harus berlawanan untuk menghindari jaring terbelit sewaktu dioperasikan. Pilinannya adalah S dan Z;
5 Pemberat Pemberat pada jaring rampus berfungsi untuk memberi gaya berat pada
jaring. Jumlah pemberat akan mempengaruhi kekenduran badan jaring. Bahan pemberat umumnya timah. Bahan lain yang terkadang digunakan adalah batu
atau baja; dan 6 Tali selambar
Tali selambar adalah tali yang dipasang pada kedua ujung alat tangkap jaring rampus. Pada saat jaring dioperasikan, salah satu ujung tali selambar
diikatkan pelampung tanda, sedangkan ujung lainnya diikatkan ke perahu. Panjang tali selambar sekitar 25-50 m, atau tergantung pada panjang jaring
dan ukuran perahu yang yang digunakan.
2.2.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan
ikan dengan gillnet
Nomura dan Yamazaki 1976, menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan efisiensi gillnet adalah material jaring, fleksibilitas benang,
tekanan atau gaya-gaya yang bekerja pada benang, breaking strength, elongasi, warna jaring, mesh size dan hanging ratio. Hamley 1975 menyebutkan bahwa
seleksi jaring insang tergantung dari sejumlah faktor selain ukuran mata jaring: yakni konstruksi jaring, visibilitas dan kerentangan jaring, bahan jaring dan
bentuk serta tingkah laku ikan. Adapun Ayodhyoa 1981 mengatakan supaya ikan-ikan mudah terjerat pada mesh size atau terbelit pada tubuh jaring, maka
bahan yang digunakan pada waktu pembuatan tubuh jaring hendaklah memperhatikan hal-hal seperti: kekuatan dari twine, ketegangan rentangan tubuh
jaring, pengerutan jaring, tinggi jaring, mesh size dan ukuran besar ikan yang
menjadi tujuan penangkapan.
1 Bahan Jaring Bahan jaring yang mempengaruhi hasil tangkapan gillnet. Pada dasarnya
bahan jaring ada dua golongan besar yaitu bahan alami naturral fibres dan bahan buatan syntetis fibres. Bahan atau twine yang paling banyak
digunakan adalah yang terbuat dari syntetis. Beberapa jenis bahan jaring yang umum dan sesuai untuk pembuatan gillnet adalah polyamide, polypropylene,
polyester, cotton dan silk Bambang, 1975. Dewasa ini penggunaan bahan
alami terdesak oleh bahan sintenis yang mempunyai sifat lebih baik dan lebih efisien penggunaan waktu dan tenaga. Adapun untuk mendapatkan twine
yang lembut, ditempuh cara yang antara lain dengan memperkecil diameter twine
ataupun jumlah pilin per-satuan panjang dikurangi, ataupun bahan- bahan celup pemberi warna ditiadakan. Bahan nylon dipilih sebagai bahan
dasar gillnet karena memiliki karakteristik yang sesuai sebagai bahan dasar gillnet. Gillnet
menangkap ikan dengan cara menjerat memuntal. Oleh karenanya diperlukan bahan yang terbuat dan memiliki daya lentur dan daya
tahan putus yang tinggi. Sifat-sifat dari nylon menurut Soeprijono et al. 1975 diacu dalam Prasetyo, 2009 sebagai berikut:
1 Kekuatan dan daya mulur Nylon
memiliki kekuatan dan daya mulur berkisar dari 8,8 gramdenier dan 18 sampai 4,3 gramdiener dan 45. Kekuatan basahnya 80-90
kekuatan kering; 2 Tahan gosokan dan tekukan
Nylon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan
nylon kira-kira 4 -5 kali tahan gosok wol; dan
3 Elastisitas Nylon
selain mempunyai kemuluran yang tinggi 22. Pada penarikan 8 nylon elastis 100, dan pada penarikan sampai 16 nylon masih
mempunyai elastisitas 91. 2 Ketegangan rentangan tubuh jaring
Rentangan yang dimaksud disini adalah baik rentangan ke arah lebar demikian pula rentangan ke arah panjang. Ketegangan rentangan ini, akan
mengakibatkan terjadinya tension baik pada float line ataupun pada tubuh jaring. Jika jaring direntang terlalu tegang maka ikan akan sukar terjerat, dan
ikan yang telah terjeratpun akan mudah lepas. Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy dari float, berat tubuh jaring,
tali temali, sinking force dari sinker dan juga shortening yang digunakan.
Adapun sebaliknya bila jaring terlalu kendur maka ikan sulit untuk melakukan penetrasi ke dalam mata jaring Ayodhyoa, 1981;
3 Shortening Shortening
mempengaruhi efisiensi penangkapan pada gillnet, karena merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk mata jaring. Shortening yang
dimaksud disini adalah selisih antara panjang jaring dalam keadaan mata jaring tertutup stretch length dengan panjang tali ris dibagi panjang jaring
dalam keadaan mata jaring tertutup. Supaya ikan-ikan mudah terjerat gilled pada mata jaring dan juga supaya ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat
pada jaring tidak akan mudah terlepas, maka pada jaring perlulah diberikan shortening
yang cukup Atmadja, 1980. Nomura dan Yamazaki 1976 mengatakan bahwa untuk gillnet yang ikannya tertangkap secara gilled maka
nilai shortening bergerak sekitar 30-40 dan untuk yang tertangkapnya ikan secara entangle maka nilai shortening bergerak sekitar 35-60;
4 Hanging ratio Probabilitas dari seekor ikan dapat terjerat pada jaring diyakini tergantung
dari apa yang dinamakan dengan hanging ratio. Hanging ratio didefinisikan perbandingan antara panjang tali ris atas dengan jumlah mata jaring dan
ukuran mata jaring Sparre dan Venema, 1999. Adapun untuk menangkap ikan diperlukan hanging ratio sebesar 30 sudah cukup, tetapi jika
menginginkan ikan tertangkap secara entangled maka hanging ratio harus diantara 40-50 atau lebih, dan jika ikan tertangkap secara gilled dan
entangled pada waktu bersamaan, maka hanging ratio harus dimiliki sebesar
40 Nomura dan Yamazaki, 1976. Menurut Fridman 1988, hanging ratio dibagi menjadi dua, yaitu hanging ratio primer
dan hanging ratio sekunder
. Hanging ratio primer adalah perbandingan panjang
tergantung dari jaring pada tali rangka L dengan panjang jaring tersebut bila direntangkan penuh
dengan rumus : E
1
= LL ;
Hanging ratio sekunder adalah perbandingan tinggi depth tergantung H
dari jaring dengan tinggi jaring bila diratik tegang dengan rumus:
E
2
= HH
0 ;
Untuk mencari dan
menggunakan rumus : L
= 2 × m
s
× M = m
1
× M dan
H = 2 × m
s
× N = m
1
× N; Dimana M adalah jumlah mata menurut panjang jaring, N jumlah menurut
tingginya, ms adalah panjang kaki bar dan m
1
panjang mata jaring. Hubungan antara
dan adalah seperti rumus berikut :
E
1 2
+ E
2 2
= 1; Rumus ini berlaku untuk jaring berbentuk rhombic. Adapun untuk jaring
berbentuk persegi, rumus ini tidak berlaku. Tinggi jaring secara geometris tergantung pada hanging ratio primer yang dipilih. Sebaliknya bila hanging
ratio sekunder yang dipilih terlebih dahulu, maka hanging ratio primer akan
menyesuaikan. Nilai shringkage akan mempengaruhi bentuk mata jaring. Untuk bottom gillnet atau jaring rampus memerlukan shringkage yang tinggi,
khususnya untuk menangkap ikan dengan memuntal sekitar 30-50 . Pengukuran hanging ratio dilakukan dengan mengukur shringkage Nomura
dan Yamazaki, 1976. Hanging ratio drift gillnet berkisar 0,4-0,6 dan hanging ratio
bottom gillnet adalah 0,3-0,5. Nilai hanging ratio terendah 0,3 akan menambah daya puntal. Jika E 0,5, maka gillnet cenderung selektif
Prado, 1990. Secara detail beberapa ukuran hanging ratio yang berbeda pada jaring gillnet disajikan pada Gambar 1.
Sumber : Prado 1990
Gambar 1 Beberapa ukuran mata jaring dengan nilai hanging ratio berbeda. 5 Tinggi Jaring
Tinggi jaring merupakan jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Hal ini tergantung pada swimming layer dari
jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, selain itu kondisi dari fishing ground
perlu menjadi pertimbangan Ayodhyoa, 1981. Ayodhyoa 1981 mengungkapkan bahwa penentuan tinggi jaring didasarkan antara lain
atas lapisan renang ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan kepadatan gerombolan ikan. Sementara panjang jaring tergantung pada situasi
penangkapan, dan ukuran perahu. Jumlah lembar jaring yang dipergunakan akan menentukan besar kecilnya skala usaha, juga jumlah hasil tangkapan
yang mungkin diperoleh; 6 Mesh size
Pemilihan mesh size merupakan faktor yang penting karena besar mesh size pada gillnet akan menentukan ukuran ikan yang tertangkap secara terjerat
Mori, 1968. Selanjutnya dikatakan pula terdapat kecenderungan bahwa mesh size tertentu
hanya menjerat ikan-ikan yang mempunyai fork length dalam selang tertentu. Dengan perkataan lain, gillnet akan bersikap selektif
terhadap besar ukuran dari hasil tangkapan yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan penentuan mesh size yang sesuai dengan keadaan daerah
penangkapan, yaitu penyesuaian terhadap ukuran dan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Ukuran ikan yang tertangkap berhubungan erat
E = 0,4 E = 0,5
E = 0,71 E = 0,8
47° 90°
60° 106°
dengan ukuran mata jaring. Semakin besar ukuran mata jaring, maka akan semakin bersar pula ikan yang tertangkap Manalu 2003. Penetapan ukuran
mata jaring dapat berdasarkan pada ukuran jenis ikan yang dominan tertangkap. Gillnet yang dioperasikan di Indonesia umumnya memiliki
ukuran mata jaring yang berkisar antara 1,5”- 4”; 7 Warna jaring
Warna jaring di dalam air dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman perairan, kecerahan, sinar matahari dan sinar bulan. Warna akan mempunyai perbedaan
derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda. Pada waktu siang hari kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan akan lebih besar dibandingkan
dengan pada waktu malam hari. Mori 1968 mangatakan bahwa warna jaring tidak boleh merangsang optik mata ikan. Maka dari itu warna jaring
harus serupa dengan warna air, untuk mengurangi kemungkinan terlihatnya jaring;
8 Extra bouyancy Extra bouyancy
pada gillnet berbeda-berda tergantung jenisnya, seperti extra bouyancy gillnet
permukaan berkisar antara 30-40 , gillnet extra bouyancy pertengahan adalah 0 dan extra bouyancy gillnet dasar adalah negatif. Rumus
dari gillnet extra bouyancy adalah : EB = TB – S TB × 100
; Keterangan :
EB : Extra bouyancy ;
TB : Total bouyancy; dan
S : Berat benda di air
Rumus untuk menghitung luas jaring adalah ;
Keterangan : L
: Luas jaring m
2
; E
: Hanging ratio ; N
: Jumlah mata jaring horizontal mata; H
: Jumlah mata jaring vertikal mata; dan α
: Ukuran mata jaring dalam keadaan tegang cm.
Menghitung tinggi jaring menggunakan rumus : ;
Keterangan : H
: Tinggi jaring; dan tm
: Tinggi jaring dalam keadaan tegang Perhitungan jumlah mata
1 Vertikal ;
2 Horizontal .
Keterangan : M
: Mesh size; H
m
: Tinggi jaring terpasang; L
: Panjang foatline; dan E
: Shortening.
2.2.4 Metode pengoperasian